Anda di halaman 1dari 11

TATANAN TEKTONIK ZONA SUBDUKSI DAN

BATUAN BEKU INDONESIA


RIVDHAL SAPUTRA
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta, Indonesia

ABSTRAK

Proses magmatisme adalah proses kompleks yang terjadi karena aktifitas arus
konveksi, yang menyebabkan terjadinya pergerakan tektonisme lempeng-lempeng di
bumi. Dari pergerakan lempeng-lempeng tersebut, didapatkan suatu setting tektonik
yang menghasilkan magma yang berbeda-beda, baik secara komposisi maupun
sifatnya. Salah satu setting tektonik yang umum diteliti adalah pada zona subduksi.
Zona subduksi adalah zona penunjaman salah satu lempeng, baik itu lempeng benua
maupun samudera, dibawah lempeng yang lain setelah terjadi proses tumbukan
diantara keduanya akibat pengaruh arus konveksi. Setting-setting tektonik semacam
ini banyak berkembang di Indonesia, kita dapat menemukan zona subduksi baik
berupa busur kepulauan maupun busur kontinental. Keberadaan Zona subduksi di
Indonesia inilah yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan
aktivitas seismik, tektonisme maupun vulkanisme yang teraktif di dunia. Proses-
proses magmatisme dan tektonisme di Indonesia ini berdampak pada komposisi
batuan penyusun dan distribusinya. Selain itu zona subduksi erat kaitannya dengan
aktivitas vulkanik yang juga sangat berpengaruh terhadap sebaran batuan di
Indonesia. Kondisi kompleks pada zona subduksi ini menyebabkan Indonesia
memiliki potensi positif dan negatif yang berdampak pada kehidupan manusianya.
Potensi positifnya adalah berupa sumber daya mineral hingga ke potensi hidrokarbon.
Tidak hanya itu, aktivitas magmatisme yang tinggi di area subduksi menyebabkan
Indonesia memiliki potensi panas bumi yang luar biasa. Namun keadaan ini juga
membuat Indonesia rawan akan bencana alam. Bencana alam yang mungkin terjadi
adalah gempa bumi, gunung meletus, dan tsunami.
PENDAHULUAN
Proses magmatisme ini sendiri selalu berkaitan dengan setting tektonik. Lokasi-
lokasi pembentukan magma inilah yang menjadi model-model setting tektonik,

Gambar 1. Lokasi terbentuknya magma dalam konteks tatanan tektonik global


(Schimncke, 2004 dalam Setijadji, 2011)
Magma terbentuk karena adanya perubahan tiga parameter utama, yaitu
temperatur, tekanan, dan komposisi kimia. Berdasarkan konteks tektonik global,
lokasi terbentuknya magma dapat dibedakan menjadi (Wilson, 1989) :
a. Batas lempeng konstruktif, merupakan batas lempeng divergen yang meliputi
rekahan tengah samudera dan back-arc spreading.
b. Batas lempeng destruktif, merupakan batas lempeng konvergen yang meliputi
busur kepulauan (island arc) dan tepi benua aktif (active continental margin).
c. Tatanan antar lempeng samudera, meliputi busur samudera.
d. Tatanan antar lempeng benua, meliputi continental flood basalt, zona rekahan
benua.
ZONA SUBDUKSI
Zona subduksi adalah zona pertemuan antara dua buah lempeng dimana kedua
lempeng ini mengalami tumbukan, baik antara lempeng benua dengan lempeng
samudra, maupun lempeng samudra dengan lempeng samudra yang menyebabkan
salah satu dari lempeng tersebut menunjam di bawah lempeng yang lain. Akibatnya
terjadilah proses magmatisme. Proses magmatisme yang terjadi pada zona subduksi
ini pun menghasilkan magma yang sumbernya dibagi atas 3 (tiga) kemungkinan,
yaitu:
a. Berasal dari pelelehan sebagian mantel atas ( Paling dominan terjadi).
b. Berasal dari pelelehan sebagian kerak samudra yang menunjam ke bawah.
c. Berasal dari pelelehan sebagian kerak benua bagian bawah (anateksis).
Magma yang dihasilkan dari 3 kemungkinan di atas, ini komposisinya sangat
bervariasi. Secara umum, magma yang berasal dari pelelehan kerak samudra yang
menunjam dan dari pelelehan mantel atas akan bersifat basa, namun apabila magma
naik menuju permukaan, akan terjadi proses diferensiasi sehingga magma yang
dihasilkan berubah sifat menjadi intermediet hingga asam.
Sedang untuk magma yang berasal dari pelelehan kerak benua bagian bawah
(anateksis), pada awalnya memang sudah bersifat asam sesuai dengan komposisi
umum kerak benua, kemungkinan besar jika naik menuju permukaan magma tidak
akan mengalami diferensiasi, sehingga magma yang dihasilkan tetap bersifat asam.
Secara lebih jelasnya, Zona subduksi dapat dikenali dengan adanya busur
kepulauan dan busur tepi benua aktif, yang keduanya mempunyai karakteristik seperti
adanya kepulauan yang berbentuk busur dan membentang hingga ribuan kilometer,
adanya palung samudera yang dalam, adanya volkanisme aktif dan gempa bumi, serta
asosiasi volkanik yang khas, yang disebut ‘orogenic andesit’. Di permukaan, zona
subduksi dapat dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu busur depan (forearc), busur
gunungapi (volcanic arc), dan busur belakang (backarc) (Tatsumi&Eggins, 1993).
Proses magmatisme di zona subduksi berbeda dengan magmatisme di tatanan
tektonik lain karena adanya peran fluida pada kerak yang menunjam dan adanya
pelelehan sebagian baik dari baji mantel, kerak samudera, ataupun kerak benua bagian
bawah. Secara umum, mekanisme magmatismenya adalah adanya finger tip effect,
dimana kerak samudera yang menunjam menjadi lebih panas oleh mantel dan gesekan
yang mengakibatkan mineral melepas H2O dan adanya pelelehan sebagian mantel.
Maka dari itu zona subduksi ini dibagi menjadi dua tatanan tektonik yaitu :
A. Setting Tektonik dan Magmatisme Busur Kepulauan
Busur Kepulauan ini sendiri terbentuk akibat adanya proses magmatisme yang
disebabkan oleh tumbukan antara lempeng samudra dengan lempeng samudra
yang diikuti oleh penunjaman salah satu lempeng samudra tersebut. Pada daerah
ini, magma berasal dari pelelehan sebagian mantel dan pelelehan sebagian kerak
samudra itu sendiri. Hal ini menyebabkan magma induk kemungkinan besar akan
bersifat basaltic yang kemudian apabila naik menuju permukaan akan mengalami
proses diferensiasi dan menghasilkan magma yang cenderung bersifat toleiitik.
Magma jenis toleiitik akan menghasilkan batuan yang berkomposisi intermediet,
didominasi oleh batuan jenis andesit, andesit basaltik, dan dasit. Magma toleiitik
ini disebut juga sebagai magma sub-alkali.

Gambar 2. Busur Kepulauan


http://www.utexas.edu/tmm/npl/mineralogy/mineralgenesis/igneousprocessesvolcanism.html

Selain itu biasanya pada busur kepulauan akan terbentuk Gunungapi. Ciri dari
Gunungapi yang terbentuk pada lokasi ini adalah gunungapi dengan tipe strato
dan letusan yang eksplosif.
B. Setting Tektonik dan Magmatisme Busur Aktif Tepi Benua
Jenis kedua dari zona subduksi adalah Active Continental Margin atau disebut
juga Busur aktif tepi benua. Daerah ini terbentuk akibat adanya tumbukan antara
lempeng benua dengan lempeng samudra yang diikuti oleh penunjaman kerak
samudra di bawah kerak benua.

Gambar 3: Busur Aktif Tepi Benua


http://serc.carleton.edu/research_education/cyberinfrastructure/navdat/questions.html

Ada dua kemungkinan yang terjadi pada tipe subduksi ini :


1) terjadinya pelelehan sebagian kerak samudra atau mantel atas. Hasil dari
proses pelelehan sebagian ini adalah magma yang bersifat basaltik dan
ketika naik ke permukaan akan mengalami diferensiasi. Sifat magma yang
dihasilkan nantinya akan bersifat asam ataupun intermediet (kalk-alkali).
2) terjadinya pelelehan sebagian kerak benua bagian bawah (anateksis). Pada
kondisi ini, magma induk yang pertama dihasilkan langsung bersifat asam
dan ketika naik ke permukaan, tidak mengalami diferensiasi dan
menghasilkan magma yang sifatnya asam.

BUSUR MAGMATIK DI INDONESIA

Sebagai daerah pertemuan tiga lempeng aktif, Indonesia juga memiliki daerah
busur kepulauan yang menyebar sepanjangan wilayah timur – selatan Indonesia.
Pergerakan lempeng – lempeng secara aktif pada masa neogen menyusun Indonesia
menjadi beberapa jalur aktif busur magmatik.
Gambar 4. Peta Sebaran Busur Magmatik Utama di Indonesia

http: psdg.bgl.esdm.go.id/kolokium%202000/logam.pdf ( Hasil Ekplorasi Mineral Logam Di Jalur


Busur Magmatik - PDF)
Indonesia memiliki 7 jalur utama busur magmatik dan beberapa busur minor.
Ketujuh busur mayor tersebut adalah

1. Busur Sumatra-Meratus (Pertengahan dan Akhir Cretaceous)

Daerah busur Sumatera-Meratus meliputi daerah dataran sunda, yaitu


sepanjang sumatera bagian barat dan selatan Kalimantan. Pada daerah ini, busur
magmatik dimulai dengan terjadinya perubahan polaritas tektonik setelah
penempatan Woyla.

Sistem busur subduksi Sumatera dibentuk oleh penyusupan lempeng samudra


di bawah lempeng benua. Lempeng benua tebal dan tua ini meliputi busur
volkanik berumur Perm, Kapur dan Tersier (Katili, 1973). Sedimen elastis sangat
tebal menyusup di subduksi Sumatera (Hamilton, 1973) dan sedimen yang tebal
didorong ke atas membentuk rangkaian kepulauan. Saat terekspos, busur tidak
termineralisasi dengan baik, karena perluasan akibat pengangkatan dan erosi
selama masa tertiary.

2. Busur Sunda-Banda (Neogen)

Busur ini adalah busur magmatik yang terpanjang di Indonesia, membentang


dari Sumatera bagian Utara hingga timur Damar. Busur Sunda (Sunda Arc) ini
terletak di tepi Asia Tenggara dan terbentang mulai dari kepulauan Andaman-
Nicobar di barat sampai busur Banda (Timor) di timur.

Busur Sunda adalah busur kepulauan hasil dari interaksi lempeng


samudera (disini lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dengan
kecepatan 7 cm pertahun) yang menunjam di bawah lempeng benua (Lempeng
Eurasia). Penunjaman lempeng terjadi di selatan busur Sunda berupa palung
(trench) yang dikenal sebagai palung Jawa. Disamping itu, penunjaman
lempeng juga menghasilkan sepasang busur volkanik dan non-volkanik. Busur
volkanik terdiri dari rangkaian gunung berapi yang menjadi tulang punggung
pulau-pulau busur Sunda, sedangkan busur nonvolkanik merupakan rangkaian
pulau-pulau yang terletak di sisi samudera busur volkaniknya.
3. Busur Aceh (Neogen)

Busur Aceh berada pada palung di utara Sumatra yang tidak panjang. Busur
ini berkaitan langsung dengan dataran Sunda. Palung di sekitar busur menjadi
daerah subduksi antara kerak samudra hasil pemekaran dari cekungan Mergui yang
menekan pada lantai lempeng Sumatera bagian utara.

4. Busur Kalimantan Tengah (pertengahan Tertiary dan Neogen)

Busur ini selama bertahun-tahun diperkirakan dari kehadiran kondisi sisa erosi
selama akhir Oligocene hingga awal Miosen yang sifatnya andesitik hingga trachy-
andesitik di daerah sekitar ativitas vulkanik. Kebanyakan dari yang ditemukan
berasosiasi dengan emas.

5. Busur Sulawesi-Timur Mindanao (Neogen)

Pada busur ini, aktivitas magmatik cenderung berada pada daerah bawah laut
dan juga tersusun oleh batuan sedimen sebagai akumulasi kegiatan tektonik aktif di
daerah ini. Dominasi busur ini adalah aktivitas lempeng aktif yang membentuk
lengan – lengan kepulauan Sulawesi.

6. Busur Halmahera (Neogen)

Daerah busur Halmahera terdiri dari hasil intrusi andesitik yang berusia Neogen,
termasuk dengan batuan vulkanik. Pada daerah barat busur ini juga dipotong oleh
sesar Sorong selama daerah timur terjadi subduksi di Laut Molluca.

7. Busur Tengah Irian Jaya (Neogen)

Daerah busur tengah Irian Jaya memanjang dari kepala burung hingga Papua
Nugini. Hal ini berkaitan dengan pergerakan sabuk New Guinea, sebuah zona
sabuk metamorfik dan pembentukan ophiolit. Busur diikuti juga dengan subduksi
di selatan dan diikuti penumbukan. Kegiatan vulkanisme yang mengikuti adalah
bersifat andesitik. Busur tengah Irian Jaya terbentuk di lempeng aktif Pasifik.
Deformasi yang terus terjadi mengakibatkan pembentukan deposit pada daerah
benua pasif yang terbentuk sebelumnya dengan dasar berupa batugamping jalur
New Guinea.
Selain busur-busur mayor diatas, busur mayor ini juga diikuti dengan
keberadaan busur minor di sekitar. Busur minor tersebut terdiri atas :

1. Busur Schwaner mountain (west Kalimantan, tonalitic – granodioritic


batholiths, early cretaceous)
2. Busur Sunda shelf (Karimata island, granitic, late cretaceous)
3. Busur Moon utawa (northern head of Irian Jaya, andesitic – sedimentary
rocks – intruded dioritic, middle miocene)
4. Busur West sulawesi (western Sulawesi, granitic, late miocene – pliocene)
5. Busur Northwest Borneo ( andesitic, middle miocene)
6. Busur Sumba Timor (andesitic – andesite porphyry intrusions, palaeogene)
7. Busur Coastal Irian Jaya (Mamberamo, diorites, neogene possibly)
8. Busur Talaud (Northeast Sulawesi, andesitic-andesite blocks in melange,
neogene)

BATUAN BEKU DI ZONA SUBDUKSI INDONESIA


1. Sumatra, pada umumnya berumur Paleozoic (Silurian) – Tertiary, di dominasi oleh
batuan beku jenis I-type granitoids (Cobbing, 2005; Setijadji, 2009) selain itu juga
terdapat batuan serpentinit dan gabbro berumur Neogen. Aktivitas vulkanisme dan
intrusi menghasilkan batuan seperti andesit dan granodiorit. Bangka Belitung di
dominasi S-type Triassic granites, granit ini merupakan jenis pembawa timah.

2. Jawa, pada umumnya berumur pra-tersier hingga tersier, batuan pra tersier teringkap
di Luh Ulo berupa batuan basaltik yaitu gabbro, diabas, sepentinit dan peridotit.
Seain itu juga terdapat intrusi granitoid yang mendorong munculnya batuan dengan
komposisi intermediet yaitu andesit tua.

3. Kalimantan, pada umumnya berumur Cretaceous didominasi oleh batuan beku jenis
I-type batholiths, meskipun terdapat batuan yang lebih tua dn lebih muda (Setijadji
et al., 2010). Selain itu terjadi banyak intrusi yang menghassilkan jenis batuan basa
seperti gabbro, hingga ke batuan dengan komposisi intermediet hingga asam berupa
andesit dan granit.

4. Sulawesi, pada umumnya berumur Upper Mio-Pliocene, batuan beku pada daerah
ini mengandung K granitoids tinggi. Sepanjang barat menunjukan karakter
continental, umum ditemui batuan beku kalk-alkali berumur tersier. Selain itu juga
terdapat batuan dengan komposisi basa berupa peridotit, gabro dan basalt.

5. Banggai-Sula: pada umumnya berumur Early Triassic. Batuan granitic pada daerah
ini diperkirakan terbentuk karena adanya pergerakan sesar sorong (Hutchison, 1989)

6. Maluku –Maluku Utara : pada umumnya berumur Pliocene dengan jenis batuan
beku berupa peraluminous granite (Priem et al., 1978 in Hutchison, 1989) diyakini
batuan beku pada daerah ini terbentuk karena pergerakan lempeng benua Australia.
Selain itu juga hadir batuan dengan komposisi bervariasi yaitu granodiorit dan basalt
– trachite (Roevei, 1940).

7. Papua: batuan beku pada daerah ini berupa plutonik granitic rock pada daerah kepala
burung. Batuan beku pada daerah ini berumur Late Permian – Early Triassic
(Hamilton, 1979) diantaranya adalah granit, diorit, granodiorit, syenodiorit, dan
monzonit. Selain itu juga terdapat batuan basaltik hasil dari proses magmatisme
kerak samudera pasifik berupa basalt dan gabbro di utara papua.
KESIMPULAN

Indonesia dibentuk oleh tumbukan lempeng-lempeng tektonik besar


diantaranya adalah lempeng Eurasia, India-Australia, Samudera Hindia, dan
Samudera Pasifik. Tumbukan Lempeng Eurasia dan Lempeng India-Australia
mempengaruhi Indonesia bagian barat, sedangkan pada Indonesia bagian timur, dua
lempeng tektonik ini ditubruk lagi oleh Lempeng Samudra Pasifik dari arah timur.
Kondisi inilah yang memiliki pengaruh besar terhadap proses geologi, sejarah dan
kehidupan manusia hingga saat ini. Aktivitas tektonisme dan magmatisme ini
membuat indonesia memiliki beberapa busur magmatik mayor dan busur magmatik
minor, yaitu :

Busur Magmatik Mayor Busur Magmatik Minor


1. Busur Sumatra-Meratus 1. Busur Schwaner mountain
2. Busur Sunda-Banda 2. Busur Sunda shelf
3. Busur Aceh 3. Busur Moon utawa
4. Busur Kalimantan Tengah 4. Busur West sulawesi
5. Busur Sulawesi-Timur 5. Busur Northwest Borneo
Mindanao 6. Busur Sumba Timor
6. Busur Halmahera 7. Busur Coastal Irian Jaya
7. Busur Tengah Irian Jaya 8. Busur Talaud

Sedangkan batuan beku di Indonesia didominasi oleh batuan beku granitoid, karena
tatanan tektoniknya yang berada si Subduction Zone. Tatanan tektonik ini
menyebabkan magma terdiferensiasi hingga komposisi nya menjadi intermediet
hingga asam. Namun bukan berarti keberadaan batuan dengan komposisi basaltik
tidak ada, namun kebanyakan batuan dengan komposisi basaltik sudah terubah oleh
proses metamorfisme dan tidak dominan.

REFERENSI

Carlile, J.C, A.H.G Mitchell, 1993, Magmatic arcs and associated gold and copper
mineralization in Indonesia, Australia, ELSEVIER.
Setijadji, Lucas Donny, Dr., 2011, Materi Kuliah Petrologi batuan beku dan
batuan metamorf ‘BATUAN GRANITIK(Granitic Rocks atau Granitoids)’,
Yogyakarta, Unpublished
Setijadji, Lucas Donny, Dr., 2011, Materi Kuliah Petrologi batuan beku dan
batuan metamorf ‘MAGMATISME DALAM KONTEKS
TATANAN TEKTONIK GLOBAL’,Yogyakarta, Unpublished
http://google.com/Pembaruan-Model-Tektonik-Lempeng-Indonesia/PDF
http://www.scribd.com/doc/30063609/Batuan-Beku-Indonesia
http://explorasi08.blogspot.com/2011/03/hubungan-busur-magmatik-dan-
asosiasi.html

Anda mungkin juga menyukai