Kelompok 4 - Analisis Wacana Kritis - Model Sara Mills

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS WACANA KRITIS BERITA KEKERASAN SEKSUAL DI MEDIA

ONLINE DETIK.COM

Kelompok 4

Gilang Sukma Jaya (2017110075)


Sylviana Pramesti (2019115001)

KONSENTRASI ILMU JURNALISTIK


INSTITUT ILMU SOSIAL ILMU POLITIK JAKARTA
Desember 2022
DAFTAR ISI

Daftar Isi ...................................................................................................................i

Kerangka Teori ........................................................................................................2

Populasi Penelitian ...................................................................................................4

Sampel Penelitian .....................................................................................................5

Hasil Analisis ............................................................................................................6

Analisis Sampel 1 .........................................................................................6

Analisis Sampel 2 .........................................................................................11

Analisis Sampel 3 ........................................................................................19

Analisis Sampel 4 ........................................................................................24

Pembahasan ..............................................................................................................28

Daftar Pustaka .........................................................................................................33

i
KERANGKA TEORI

Kekerasan seksual merupakan masalah global yang hampir terjadi kapanpun


dan dimana saja muda maupun dewasa hingga di masyarakat manapun. Perempuan
sering mengakui bahwa pengalaman seksual yang dialami mereka semuanya melalui
paksaan. Kekerasan seksual juga bisa dialami oleh laki-laki dan anak-anak, meskipun
begitu penyintas kekerasan seksual itu lebih banyak adalah perempuan. Korban dari
kekerasan seksual semakin bertambah jumlahnya tanpa ada kepastian untuk
mendapatkan keadilan, pemulihan, dan pencegahan agar kekerasan seksual tidak
terulang kembali, jika ini terjadi pada anak-anak yang usianya belum memasuki masa
remaja atau bisa dibilang masih masuk kategori kanak-kanak secara tidak langsung
akan mempengaruhi tumbuh kembang si anak dan mengubah perilaku pada anak
tersebut, jika tidak diberi penanganan khusus bisa menyebabkan trauma psikologis
jangka panjang.
Dalam penyusunan penelitian ini, kami menggunakan teori Analisis Wacana
Kritis yang dicetuskan oleh Sara Mills. Hikam dalam Eriyanto (2018, h.66)
berpendapat, “Analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam
setiap proses bahasa batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana,
perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Dengan pandangan
semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan,
terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat
dalam masyarakat”. Selanjutnya Eriyanto (2019, h.6) menjelaskan, “Analisis wacana
kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan
reproduksi makna”.
Eriyanto (2019, h.199) menambahkan, “Sara Mills banyak menulis mengenai
teori wacana. Akan tetapi, titik perhatiannya terutama pada wacana mengenai
feminisme: bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks, baik dalam novel, gambar,
foto, ataupun dalam berita. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh Sara Mills sering

2
juga disebut sebagai perspektif feminis. Titik perhatian dari perspektif wacana
feminisme adalah menunjukkan bagaimana teks bias dalam menampilkan perempuan”.

Elemen Yang Ingin Dilihat

Posisi Bagaimana peristiwa dilihat. Dari kacamata siapa


Subjek-Objek peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai
subjek (pencerita). Siapa yang diposisikan sebagai objek
(orang yang diceritakan).
Apakah masing-masing aktor mempunyai kesempatan
untuk menampilkan dirinya sendiri atau gagasannya
ataukah kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh
kelompok atau orang lain.

Posisi Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks.


Penulis-Pembaca Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks
yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembaca
mengidentifikasikan dirinya.

Eriyanto, (2018, h.200-204) menjelaskan mengenai model analisis wacana


kritis Sara Mills, sebagai berikut:
1. Posisi Subjek-Objek
Sara Mills menekankan bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial, posisi
gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan dalam teks. Posisi-posisi tersebut nantinya
akan menentukan bentuk teks yang hadir di tengah khalayak. Wacana media bukanlah
sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor tertentu sebagai subjek yang
mendefinisikan peristiwa atau kelompok tertentu. Posisi itulah yang menentukan
semua bangunan unsur teks, dalam arti pihak yang mempunyai posisi tinggi untuk
mendefinisikan realitas akan menampilkan peristiwa atau kelompok lain ke dalam
bentuk struktur wacana tertentu yang akan hadir kepada khalayak.

3
2. Posisi Penulis-Pembaca

Mills membangun suatu model yang menghubungkan antara teks dan penulis
di satu sisi dengan teks dan pembaca di sisi lain. bagaimana posisi pembaca
ditampilkan dalam teks. Dalam suatu teks, posisi pembaca sangatlah penting dan
haruslah diperhitungkan dalam teks. Teks adalah suatu hasil negosiasi antara penulis
dan pembaca. Dalam hal ini pembaca tidaklah dianggap semata sebagai pihak yang
menerima teks, tetapi juga ikut melaksanakan transaksi sebagaimana akan terlihat
dalam teks.

Populasi Penelitian

No Waktu Judul Berita Topik Berita

1. Rabu, 30 November 2022 Viral, Bos WO di Bogor Diduga Lakukan Kekerasan seksual di
Pelecehan Seksual ke Perempuan ruang publik

2. Senin, 5 Desember 2022 Polisi Selidiki Viral Driver Ojol Diduga Kekerasan seksual di
Lecehkan Pelajar di Jaktim ruang publik

3. Selasa, 6 Desember 2022 Kesal Rekannya Dilecehkan saat Magang, Kekerasan seksual di
Mahasiswa Unja Demo Rektorat lingkungan kampus

4. Rabu, 7 Desember 2022 Ini Tampang Guru Olahraga yang Cabuli Kekerasan seksual di
Belasan Siswi di Medan bawah umur

5. Kamis, 8 Desember 2022 Pria Begal Payudara di Kalteng Kekerasan seksual di


Ditangkap, Alasan Dapat Bisikan Gaib ruang publik

6. Kamis, 15 Desember Guru Les di Bogor Ditangkap karena Kekerasan seksual


2022 Cabuli Murid Laki-laki sesama jenis

7. Selasa, 20 Desember Sempat Absen Angggota DPRD Kekerasan seksual di


2022 Pandeglang Tersangka Cabul Penuhi ruang publik
Panggilan Polisi

8. Rabu, 21 Desember 2022 Heboh! Pria di Cimahi Diduga Lecehkan Kekerasan sesksual di
Anak Perempuan ruang publik.

4
Sampel Penelitian

No Tanggal Judul Berita Topik Berita

1. Selasa, 6 Desember Kesal Rekannya Dilecehkan saat Magang, Kekerasan seksual di


2022 Mahasiswa Unja Demo Rektorat lingkungan kampus

2. Kamis, 8 Desember Pria Begal Payudara di Kalteng Kekerasan seksual di


2022 Ditangkap, Alasan Dapat Bisikan Gaib ruang publik

3. Rabu, 30 November Viral, Bos WO di Bogor Diduga Lakukan Kekerasan seksual di


2022 Pelecehan Seksual ke Perempuan ruang publik

4. Rabu, 21 Desember Heboh! Pria di Cimahi Diduga Lecehkan Kekerasan sesksual di


2022 Anak Perempuan ruang publik.

5
HASIL ANALISIS

Analisis 1
Judul Berita: Kesal Rekannya Dilecehkan saat Magang, Mahasiswa Unja Demo
Rektorat
Waktu: Selasa, 6 Desember 2022
Topik: Kekerasan seksual di lingkungan kampus
Sampel Berita 1

6
A. Posisi Subjek-Objek
Pada Selasa, 6 Desember 2022 media online detik.com memuat berita tentang
kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus yang terletak di Jambi dengan
judul “Kesal Rekannya Dilecehkan saat Magang, Mahasiswa Unja Demo
Rektorat” wartawan menghadirkan kedua tokoh yaitu seorang mahasiswi dan seorang
perawat yang
terlibat atas tindak kekerasan seksual yang dapat bisa ketahui dari judul bahwa
yang menjadi korban ialah mahasiswi sedangkan pelaku sudah pasti oknum perawat
dari salah satu rumah sakit. Wartawan selaku subjek pencerita dalam penyusunan judul
memfokuskan cerita ini terhadap mahasiswi yang merupakan korban dari tindak
kekerasan seksual oleh perawat. Lalu, objek yang akan diceritakan pada pemberitaan
ini yaitu korban yang mengalami kekerasan seksual oleh perawat.
Berita kali ini, wartawan selaku subjek pencerita membuka dengan alinea yang
berisi aksi demo mahasiswa Unja dengan adanya tindakan kekerasan seksual,
“Sejumlah mahasiswa Universitas Jambi (Unja) menggelar aksi demo di dalam
Gedung Rektorat Unja. Aksi demo itu dilakukan oleh mahasiswa, buntut adanya
tindakan pelecehan seksual terhadap mahasiswi kedokteran Unja oleh perawat di

7
rumah sakit yang ada di Jambi.” pelaku merupakan perawat di salah satu rumah sakit
di Jambi, tempat dimana korban magang.
Penulisan teks berita pada alinea pertama menjelaskan sejumlah mahasiswa
Unja mendesak pihak kampus untuk segera mengambil sikap tegas, tindak kekerasan
seksual tersebut diceritakan oleh wartawan pada paragraf keempat yang berada jauh
dari paragraf-paragraf awal, “Kita minta agar pelaku-pelaku pelecehan seksual yang
dilakukan terhadap mahasiswi Unja bisa dipublikasikan ke mahasiswi. Ini sebagai
bentuk waspada terhadap mereka”.
Dalam paragraf-paragraf selanjutnya, wartawan menyuguhkan detail
permintaan mahasiswa Unja dengan adanya temuan kekerasan seksual di lingkungan
kampus “Kami mendesak pihak Universitas Jambi agar dapat segera mengambil
tindakan tegas terhadap perlakukan pelecehan seksual baik di internal kampus
maupun eksternal kampus. Ini juga bukan hanya penindakan saja tetapi juga dapat
melakukan pencegahan agar mahasiswa di kampus Unja ini merasa aman”.
Paragraf terakhir dari berita kekerasan seksual ini, wartawan mengakhiri
ceritanya dengan kekecewaan atas lambannya sikap rektor kampus dalam mengambil
sikap terkait kekerasan yang dilakukan baik di Rumah Sakit Raden Mataher Jambi
maupun yang ada di Universitas Jambi sendiri “Kalau ini tidak terungkap dan hanya
diam ditempat terkait kasus pelecehan seksual ini, maka kita sangat kecewa. Bukan
hanya di luar kampus saja aksi pelecehan seksual ini tetapi ada pula di internal
kampus, artinya Unja sedang tidak aman”. Hal ini membuktikan bahwa korban
kekerasan seksual yang terjadi lingkungan internal dan ekternal kampus dianggap
enteng oleh pihak kampus Unja sendiri.

B. Posisi Penulis-Pembaca
Berita kekerasan seksual yang menimpa seorang mahasiswi kedokteran terjadi
di Universitas Jambi dengan judul, “Kesal Rekannya Dilecehkan saat Magang,
Mahasiswa Unja Demo Rektorat” wartawan selaku penulis membangun teks berita
tertuju pada pelaku yang diketahui seorang perawat di Rumah Sakit Raden Mataher

8
Jambi. Dari pemilihan judul tersebut memfokuskan pada cerita kekecewaan sejumlah
Mahasiswa Unja kepada pelaku yang melakukan kekerasan seksual ke salah satu
mahasiswa kedokteran Unja.
Jika kita lihat kalimat pada isi paragraf keempat, “Kita minta agar pelaku-
pelaku pelecehan seksual yang dilakukan terhadap mahasiswi Unja bisa
dipublikasikan ke mahasiswi. Ini sebagai bentuk waspada terhadap mereka” penulis
menjelaskan bahwa pelaku-pelaku kekerasan seksual kepada mahasiswi Unja untuk
mempublikasikan ke publik. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pembelaan moral dari
sejumlah mahasiswa Unja.
Paragraf terakhir terkait keterangan dari Zikri, salah satu yang mewakili aksi
demo di depan rektor Unja mengatakan “Kami mendesak pihak Universitas Jambi
agar dapat segera mengambil tindakan tegas terhadap perlakukan pelecehan
seksual baik di internal kampus maupun eksternal kampus. Ini juga bukan hanya
penindakan saja tetapi juga dapat melakukan pencegahan agar mahasiswa di
kampus Unja ini merasa aman,”. Pembaca akan merasakan kekecewaan yang sama
seperti sejumlah mahasiswa Unja lantaran pihak kampus Unja yang terlalu lamban
dalam menyikapi kasus kekerasan seksual yang menimpa mahasiswi kedokteran Unja.

Tabel 2
Hasil Analisis Sampel 2

Elemen Yang Ingin Dilihat

Posisi Subjek-Objek Pemberitaan kekerasan seksual di lingkungan kampus yang melibatkan


seorang mahasiswi Unja dengan perawat di rumah sakit di Jambi. Subjek
pada teks berita kali ini yaitu wartawan selaku pencerita yang menjelaskan
keseluruhan isi pemberitaan yang memfokuskan rasa kekecewaan yang
dihadapi sejumlah mahasiswa Unja terkait temuan kekerasan seksual.
Korban/perempuan selaku/objek yang diceritakan mengalamidiskriminasi
perempuan pada keterangankronologi kekerasan seksual, karena
keterangan tersebut berasal dari sudut pandang pelaku, korban/perempuan
tidak diberikan ruang untuk memberikan suara untuk penjelasan
kronologi kekerasan seksual berdasarkan sudut pandangnya. Dengan
demikian, tokoh yang hadir pada teks berita yang menimpa mahasiswi
tidak memiliki kesempatan yang sama dalam menampilkan dirinya

9
masing-masing, korban/perempuan selaku objek tidak diberikan hak
untuk bersuara atas kejadian yang menimpanya.

Posisi Penulis-Pembaca Dari seluruh isi berita, umumnya wartawan selaku penulis mencoba
memposisikan pembaca sebagai pelaku yang turut hadir dalam melakukan
kekerasan seksual, bagaimana pembaca mengetahui yang dilakukan
pelaku dalam tindak kekerasan seksual kepada mahasiswi saat magang
berlangsung.
Namun, dari penjelasan tersebut pembaca hanya sebagai penerima
informasi saja karena dirinya tidak bisa mengubah alur kekerasan seksual
yang telah terjadi. Penulis tidak memberikan korban/perempuan dalam
memenuhi hak suaranya, sehingga kronologi kekerasan seksual yang
diceritakan dalam berita berdasarkan sudut pandang rekan korban,
kronologi tersebut sama sekali tidak ada sudut pandang
korban/perempuan.

10
Analisis 2

Judul Berita: Pria Begal Payudara di Kalteng Ditangkap, Alasan Dapat Bisikan Gaib
Waktu: Kamis, 8 Desember 2022
Topik: Kekerasan seksual di ruang publik

Sampel Berita 2

11
12
A. Posisi Subjek-Objek
Berita yang dimuat Detik.com pada Kamis, 8 Desember 2022 dengan judul
berita “Pria Begal Payudara di Kalteng Ditangkap, Alasan Dapat Bisikan Gaib”
memposisikan wartawan sebagai seorang pencerita dalam penulisannya atau subjek
pada penulisan beritanya dengan penuturan yang diwakili oleh orang lain yaitu AKBP
Bayu Wicaksono selaku pihak kepolisian Kotawaringin Barat dan perempuan menjadi
objek pencerita dengan menampilkan apa yang terjadi pada perempuan selaku korban.
Dalam penyusunan kalimat judul berita berikut kita bisa lihat, “Pria Begal
Payudara di Kalteng Ditangkap, Alasan Dapat Bisikan Gaib”, terdapat kata “begal
payudara” sebagai kata penjelas bahwa perempuan mengalami perbuatan kekerasan
seksual yang dialami sebagai korban, walaupun tindakan tersebut berlandaskan
“Alasan Dapat Bisikan Setan” namun, hal seperti ini tidak bisa dibenarkan, dari
kalimat tersebut wartawan mendiskriminasi posisi perempuan selaku korban dengan
melindungi pelaku bahwa tindakan kekerasan seksual tersebut didasari oleh setan
bukanlah kemauan dari sang pelaku, padahal tindakan kekerasan seksual yang terjadi
merupakan perbuatan yang dilakukan secara sadar dari diri manusia.
Pada teras berita kasus kekerasan seksual kali ini, “Pria inisial AM (21) di
Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah (Kalteng) ditangkap atas kasus
pelecehan seksual begal payudara terhadap seorang wanita. Pelaku beralasan
melecehkan korbannya usai mendapat bisikan makhluk gaib” wartawan sekaligus
pencerita menjelaskan siapa pelaku, dimana peristiwa tersebut terjadi dan siapa korban
dari kekerasan seksual ini. Dalam isi teras berita terdapat kalimat, “Pelaku beralasan
melecehkan korbannya usai mendapat bisikan makhluk gaib” diketahui bahwa
pelaku melakukan perbuatan kekerasan seksual karena mendapat bisikan makhluk gaib
yang sekaligus menjadi objek dalam berita ini. Selain itu, bukti bahwa pelaku
melakukan kekerasan seksual karena mendapat bisikan makhluk gaib ada dalam
paragraf kedua, “Iya, alasannya karena dihantui makhluk gaib dari benda yang di
dapat dari keluarganya di Banjarmasin untuk memperkosa 8 wanita. Tapi karena
pelaku takut akhirnya pelaku hanya berani melakukan pembegalan payudara

13
wanita”. Kalimat yang berada pada teras berita, pencerita menyisipkan kata
memperkosa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (diakses pada 22
Desember 2022) memiliki arti memaksa, menyerang dengan kekerasan.
Paragraf selanjutnya, pencerita menjabarkan pernyataan dari pihak kepolisian
yaitu AKBP Bayu Wicaksono selaku Kapolres Kotawaringin Barat, “Menurut
Kapolres, AKBP Bayu, Kasus tersebut terungkap setelah AM melakukan
pembegalan payudara di Jalan Rajawali, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Arsel,
pada Rabu (23/11) lalu, saat itu korban hendak memarkirkan motornya untuk
membeli minuman pada sebuah toko di lokasi tersebut. Korban tiba-tiba kaget saat
didekati pelaku. Pelaku yang datang dari arah belakang langsung meremas dada
korban.”
Dalam paragraf-paragraf selanjutnya, wartawan menyuguhkan detail peristiwa
yang dilakukan oleh pelaku, “Pada saat korban hendak memarkirkan motornya, tiba-
tiba datang pelaku dari arah belakang meremas payudara korban sebelah kiri
sebanyak satu kali dengan menggunakan tangan kanan, papar Bayu” pernyataan
Kapolres Bayu yang disisipkan dalam teks berita ini berasal dari sudut pandang pelaku.
Selanjutnya, wartawan memberikan ruang kepada korban untuk bersuara meskipun
suaranya masih diwakilkan oleh pencerita, “Korban yang kaget langsung berteriak.
Sementara pelaku langsung kabur usai melecehkan korban”. perempuan pada
paragraf ini sudah mendapatkan haknya dalam bersuara dengan memberikan
keterangan bahwa ia telah melakukan perlawanan atas kekerasan seksual yang
dilakukan pelaku kepada dirinya.
Selanjutnya, wartawan kembali menceritakan paragraf kesepuluh dari sudut
pandang pelaku yang diwakilkan oleh pihak kepolisian “Kepada pihak kepolisian,
pelaku mengaku melakukan perbuatan asusila total ada 6 korban, dan pelaku ini
dari perintah makhluk gaib harus mencari 8 korban, tapi keburu kita amankan”
kembali terjadi, wartawan menyisipkan bisikan setan pada paragraf ini yang berisikan
keterangan pelaku. Ini jelas terlihat bahwa bisikan setan dari keterangan pelaku adalah
bentuk perlindungan diri agar tidak dicap sebagai seorang yang mudah naik hawa

14
nafsunya. Bisikan setan yang juga disematkan oleh pencerita dalam teks berita ini
hanya untuk melindungi hak pelaku. Keterangan bahwa tindakan kekerasan seksual
pada berita kali ini terjadi karena didasari oleh hawa nafsu pelaku yang dicantumkan
pada pernyataan Bayu, wartawan seakan tidak mempunyai keberanian untuk
menyangkal bahwa bisikan setan yang keluar dari suara pelaku hanyalah bentuk
perlindungan diri saja, padahal aksi kekerasan seksual pada berita ini terjadi karena
pelaku tidak bisa menahan hawa nafsunya. Paragraf selanjutnya yang berisi pernyataan
Bayu dari sudut pandang pelaku “Menurut Bayu, pelaku mendapat bisikan makhluk
gaib lewat benda keramat yang dia dapat dari keluarganya. AM bahkan
menjalankan ritual, seperti salat tidak putus-putus, bakar dupa di malam Selasa dan
Jumat, serta tidak boleh melangkah di bawah jemuran.”
Paragraf terakhir dari berita kekerasan seksual ini, wartawan mengakhiri
ceritanya dengan ancaman hukuman, “AM dijerat Pasal 289 KUHP atau Pasal 281
KUHP dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara” wartawan menutup berita ini
dengan informasi ancaman hukum yang diterima oleh pelaku yaitu 9 tahun. Tentu saja
ini hanyalah sebuah ancaman, apapun hasil hukum dalam kasus kekerasan seksual ini
tidak bisa menebus kerugian yang dialami oleh korban.

B. Posisi Penulis-Pembaca
Kekerasan seksual yang disajikan dalam pemberitaan yang dimuat oleh media
online Detik.com dengan judul Pria Begal Payudara di Kalteng Ditangkap, Alasan
Dapat Bisikan Gaib penulis dalam membangun judul berita kekerasan seksual ini
menghadirkan dua tokoh, sehingga pembaca dengan mudah mengetahui bahwa
kekerasan seksual kali ini bisa terjadi dimanapun. Pada judul, pembaca juga bisa
mengidentifikasi bahwa pelaku dalam aksi kekerasan seksual dilakukan oleh seorang
pria tidak dikenal yang melakukan pada perempuan.
Pada alinea kelima, kita bisa temui keterangan yang didapatkan penulis dari
Kapolres Kotawaringin Barat Bayu Wicaksono, “Menurut Kapolres Bayu alasannya
karena dihantui makhluk gaib dari benda yang di dapat dari keluarganya di

15
Banjarmasin untuk memperkosa 8 wanita. Tapi karena pelaku takut akhirnya
pelaku hanya berani melakukan pembegalan payudara wanita”. melalui keterangan
Bayu, penulis yang merupakan wartawan mencoba untuk memberi gambaran kepada
pembaca bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Salah satu kronologi kekerasan seksual
yang dilakukan pelaku kepada anaknya dimuat oleh penulis dalam bentuk hasil
wawancara, "Pada saat korban hendak memarkirkan motornya, tiba-tiba datang
pelaku dari arah belakang meremas payudara korban sebelah kiri sebanyak satu
kali dengan menggunakan tangan kanan ungkap Bayu” hasil wawancara merupakan
pandangan sang pelaku yang juga diceritakan oleh Bayu sebagai pihak laki-laki, kali
ini penulis coba menjadikan pembaca sebagai pelaku tindakan kekerasan seksual yang
seolah pembaca berperan menjadi pelaku dalam melakukan aksi bejat ini kepada
korban. Penempatan posisi yang dilakukan penulis kepada pembaca dalam teks berita
dominan hanya mengidentifikasikan kepada satu kelompok saja yaitu pelaku. Tahapan
kekerasan seksual dalam wawancara begitu rinci dari pandangan pelaku, sehingga para
pembaca tidak merasakan posisi sebagai pihak perempuan atau korban. Pembaca bisa
merasakan posisi sebagai korban atau perempuan dalam bersuara terdapat pada
paragraf selanjutnya, “Korban yang kaget langsung berteriak. Sementara pelaku
langsung kabur usai melecehkan korban” kali ini penulis menjadikan pembaca dalam
posisi korban. Wartawan berlaku adil dengan memberikan hak kepada perempuan
selaku korban dalam bersuara, adanya perlawanan dari korban yaitu berteriak untuk
membuktikan bahwa ia bukanlah perempuan lemah.
Selanjutnya, penulis sekali lagi menyisipkan hasil wawancaranya dengan
Kapolres Bayu, “Karena pelaku ini sholatnya hanya pada Jumat dan Magrib,
akhirnya pelaku memutuskan untuk membuang benda itu, tapi malah pelaku ini
dihantui dan dapat bisikan untuk memperkosa 8 wanita ucap Bayu” dari hasil
wawancara tersebut, penulis kembali mengajak pembaca untuk memposisikan dirinya
sebagai pelaku ketika ia melancarkan aksinya kepada korban. Namun, dengan adanya
keterangan “bisikan setan” pada isi wawancara dan juga pemberitaan yang berjudul
“Pria Begal Payudara di Kalteng Ditangkap, Alasan Dapat Bisikan Gaib”, penulis

16
seolah ingin memberitahukan kepada pembaca bahwa setan juga turut berperan dalam
peristiwa kekerasan seksual ini. Bisikan setan dalam berita ini menjadi senjata penulis
dalam mendiskriminasi perempuan, sehingga pembaca akan menormalisasikan bahwa
tindakan kekerasan seksual lainnya bisa juga terjadi karena adanya “Bisikan setan”.
Paragraf akhir dalam berita kasus kekerasan seksual ini, penulis coba memberi
informasi ancaman hukum yang diterima pelaku, “AM dijerat Pasal 289 KUHP atau
Pasal 281 KUHP dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara” isi paragraf akhir
tersebut bertujuan untuk mengedukasi pembaca bahwa hukuman yang akan diterima
cukup berat walaupun jika dilihat dari kacamata korban, ancaman hukum tersebut
masih belum adil untuk menebus apa yang telah dilakukan pelaku kepada korban.

Tabel 2
Hasil Analisis Sampel 2

Elemen Yang Ingin Dilihat

Posisi Subjek-Objek Dari keseluruhan isi berita, kekerasan seksual yang dilakukan oleh
seorang pria tidak dikenal kepada perempuan di Jalan Rajawali,
Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Arsel ini posisi wartawan sebagai subjek
yaitu menceritakan bagaimana kekerasan seksual yang dialami oleh anak,
dilakukan oleh pelaku. Termasuk menceritakan hasil wawancara dengan
narasumber Kapolres Bayu yang menangani kasus kekerasan seksual pada
teks berita tersebut. Adapun objek yang diceritakan pada pemberitaan
kekerasan seksual yang terjadi di ruang publik, yaitu sang korban
(perempuan) bagaimana ia harus menerima tindakan kekerasan seksual
yang dilakukan pria tidak dikenal secara detail dengan rasa takut dan tidak
berdaya.
Teks berita ini menggambarkan posisi perempuan sebagai kaum yang
lemah, ketidakadilan posisi yang diterima antara pelaku dengan korban
itulah yang menyebabkan diskriminasi korban (perempuan). Masing-
masing tokoh dalam berita ini, tidak memiliki kesempatan yang sama
dalam bersuara. Perempuan selaku korban tidak diberikan ruang untuk
menyampaikan suaranya, suara korban hanya diwakilkan oleh pihak laki-
laki yaitu wartawan dan Kapolres Bayu. Adapun, paragraf yang disisipkan
oleh wartawan mengenai sudut pandang perempuan, namun itu hanya
sebuah keterangan yang seolah dibuat oleh wartawan bukan berdasarkan
sudut pandang korban/perempuan.

Posisi Penulis-Pembaca Secara keseluruhan, isi teks berita diatas memposisikan wartawan selaku
penulis. Alur yang dibuat oleh wartawan berdasarkan beberapa

17
keterangan dari kepolisian serta sudut pandang yang dibuat oleh penulis.
Posisi pembaca dalam berita kekerasan seksual yang telah dianalisis ini
mengidentifikasi diri pembaca sebagai pelaku juga sebagai korban.
Kejadian kekerasan seksual dalam berita ini ditulis secara rinci sehingga
pembaca seolah berada di tempat peristiwa dengan posisi sebagai pelaku.
Lalu, dengan adanya keterangan yang disisipkan wartawan seolah
pandangan dari korban, memposisikan pembaca untuk berperan sebagai
korban/perempuan dalam melakukan perlawanan sebagai bentuk
pertahanan diri. Korban dikelilingi dengan rasa takut dan tidak berdaya,
dalam posisi inipun pembaca akan mengetahui bagaimana suasana
tersebut ketika tindak kekerasan seksual terjadi.

18
Analisis 3
Judul berita: Viral, Bos WO di Bogor Diduga Lakukan Pelecehan Seksual ke
Perempuan.
Waktu : Rabu, 30 November 2022.
Topik : Kekerasan seksual di lingkungan kerja.
Sampel Berita 3:

19
A. Posisi Subjek-Objek
Berita yang dimuat detik.com pada rabu, 7 Desember 2022 dengan judul
“Viral, Bos WO di Bogor Diduga Lakukan Pelecehan Seksual ke Perempuan.”
memposisikan wartawan sebagai seorang subjek yang menceritakan kejadian
berdasarkan penuturan dari salah seorang saksi yang merupakan teman laki-laki
dari korban sekaligus bawahan dari pelaku. Dalam penulisan judul, wartawan
sebagai subjek pencerita memfokuskan kepada pelaku yang merupakan bos
wedding organzer sekaligus atasan dari korban. Objek atau seseorang yang
diceritakan dalam berita kasus pelecehan seksual ini adalah korban/perempuan
yang merupakan bawahan dari pelaku. Pemilihan kata pada judul yang dilakukan
oleh wartawan memperlihatkan inti dari berita pelecehan seksual ini, sehingga
dengan mudah pembaca mengetahui siapa tokoh yang terlibat dalam pelecehan
seksual tersebut.
Pada alenia pertama, wartawan memfokuskan pada jabatan dari korban dan
pelaku tempat kerja, “Seorang perempuan yang bekerja sebagai freelance di
sebuah wedding organizer (WO) diduga dilecehkan oleh bosnya. Pelecehan
terjadi di sebuah indekos pelaku di kota bogor”, diketahui bahwa korban
merupakan bawahan pelaku sedangkan pelaku merupakan owner dari wedding
organizer tersebut, selain itu juga pada alenia ini disebutkan juga dimana pelecehan
tersebut terjadi yaitu di indekos milik pelaku di kota Bogor.
Pada paragraf berikutnya dijelaskan bagaimana kasus pelecehan ini bisa
menjadi viral,"Lagi-lagi pelecehan seksual yang dilakukan oleh atasan kepada
bawahan, ini terjadi di Bogor ya guys. Mana tahu di sini ada korbannya juga,
kalian bisa speak up di sini ya," tulis salah satu akun Twitter, seperti dilihat
detikcom, Rabu (30/11/2022). Unggahan di IG story TA tersebar di Twitter dan
viral.”, kasus tersebut menjadi viral karena unggahan IG story dari rekan kerja
korban yang berisikan kesaksian korban menjadi viral lantaran tersebar melalui
thread di twitter.
Dalam paragraf-paragraf berikutnya wartawan menceritakan penuturan dari
narasumber yang merupakan rekan korban di tempat kerja, “Pada satu hari, kata
TA, korban diminta menemani pelaku menjadi MC di sebuah kegiatan di salah

20
satu hotel di Kota Bogor. Namun sebelum kegiatan dimulai, korban diminta
datang pukul 06.30 WIB ke kos pelaku dengan alasan untuk membicarakan
teknis kegiatan (briefing)”, Kali ini wartawan menceritakan jika pelaku mencoba
menjebak korban untuk datang ke kos pelaku untuk dengan alasan melakukan
briefing.
Pada alenia berikutnya wartawan menceritakan kronologis pelecehan seksual
berdasarkan penuturan dari rekan korban, “Di situ kelakuan bejatnya terjadi.
Korban bersaksi dan tidak bisa berbuat apapun karena kaget dan tenaga pelaku
lebih kuat. Setelah kejadian, korban diminta untuk tetap kerja profesional
menjadi LO di (menyebut nama hotel) dari pukul 13.00-16.00.”, pada paragraf ini
korban digambarkan sebagai objek yang lemah dan tidak berdaya berdasarkan
kalimat “tidak bisa berbuat apapun”, sedangkan pelaku oleh wartawan
digambarkan sebagai sosok yang lebih berkuasa berdasarkan kalimat “tenaga
pelaku lebih kuat ” dan “Setelah kejadian, korban diminta untuk tetap kerja
profesional menjadi LO di (menyebut nama hotel) dari pukul 13.00-16.00” di
mana usai melakukan aksi bejatnya pelaku masih tega untuk menyuruh koran
kembali bekerja secara profesional.
Berita ditutup dengan konfirmasi dari pihak keluarga korban yang
membenarkan adanya pelecehan tersebut akan tetapi belum bersedia memberi
keterangan lebih lanjut. “Detik.com juga sempat mengkonfirmasi pihak keluarga
korban untuk mengonfirmasi kejadian ini. Pihak keluarga membenarkan apa
yang dialami korban, namun belum bersedia memberikan konfirmasi lebih
lanjut.”.
B. Posisi Penulis-Pembaca
Dalam berita pelecehan seksual yang dimuat detik.com dengan judul “Viral,
Bos WO di Bogor Diduga Lakukan Pelecehan Seksual ke Perempuan.”
Wartawan memposisikan dirinya sebagai penulis yang menceritakan pelecehan
yang terjadi antara seorang atasan kepada bawahannya. Wartawan yang
memposisikan dirinya sebagai penulis menceritakan kejadian pelecehan seksual ini
berdasarkan kesaksian korban kepada rekan kerjanya TA yang merupakan

21
narasumber dalam berita ini hal ini dapat terlihat pada paragraf ke-11 “TA
mengaku merupakan satu tim dengan pelaku dalam WO di mana pelaku sebagai
pimpinannya (owner). Saat kejadian, TA dan dua rekannya diminta pelaku
mengisi acara di Sentul, Bogor.”
Dalam paragraf ke-8 “Pada satu hari, kata TA, korban diminta menemani
pelaku menjadi MC di sebuah kegiatan di salah satu hotel di Kota Bogor. Namun
sebelum kegiatan dimulai, korban diminta datang pukul 06.30 WIB ke kos
pelaku dengan alasan untuk membicarakan teknis kegiatan (briefing)”, melalui
keterangan TA, sebelum kejadian pelecehan terjadi, korban diminta untuk datang
ke kamar kos pelaku untuk melakukkan briefing pada pagi hari. Padahal acara baru
akan dilakukan pukul 13:00 WIB, “Saat itu, korban tidak tahu kalau sebenarnya
acara baru dimulai pukul 13.00 WIB”.
Pada paragraf ke-10 dijelaskan bagaimana kejadian pelecehan tersebut terjadi
berdasarkan penuturan dari rekan kerja korban yang menjadi narasumber dalam
berita ini, “Di situ kelakuan bejatnya terjadi. Korban bersaksi dan tidak bisa
berbuat apapun karena kaget dan tenaga pelaku lebih kuat. Setelah kejadian,
korban diminta untuk tetap kerja profesional menjadi LO di (menyebut nama
hotel) dari pukul 13.00-16.00, kata TA”, meskipun dapat terlihat kengerian yang
dialami korban, akan tetapi wartawan hanya memposisikan pembaca sebagai
penerima informasi saja, karena penuturan kronologi tersebut bukan merupakan
dari korban langsung akan tetapi berdasarkan penuturan rekan korban.

Tabel 3
Hasil Analisis Sampel 3
Elemen Yang Ingin Dilihat
Posisi Subjek-Objek Berita pelecehan seksual yang dilakukan oleh bos wedding
organizer kepada bawahannya ini memposisikan wartawan
sebagai subjek yang menceritakan keseluruhan kejadian
pelecehan tersebut berdasarkan kesaksian korban kepada rekan
kerjanya yang merupakan narasumber dalam berita ini.
Korban/perempuan dalam berita ini digambarkan sebagai objek
yang mana berdasarkan penjelasan dari rekan kerjanya sebagai
sosok yang penurut dan tidak berdaya. oleh karena itu, tokohyang
hadir dalam berita ini tidak diberikan hak yang sama, karena
korban selaku objek tidak diberikan hak untuk bersuara atas
kejadian yang menimpanya. Wartawan selaku subjek pencerita
hanya menceritakan kesaksian dari rekan korban yang
sebelumnya viral karena unggahan pada IG Story-nya tersebar di
twitter.
Posisi Penulis-Pembaca Dalam berita pelecehan yang dilakukan bos wedding organizer
dengan bawahannya ini wartawan memposisikan dirinya sebagai
penulis yang menceritakan kronologi pelecehan berdasarkan

22
kesaksian korban kepada rekan kerjanya yang menjadi
narasumber dalam berita tersebut.
Wartawan sebagai penulis dalam berita ini tidak memposisikan
pembaca sebagai korban atupun pelaku, tetapi hanya sebagai
penerima informasi saja. Penulis tidak memberikan hak kepada
korban/perempuan dalam menceritakan kronologi pelecehan
yang menimpanya, kronologi pelecehan yang diceritakan hanya
berdasarkan penuturan dari rekan kerja korban, sehingga tidak
ada sama sekali sudut pandang dari korban ataupun pelaku
pelecehan.

23
Analisis 4
Judul berita: Heboh! Pria di Cimahi Diduga Lecehkan Anak Perempuan
Waktu : Rabu, 21 Desember 2022.
Topik : Kekerasan seksual di sekolah.
Sampel Berita 4:

24
A. Posisi Subjek-Objek
Pada berita dengan judul yang dimuat di detik.com pada Rabu, 21 Desember
2022 yang berjudul “Heboh! Pria di Cimahi Diduga Lecehkan Anak
Perempuan”, wartawan memposisikan dirinya sebagai subjek pencerita yang
menceritakan kronologi pelecehan yang dilakukan oleh seorang pria terhadap anak
perempuan di bawah umur berdasarkan kesaksian ibu korban. Penyusunan kalimat
dalam judul, wartawan sebagai subjek pencerita menggunakan kata aktif
“lecehkan” yang membuat pembaca dapat mengetahui tokoh mana yang menjadi
pelaku dan yang menjadi korban dalam berita ini.
Pada alenia pertama, berdasarkan dari video yang viral di media sosial
diceritakan tertangkapnya seorang pria yang diduga melakukan pelecehan kepada
anak kecil, “Media sosial digegerkan dengan tertangkapnya seorang pria yang
diduga merupakan pelaku pelecehan terhadap anak kecil perempuan di Kota
Cimahi.”, lalu kemudian dijelaskan bagaimana pria tersebut diamankan oleh aparat
yang kebetulan ada di lokasi, “Pria itu terus berjalan sampai akhirnya didekap
dari belakang oleh seorang pria. Tak lama berselang datang dua anggota TNI
yang mengamankan pria tersebut. Pria itu juga sempat berusaha melepaskan
diri dari dekapan anggota TNI tersebut.”.
Kemudian dalam paragraf-paragraf berikutnya, wartawan sebagai subjek
menceritakan kronologi kejadian yang ada dalam video yang viral tersebut
berdasarkan penuturan dari ibu korban, “Emi (33), orangtua bocah perempuan
yang diduga menjadi korban pelecehan pria tersebut mengatakan saat itu ia
hendak menanyakan aksi pelecehan yang dilakukan pria itu terhadap anaknya.
"Jadi kemarin anak saya itu tiba-tiba lari ke rumah, terus bilang sama saya
'mama itu laki-lakinya' sambil nunjuk ke si pelaku. Dari situ terus saya kejar,
mau saya tanya apa maksudnya tapi dia terus jalan sampai akhirnya ramai
seperti di video itu," ujar Emi saat ditemui di lokasi kejadian, Rabu
(21/12/2022).”.

25
Pada paragraf selanjutnya dijelaskan jika pelaku tidak hanya sekali saja
melancarkan aksi bejatnya kepada korban, “Emi mengatakan anaknya tiga kali
menjadi korban dugaan pelecehan yang dilakukan pria tersebut. Pertama terjadi
pada awal bulan November. Saat itu anaknya sampai diraba-raba oleh pria
tersebut.”, adanya penyematan kata pasif “diraba-raba” yang dalam kbbi berarti
“menyentuh-nyentuh (memegang-megang) karena hendak merasai atau mencari
sesuatu; menerka (sesuatu yang masih samar atau masih rahasia”, yang digunakan
oleh wartawan ditujukan kepada korban merupakan bentuk penegasan bahwa objek
yang diceritakan dalam berita ini adalah korban/anak perempuan. “Jadi yang
pertama sampai dipegang-pegang, terus pulangnya anak saya cerita. Anak saya
juga kaget, karena dia nggak kenal sama laki-laki itu,”.
Kemudian berita ditutup dengan pernyataan dari pihak Reskrim Polres Cimahi
AKP Luthfi Olot Gigantara yang masih belum menerima laporan terkait kasus
pelecehan tersebut “Sampai saat ini kami belum menerima laporan terkait
adanya dugaan pelecehan tersebut," tutur Luthfi.

B. Posisi Penulis-Pembaca

Dalam berita pelecehan yang dimuat di detik.com yang berjudul “Heboh! Pria
di Cimahi Diduga Lecehkan Anak Perempuan”, wartawan memposisikan dirinya
sebagai penulis yang menceritakan pelecehan yang dialami oleh anak perempuan
di bawah umur oleh pelaku yang merupakan pria asing di kota Cimahi. Wartawan
menceritakan kronologi pelecehan ini berdasarkan penuturan dari ibu korban yang
juga ada pada video yang ramai tersebar di jagat media sosial, “Jadi kemarin anak
saya itu tiba-tiba lari ke rumah, terus bilang sama saya 'mama itu laki-lakinya'
sambil nunjuk ke si pelaku. Dari situ terus saya kejar, mau saya tanya apa
maksudnya tapi dia terus jalan sampai akhirnya ramai seperti di video itu”.
Selanjutnya dalam paragraf berikutnya dijelaskan jika korban sudah tiga kali
mengalami pelecehan oleh pelaku yang sama, “Jadi yang pertama sampai

26
dipegang-pegang, terus pulangnya anak saya cerita. Anak saya juga kaget,
karena dia nggak kenal sama laki-laki itu," tutur Emi dan “Kejadian kedua
terjadi lima hari berselang. Saat itu pria yang sama kembali mendekati anaknya.
Namun tak sampai meraba-raba seperti kejadian pertama, hanya mengajak
ngobrol saja.”, berdaasarkan penuturan dari ibu korban tersebut, dalam berita ini
penulis hanya menempatkan pembaca sebagai penerima informasi saja, kronologi
pelecehan seksual dituturkan oleh ibu dari korban dan bukan korbannya langsung
karena terkait dengan PPRA (pedoman pemberitaan ramah anak).

Tabel 3
Hasil Analisis Sampel 3
Elemen Yang Ingin Dilihat
Posisi Subjek-Objek Berita pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang
pria di ciamis kepada anak perempuan di bawah umur
ini memposisikan wartawan sebagai subjek yang
menceritakan kronologi pelecehan berdasarkan
penuturan dari ibu korban.
Dalam tubuh berita, wartawan menyematkan kata
“diraba-raba” yang ditujukan kepada korban yang
menegaskan jika objek yang diceritakan dalam berita
ini adalah korban yang merupakan anak perempuan di
bawah umur.
Posisi Penulis-Pembaca Dalam berita pelecehan yang dilakukan oleh seorang
pria di Ciamis kepada anak perempuan di bawah umur
ini, wartawan memposiskan dirinya sebagai penulis
yang menceritakan kronologi pelecehan berdasarkan
penuturan ibu korban.
Wartawan sebagai penulis dalam berita ini juga tidak
memposisikan pembaca sebagai korban maupun
pelaku, akan tetapi hanya sebagai penerima informasi
saja. Wartawan sebagai penulis tidak memberikan hak
kepada anak perempuan yang merupakan anak di
bawah umur yang mana memang dilarang
berdasarkan PPRA (pedoman pemberitaan ramah
anak), sehingga penulis hanya menempatkan pembaca
sebagai penerima informasi saja.

27
PEMBAHASAN

Rekapitulasi Hasil Penelitian:

No Sampel Posisi Subjek-Objek Posisi Penulis-Pembaca

1. Kesal Rekannya Pemberitaan kekerasan seksual Dari seluruh isi berita, umumnya
Dilecehkan saat Magang, di lingkungan wartawan
Mahasiswa Unja Demo kampus yang melibatkan seorang selaku penulis mencoba
Rektorat mahasiswi Unja dengan perawat memposisikan pembaca sebagai
di rumah sakit di Jambi. Subjek pelaku yang turut hadir dalam
pada teks berita kali ini yaitu melakukan kekerasan seksual,
wartawan selaku pencerita yang bagaimana pembaca mengetahui
menjelaskan yang dilakukan pelaku dalam
keseluruhan isi pemberitaan tindak kekerasan seksual kepada
yang mahasiswi saat magang
memfokuskan rasa kekecewaan berlangsung.
yang dihadapi sejumlah Namun, dari penjelasan tersebut
mahasiswa Unja terkait temuan pembaca hanya sebagai
kekerasan seksual. penerima informasi saja karena
Korban/perempuan selaku/objek dirinya tidak bisa mengubah alur
yang diceritakan mengalami kekerasan
diskriminasi perempuan pada seksual yang telah terjadi.
keterangan Penulis tidak memberikan
kronologi kekerasan seksual, korban/perempuan dalam
karena keterangan tersebut memenuhi hak suaranya,
berasal dari sudut pandang sehingga
pelaku, korban/perempuan tidak kronologi kekerasan seksual
diberikan yang diceritakan dalam berita
ruang untuk memberikan suara berdasarkan sudut pandang rekan
untuk penjelasan kronologi korban, kronologi tersebut sama
kekerasan seksual sekali tidak ada sudut pandang
berdasarkan sudut pandangnya. korban/perempuan.
Dengan demikian, tokoh yang
hadir pada teks berita yang
menimpa mahasiswi tidak
memiliki kesempatan yang sama
dalam menampilkan dirinya
masing-masing,
korban/perempuan selaku objek
tidak diberikan hak untuk
bersuara atas kejadian yang
menimpanya.

2. Pria Begal Payudara di Dari keseluruhan isi berita, Secara keseluruhan, isi teks
Kalteng Ditangkap, kekerasan seksual yang berita diatas memposisikan
Alasan Dapat Bisikan dilakukan pria tidak dikenal wartawan selaku penulis. Alur
Gaib kepada seorang perempuan yang yang dibuat oleh wartawan
terjadi di Jalan Rajawali, berdasarkan beberapa
Kelurahan Sidorejo, Kecamatan keterangan dari kepolisian serta

28
Arsel, Kalimantan Tengah ini sudut pandang yang dibuat oleh
posisi wartawan sebagai subjek penulis. Posisi pembaca dalam
yaitu menceritakan bagaimana berita kekerasan seksual yang
kekerasan seksual yang dialami telah dianalisis ini
oleh serorang perempuan, mengidentifikasi diri pembaca
dilakukan oleh pelaku yang sebagai pelaku juga sebagai
merupakan pria tidak dikenal. korban. Kejadian kekerasan
Termasuk menceritakan hasil seksual dalam berita ini ditulis
wawancara dengan narasumber secara rinci sehingga pembaca
Kapolres Bayu yang menangani seolah berada di tempat peristiwa
kasus kekerasan seksual pada dengan posisi sebagai
teks berita tersebut. Adapun pelaku. Lalu, dengan adanya
objek yang diceritakan pada keterangan yang disisipkan
pemberitaan kekerasan seksusla wartawan seolah pandangan dari
yang terjadi di ruang publik, korban, memposisikan
yaitu sang korban (perempuan) pembaca untuk berperan sebagai
bagaimana ia harus menerima korban/perempuan dalam
tindakan kekerasan seksual yang melakukan perlawanan sebagai
dilakukan oleh pria tidak dikenal bentuk pertahanan diri.
secara detail dengan rasa takut
dan tidak berdaya. Teks berita
menggambarkan posisi
perempuan sebagai kaum yang
lemah, ketidakadilan posisi yang
diterima antara pelaku dengan
korban itulah yang menyebabkan
diskriminasi korban
(perempuan). Masing-masing
tokoh dalam berita ini, tidak
memiliki kesempatan yang sama
dalam bersuara. Perempuan
selaku korban tidak diberikan
ruang untuk menyampaikan
suaranya, suara korban hanya
diwakilkan oleh pihak laki-laki
yaitu wartawan dan Kapolres
Bayu. Adapun, paragraf yang
disisipkan oleh wartawan
mengenai sudut pandang
perempuan, namun itu hanya
sebuah keterangan yang seolah
dibuat oleh wartawan bukan
berdasarkan sudut Pandang
korban/perempuan.

3. Viral, Bos WO di Bogor Berita pelecehan seksual yang Dalam berita pelecehan yang
Diduga Lakukan dilakukan oleh bos wedding dilakukan bos wedding organizer
Pelecehan Seksual ke organizer kepada bawahannya dengan bawahannya ini
Perempuan
ini memposisikan wartawan wartawan memposisikan dirinya

29
sebagai subjek yang sebagai penulis yang
menceritakan keseluruhan menceritakan kronologi
kejadian pelecehan tersebut pelecehan berdasarkan kesaksian
berdasarkan kesaksian korban korban kepada rekan kerjanya
kepada rekan kerjanya yang yang menjadi narasumber dalam
merupakan narasumber dalam berita tersebut.
berita ini. Wartawan sebagai penulis dalam
Korban/perempuan dalam berita berita ini tidak memposisikan
ini digambarkan sebagai objek pembaca sebagai korban atupun
pelaku, tetapi hanya sebagai
yang mana berdasarkan
penerima informasi saja. Penulis
penjelasan dari rekan kerjanya tidak memberikan hak kepada
sebagai sosok yang penurut dan korban/perempuan dalam
tidak berdaya. oleh karena itu, menceritakan kronologi
tokohyang hadir dalam berita ini pelecehan yang menimpanya,
tidak diberikan hak yang sama, kronologi pelecehan yang
karena korban selaku objek tidak diceritakan hanya berdasarkan
penuturan dari rekan kerja
diberikan hak untuk bersuara
korban, sehingga tidak ada sama
atas kejadian yang menimpanya. sekali sudut pandang dari korban
Wartawan selaku subjek ataupun pelaku pelecehan
pencerita hanya menceritakan
kesaksian dari rekan korban yang
sebelumnya viral karena
unggahan pada IG Story-nya
tersebar di twitter.

4. 2 Guru di Bone Diduga Berita pelecehan seksual yang Dalam berita pelecehan yang
Lecehkan Siswi SD dilakukan oleh seorang pria di dilakukan oleh seorang pria di
Ditangkap! ciamis kepada anak perempuan Ciamis kepada anak perempuan
di bawah umur ini memposisikan di bawah umur ini, wartawan
wartawan sebagai subjek yang memposiskan dirinya sebagai
menceritakan kronologi penulis yang menceritakan
pelecehan berdasarkan kronologi pelecehan berdasarkan
penuturan dari ibu korban. penuturan ibu korban.
Dalam tubuh berita, wartawan Wartawan sebagai penulis dalam
menyematkan kata “diraba- berita ini juga tidak
raba” yang ditujukan kepada memposisikan pembaca sebagai
korban yang menegaskan jika korban maupun pelaku, akan
objek yang diceritakan dalam tetapi hanya sebagai penerima
berita ini adalah korban yang informasi saja. Wartawan
merupakan anak perempuan di sebagai penulis tidak
bawah umur. memberikan hak kepada anak
perempuan yang merupakan
anak di bawah umur yang mana
memang dilarang berdasarkan
PPRA (pedoman pemberitaan

30
ramah anak), sehingga penulis
hanya menempatkan pembaca
sebagai penerima informasi saja.

PEMBAHASAN
Dari keempat sampel yang kelompok kami analisis, detik.com dalam memuat
berita terkait pemberitaan kekerasan seksual lebih didominasi oleh sudut pandang
pelaku. Dalam keempat sampel penelitian, posisi subjek atau pencerita ditempati oleh
wartawan, dari keempat teks berita juga terdapat penuturan dari pihak kepolisian dan
saksi yang merupakan kerabat dari korban untuk membantu pencerita dalam
memberikan informasi ke dalam teks berita. Sedangkan posisi objek dari keempat
sampel berita ditempati oleh korban/perempuan, subjek menceritakan bagaimana
korban mengalami kekerasan seksual yang mana justru membuat korban semakin
terpojok dan mengalami diskriminasi dalam teks berita yang dipublikasi oleh
detik.com.
Posisi korban selaku objek yang diceritakan oleh wartawan sebenarnya sudah
dimunculkan dalam teks berita, namun suara korban belum sepenuhnya hadir dalam
karena suara korban diwakilkan oleh pihak korban seperti kerabat atau kuasa hukum
korban. Hak-hak korban dalam teks berita juga belum sepenuhnya terpenuhi, dalam
keempat sampel wartawan hanya menceritakan kekerasan seksual berdaasarkan sudut
pandang pelaku dan korban tidak diberikan tempat bersuara berdasarkan sudut pandang
dirinya untuk melindungi harga dirinya.
Selain elemen posisi subjek-objek, dalam analisis wacana kritis model Sara
Mills juga terdapat elemen penulis-pembaca. Dari keempat sampel yang diteliti posisi
penulis ditempati oleh wartawan yang menceritakan bagaimana tindak kekerasan
seksual dalam keempat sampel terjadi. Sedangkan secara garis besar, wartawan sebagai
penulis hanya memposisikan pembaca sebagai penerima informasi saja dengan adanya
penyebutan oleh penulis yaitu pelaku dan korban. Dari penyebutan kedua kata tersebut,

31
pembaca akan tahu kalimat dalam teks berita sedang menceritakan pelaku atau korban.
Hadirnya pembaca tidak dilibatkan secara langsung dalam peristiwa kekerasan seksual,
sehingga ia tidak mampu merubah peristiwa kekerasan seksual.

32
DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. (2017). Media dan Opini Publik: Bagaimana Media Menciptakan Isu
(Agenda Setting), Melakukan Pembingkaian (Framing), dan Mengarahkan
Pandangan Publik (Priming). Depok: Rajagrafindo Persada.
Eriyanto. (2019). Analisisw Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
LKIS Yogyakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai