Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting di dalam

sebuah perusahaan, karena peranan dari sumber daya manusia di dalam sebuah

perusahaan akan menentukan apakah perusahaan tersebut dapat mempertahankan

eksistensinya di masa yang akan datang. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

keberhasilan sebuah perusahaan dalam rangka mencapai tujuan tidak hanya dapat

dilihat dari hasil akhir yang dicapai oleh perusahaan tetapi seharusnya juga dapat

dilihat dari siapa yang berada di balik hasil akhir tersebut. Oleh karena itu,

pencapaian tujuan sebuah perusahaan tentunya harus didukung oleh manajemen

sumber daya manusia yang handal dan berkualitas. Dengan mempunyai karyawan

atau sumber daya manusia yang berkualitas, perusahaan mempunyai aset sangat

mahal yang sulit dinilai dengan uang. Sumber daya manusia perlu dikelola secara

professional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan karyawan dengan

tuntutan dan kemampuan perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci

utama dalam perkembangan perusahaan. Pengelolaan karyawan secara profesional

dimaksudkan agar tidak timbul masalah.

Betapapun baiknya sumber daya lain yang dimiliki oleh suatu perusahaan,

seperti: modal, bahan mentah, dan teknologi; tanpa didukung oleh manusia yang

dapat bekerja efisien dan efektif, maka tetap tidak dapat mencapai tujuan

organisasi secara memuaskan, bahkan mungkin ditemui kegagalan. Oleh karena

itu, untuk mencapai hasil yang efektif, maka para karyawan tersebut haruslah

diberi stimuli guna meningkatkan kepuasan kerjanya agar dalam melaksanakan

1
2

pekerjaannya dapat lebih baik dan bersemangat. Luthans (dalam Changriawan,

2017:3) mendefinisikan kepuasan kerja karyawan adalah perasaan positif yang

terbentuk dari penilaian karyawan terhadap pekerjaannya berdasarkan persepsi

karyawan mengenai seberapa baik pekerjaannya, yang berarti bahwa apa yang

diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting. Kepuasan

kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari

penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.

Tingginya kepuasan kerja terbentuk dari tingginya motivasi kerja.

Karyawan yang memiliki motivasi kerja yang menunjukkan bahwa mereka

merasa puas terhadap pekerjaan yang diembanya. Rivai dan Sagala (dalam

Kurniasari, 2018:33) “motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang

mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan

individu.

Dalam membentuk tingkat motivasi dan kepuasan kerja karyawan

diperlukan suatu budaya kerja yang terdapat di suatu organiasasi yang disebut

dengan budaya organisasi. Tingginya budaya organisasi akan berdampak positif

pada tingginya motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Schein (dalam Yuswani,

2016:39) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar yang

diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu dalam upaya

belajar mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internalnya, yang telah

berjalan baik.

Selain budaya organisasi yang dapat membentuk tingginya motivasi dan

kepuasan kerja karyawan, factor kompensasi juga memegang peranan penting

karena tingginya kualitas kompensasi baik finansial maupun non finansial akan
3

mampu meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja. Menurut Marwansyah

(2016:269) mendefinisikan kompensasi sebagai bentuk penghargaan atau imbalan

langsung maupun tidak langsung, finansial maupun non finansial, yang adil dan

layak kepada karyawan, sebagai balasan atau kontribusi/jasanya terhadap

pencapaian tujuan perusahaan.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara

yang menyediakan, mengatur, dan mengurus jasa angkutan kereta api di

Indonesia. Jasa transportasi kereta api di Indonesia sangat dibutuhkan oleh

masyarakat, karena kereta api ini merupakan alat transportasi yang cukup aman,

bebas hambatan dan harganya yang terjangkau. PT. Kereta Api Indonesia

(Persero) Daop VIII Surabaya merupakan salah satu daerah operasi perkeretaapian

Indonesia dalam melaksanakan tugasnya selalu mengedepankan pelayanan prima

pada jasa transportasi masal kereta api. Untuk mencapai hal itu salah satu upaya

yang dilakukannya adalah melalui pengelolaan kebutuhan perjalanan kereta api

khususnya pada masinis.

Beberapa permasalahan yang muncul dari masinis di PT. Kereta Api

Indonesia (Persero) Daop VIII Surabaya adalah sebagian masinis merasa belum

mendapatkan kepuasan kerja khususnya pada pengelolaan kebutuhan masinis

yang seringkali kurang memenuhi prinsip keadilan khususnya pada besar

kompensasi dan model budaya kerja yang berlaku sehingga berakibat mereka

(masinis) kurang termotivasi dalam melaksanakan pekerjaannya.

Berkaitan dengan permasalahan yang diuraikan tersebut maka penelitian

ini mengambil tema tentang Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kompensasi


4

Terhadap Motivasi Kerja Dalam Meningkatkan Kepuasan Kerja Masinis

Pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka beberapa

permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja masinis

pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya?

2. Bagaimanakah pengaruh kompensasi terhadap motivasi kerja masinis pada

PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya?

3. Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja masinis

pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya?

4. Bagaimanakah pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja masinis pada

PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya?

5. Bagaimanakah pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja masinis pada PT.

Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya?

6. Bagaimanakah mediasi motivasi kerja terhadap pengaruh budaya organisasi

terhadap kepuasan kerja masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII

Surabaya?

7. Bagaimanakah mediasi motivasi kerja terhadap pengaruh kompensasi terhadap

kepuasan kerja masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


5

1. Untuk mengetahui pengaruh langsung budaya organisasi terhadap motivasi

kerja masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya.

2. Untuk mengetahui pengaruh langsung kompensasi terhadap motivasi kerja

masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya.

3. Untuk mengetahui pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kepuasan

kerja masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya.

4. Untuk mengetahui pengaruh langsung kompensasi terhadap kepuasan kerja

masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya.

5. Untuk mengetahui pengaruh langsung motivasi terhadap kepuasan kerja

masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya.

6. Untuk mengetahui pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap

kepuasan kerja melalui motivasi kerja masinis pada PT. Kereta Api Indonesia

Daop VIII Surabaya.

8. Untuk mengetahui pengaruh tidak langsung kompensasi terhadap kepuasan

kerja melalui motivasi kerja masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII

Surabaya.

1.4. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti dan bagi

mahasiswa STIE mahardika dalam rangka pengembangan ilmu manajemen

sumber daya manusia dan teori-teori yang berkaitan dengan pengelolaan


6

sumber daya manusia, khususnya pemahaman terhadap budaya organisasi,

kompensasi, motivasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan.

2. Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai dasar

pertimbangan bagi pengelolaan manajemen sumber daya manusia di

perusahaan PT. Kereta Api Indonesia DAOP 8 Surabaya dalam menetapkan

kebijakan- kebijakan untuk pegawai khususnya untuk memotivasi pegawai

guna meningkatkan kepuasan karyawan di perusahaan PT. Kereta Api

Indonesia DAOP 8 Surabaya.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kepuasan Kerja

2.1.1.1. Pengertian Kepuasan kerja

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual

karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Kepuasan kerja

merupakan suatu gambaran sikap seorang karyawan baik senang atau tidak senang

terhadap imbalan yang didapat, pekerjaan yang berhubungan dengan dirinya

sendiri, dengan atasannya, sesama karyawan, serta lingkungan kerjanya.

Luthans (dalam Changriawan, 2017:3) mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai suatu keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari

penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Definisi berbeda dari

Sutrisno (2016:87) yang merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap

pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap

yang positif terhadap pekerjaan. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan

seseorang terhadap pekerjaannya. Ini tampak dalam sikap positif karyawan

terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.

Sementara Handoko (2015:193) mendefinisikan kepuasan kerja (Job

Satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Demikian halnya Robbins (2015:170) mengemukakan kepuasan kerja merupakan

7
8

suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya, selisih antara

banyaknya yang mereka yakini pantas mereka terima. Sedangkan menurut

Wexley and Yukl ( dalam Badriyah, 2015:237) mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai cara pekerja merasakan mengenai pekerjaannya. Kepuasan kerja

dipengaruhi oleh beberapa aspek pekerjaan, yang meliputi upah/gaji, kondisi

kerja, pengawasan, teman kerja, materi pekerjaan, jaminan kerja serta kesempatan

untuk maju.

LePine at.al (dalam Wibowo, 2016:131) mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan

seseorang atau pengalaman kerja dapat dikatakan juga kepuasan kerja dapat

mencerminkan bagaimana kita merasakan tentang pekerjaan kita dan apa yang

kita pikirkan tentang pekerjaan kita. Sedangkan McShane dan Von Glinow (dalam

Wibowo, 2016:132) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai tingkat kepuasan

yang memandang sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya dan konteks

pekerjaan penilaian terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan

pengalaman emosional dipekerjaan yang diri.

Dari pernyataan beberapa ahli di atas mengenai pengertian kepuasan kerja,

penulis dapat menyimpulkan bahwa kepuasan kerja masinis adalah suatu sikap

seseorang masinis yang merasa senang atau tidak dengan cara memandang

pekerjaannya sendiri, sehingga masinis dapat bekerja dengan senang hati tanpa

merasa terbebani dengan pekerjaan tersebut dan memberikan hasil yang optimal

bagi perusahaan.
9

2.1.1.2. Teori Yang Mendasari Kepuasan Kerja

Robbins (2015:103) menjelaskan tentang teori yang mendasari munculnya

kepuasan kerja dan mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang

lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga

mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada

beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu :

1. Two Factor Theory

Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan

bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene

factors. Ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan

(seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan

dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri.

Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau

maintainance factors. Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait

dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat

pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk

pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat

kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators.

2. Value Theory

Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil

pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang

menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan

pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan
10

yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah

kepuasan orang.

2.1.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Locke (dalam Robbins, 2015:118) ada beberapa faktor dalam

organisasi yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

1. Kerja yang secara mental menantang.

Pegawai cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberikan

pegawai kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan

mereka dan menawarkan beragam tugas kebebasan dan umpan balik

mengenai betapa baik mereka bekerja.

2. Ganjaran yang pantas.

Pegawai cenderung menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang

pegawai persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan

pengharapan pegawai. Jika upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada

tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan

komunitas, kemungkinan besar akan memberikan kepuasan.

3. Kondisi kerja yang mendukung.

Lingkungan kerja yang baik akan memberikan kenyamanan pribadi maupun

untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik.

4. Rekan kerja yang mendukung.

Rekan kerja yang ramah dan mendukung, menghantarkan kepada kepuasan

yang meningkat.

5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.


11

Kecocokan yang tinggi antara kepribadian seseorang pegawai dan pekerjaan

akan menghasilkan individu yang lebih terpuaskan. Orang-orang yang

dengan tipe kepribadian kongruen dengan pekerjaan yang mereka pilih

seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan

yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, sehingga

kemungkinan keberhasilan dalam pekerjaannya cenderung meningkat, dan

mempunyai probabilitas yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang

tinggi dari pekerjaannya.

Sementara As’ad (dalam Badriyah, 2015:240), faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja antara lain:

1. Faktor psikologis

Faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat,

ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan lain-lain.

2. Faktor fisik

Faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja serta kondisi

fisik karyawan, hal ini meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja,

perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, sirkulasi udara, kesehatan

karyawan, umur, dan lain-lain.

3. Faktor financial

Faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang

meliputi sistem penggajian, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas yang

diberikan, promosi dan lain-lain.

4. Faktor sosial
12

Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara

sesama karyawan, dengan atasannya, maupun dengan rekan kerja lain yang

berbeda jenis pekerjaan

2.1.1.4. Dimensi Kepuasan Kerja

Luthans (dalam Changriawan, 2017:7) menguraikan lima dimensi tentang

kepuasan kerja, sebagai berikut:

1. Pekerjaan itu sendiri

Pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan. Pekerjaan

itu sendiri merupakan suatu evaluasi karyawan terhadap tingkat kesulitan

yang harus dihadapi oleh seorang karyawan ketika menyelesaikan tugas dari

pekerjaannya. Pekerjaan menantang merupakan tugas-tugas yang bersifat

menantang dan memotivasi karyawan. Setiap karyawan lebih menyukai

tugas-tugas tertentu daripada tugas lainnya sehingga dapat menemukan mana

tugas-tugas yang lebih menantang daripada tugas lainnya. Karyawan yang

merasa bertanggung jawab atas pekerjaannya sendiri dapat meningkatkan

kepuasan kerjanya. Karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi kepuasan

adalah kejelasan peran, ruang lingkup peran dan imbalan intrinsik. Kejelasan

peran menyangkut seberapa baik karyawan memahami tugas dan tanggung

jawab yang diberikan.

Peran yang membingungkan dan bersifat konflik dapat menurunkan

kepuasan kerja di kalangan karyawan. Ruang lingkup pekerjaan berkaitan

dengan banyaknya variasi, otonomi, tanggung jawab dan umpan balik yang

diberikan oleh pekerjaan itu sendiri. Studi tentang pengaruh ruang lingkup
13

pekerjaan atas sikap karyawan secara umum ditemukan bahwa ruang lingkup

pekerjaan meningkat berhubungan dengan kepuasan kerja yang meningkat.

Karyawan mungkin tidak melihat pekerjaannya dengan akurat, dan kepuasan

kerja dipengaruhi lebih banyak oleh karakteristik pekerjaan yang

dipersepsikan daripada oleh karakteristik pekerjaan yang sesungguhnya.

2. Penyelia (supervisor)

Supervisor adalah seseorang yang diberikan tugas dalam sebuah

organisasi perusahaan dimana mempunyai kekuasaan untuk mengeluarkan

perintah kepada rekan kerja bawahannya. Peran kerja supervisor berada di

level tengah, yaitu di antara para atasan pembuat kebijakan dan di antara para

staf pelaksana rutinitas di lapangan. Dengan fungsi kerja yang berada di

antara itu, maka tugas utama supervisor adalah melakukan supervisi terhadap

para staf pelaksanan rutinitas aktivitas bisnis perusahaan sehari- hari.

Supervisor adalah level kepemimpinan yang tidak boleh membuat kebijakan

yang bersifat strategis, tapi hanya menerjemahkan dan meneruskan kebijakan

strategis atasannya kepada para bawahan untuk dikerjakan secara efektif dan

produktif.

Supervisor adalah level kepemimpinan yang tidak boleh membuat

kebijakan yang bersifat strategis, tapi hanya menerjemahkan dan meneruskan

kebijakan strategis atasannya kepada para bawahan untuk dikerjakan secara

efektif dan produktif. Oleh karena itu, seorang supervisor harus memiliki

kompetensi berkualitas tinggi yang mencakup keterampilan membangun

relasi di antara atasan dan bawahan; keterampilan terhadap fungsi dan peran

kerja agar mampu bekerja secara optimal, kreatif, efektif, berkualitas,


14

produktif, efisien, bersinergi, dan cerdas melakukan supervisi terhadap

bawahan; keterampilan kecerdasan emosional dan mind set positif.

3. Rekan Kerja

Rekan kerja yaitu evaluasi karyawan terhadap karyawan lain, baik

yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Hubungan dengan

rekan kerja harus berjalan dengan baik agar tercipta hubungan kerjasama

yang baik pula. Saling menghormati dan menghargai sesama rekan kerja akan

menimbulkan semangat kerja dalam tim.

Menurut Gibson, (1996:153) dalam Robbins (2015:130), pada

umumnya, rekan kerja atau anggota tim yang kooperatif merupakan sumber

kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu.

Kelompok kerja, terutama tim yang kuat bertindak sebagai sumber dukungan,

kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada anggota individu.

4. Promosi

Promosi adalah kesempatan dimana seseorang dapat memperbaiki

posisi jabatannya. Seseorang yang dipromosikan pada umumnya dianggap

mempunyai prestasi yang baik, dan juga ada beberapa pertimbangan lainnya

yang menunjang. Promosi memiliki nilai yang sangat berarti karena

merupakan bukti pengakuan atas hasil atau prestasi kerja karyawan. Dalam

bekerja, seorang karyawan pasti mengharapkan adanya peningkatan-

peningkatan dalam karirnya. Salah satu cara agar seorang karyawan dapat

meningkatkan karirnya yaitu melalui jenjang promosi yang ada di perusahaan

tempat karyawan tersebut bekerja. Jenjang promosi dapat menambah

semangat dan gairah karyawan di dalam bekerja, sehingga karyawan akan


15

bekerja dengan penuh motivasi untuk mendapatkan promosi dalam karirnya.

Apabila seorang karyawan memperoleh promosi, maka jabatan dan

kompensasi yang akan diterima secara otomatis juga akan meningkat, hal ini

akan dapat menimbulkan kepuasan kerja yang lebih dari yang sebelumnya.

Kesempatan promosi sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda

pada kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk

yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan. Karyawan mencari

kebijakan dan praktik promosi yang adil. Jika individu-individu yang

menganggap keputusan-keputusan promosi dalam perusahaan dibuat secara

terbuka dan adil, maka mereka berpeluang meraih kepuasan dalam pekerjaan

mereka.

5. Gaji

Gaji merupakan salah satu unsur yang penting yang dapat

mempengaruhi kinerja karyawan, sebab gaji adalah alat untuk memenuhi

berbagai kebutuhan karyawan, sehingga dengan gaji yang diberikan karyawan

akan termotivasi untuk bekerja lebih giat. Gaji dapat berperan dalam

meningkatkan motivasi karyawan untuk bekerja lebih efektif, meningkatkan

kinerja, meningkatkan produktivitas dalam perusahaan, serta mengimbangi

kekurangan dan keterlibatan komitmen yang menjadi ciri angkatan kerja masa

kini.

Sejumlah uang yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa

dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain

dalam organisasi. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana

manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. Robbins


16

(2015:132) menyatakan bahwa ketika pembayaran dipandang adil

berdasarkan tuntutan pekerjaan, level ketrampilan individu, dan standar

pembayaran komunitas, maka kepuasan berpotensi muncul.

2.1.2. Motivasi Kerja

2.1.2.1. Definisi Motivasi

Menurut arti katanya, motivasi berarti pemberian motif, penimbulan motif

atau hal yang meninmbulkan dorongan. Menurut Stanton dalam Mangkunegara

(2017:93) motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang berorientasi kepada

tujuan individu dalam mencapai rasa puas.

Lebih lanjut Hasibuan (2016:242) berpendapat bahwa motivasi adalah hal

yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau

bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi merupakan sesuatu

yang membuat bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu. Demikian

halnya Nawawi (2015:357) mendefinisikan motivasi sebagai suatu kondisi yang

mendorong atau menjadi penyebab seseorang agar melakukan suatu perbuatan

kegiatan yang berlangsung secara sadar. Sedangkan Robbins (2015:144)

mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang berperan pada intensitas, arah,

dan lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian sasaran.

Motivasi kerja merupakan pendorong yang akan mewujudkan suatu

perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya, orang mau bekerja untuk

memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari (conscious needs) maupun

kebutuhan/keinginan yang tidak disadari (unconscious neeeds), demikian juga

orang mau bekerja untuk mendapatkan kebutuhan fisik dan mental. Rivai dan
17

Sagala (dalam Kurniasari, 2018:33) mendefinisikan motivasi sebagai serangkaian

sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang

spesifik sesuai dengan tujuan individu. Selanjutnya Sardiman (2016:80)

menjelaskan lebih dalam mengenai definisi motivasi sebagai serangkaian usaha

untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin

melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan

atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja

masinis merupakan suatu kondisi yang menggerakan seseorang masinis untuk

mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan

dengan didorong oleh kebutuhan-kebutuhan individualnya.

2.1.2.2. Jenis-jenis Motivasi

Menurut Robins (2015:147) Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif

dan motivasi negatif dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Motivasi Kerja Positif

Motivasi kerja positif adalah suatu dorongan yang diberikan oleh

seorang karyawan untuk bekerja dengan baik, dengan maksud mendapatkan

kompensasi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan berpartisipasi penuh

terhadap pekerjaan yang ditugaskan oleh perusahaan/organisasinya. Ada

beberapa macam bentuk pendekatan motivasi positif dalam rangka

meningkatkan kinerja karyawan, yaitu :

a. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan


18

Seorang pemimpin memberikan pujian atas hasil kerja seorang

karyawan jika pekerjaan tersebut memuaskan maka akan menyenangkan

karyawan tersebut.

b. Informasi

Pemberian informasi yang jelas akan sangat berguna untuk

menghindari adanya berita-berita yang tidak benar, kesalahpahaman, atau

perbedaan pendapat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

c. Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu

Para karyawan dapat merasakan apakah suatu perhatian diberkan

secara tulus atau tidak, dan hendaknya seorang pimpinan harus berhati-

hati dalam memberikan perhatian.

d. Persaingan

Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Oleh

karena itu pemberian hadiah untuk yang menang merupakan bentuk

motivasi positif.

e. Partisipasi

Dijalankannya partisipasi akan memberikan manfaat seperti dapat

dihasilkannya suatu keputusan yang lebih baik.

f. Kebanggaan

Penyelesaian suatu pekerjaan yang dibebankan akan menimbulkan

rasa puas dan bangga, terlebih lagi jika pekerjaan yang dilakukan sudah

disepakati bersama.

2. Motivasi Kerja Negatif


19

Motivasi kerja negatif dilakukan dalam rangka menghindari

kesalahan-kesalahan yang terjadi pada masa kerja. Selain itu, motivasi kerja

negatif juga berguna agar karyawan tidak melalaikan kewajiban-kewajiban

yang telah dibebankan. Bentuk motivasi kerja negatif dapat berupa sangsi,

skors, penurunan jabatan atau pembebanan denda.

2.1.2.3. Teori-teori Yang Mendasari Motivasi Kerja

Motivasi kerja yang dimiliki karyawan merupakan salah satu faktor

penentu keberhasilan dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Teori-teori motivasi muncul dari adanya pendekatan-pendekatan yang berbeda-

beda, karena yang dipelajari adalah perilaku manusia yang komplek. Beberapa

teori motivasi yang dikenal dan dapat diterapkan dalam organisasi akan diuraikan

sebagai berikut :

1. Teori motivasi dua faktor atau teori iklim sehat oleh Herzberg.

Teori ini berdasarkan interview yang telah dilakukan oleh Herzberg.

Penelitian yang dilakukan dengan menginterview sejumlah orang. Herzberg

tiba pada suatu keyakinan bahwa dua kelompok faktor yang mempengaruhi

perilaku adalah :

a. Hygiene Factor

Faktor ini berkaitan dengan konteks kerja dan arti kompensasi bagi

individu. Faktor-faktor higinis yang dimaksud adalah kondisi kerja, dasar

pembayaran (gaji), kebijakan organisasi, hubungan antar personal, dan

kualitas pengawasan.

b. Satisfier Factor
20

Merupakan faktor pemuas yang dimaksud berhubungan dengan isi kerja

dan definisi bagaimana seseorang menikmati atau merasakan

pekerjaannya. Faktor yang dimaksud adalah prestasi, pengakuan, tanggung

jawab dan kesempatan untuk berkembang.

Menurut teori ini faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi adalah

keberhasilan, pengakuan, sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab

seseorang, kesempatan meraih kemajuan, dan pertumbuhan. Sedangkan

factor-faktor hygiene yang menonjol adalah kebijaksanaan perusahaan,

supervisi, kondisi pekerjaan, upah dan gaji, hubungan dengan rekan kerja

sekerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan para bawahan, status, dan

keamanan.

2. Teori motivasi David Mc Clelland

Menurut Mc Clelland dalam Winardi (2016:160) kebutuhan manusia

yang dapat memotivasi gairah kerja dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

a. Kebutuhan Akan Prestasi (n-ACH)

Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk

mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar,

bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara

kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri

inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima

resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik

tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab

pemecahan masalah.

b. Kebutuhan Akan Kekuasaan (n-pow)


21

Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat

orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa

dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari

individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan

ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan

kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan

kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu

posisi kepemimpinan.

c. Kebutuhan Untuk Berafiliasi atau Bersahabat (n-affil)

Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar

pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk

mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan

dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang

tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi

sosial yang tinggi.

3. Teori motivasi kebutuhan Maslow

Model Maslow ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan.

Karena menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk

menunjukkan butuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu

tersebut termotivasi untuk kerja (Robbins, 2015:142). Selanjutnya Maslow

(Robbins, 2015:145) menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan

sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung

bersifat bawaan.

Menurut Maslow (dalam Robbins, 2015:146) pada umumnya

terdapat hierarki kebutuhan manusia, yang dapat dilihat pada Gambar 2.1:
22

Aktualisasi Diri

Penghargaan

Sosial

Keamanan

Fisiologis

Sumber : Sumber : Robbins (2015:147)

Gambar 2.1. Hierarki Kebutuhan Maslow

Hierarki kebutuhannya Maslow dalam tatanan model motivasi kerja,

mengemukakan bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia dalam bekerja

dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Kebutuhan fisik, misalnya: gaji, tunjangan, honorarium, bantuan pakaian,

perumahan, uang transportasi dan lain-lain.

2. Kebutuhan keamanan, misalnya : jaminan masa pensiun, santunan

kecelakaan, jaminan asuransi kesehatan dan sebagainya.

3. Kebutuhan sosial atau afiliasi, misalnya : kelompok formal atau informal,

menjadi ketua yayasan, ketua organisasi, dan lain-lain.

4. Kebutuhan akan penghargaan, misalnya status, simbol-simbol, perjamuan

dan sebagainya.

5. Kebutuhan dan aktualisasi diri yakni senantiasa percaya kepada diri

sendiri. Pada puncak hierarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri, atau

aktualisasi diri. Kebuluhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-

kebutuhan individu unluk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk

mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif.


23

4. Teori Douglas McGregor (Teori X dan Teori Y)

Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas

berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai

sebagai Teori X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y.

Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang manajer adalah sebagai

berikut:

a. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan, bila dimungkinkan,

akan mencoba menghindarinya.

b. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi,

atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.

c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan

formal bila mungkin.

d. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor

lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.

5. Teori ERG

Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang berargumen bahwa

ada 3 kelompok kebutuhan inti, yaitu :

a. Existence (eksistensi)

Kelompok eksistensi memperhatikan tentang pemberian persyaratan

keberadaan materiil dasar kita, mencakup butir-butir yang yang oleh

Maslow dianggap sebagai kebutuhan psikologis dan keamanan.

b. Relatedness (keterhubungan)

Hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar pribadi yang

penting. Hasrat sosial dan status menuntut terpenuhinya interaksi dengan


24

orang-orang lain, dan hasrat ini sejalan dengan kebutuhan sosial Maslow

dan komponen eksternal pada klasifikasi penghargaan Maslow.

c. Growth (pertumbuhan)

Hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, yang mencakup komponen

intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-

karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.

6. Teori Pengharapan

Dewasa ini, salah satu dari penjelasan yang paling diterima secara luas

mengenai motivasi adalah teori pengharapan (ekspektasi) dari Victor Vroom.

Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan

punishment yang akan dialaminya nanti. Teori ini berargumen bahwa

kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu

bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh

output tertentu dan tergantung pada daya tarik output itu bagi individu

tersebut.

Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan

untuk meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu.

Jadi menurut teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada

penghargaan yang diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti.

Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seorang di masa mendatang dibentuk

oleh akibat dari perilakunya yang sekarang.


25

2.1.3. Budaya Organisasi

2.1.3.1. Pengertian Budaya Organisasi

Semua organisasi mempunyai budaya yang tidak tertulis yang

mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun

tidak untuk para karyawan. Dalam hubungan dengan masalah tersebut Schein

(dalam Wirawan, 2015:45), budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang

ditemukan dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu karena mempelajari

dan menguasai masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah

bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena itu

diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berfikir dan

dirasakan dengan benar. Kemudian Robbins dan Judge (2015:12) mendefinisikan

organisasi sebagai unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang

relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan

terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, dan didirikan untuk

mencapai tujuan bersama atau satu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Sementara Syamsir (2016:110) mengatakan bahwa budaya organisasi

merupakan suatu kebiasaan yang terus berulang-ulang dan menjadi suatu nilai dan

gaya hidup oleh sekelompok individu dalam organisasi yang diikuti oleh individu

berikutnya. Dapat pula dikatakan bahwa budaya organisasi adalah norma-norma

yang telah disepakati untuk menentukan perilaku individu dalam suatu organisasi.

Sedangkan Schein (dalam Yuswani, 2016:39) mendefinisikan budaya organisasi

sebagai pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh

kelompok tertentu dalam upaya belajar mengatasi masalah adaptasi eksternal dan
26

integrasi internalnya, yang telah berjalan baik. Oleh sebab itu diajarkan kepada

anggota baru sebagai cara merasakan dan memikirkan masalah tersebut.

Kemudian Thompson dan Lan (dalam Syamsir, 2016:111) menjelaskan

bahwa budaya organisasi menunjukkan suatu nilai, keyakinan, prinsip, tradisi dan

cara sekelompok orang yang beraktivitas dalam suatu organisasi. Sedangkan

menurut Kreitner dan Kinicki (dalam Baraweri & Suharnomo, 2015:3), budaya

organisasi adalah perangkat asumsi yang dibagi dan diterima secara tertutup

bagitu saja serta dipegang oleh satu kelompok yang menentukan bagaimana hal

itu dirasakan, dipikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungan yang beragam.

Amstrong (dalam Dahlan & Iriawan, 2018:114) menjelaskan budaya

organisasi bersifat nonformal atau tidak tertulis namun mempunyai peranan

penting sebagai cara berfikir, menerima keadaan dan merasakan sesuatu dalam

perusahaan Tersebut. Budaya organisasi dapat digambarkan sebagai nilai, norma

dan artefak yang diterima oleh anggota organisasi sebagai iklim organisasi budaya

organisasi akan mempengaruhi dan dipengaruhi strategi organisasi, struktur dan

sistem organisasi.

Robbins (2015:285) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah

sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus

menjadi pembeda dengan organisasi lain. Semua organisasi mempunyai budaya

yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat

diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan

berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan

memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja

dan lain sebagainya.


27

Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik simpulan bahwa budaya

organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan,

harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat

dalam suatu organisasi tertentu yang akan mempengaruhi jalannya kerja bisnis

perusahaan.

2.1.3.2. Tipe Budaya Organisasi

Menurut Muchlas (dalam Zarvedi dkk, 2016:206) manajemen harus

menyadari tipe umum budaya organisasi kalau perusahaan berkeinginan

mengubah budayanya agar lebih sempurna, dan menyadari kenyataan bahwa

budaya tertentu terbukti lebih superior dari pada budaya lainnya. Sebagian besar

ahli perilaku mengadvokasi budaya organisasi yang terbuka dan partisipatif.

Harrison dalam (Robbins, 2015:300) membagi empat tipe budaya organisasi yang

dihubungkan dengan desain organisasi :

1. Budaya Kekuasaan (Power Culture).

Budaya ini lebih memfokuskan sejumlah kecil pimpinan

menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya

kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti persepsi dan keinginan

anggota suatu organisasi. Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan

pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan

kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas

untuk memajukan institusi organisasi.

2. Budaya Peran (Role Culture)


28

Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti

peraturan organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifik yang jelas karena

diyakini bahwa hal ini akan menstabilkan sistem.

3. Budaya Pendukung (Support Culture)

Budaya dimana di dalamnya ada kelompok atau komunitas yang

mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan

seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran

dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung

yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota di bawah.

4. Budaya Prestasi (Achievement Culture)

Budaya ini sudah berlaku di kalangan akademisi tentang

independensi dalam pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan

pemberlakuan otonomi kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga

akademisi yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan

tugasnya.

2.1.3.3. Prinsip-prinsip Budaya Perusahaan

Kajian budaya organisasi Robbins (2015:301), mengemukakan bahwa ada

empat prinsip integratif mengenai hubungan timbal balik antara budaya organisasi

dan efektifitas kerja organisasi. Keempat prinsip ini diberi nama empat sifat utama

(main cultural traits) yang menyangkut keterlibatan (involvement), konsistensi

(concistency), adaptabilitas (adaptibility), dan misi (mission). Keempat sifat

utama tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


29

1. Keterlibatan (involvement)

Keterlibatan merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi.

Keterlibatan dalam hubungan antara efektivitas bukanlah hal baru karena

telah banyak literature yang membahasnya. Indikator keterlibatan meliputi:

a. Empowerment

b. Team Orientation

c. Capability Development

2. Konsistensi (concistency)

Konsistensi (Consistency) merupakan tingkat kesepakatan anggota

organisasi terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi. Selanjutnya

Sutrisno (2016:197) menambahkan bahwa konsistensi menekankan pada

sistem keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti

dan dianut bersama oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-

kegiatan yang terkoordinasi. Indikator konsistensi adalah sebagai berikut:

a. Coordination and Integration

b. Agreement

c. Core Values

3. Adaptabilitas (adaptibility)

Denison (dalam Respatiningsih dkk, 2020:104)) menyatakan bahwa

kemampuan adaptasi merupakan kemampuan organisasi untuk

menerjemahkan pengaruh lingkungan terhadap organisasi. Sejalan dengan

Sobirin (dalam Bakti, 2016:3091), adaptasi merupakan kemampuan

organisasi dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan eksternal

dengan melakukan perubahan internal organisasi. Adaptasi merupakan


30

kemampuan organisasi menerjemahkan pengaruh lingkungan dengan cara

melakukan perubahan di dalam organisasi dengan tujuan pengembangan dan

pertumbuhan organisasi. Indikator adaptabilitas adalah sebagai berikut:

a. Creating Change

b. Customer Focus

c. Organizational Learning

4. Misi (Mission)

Misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti

organisasi yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa

yang dianggap penting oleh organisasi. Indikator misi adalah sebagai berikut:

a. Strategic Direction & Intents

b. Goals & Objectives

c. Vission

2.1.3.4. Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins (2015:305), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut:

1. Inovasi

Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan

diharapkan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

Inovatif memperhitungkan risiko, norma yang dibentuk beradasarkan

kesepakatan menyatakan bahwa setiap karyawan akan memberikan perhatian

yang sensitif terhadap segala permasalahan yang mungkin dapat membuat

resiko kerugian bagi kelompok dan oragnisasi secara keseluruhan. Perilaku

karyawan yang demikian dibentuk apabila berdasarkan kesepakatan bersama


31

sehingga secara tidak langsung membuat rasa tanggung jawab bagi karyawan

untuk melakukan tindakan mencegah terjadi kerugian secara konsisten.

Kerugian ini lebih pada waktu, dari rasa sensitifnya karyawan dapat

mengantisipasi risiko yang mengakibatkan kerugian lain, seperti merusak

nama baik perusahaan yang kemungkinan larinya konsumen ke produk lain.

2. Orientasi Detail

Berorientasi terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan

menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil. Memberikan

perhatian pada setiap masalah secara detail di dalam melakukan pekerjaan

akan mengambarkan ketelitian dan kecermatan karyawan dalam melakukan

pekerjaannya. Sikap yang demikian akan menggambarkan tingkat kualitas

pekerjaan yang sangat tinggi. Apabila semua karyawan memberikan perhatian

secara detail terhadap semua permasalahan yang ada dalam pekerjaaan, maka

tingkat penyelesaian masalah dapat digambarkan menjadi suatu pekerjaan

yang berkualitas tinggi dengan demikian kepuasan konsumen akan terpenuhi.

3. Orientasi Hasil

Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih

pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai

hasil tersebut. Supervisi seorang manejer terhadap bawahannya merupakan

salah satu cara manajer untuk mengarahkan dan memberdayakan staf.

Melalui supervisi dapat diuraikan tujuan organisasi dan kelompok serta

anggotanya, dimana tujuan dan hasil yang hendak dicapai. Apabila persepsi

bawahan dapat dibentuk dan menjadi satu kesatuan didalam melakukan tugas
32

untuk mencapai hasil. Dengan demikian semua karyawan berorientasi pada

pencapaian tujuan/hasil.

4. Orientasi Orang

Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan

manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada

di dalam organisasi. Keberhasilan atau kinerja organisasi salah satunya

ditentukan ke kompakan tim kerja (team work), di mana kerjasama tim dapat

dibentuk jika manajer dapat melakukan supervisi dengan baik.

5. Orientasi Tim

Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja

diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu. Kerjasama tim yang

dimaksud adalah setiap karyawan bekerjasama dalam persepsi dan sikap yang

sama didalam melakukan pekerjaannya dan secara tidak langsung, sesama

karyawan akan selalu memeerhatikan permasalahan yang dihadapi masing-

masing. Dengan demikian karyawan selalu berorientasi kepada sesama agar

dapat tercapai target tim dan organisasi

6. Agresivitas

Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif

ketimbang santai. Produktivitas yang tinggi dapat dihasilkan apabila performa

karyawan dapat memenuhi standard yang dibutuhkan untuk melakukan

tugasnya. Performa yang baik dimaksudkan antara lain: kualifikasi keahlian

(ability and skill) yang dapat memenuhi persyaratan produktivitas serta harus

diikuti dengan disiplin dan kerajinan yang tinggi. Apabila kualifikasi ini telah
33

di penuhi, maka masih dibutuhkan ketahanan fisik dan keagresifan karyawan

untuk menghasilkan kinerja yang baik.

7. Stabilitas

Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja, performa yang baik dari

karyawan harus didukung oleh kesehatan yang prima. Performa yang baik

tidak akan dapat tercipta secara kontinu apabila karyawan tidak dalam kondisi

kesehatan yang prima. Kesehatan yang prima akan membentuk stamina yang

prima, dengan stamina yang prima akan terbentuk ketahanan fisik yang akurat

(endurance) dan stabil, serta dengan endurance yang prima, maka karyawan

akan dapat mengendalikan (drive) semua pekerjaan dengan baik. Dengan

tingkat pengendalian yang prima, menggambarkan performa karyawan tetap

prima dan stabilitas kerja dapat dipertahankan.

2.1.4. Kompensasi

2.1.4.1. Pengertian Kompensasi

Setiap orang bekerja untuk memperoleh penghasilan agar dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya. Untuk itu setiap orang bekerja untuk mendapatkan timbal

balik sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Sehingga karyawan bekerja dengan

giat dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya dengan baik agar

mendapatkan penghargaan terhadap prestasi kerjanya berupa kompensasi. Salah

satu cara manajemen untuk meningkatkan produktivitas, kreativitas, prestasi kerja,


34

motivasi, dan meningkatkan kinerja karyawan adalah dengan pemberian

kompensasi (Mathis dan Jackson, 2015:308).

Menurut Marwansyah (2016:269) mendefinisikan kompensasi sebagai

bentuk penghargaan atau imbalan langsung maupun tidak langsung, finansial

maupun non finansial, yang adil dan layak kepada karyawan, sebagai balasan atau

kontribusi/jasanya terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Sedangkan Yani

(dalam Widodo, 2016:155). Kompensasi adalah bentuk pembayaran dalam bentuk

manfaat dan insentif untuk memotivasi karyawan agar produktivitas kerja

semakin meningkat.

Menurut Wahjono (2015:123) kompensasi adalah segala sesuatu yang

diterima karyawan sebagai imbalan atas sumbangannya kepada perusahaan,

termasuk di dalamya adalah gaji, pemberian tunjangan, fasilitas-fasiltas yang

dapat dinikmati karyawan, baik yang berupa uang maupun bukan. Lebih lanjut

Handoko (2015:54) menjelaskan bahwa kompensasi penting bagi karyawan

sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya

mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Demikian

halnya Hasibuan (2016:118) yang menyatakan kompensasi sebagai bentuk

pemberian balas jasa langsung langsung (direct) dan tidak langsung (indirect),

uang dan barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada

perusahaan.

Panggabean (dalam Syamsir, 2016:137) mengemukakan kompensasi dapat

didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan

sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.

Kompensasi ini dimaksudkan sebagai balas jasa (reward) perusahaan terhadap


35

pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan mereka kepada

perusahaan. Sementara Handoko (2015:56) yang mendefinisikan kompensasi

sebagai imbalan berupa uang atau bukan uang kepada karyawan atas pekerjaan

(fisik atau pikiran) yang telah dilakukan untuk organisasi atau perusahaan.

Lebih lanjut Nawawi (2015:319), menyatakan bahwa kompensasi

merupakan penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan

kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja.

Demikian halnya Werther dan Davis dalam Hasibuan (2016:120) yang

menyatakan kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai

balas jasa atas pekerjaan yang telah dilakukannya, baik dalam bentuk upah per

jam ataupun gaji secara periodik yang didesain dan dikelola oleh bagian

personalia. Namun definisi berbeda menurut Rivai ((2014:218) bahwa

kompensasi merupakan sesuatu yang diterima sebagai pengganti kontribusi jasa

mereka kepada perusahaan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas tentang kompensasi, maka dapat

dikatakan bahwa kompensasi masinis adalah balas jasa yang diterima para masinis

atas hasil kerja yang mereka berikan kepada perusahaan, baik berupa kompensasi

finansial maupun kompensasi non finansial.

2.1.4.2. Tujuan Pemberian Kompensasi

Menurut Wibowo (2014:129) tujuan perusahaan memberikan kompensasi

pada karyawannya:

1. Mendapatkan karyawan yang berkualitas


36

Perusahaan saling bersaing untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas

dan memenuhi standar yang diminta perusahaan.

2. Mempertahankan karyawan yang sudah ada

Dengan adanya kompensasi yang kompetitif, perusahaan dapat

mempertahankan karyawan yang berpotensial dan berkualitas untuk tetap

bekerja pada perusahaan. Hal ini untuk mencegah tingkat perputaran

karyawan yang tinggi dan kasus pembajakan karyawan oleh perusahaan lain

dengan iming-iming gaji yang tinggi.

3. Adanya keadilan

Perusahaan harus mempertimbangkan pemberian kompensasi yang adil.

Adanya administrasi kompensasi menjamin terpenuhinya rasa keadilan pada

hubungan antara manajemen dan karyawan.

4. Perubahan sikap dan perilaku

Kompensasi yang layak dan adil bagi karyawan hendaknya dapat

memperbaiki sikap dan perilaku yang tidak menguntungkan serta

mempengaruhi produktivitas kerja.

5. Efisiensi biaya

Program kompensasi yang rasional membantu perusahaan untuk mendapatkan

dan mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang layak.

Sehingga dengan upah yang kompetitif, perusahaan dapat memperoleh

keseimbangan dari etos kerja karyawan yang meningkat.

6. Administrasi legalitas
37

Pemberian kompensasi harus mengikuti peraturan pemerintah yang diatur

dalam undang-undang. Sehingga pemberian kompensasi di setiap perusahaan

merata, sesuai dengan peraturan pemerintah.

2.1.4.3. Jenis Kompensasi

Dilihat dari cara pemberiannya, jenis kompensasi terbagi menjadi dua

yaitu kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung

merupakan kompensasi manajemen seperti upah dan gaji atau pay for

performance, seperti insentif dan gain sharing. Sementara itu, kompensasi tidak

langsung dapat berupa tunjangan atau jaminan keamanan dan kesehatan.

(Wibowo, 2014:124)

Menurut Sofyandi (2013:137) kompensasi digolongkan menjadi dua

golongan besar, yaitu:

1. Kompensasi Langsung (Direct Compensation).

Kompensasi langsung adalah suatu balas jasa yang diberikan perusahaan

kepada karyawan karena telah memberikan prestasinya demi kepentingan

perusahaan. Kompensasi ini diberikan, karena berkaitan secara langsung

dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Sebagai contoh:

upah/gaji, insentif/bonus.

2. Kompensasi Tidak Langsung (Indirect Compensation).

Kompensasi tidak langsung adalah pemberian kompensasi kepada karyawan

sebagai tambahan yang didasarkan kepada kebijakan pimpinan dalam rangka

upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan. Tentunya pemberian

kompensasi ini tidak secara langsung berkaitan dengan pekerjaan yang


38

dilakukan oleh karyawan tersebut. Sebagai contoh: tunjangan hari raya,

tunjangan pensiun, termasuk fasilitas-fasilitas dan pelayanan diberikan

perusahaan.”

Berbeda dengan Mondy (2012:219) yang membedakan kompensasi

menjadi tiga bagian yaitu:

1. Kompensasi finansial langsung, yaitu pembayaran yang diterima seseorang

dalam bentuk gaji, bonus, dan komisi.

2. Kompensasi finansial tidak langsung (manfaat), yaitu semua penghargaan

finansial yang bukan tercakup dalam kompensasi langsung.

3. Kompensasi non finansial, yaitu kepuasan dimana seseorang mendapatkannya

dari pekerjaan itu sendiri atau dari psikologis atau lingkungan fisik dimana

pekerjaan itu dilakukan.

2.1.4.4. Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi

Menurut Pangabean (dalam Notoatmodjo, 2012:224) tinggi rendahnya

kompensasi dipengaruhi oleh faktor-faktor: penawaran dan permintaan, serikat

pekerja, kemampuan untuk membayar, produktivitas, biaya hidup dan pemerintah.

Selanjutnya Hasibuan (2016:127) menjelaskan faktor yang mempengaruhi

besarnya kompensasi, antara lain:

1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja

Jika pencari kerja lebih banyak daripada lowongan pekerjaan yang tersedia

maka kompensasi relatif kecil.

2. Kemampuan dan kesediaan perusahaan


39

Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik

maka tingkat kompensasi akan semakin besar.

3. Serikat buruh

Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi

semakin besar.

4. Produktifitas kerja karyawan

Jika produktivitas kerja karyawan baik maka jumlah kompensasi akan

semakin besar.

5. Pemerintah dengan undang-undang dan keppres

Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya batas

upah atau balas jasa minimum. Pemerintah berkewajiban melindungi rakyat

dari tindakan sewenang-wenang perusahaan dalam menetapkan besar kecilnya

kompensasi.

6. Biaya hidup

Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi semakin

besar.

7. Posisi jabatan karyawan

Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima gaji atau

kompensasi lebih besar. Hal ini wajar karena karyawan yang mendapat

kewenang dan tanggung jawab lebih besar harus mendapatkan gaji atau

kompensasi yang lebih besar pula.

8. Pendidikan dan pengalaman kerja


40

Jika tingkat pendidikan karyawan tinggi dan pengalaman kerjanya lama maka

gaji atau kompensasi juga semakin besar, karena kecakapan dan

keterampilannya lebih baik.

9. Kondisi perekonomian nasional

Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat

kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full

employment.

10. Jenis dan sifat pekerjaan

Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko yang besar

maka tingkat kompensasi semakin besar, karena membutuhkan kecakapan dan

ketelitian untuk mengerjakannya.

2.1.4.5. Indikator Kompensasi

Indikator–indikator kompensasi menurut Simamora (2015:442)

diantaranya:

1. Upah dan gaji

Upah dan gaji biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam. Upah

merupakan basis bayaran yang kerap kali digunakan bagi pekerja-pekerja

produksi dan pemeliharaan. Gaji umumnya berlaku untuk tarif bayaran

mingguan, bulanan atau tahunan.

2. Insentif

Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang

diberikan oleh organisasi.

3. Tunjangan
41

Contoh-contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang

ditanggung perusahaan, program pensiun dan tunjangan lainnya yang

berkaitan dengan hubungan kepegawaian seperti kesempatan mendapatkan

pelatihan.

4. Fasilitas-Fasilitas lain

Contoh-contoh fasilitas adalah seperti mobil perusahaan, keanggotaan klub,

tempat parkir khusus atau akses ke pesawat perusahaan yang diperoleh

karyawan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari pembahasan topic

permasalahan dalam penelitian ini antara lain:

Penelitian Juniari, dkk (2015) dengan judul pengaruh motivasi terhadap

kepuasan kerja dan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) Di Sekolah Tinggi

Pariwisata Nusa Dua Bali. Populasi penelitian ini adalah seluruh PNS di Sekolah

Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali dengan jumlah sampel sebanyak 74 responden

yang dipilih menggunakan tehnik simple random sampling. Data dikumpulkan

melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden kemudian dianalisis dengan

menggunakan analisis deskriptif dan Parsial Least Square (PLS). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa a) motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja, b) motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai, c) kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai. Implikasi dari penelitian ini bahwa dengan adanya penghargaan dan

pengakuan terhadap hasil kerja serta didukung dengan sistem pengawasan yang
42

adil akan mampu meningkatkan motivasi dan memacu semangat pegawai untuk

menyelesaikan pekerjaannya, sehingga akan dapat meningkatkan kinerja pegawai

baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Penelitian Ulfa, dkk (2015) dengan judul pengaruh kompensasi terhadap

motivasi kerja dan kinerja karyawan (Studi pada Karyawan Auto 2000 Malang

Sutoyo). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan AUTO 2000

Malang Sutoyo, yang berjumlah 103 orang yang terbagi dalam 5 tingkat unit.

Untuk menentukan banyaknya sampel dari suatu populasi, jika ukuran

populasinya diketahui maka rumus yang digunakan adalah rumus Slovin, dengan

bantuan rumus Slovin diketahui ada 82 sampel dalam penelitian ini. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proportional

stratifield random sampling. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan

analisis jalur (path analysis). Berdasarkan hasil analisis jalur dapat disimpulkan

bahwa kompensasi finansial memiliki pengaruh secara langsung atau hubungan

yang sangat kuat terhadap motivasi kerja karyawan sebesar 0,327. Kompensasi

non finansial memiliki pengaruh secara langsung atau hubungan yang sangat kuat

terhadap motivasi kerja karyawan yaitu sebesar 0,226. Kompensasi finansial

memiliki pengaruh secara langsung atau hubungan yang sangat kuat terhadap

kinerja karyawan sebesar 0,205. Kompensasi non finansial memiliki pengaruh

secara langsung atau hubungan yang sangat kuat terhadap kinerja karyawan

sebesar 0,196. Motivasi kerja memiliki pengaruh secara langsung atau hubungan

yang sangat kuat terhadap kinerja karyawan sebesar 0,363.

Penelitian Retnoningsih, dkk (2016) dengan judul pengaruh kompensasi

terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan (studi pada karyawan PT PLN
43

(Persero) Distribusi Jawa Timur Area Malang). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh karyawan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Malang

yang berjumlah 79 karyawan. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian

ini adalah teknik sampling jenuh atau sensus, yaitu penetapan jumlah sampel dari

seluruh anggota populasi yang berjumlah 79 karyawan. Hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh peneliti jumlah karyawan yang berada di tempat pada saat

penyebaran dan pengisian angket sebanyak 75 karyawan, karena 4 karyawan yang

lain tidak berada di tempat dengan alasan kesibukan kerja, melakukan perjalanan

dinas, ada yang sedang cuti, dan sakit yang berkepanjangan. Analisis data

menggunakan analisis jalur (path analysis). Berdasarkan analisis jalur, hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kompensasi finansial berpengaruh signifikan

terhadap kepuasan kerja karyawan, kompensasi non finansial berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, kompensasi finansial berpengaruh

signifikan terhadap kinerja karyawan.

Penelitian Primasheila, dkk (2017) dengan judul pengaruh budaya

organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Telkom Kantor Wilayah

Palembang. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karyawan PT.

Telkom Kantor Wilayah Palembang sebanyak 154 karyawan. Jumlah sampel

ditentukan dengan rumus Slovin dan didapatkan sebanyak 61 karyawan dengan

teknik Simple Random Sampling. Berdasarkan hasil penelitian pada pengujian

regresi linier sederhana didapatkan hasil sebagai berikut : Y = 15,262 + 0,507X +

e. Membuktikan bahwa variabel budaya organisasi berpengaruh pada variabel

kepuasan kerja karyawan sebesar 0,507. Hal ini menunjukkan bahwa budaya

organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT Telkom


44

Kantor Wilayah Palembang.

Giantari dan Riana (2017). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap

Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan Klumpu Bali Resort Sanur. Penelitian ini

dilakukan di Klumpu Bali Resort Sanur dengan menggunakan sampel jenuh yaitu

52 orang karyawan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan, semakin

baik budaya organisasi maka semakin tinggi tingkat motivasi kerja yang dimiliki

oleh karyawan.Selanjutnya ditemukan bahwa budaya organisasi dan motivasi

kerja juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dimana

jika budaya organisasi semakin baikdan motivasi kerja semakin tinggi maka dapat

memberikan efek pada peningkatan kinerja karyawan.

2.3. Kerangka Konseptual Penelitian

Secara konseptual, variabel terdiri dari 3 kelompok variabel yaitu: variabel

terikat (dependent variable), variabel bebas (independent variable), dan variabel

mediasi (intervening variable). Adapun kerangka konseptual penelitian ini

ditunjukkan dengan gambar 2.1 berikut ini.

Budaya
H3
Organisasi
H1
Motivasi H5 Kepuasan
Kerja Kerja
H2
H4
Kompensasi

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian


45

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Diduga budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi masinis

pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya

2. Diduga kompensasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi masinis pada

PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya

3. Diduga budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja

masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya

4. Diduga kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja masinis

pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya

5. Diduga motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja masinis

pada PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya.


46

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang

menekankan pada pengujian hipotesis, data yang terukur dan menghasilkan bukti

kebenaran hipotesis, hal ini diharapkan akan menghasilkan suatu kesimpulan yang

dapat digeneralisasikan. Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan

(explanatory research) yang akan membuktikan hubungan kausal antara variabel

bebas (independent variable) yaitu, variable budaya organisasi dan variabel

kompensasi dan variabel terikat (dependent variable) yaitu kepuasan kerja, serta

variable intervening yaitu motivasi kerja. Serta penelitian korelasional, yaitu

penelitian yang berusaha untuk melihat apakah antara dua variabel atau lebih

memiliki hubungan atau tidak, dan seberapa besar hubungan itu serta bagaimana

arah hubungan tersebut (Sugiyono, 2017:32)

3.2. Populasi dan Sampling

Populasi adalah keseluruhan obyek peneliti (Arikunto, 2016:134).

Populasi dalam penelitian ini adalah masinis pada PT. Kereta Api Indonesia Daop

VIII Surabaya yang berjumlah 70 orang. Teknik pengambilan sampel

menggunakan metode sensus, sehingga seluruh populasi menjadi sampel

berjumlah 70 orang.

46
47

3.3. Definisi Operasional Variabel

3.3.1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah budaya organisasi (X1) dan

kompensasi (X2). Definisi operasional dari variabel bebas dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Budaya organisasi (X1), yaitu suatu sistem makna yang dianut oleh masinis

yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Indikator

pengukuran budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Inovasi dan keberanian

b. Orientasi detail

c. Orientasi hasil

d. Orientasi manusia

e. Orientasi tim

f. Agresivitas

g. Stabilitas

2. Kompensasi (X2), yaitu semua pendapatan yang diterima masinis yang

berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang dikeluarkan PT.

KAI sebagai imbalan atas prestasi kerjanya. Variabel kompensasi diukur

dengan indikator-indikator sebagai berikut:

a. Gaji pokok

b. Fasilitas kerja

c. Tunjangan

d. Insentif
48

3.3.2. Variabel Mediasi

Variabel mediasi (intervening) dalam penelitian ini adalah motivasi (Z).

Definisi operasional dari variabel motivasi adalah kondisi yang berpengaruh

membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan

dengan motivasi masinis. Sedangkan indikator pengukuran motivasi adalah

sebagai berikut:

1. Kebutuhan fisik

2. Kebutuhan keamanan

3. Kebutuhan social

4. Kebutuhan harga diri

5. Kebutuhan aktualisasi

3.3.3. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja (Z). Definisi

operasional dari variabel bahwa kepuasan kerja yaitu keadaan emosi yang senang

atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja

masinis. Indikator pengukuran kepuasan kerja dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Pekerjaan itu sendiri

2. Penyelia

3. Rekan kerja

4. Promosi

5. Gaji
49

3.4. Jenis dan Sumber Data

3.4.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data tentang profil sosial dan

identifikasi responden, berisi data responden yang berhubungan dengan identitas

responden dan keadaan sosial seperti: jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan

masa kerja dari seluruh PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang

telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi : data dari PT. Kereta

Api Indonesia Daop VIII Surabaya tentang profil perusahaan.

3.5. Metode Pengumpulan Data

3.5.1. Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang perbandingan

atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2016 :177). Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan kuesioner untuk mengetahui kepuasan kerja, motivasi kerja, budaya

organisasi dan kompensasi masinis PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII

Surabaya.
50

3.5.2. Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk dapat memperoleh data yang berhubungan

masinis PT. Kereta Api Indonesia Daop VIII Surabaya. Misalnya profil

perusahaan, jumlah karyawan, dan data-data yang lainnya yang mendukung dalam

penelitian ini.

3.6. Metode Analisis Data

3.6.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas menunjukkan sejauhmana alat pengukur mampu mengukur apa

yang hendak diukur. Dengan menggunakan Product Moment, Item pertanyaan

dapat dikatakan valid jika lebih besar dari 0.30 (Sugiyono, 2017: 168)

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

n( ∑ xy )−( ∑ x )( ∑ y )
r=
√ [n (∑ x )−(∑ x ) ][n (∑ y )−(∑ y ) ]
2 2 2 2

Dimana :

r= koefesien korelasi

x = Skor item

y = Total skor

n = Jumlah responden

Menurut Sugiyono (2017 : 170) : “Untuk uji reliabilitas digunakan tehnik

Alpha Cronbach, dimana suatu instrumen dapat dikatakan handal (reliabel) bila

memiliki koefisien keandalan atau alpha sebesar 0,6 atau lebih dengan rumus

perhitungan sebagai berikut :


51

[K] [ St 2−∑ Piqi ]


ri = ( K −1 ) St

dimana :
ri = reliabilitas instrumen
K= jumlah item dalam instrumen
Pi = proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item 1

3.6.2. Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan

variabel-variabel dalam penelitian ini. Analisis yang dilakukan adalah deskripsi

nilai prosentase, rata-rata, dan standar deviasi dari setiap variabel.

3.6.3. Uji Asumsi Klasik

Beberapa persyaratan mengstimasi dengan menggunakan model regressi

linier berganda adalah dengan melakukan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas,

uji heteroskedastisitas, uji multikolinieritas, dan uji autokorelasi

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui bahwa sebaran data

penelitian berdistribusi normal atau tidak. Metode yang digunakan untuk

menguji normalitas adalah (Priyatno, 2016:39) untuk itu digunakan Metode

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test jika (nilai > ∝=0,05) maka data

berdistribusi normal. Jika, (nilai < ∝=0,05), maka data tidak berdistribusi

normal.

2. Uji Heteroskedastisitas

Guna analisis ini adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke


52

pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka Homoskedastisitas. Uji Heteroskedastisitas

dapat diperoleh dengan mengkorelasikan variabel independen dengan residual

dengan menggunakan uji rho spearman. Jika nilai rho < rho tabel maka variasi

data tidak terjangkit gejala heteroskedastisitas (Priyatno, 2016:39)

3. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah di dalam

persamaan regresi terjadi gejala multikolinieritas, jika ada berarti sesama

variabel bebasnya terjadi korelasi. Gejala multikolinieritas dapat diketahui

dengan dua metode, yaitu (Priyatno, 2016:40):

a. Jika VIP (Variance Inflation Factor) kurang dari 10, maka menunjukkan

tidak terdapat multikolinieritas, artinya tidak terdapat pengaruh variabel

bebas.

b. Jika nilai koefisien korelasi antar variabel bebasnya tidak lebih besar dari

0.5, maka dapat ditarik kesimpulan model persamaan tersebut tidak

mengandung multikolinieritas.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

autokorelasi pada model regresi. Uji autokorelasi dilakukan dengan

menggunakan uji Durbin Watson (Priyatno, 2016:40). Metode ini memiliki

ketentuan yaitu:

a. Jika DW di bawah -2 maka terdapat autokorelasi positif.

b. Jika DW diantara -2 sampai 2 maka tidak terdapat autokorelasi.

c. Jika DW di atas 2 maka terdapat autokorelasi negatif.


53

3.6.4. Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini analisis data menggunakan analisis regresi dengan

variabel intervening. Analisis regresi adalah studi mengenai ketergantungan

variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen dengan tujuan

untuk mengestimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata

variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati,

2015:108).

Analisis regresi yang dilakukan adalah analisis regresi dengan variabel

intervening. Untuk menguji pengaruh variabel intervening digunakan metode

analisis jalur. Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi untuk

mengestimasi hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapkan

sebelumnya berdasarkan teori. Berdasar analisis jalur dapat diketahui besarnya

pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel.

Adapun persamaan structural dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Z = ZX1 + ZX2 + e1

Y = YX1 + YX2 + YY1 + e2

Dimana:

Y = Kepuasan kerja

Z = Motivasi kerja

X1 = Budaya organisasi

X2 = Kompensasi

 = koefesien regresi distandarkan

e1, e2 = residual atau prediction error (didapatkan dari e1,2 = √ 1 - R2 )


54

Untuk menguji koefisien regresi secara parsial guna mengetahui apakah

variabel bebas secara individu berpengaruh terhadap variabel intervening maupun

variable terikat digunakan uji t dengan rumus : (Sugiyono, 2017 :184)

r √n−2
t=
√ 1−r2
Dimana :

r = Korelasi produk moment

n = Jumlah responden

t = Uji hipotesis

Jika th > tt maka H0 ditolak dan Ha diterima,sedangkan th < tt maka H0

diterima dan Ha ditolak. Selanjutnya nilai kritis atau nilai tingkat signifikansi 5%

dimana t tabel = t(a / 2 : n-k-1).

3.6.5. Uji Mediasi

Menurut Baron et al (dalam Jogiyanto dan Abdillah, 2015:125), efek

mediasi menunjukkan hubungan antara variable independen dan dependen melalui

variable penghubung atau mediasi. Efek mediasi diuji ketika diduga bahwa

terdapat variable intervening di antara variable intervening diantara variable

independen dan dependen, artinya pengaruh variable independen terhadap

dependen tidak secara lagnsung terjadi tetapi melalui suatu proses transformasi

yang diwakili oleh variable mediasi. Pengujian efek mediasi terdapat tahapan

yang harus dilakukan, yaitu: menguji efek utama (pengaruh independen terhadap

dependen) yang hasilnya harus signifikan, kemudian menguji pengaruh variable

independen ke variable mediasi yang hasilnya harus signfikan, terakhir menguji

secara simultan pengaruh efek utama dan pengaruh mediasi terhadap variable
55

dependen yang hasilnya diharapkan efek utama menjadi terhadap dependen tidak

signifikan sedangkan pengaruh variable mediasi terhadap variable dependen

adalah signifikan. Jika kondisi tersebut tercapai maka pengujian efek mediasi

disebut sebagai efek mediasi penuh (fully mediating).

Strategi untuk pengujian mediasional adalah product of coefficient, yang

menguji signifikansi pengaruh tak langsung atau indirect effect (perkalian efek

langsung atau direct effect variabel independen terhadap mediator, a dan direct

effect mediator terhadap variabel dependen, b atau ab). Uji signifikansi terhadap

koefisien indirect effect ab diakui memberikan pengujian yang lebih langsung

terhadap hipotesis mediasional, dibanding pendekatan causal step . Uji

signifikansi indirect effect ab dilakukan berdasarkan rasio antara

koefisien ab dengan standard error-nya yang akan menghasilkan nilai z statistik

(z-value), yaitu:

ab
=
z √b S 2
a
2+ a
2
S 2+ S 2 S
b a b
2

Keterangan: 

ab adalah koefisien indirect effet yang diperoleh dari perkalian antara direct

effect a dan b. 

a adalah koefisien direct effect independen (X) terhadap mediator (M). 

b adalah koefisien direct effect mediator (M) terhadap dependen (Y). 

Sa adalah standard error dari koefisien a. 

Sb adalah standard error dari koefisien b.


56

Jika z-value dalam harga mutlak > 1,96, berarti indirect effect atau pengaruh tak

langsung variabel independen terhadap variabel dependen melalui mediator,

signifikan pada taraf signifikansi 0,05 (Jogiyanto dan Abdillah, 2015:127).


57

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMPENSASI


TERHADAP MOTIVASI KERJA DALAM MENINGKATKAN
KEPUASAN KERJA MASINIS PADA PT. KERETA API
INDONESIA DAOP VIII SURABAYA

Oleh :

PUTHUT AGUS SUGIHARTONO


NIM: 17210484

PROGRAM SARJANA
JURUSAN MANAJAMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAHARDHIKA
SURABAYA
2020

Anda mungkin juga menyukai