Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

EVIDENCE BASED MIDWIFERY DALAM ASUHAN MASA NIFAS


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Evidence Based Dalam Praktik
Kebidanan Dosen : Warlinda, S.ST., M.Kes

DIBUAT OLEH :

Nama : Devi Damayanti

NIM : 042020053

Kelas : Ampana

INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS KURNIA JAYA PERSADA PALOPO

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

TAHUN 2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai sampi pulihnya kembali alat-alat
kandungan seperto sebelum hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu kira- kira 6-8 minggu. (Abidin, 2011) Tahap-
tahap masa nifas meliputi : puerperium dini, puerperium intermedial, remot puerperium.

Tidak dapat dipungkiri bahwa periode nifas adalah masa yang beresiko terhadap ibu dan bayi baru lahir,
namun mendapat perhatian yang sangat sedikit oleh petugas kesehatan, tidak sebesar pada masa hamil dan
melahirkan. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana cakupan kunjungan nifas hanya mencapai
86,64%, sementara cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 90,88%.

Fakta lain menyebutkan bahwa dari 30 negara sedang berkembang yang disurvey sejak tahun
1999 – 2004, terdapat 40% ibu melahirkan yang tidak pernah memperoleh perawatan nifas.Di antara ibu
melahirkan di luar fasilitas kesehatan, rata- rata lebih dari 70% tidak menerima perawatan postpartum. Di
antara semua ibu yang menerima perawatan postpartum, 57% diperoleh dari tenaga kesehatan dan sisanya
menerima perawatan dari dukun bersalin tradisional (Traditional Birth attendance / TBA) sebesar 36%
dan dari sumber lainnya sebesar 7%.

Pada jam, hari dan minggu pertama setelah persalinan adalah waktu yang berbahaya bagi ibu dan
bayi yang baru lahir. Di antara lebih dari 500.000 wanita yang meninggal setiap tahun karena komplikasi
kehamilan dan persalinan, sebagian besar kematian terjadi selama atau segera setelah melahirkan.5Setiap
tahun tiga juta bayi meninggal pada minggu pertama kehidupan, dan 900.000 lainnya mati dalam tiga
minggu ke depan. Adapun proporsi kematian ibu dan bayi pada masa nifas dalam satu minggu pertama
persalinan dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Sumber: WHO (2010)

2
Sumber: WHO (2010)

Perdarahan dan infeksi setelah proses persalinan untuk banyak kematian ibu, sementara kelahiran
prematur, asfiksia dan infeksi berat berkontribusi pada dua pertiga dari semua kematian neonatal. Perawatan
yang tepat di jam-jam pertama dan hari-hari setelah melahirkan dapat mencegah sebagian besar
kematian ini. WHO merekomendasikan agar para ahli kesehatan yang terampil menghadiri semua
kelahiran, untuk memastikan hasil terbaik bagi ibu dan bayi yang baru lahir.

Namun, sebagian besar wanita masih kurang peduli. Rata-rata, penolong kelahiran terampil
mencakup 66% kelahiran di seluruh dunia, dan beberapa bagian Afrika dan Asia memiliki tingkat
cakupan yang jauh lebih rendah. Fakta bahwa dua pertiga kematian ibu dan bayi baru lahir terjadi pada dua
hari pertama setelah kelahiran membuktikan kurangnya perawatan.

Karena permasalahan tersebut, pelayanan kesehatan harus lebih ditingkatkan menjadi lebih baik. Cara
yang dilakukan salah satunya dengan menerapkan evidence based practice, dimana semua tindakan
didasarkan pada bukti penelitian yang telah dilakukan. Tujuan dari evidence base pada masa nifas yaitu
untuk mengetahui kesejahteraan ibu dan bayi, baik dari kesehatan, kebersihan, nutrisi, pemberian ASI, tanda
bahaya masa nifas dan perdarahan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan
dan ibu nifas beserta bayi dapat sehat dan terhindar dari kematian.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan evidence based practice?

b. Apa manfaat dari evidence based practice?

c. Apa saja karakteristik evidence based practice?

d. Bagaimana proses eksplorasi evidence based practice?

e. Apa saja etika pemanfaatan evidence based practice?

f. Apa saja asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan memanfaatkan evidence based practice?
3
g. Apa saja based practice berdasarkan jurnal?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui pentingnya melakukan pelayanan kesehatan berdasarkan evidence based


practice.

b. Untuk mengetahui mengetahui kesejahteraan ibu dan bayi, baik dari kesehatan, kebersihan, nutrisi,
pemberian ASI, tanda bahaya masa nifas dan perdarahan.

c. Untuk mengetahui menghasilkan praktik profesi yang optimal.

d. Agar masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang optimal.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Evidence Based Practice

Pengertian evidence base jika ditinjau dari pemenggalan kata (Inggris) maka evidence base
dapat diartikan sebagai berikut evidence artinya bukti atau fakta dan based artinya dasar. Jadi
evidence based adalah: Praktik berdasarkan bukti.

Evidence Based Midwifery (Practice) didirikan oleh RCM dalam rangka untuk membantu
mengembangkan kuat professional dam ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuh bidan berorientasi
akademis. EBM secara resmi diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni bukti
pada konferensi tahunan di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al, 2003). Itu dirancang
‘untuk membantu bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan
utama meningkatkan perawatan untuk ibu dan bayi’ (Silverton, 2003). EBM mengakui nilai yang
berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada praktik dan profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup
aktif serta sebagai penelitian kuantitatif, analisis filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka
terstruktur, tinjauan sistematis, kohor studi, terstruktur, logis dan transparan, sehingga bidan benar
dapat menilai arti dan implikasi untuk praktik, pendidikan dan penelitian lebih lanjut.

Jadi pengertian Evidence Base-Midwifery dapat disimpulkan sebaagai asuhan kebidanan


berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis.

2. Manfaat Evidence Based Practice

Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Based antara lain:

a. Keamanan bagi tenaga kesehatan karena intervensi yang dilakukan berdasarkan bukti ilmiah.

b. Meningkatkan kompetensi (kognitif).

c. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam memberikan asuhan yang
bermutu.

d. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien mengharapkan asuhan
yang benar sesuai dengan bukti dan teori serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Karakteristik Evidence Based Practice

Menurut Sackett et al. Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medic yang di
dasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan
demikian, dalam praktiknya, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan
5
bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. Pengertian lain dari evidence based medicine
(EBM) adalah proses yang digunakan secara sistematik untuk menemukan, menelaah/me-riview,
dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik.

Jadi secara rincinya lagi, EBM merupakan keterpaduan antara (1) Bukti-bukti ilmiah, yang
berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence); dengan (2) Keahlian klinis (clinical expertise)
dan (3) Nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values). Publikasi ilmiah ada pada pempublikasian
hasil penelitian atau sebuah hasil pemikiran yang telah ditelaah dan disetujui dengan beberapa
pertimbangan baik dari accountable aspek metodologi maupun accountable aspek ilmiah yang berupa
jurnal, artikel, e-book atau buku yang diakui.

Adapun accountable aspek ilmiah adalah mensurvey secara langsung tentang suatu pemasalahan
dengan penelitian untuk mendapatkan dasar yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Maksudnya
adalah melalui evidence based medicine kita mengadakan survei tentang kelainan fisik sejumlah
penderita penyakit tertentu. Selain mensurvei keluhan dan kelainan fisik penderita, melalui evidence
based medicine kita juga dapat mensurvei hasil terapinya. Sedangkan accountable aspek metodologis
adalah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan tata cara tertentu dalam
pengumpulan data hasil penelitian yang telah ditelaah dan diakui kebenarannya.

4. Proses Eksplorasi Evidence Based Practice

Pada evidence based medicine, pengobatan didasar pada bukti ilmiah yang dapat
dipertanggung jawabkan. Sedangkan evidence based practice, bukti tidak dapat hanya dikaitkan dengan
bukti-bukti ilmiah saja, tetapi juga harus dikaitkan dengan bukti/data yang ada pada saat praktik
profesi dilakukan. Dengan demikian perbedaan waktu, situasi, kondisi, tempat dan lain-lain, mungkin
akan mempengaruhi tindakan profesi, keputusan profesi, dan hasil dari swamedikasi. Dan jalannya
praktik profesi apoteker tetap harus berjalan optimal pada setiap situasi dan kondisi termasuk pada
swamedikasi. Agar tetap menghasilkan praktik profesi yang optimal, setiap apoteker atau calon apoteker
harus terlatih dalam penguasaan dan penerapan skill dan knowledge dalam praktik profesi sesuai
kebutuhan.

Setiap apoteker bisa jadi mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam skill dan knowledge, hal ini
tergantung dari banyak hal, termasuk model, manajemen, lokasi, orientasi dan lain-lain. Tetapi semua
mempunyai semua mempunyai kesamaan dalam standar profesi. Oleh karena itu pada apoteker
komunitas, jam terbang apoteker dapat mempengaruhi kualitas penguasaan skill dan knowledge dari
seorang apoteker. Apoteker yang sangat cerdas bisa jadi akan kalah dengan apoteker yangsangat aktif
di dalam pelayanan komunitas.

Salah satu standar yang digunakan untuk mendapatkan kualitas layanan yang ‘ajeg’ adalah ‘Standar
Prosedur Operasional’ (SPO). Yang mana standar ini harus disusun sesuai praktik profesi yang telah
dilakukan, bukan hanya sekedar teori belaka yang belum diuji coba, yang ujung-ujungnya adalah
membuat susah dalam penerapannya. Selanjutnya SPO ini harus diuji cobakan secara luas dan
proporsional sebelum dijadikan standar secara nasional.

6
5. Etika Pemanfaatan Evidence Based Practice

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang berperngaruh terhadap
meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan terutama pelayanan
kebidanan. Menjadi tantangan bagi profesi bidan untuk mengembangkan kompetensi dan
profesionalisme dalam menjalankan praktik kebidanan serta dalam memberikan pelayanan berkualitas.

Sikap etis professional bidan akan mewarnai dalam setiap langkahnya, termasuk dalam mengambil
keputusan dalam merespon situasi yang muncul dalam usaha. Pemahaman tentang etika dan moral
menjadi bagian yang fundamental dan sangat penting dalam memberikan asuhan kebidanan dengan
senantiasa menghormati nilai- nilai pasien.

Etika merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah,
kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika berfokus pada prinsip dan
konsep yang membimbang manusia berfikir dan bertindak dalam kehidupannya dilandasi nilai-nilai yang
dianutnya.

6. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Memanfaatkan Evidence Based Practice

a. Pengertian Asuhan Postnatal Care

Postnatal artinya suatu periode yang tidak kurang dari 10 atau lebih dari 28 hari setelah persalinan.
Dimana selama waktu itu kehadiran yang continue dari bidan kepada ibu dan bayi sedang
diperlukan bertujuan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi dan penyulit pada masa postnatal.

b. Konsep Dasar Masa Nifas

Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandung kembali
seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 minggu ata +- 40 hari (Prawirohardjo,
2002).

Masa nifas (puerperium) adalah pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandung
kembali seperti pra hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 1998).

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandung kembali
seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu. (Abdul Bari, 2000: 122).

Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-
minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal.
(F.Gary Cunningham, Mac Donald, 1995:281).

c. Peran dan Tanggung Jawab Bidan

Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum. Adapun peran
dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain :
7
1) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu
untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.

2) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.

3) Mendorong ibu untuk menyusui ayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.

4) Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan ibu dan anak dan mampu
melakukan kegiatan administrasi.

5) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.

6) Memberikan informasi dan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah
perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktikan
kebersihan yang aman.

7) Melakukan menejemen asuhan kebidanan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnose
dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah
komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.

8) Memberikan asuhan kebidanan secara professional.

9) Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam peranannya sebagai orangtua.

d. Tahapan Masa Nifas

Nifas dapat dibagi ke dalam 3 periode :

1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan

2) Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu

3) Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan sehat sempurna
baik selama hamil ataupun sempurna berminggu-minggu, berbulan-bulan atau tahunan.

e. Perubahan fisik masa nifas

1) Rasa kram dan mules dibagian bawah perut akibat penciutan rahim (involusi)

2) Keluarnya sisa-sisa darah dari vagina (Lochia)

3) Kelelahan kaena proses melahirkan

4) Pembentukan ASI sehingga payudara membesar

5) Kesulitan buang sir besar (BAB) dan BAK

6) Ganggun otot (betis, dada, perut, panggul dan bokong).

7) Perlukaan jalan lahir (lecet atau jahitan)


8
f. Perubahan psikis masa nifas

1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya, berlangsung setelah melahirkan sampai hari ke 2 (Fase
Taking In)

2) Ibu merasa kuatir akan ketidakmampuan merawat bayi, muncul perasaan sedih (Baby Blues
disebut Fase Taking Hold hari ke 3-10)

3) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya disebut Fase Letting Go. (hari ke 10-akhir
masa nifas)

g. Pengeluaran lochea terdiri dari:

1) Lochea rubra : Hari ke 1-2 : Terdiri dari darah yang bercampur sisa-sisa ketuban, sel-sel
desidua, sisa-sisa vernix kaseosa, lanugo dan mekonium.

2) Lochea sanguinolenta : Hari ke 3-7, terdiri dari : Darah bercampur lender, warna kecoklatan/

3) Lochea serosa : Hari ke 7—14, berwarna kekuningan

4) Lochea alba : Hari ke 14- selesai nifas, hanya merupakan cairan putih lochea yang berbau busuk dan
terinfeksi disebut lochea purulent

h. Tujuan kunjungan masa nifas yaitu :

1) Menilai kondisi kesehatan Ibu dan bayi

2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu


nifas dan bayinya

3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas

4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas
maupun bayinya.

i. Kunjungan masa nifas terdiri dari :

1) Kunjungan 1 : 6-8 jam setelah persalinan, tujuannya:

a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila perdarahan


berlanjut.

c) Memberian konseling pada Ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

d) Pemberian ASI awal.

9
e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.

f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.

2) Kunjungan II : 6 hari setelah persalinan, tujuannya:


a) Memastikan, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal.

b) Menilai adanya tanda-tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.

c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.

d) Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda-tanda penyakit.

e) memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat dan merawat bayi sehari-hari.

3) Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan, Tujuannya: sama dengan di atas (6 hari setelah
persalinan).

4) Kunjungan IV : 6 minggu setelah persalinan, Tujuannya : Menanyakan ibu tentang penyakit-penyakit


yang di alami, Memberikan konseling untuk KB secara dini (Mochtar, 1998).

Table 5. Perkembangan Evidence Base dalam Praktik Kebidanan Postnatal Care :

Kebiasaan Keterangan

Tampon vagina Tampon vagina menyerap darah tetapi tidak menghentikan


perdarahan, bahkan perdarahan tetap terjadi dan dapat
menyebabkan infeksi.

Gurita atau sejenisnya Selama 2 jam pertama atau selanjutnya penggunaan gurita
akan menyebabkan kesulitan pemantauan involusio rahim.

Memisahkan Ibu dan Bayi Bayi benar-benar siaga selama 2 jam pertama setelah kelahiran. Ini
merupakan waktu yang tepat untuk melakukan kontak kulit ke
kulit kulit ke kulit untuk mempererat bounding
attachment serta keberhasilan pemberian ASI.

7. Based Practice Berdasarkan Kajian Jurnal

a) Melakukan Senam Nifas

Jurnal : Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus dan Pengeluaran Lokia di Wilayah Kerja
Puskesmas Cilembang Kota Tasikmalaya Tahun 2015 oleh Etin Rohmatin pada tahun 2015.

1) Apakah senam nifas perlu dilakukan?

10
Senam nifas perlu dilakukan oleh ibu pasca melahirkan karena memiliki manfaat untuk proses
involusi uterus dan pengeluaran lokia yang normal.

2) Manfaat senam nifas

i. Membantu mencegah pembekuan (thrombus) pada pembuluh tungkai

ii. Membantu ketergantungan peran sakit menjadi sehat dan tidak ketergantungan

iii. Mengencangkan otot perut, liang senggama, otot-otot sekitar vagina maupun otot-otot dasar
panggul

iv. Sirkulasi darah menjadi teratur dan optimal

v. Mempercepat penyembuhan dan mencegah terjadinya komplikasi

vi. Dapat menimbulkan kebugaran dan tenaga yang lebih baik sehingga mampu meningkatkan
mobilisasi pada diri ibu nifas.

3) Hasil penelitian

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai pengaruh senam nifas terhadap
involusi uterus dan pengeluaran lokia di wilayah kerja Puskesmas Cilembang Kota Tasikmalaya
Tahun 2015 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pelaksanaan intervensi senam nifas ini
dilakukan pada 32 ibu nifas. Involusi uterus pada ibu yang melakukan senam nifas terbanyak
pada kategori normal sebanyak 24 orang (75%). Pengeluaran lokia pada ibu yang melakukan
senam nifas terbanyak pada kategori normal sebanyak 23 orang (71,9%). Ada pengaruh senam
nifas terhadap involusi uterus dengan  value sebesar 0,005 (<0,05). Ada pengaruh senam nifas
terhadap pengeluaran lokia dengan  value sebesar 0,013 (<0,05).

4) Mengapa harus dilakukan senam nifas?

Senam nifas harus dilakukan untuk menyadarkan ibu nifas yang beranggapan
bahwa setelah persalinan tidak boleh banyak melakukan gerakan-gerakan karena akan
mengganggu penyembuhan setelah persalinan, padahal gerakan-gerakan yang dilakukan pasca
melahirkan dapat merangsang otot-otot untuk cepat kembali normal dan mobilisasi sangat
diperlukan untuk mengurangi ketergantungan ibu.

b) Pijat Oksitosin

Jurnal : Efektifitas Pijat untuk Merangsang Hormon Oksitosin Pada Ibu Nifas Primipara oleh
Murti Ani, Novita Ika Wardani, Septalia Isharyanti 2014.

1) Apakah pijat untuk merangsang hormone oksitosin pada ibu nifas perlu dilakukan?

Perlu

2) Manfaat pijat untuk merangsang hormone oksitosin pada ibu nifas

i. Meminimalkan jumlah perdarahan post partum


11
ii. Menstimulasi sekresi oksitosin yang merangsang sekresi ASI

iii. Memperbanyak jumlah produksi kolostrum

iv. Membuat ibu nifas lebih nyaman, rileks dan mengurangi kelelahan setelh melahirkan

3) Hasil penelitian

Intervensi pijat untuk merangsang hormone oksitosin mampu memperbanyak produksi ASI yang
dalam hal ini di ukur dari perningkatan berat badan bayi. Adanya pengaruh pijat oksitosin
dapat mempercepat penurunn TFU dari kondisi normal pada umumnya. Rata-rata
perubahan TFU pada ibu nifas primipara tertinggi pada hari ke 7 pada kelompok control
sebesar 5,420 dan kelompok perlakuan sebesar 3,330. Terdapat perbedaan penurunan sebesar
2.090 cm.

4) Mengapa harus dilakukan pijat untuk merangsang hormone oksitosin pada ibu nifas?

Karena penyebab kematian ibu pada waktu nifas diantaranya adalah perdarahan post partum.
Upaya untuk mengendalikan terjdinya perdarahan di tempat plasenta yaitu dengan memperbaiki
kontraksi dan retraksi myometrium yang kuat dengan pijatan yang merangsang pengeluaran
oksitosin. Serta, pemberian ASI saat ini masih terhalang dengan banyaknya kendala,
diantaranya adalah produksi ASI yang kurang lancar.

12
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan

Masa nifas merupakan masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat
kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung selama 6-8 minggu. Tahap-tahap masa
nifas meliputi : puerperium dini, puerperium intermedial, remot puerperium. Tujuan dari evidence base
pada masa nifas yaitu untuk mengetahui kesejahteraan ibu dan bayi, baik dari kesehatan, kebersihan,
nutrisi, pemberian ASI, tanda bahaya masa nifas dan perdarahan.

Evidence Base-Midwifery dapat disimpulkan sebaagai asuhan kebidanan berdasarkan bukti


penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis. Manfaat yang dapat
diperoleh dari pemanfaatan Evidence Based antara lain:

a. Keamanan bagi tenaga kesehatan karena intervensi yang dilakukan berdasarkan bukti ilmiah.

b. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam memberikan asuhan yang
bermutu.

c. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien mengharapkan asuhan
yang benar sesuai dengan bukti dan teori serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Based practice dari kajian jurnal yang bisa diterapkan dalam pelayanan asuhan kebidanan nifas dan
menyusui, yaitu:

1. Analisis masukan dan proses asuhan pelayanan nifas oleh bidan pelaksana.

2. Konseling dan pendampingan Suami agar menemani ibu saat memberi ASI pertama kalinya.

3. pemberian KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) untuk persiapan persalinan dan nifas.

4. Dianjurkannya pijat oksitosin pada ibu nifas primipara.

5. Melakukan senam nifas

6. Melakukan tujuh kontak konseling laktasi.

2. Saran

Dewasa ini penerapan asuhan pada ibu nifas sangat diperlukan karena sangat membantu ibu dalam
menjalankan perannya sebagai seorang ibu ketika mengalami kesulitan dalam mengasuh bayinya.
Serta, dengan adanya konseling masa nifas ibu menjadi lebih memahami betapa pentingnya menjaga
kebersihan, pemenuhan nutrisi, waspada akan terjadinya kelainan-kelainan yang dapat membahayakan

13
ibu dan bayi. Sehingga diharapkan setiap bidan maupun tenaga kesehatan yang lainnya dapat
melakukan asuhan pada ibu nifas dan menyusui dengan benar. Serta untuk mahasiswa kebidanan
diharapkan dapat belajar tentang betapa pentingnya asuhan kebidanan untuk ibu nifas dan
menyusui.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahman E, Zupan J. Neonatal and perinatal mortality: country, region and global estimates 2004. World
Healt Organization, Geneva. 2007.

Asih, Yuri dan Risneni. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui, Dilengkapi dengan Evidence
Based Practice dan Daftar Tilik Asuhan Nifas. Jakarta: TIM.

Fort AL, Kothari MT, Abderrahim N. Postpartum Care: Levels and determinants in developing countries: DHS
Comparative Reports 15. Marylang USA2006.

Make every mother and child count. World Healt Organization, Geneva. 2005. Maternal mortality in 2005;
Estimates developed by UNICEF, UNFPA, and The World

Bank. World Healt Organization, Geneva. 2008.

Pitriani, Risa dan Rika Andriyani. 2014. Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal (Askeb III).
Yogyakarta : Deepublish.

Proportion of births attended by skilled helath worker; 2008 Updated — Fact sheet.

Geneva: The World Health Organization; 2008.

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Repiblik Indonesia; 2012.

WHO Technical Consultation on Postpartum and Postnatal Care. World Healt Organization, Geneva.
2010.

15

Anda mungkin juga menyukai