KELUARGA BERENCANA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak
adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan di masyarakat
sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat,
membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat
merawat bayinya dengan baik (Diana, 2017).
Praktik kebidanan telah mengalami perluasan peran dan fungsi dari fokus terhadap
ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, serta anak balita bergeser kepada upaya
mengantisipasi tuntutan kebutuhan masyarakat yang dinamis yaitu menuju kepada pelayanan
kesehatan reproduksi sejak sebelum konsepsi hingga usia lanjut, meliputi konseling
prekonsepsi, persalinan, pelayanan ginekologis, kontrasepsi, asuhan pre dan post menopause,
sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi bidan (Diana, 2017). Dalam Permenkes No.
28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan disebutkan bahwa bidan
berwenang dalam pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan Keluarga Berencana.
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari
mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun 2015”
Secara umum tujuan 5 tahun kedepan yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan
visi dan misi program KB dimuka adalah membangun kembali dan melestarikan pondasi
yang kokoh bagi pelaksanaan program KB Nasional yang kuat di masa mendatang, sehingga
visi untuk mewujudkan keluarga berkualitas 2015 dapat tercapai.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, program keluarga berencana nasional mempunyai
kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Dalam kontribusi tersebut
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah mewujudkan
keberhasilannya selain berhasil menurunkan angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk,
juga terpenting adalah keberhasilan mengubah sikap mental dasar perilaku masyarakat dalam
upaya membangun keluarga berkualitas.
Menurut survey data, peserta KB nasional periode Agustus 2012 sebanyak 6.152.231
pengguna. Jika dilihat dari metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah metode
suntik sebanyak 2.949.633 (47,94%). Untuk metode pil 1.649.256 (26,81%), implant 527.569
(8,58%), kondom 462.186 (7,51%), IUD 459.117 (7,46%), MOW 87.079 (1,42%) dan paling
sedikit adalah metode MOP 17.331 (0,28%).
Melihat data penggunaan KB di Indonesia, salah satu masalah utama yang dihadapi
saat ini adalah masih rendahnya penggunaan KB Intra Uterine Device (IUD), sedangkan
kecenderungan penggunaan jenis KB sederhana seperti pil dan suntik jumlahnya terus
meningkat tajam. Penelitian terhadap kontrasepsi IUD sampai saat ini belum menunjukkan
hasil yang maksimal, kurangnya dukungan dari para tokoh tentang IUD, yang seharusnya
dapat dijadikan sebagai contoh bagi sebagian masyarakat mengenai keberhasilannya,
beberapa faktor lain yang diduga ikut mempengaruhi rendahnya penggunaan KB IUD
diantaranya adalah ekonomi yang relatif masih rendah (keterjangkauan harga), pengetahuan
mengenai alat kontrasepsi yang kurang, sikap yang tertutup dan kurangnya motivasi dari
keluarga serta tenaga kesehatan.
Adanya perkembangan ilmu kedokteran dan kebidanan yang sangat pesat membuat
temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang lalu secara cepat digantikan dengan
temuan yang baru yang segera menggugurkan teori yang sebelumnya. Sementara hipotesis
yang diujikan sebelumnya bisa saja segera ditinggalkan karena muncul pengujian – pengujian
hipotesis baru yang lebih sempurna. Misalnya saja pada dunia kebidanan adalah munculnya
kontrasepsi Intra Uterine System (IUS) yang merukan pembaharuan dari kontrasepsi Intra
Uterine Device (IUD). IUS mempunyai banyak kelebihan dibanding tembaga IUD. IUS lebih
efektif mencegah kehamilan. Siklusnya menjadi lebih ringan, cepat dan tidak terlalu
menyakitkan.
Evidence Based Practice (EBP) hadir sebagai jawaban terhadap berbagai
permasalahan dalam praktik kebidanan, selanjutnya disebut sebagai Evidence Based
Midwifery (EBM). Dengan Evidence Based Midwifery (EBM), bidan mampu memberikan
pelayanan terpusat pada klien dengan prinsip continuity of care dan keputusan-keputusan
klinis yang berdasarkan penelitian-penelitian mutakhir terbaru sehingga keadaan klinis pasien
yang lebih baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari evidence based?
2. Bagaimanakah evidence based Keluarga Berencana (KB).
C. Manfaat
Untuk mengetahui perkembangan ilmu terbaru atau Evidence Based dalam bidang
kebidanan khususnya tentang alat kontrasepsi pada wanita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1.
Up-Date Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Hormonal, Termasuk
Kombinasi Kontrasepsi, Oral, Tempel Dan Cincin Vagina, Selama Masa Post
Partum Pada Ibu Yang Tidak Menyusui.
Berdasarkan dari review sistematik yang telah dilakukan oleh WHO dan
CDC yang telah digunakan sebagai konsultasi revisi panduan WHO, didapatkan bukti
dari 13 penelitian menunjukkan resiko TEV pada wanita dalam 42 hari pertama masa
postpartum adalah sebesar 22-84 kali lebih banyak dibanding wanita usia subur yang
tidak hamil dan tidak dalam masa setelah melahirkan. Resiko ini paling tinggi
ditemukan pada masa setelah baru saja melahirkan, menurun secara cepat setelah 21
hari pertama, namun tidak kembali ke kondisi normal sampai masa 42 hari
postpartum. Penggunaan KHK dapat meningkatkan resiko TEV pada wanita usia
subur yang secara teoritis dapat menjadi resiko tambahan untuk wanita yang
menggunakannya pada masa postpartum. Namun, tidak terdapat bukti yang
ditemukan mengenai hal tersebut. Bukti-bukti ini hanya terbatas pada penelitian yang
berkaitan dengan interval waktu postpartum yang bisa menimbulkan TEV dan resiko
TEV pada populasi tertentu yang dibandingkan dengan resiko TEV wanita
postpartum. Bukti ini juga diperiksa pada wanita produktif yang baru melahirkan dan
tidak menyusui, dimana menunjukkan bahwa masa ovulasi tercepat dapat terjadi pada
hari ke-25 postpartum, namun ovulasi subur kemungkinan tidak akan terjadi sampai
paling tidak 42 hari setelah melahirkan.
Sebagai bagian dalam penilaian ini, CDC mengambil 13 orang dari agensi
luar untuk melayani tim reviewer khusus yang merevisi rekomendasi WHO; mereka
diseleksi berdasarkan keahlian mereka dalam penyakit tromboemboli, hematologi,
dan “family planning”. Reviewer diminta untuk berpartisipasi dalam telekonferensi
dengan CDC pada Januari 2011, selama telekonferensi berjalan, mereka mereview
semua evidence based dan menentukan apakah revisi pedoman penggunaan
kontrasepsi yang dibuat WHO cocok digunakan di Negara Amerika Serikat. Kunci
persoalan yang perlu diingat bahwa penggunaan KHK yang terlalu cepat pada masa
postpartum memiliki resiko yang cukup tinggi untuk TEV tanpa adanya keuntungan
dalam pencegahan kehamilan karena sebagian besar wanita yang tidak menyusui
tidak akan mengalami ovulasi paling tidak setelah 42 hari setelah melahirkan.
Kemudian, harus diingat kembali bahwa wanita dengan resiko TEV yang tinggi
(contohnya: wanita dengan obesitas atau yang baru saja melahirkan secara Caesar)
penggunaan KHK secara teoritis dapat meningkatkan resiko TEV. Itulah sebabnya,
penggunaan metode kontrasepsi harus memperhatikan kategori wanita tersebut (
berdasarkan grupnya ). Meskipun demikian tidak seperti metode lainnya yang harus
mengunjungi dokter ( implants atau IUD ), KHK dapat dimulai oleh wanita itu sendiri
sesuai dengan waktu yang direncanakan berdasarkan pada resep obat yang telah
diberikan sebelumnya (saat proses persalinan terjadi di rumah sakit).
Tabel 2.
Revisi Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Kombinasi,
Termasuk kontrasepsi Oral, Tempel, Cincin Vagina, Selama Masa PostPartum Pada
Ibu Yang Menyusui
Kondisi Kategori Klasifikasi / Bukti
Postpartum (Menyusui)
< 21 hari 4 Klasifikasi :
Berdasarkan departemen pelayanan
kesehatan dan manusia Amerika Serikat
menetapkan bahwa bayi harus
mendapatkan ASI Eksklusif selama 4-6
bulan pertama kehidupan, sebaiknya dalam
masa 6 bulan. Idealnya, ASI harus
dilanjutkan sampai bayi berumur 1 tahun.
Bukti:
Penelitian eksperimental memperlihatkan
bahwa ditemukan efek penggunaan
kontrasepsi hormonal oral terhadap
volume ASI. Namun tidak berefek negatif
pada berat badan bayi. Selain itu,
penelitian juga tidak menemukan adanya
efek merugikan dari estrogen eksogen
terhadap bayi yang terekspose dengan
KHK selama masa menyusui. Secara
umum, penelitian-penelitian ini masih
memiliki kualitas yang rendah, kurangnya
standar definisi dari menyusui itu sendiri
atau pengukuran hasil yang tidak akurat,
serta tidak memasukkan bayi prematur
atau bayi yang sakit sebagai sampel
percobaan. Secara teoritis, perhatian
terhadap efek penggunaan kontrasepsi
terhadap produksi asi lebih baik dilakukan
pada masa awal postpartum disaat aliran
asi sedang dalam masa permulaan. Bukti:
Tidak terdapat bukti langsung mengenai
resiko TEV pada ibu postpartum yang
menggunakan KHK. Resiko TEV
mengalami peningkatan selama kehamilan
dan postpartum; resiko ini utamanya
ditemukan pada minggu pertama setelah
persalinan, menurun ke arah normal
setelah 42 hari postpartum. Penggunaan
KHK yang dapat meningkatkan resiko
TEV pada wanita usia produktif yang
sehat, kemungkinan dapat menjadi resiko
tambahan jika digunakan pada masa ini.
Resiko kehamilan dalam masa 21 hari
setelah persalinan sangat rendah, namun
akan meningkat setelah itu, kemudian
kemungkinan ovulasi sebelum menstruasi
pertama setelah persalinan dapat terjadi.
21 sampai < 30 hari 3 Klasifikasi:
Dengan faktor resiko Untuk wanita dengan faktor resiko TEV,
TEV lainnya ( seperti akan meningkat menuju klasifikasi -4 ;
umur ≥ 35 tahun, contohnya, merokok, Trombosis Vena
riwayat TVE Dalam, yang diketahui sebagai mutasi
sebelumnya, thrombogenik dan kardiomiopati
thrombofilia, peripartum.
immobilitas, transfuse Bukti:
saat persalinan, IMT Tidak terdapat bukti langsung mengenai
≥30. Perdarahan resiko TEV pada wanita postpartum yang
postpartum, postcaesar, menggunakan KHK. Resiko TEV
preeklampsi, atau meningkat selama kehamilan dan masa
merokok) postpartum; resiko ini utamanya
Tanpa Resiko TEV ditemukan pada minggu pertama setelah
lainnya persalinan, menurun ke arah normal
setelah 42 hari persalinan. Penggunaan
KHK, yang meningkatkan resiko TEV
pada wanita usia reproduksi yang sehat
dapat menimbulkan resiko tambahan jika
digunakan pada masa ini.
Tanpa Resiko TEV 3
lainnya
30-42 hari 3 Klasifikasi:
Dengan faktor resiko Untuk wanita dengan faktor resiko TEV,
TEV lainnya (seperti akan meningkat menuju klasifikasi ―4,
umur ≥ 35 tahun, contohnya, merokok, Trombosis Vena
riwayat TVE Dalam, yang diketahui sebagai mutasi
sebelumnya thrombogenik dan kardiomiopati
,thrombofilia, peripartum.
immobilitas, transfuse Bukti:
saat persalinan, IMT Tidak terdapat bukti langsung mengenai
≥30. Perdarahan resikoTEV pada wanita postpartum yang
postpartum, postcaesar, menggunakan KHK.Resiko TEV
preeklampsi, atau meningkat selama kehamilan dan masa
merokok) postpartum; resiko ini utamanya
ditemukan pada minggu pertama setelah
persalinan, menurun ke arah normal
setelah 42 hari persalinan. Penggunaan
KHK, yang meningkatkan resiko TEV
pada wanita usia reproduksi yang sehat
dapat menimbulkan resiko tambahan jika
digunakan pada masa ini.
Tanpa Resiko TEV 2
lainnya
> 42 hari 2
Keterangan:
TEV = Tromboemboli vena;
KHK = Kontrasepsi Hormonal Kombinasi;
IMT = Indeks Massa Tubuh (Berat [Kg]/ Tinggi [m2] ;
KOK = Kontrasepsi Oral kombinasi.
*Kategori:
1 = kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi,
2 = kondisi dimanakeuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari
resiko teoritis dan yang ditemukan,
3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan lebih besar
dibandingkan keuntungannya,
4 = kondisi dimana ibu tidak dapat menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
A. Kesimpulan
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu dapat
bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah
satu variebel yang mempengaruhi fertilisasi. Keluarga berencana adalah suatu usaha
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
Sedangkan kontrasepsi menurut BKKBN, 2013 adalah menghindari/mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU)
merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan
istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti
yang mahal. Istilah ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi
pelayanan dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan
memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan
kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat
mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik yang sebelumnya
menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Adanya teknologi kontrasepsi terkini akan terus mengantisipasi beberapa hambatan
dalam penggunaan alat kontrasepsi, sehingga dapat mengurangi efek samping, menambah
kenyamanan dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk itu setiap tenaga kesehatan harus
mengetahui teknologi-teknologi kontrasepsi terkini, dan dalam hal ini Pemerintah telah
mengadakan pelatihanpelatihan CTU di daerah-daerah agar pelatihan ini berdistribusi merata
disemua daerah.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini mahasiswa dan petugas kesehatan diharapkan dapat
melakukan pelayanan KB dan kespro sesuai dengan evidence based agar dapat dipertanggung
jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anawalt BD, Herbst BD, Herbst KL et al. Desogestrel plus testosterona effectively suppresses
spermatogenesis but also causes modest weight gain and high density lipo protein
suppression. Fertility and Sterility 2000;14:704-714.
Bilian X. Intrauterine Devices. Best Practice & Research Clinical and Gynaecology 2002;16
(2):155-168.
Bray JD, Zhang Z,Winneker RC, Lyttle CR. Regulation of gene expression by RA-910, a
novel progesterone receptor modulator, in T47D cells. Steroids 2003;68:995-1003.
Hartanto, hanafi. 2004. ”Keluarga Berencana dan Kontrasepsi”. Jakarta : Muliasari
Saifuddin, AB. 2013. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina
Putaka Sarwono Prawirohardjo