Upacara Cheng Ben
Upacara Cheng Ben
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah umum Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Jember
OLEH:
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2022
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa, kebudayaan, dan agama. Terdapat
beberapa macam agama di Indonesia diantaranya yaitu Islam, Katholik, Protestan, Hindu,
Buddha, dan Konghucu.Rumah ibadah merupakan sarana keagamaan yang berfungsi
sebagai simbol keberadaan pemeluk agama, tempat penyiaran agama, dan tempat
melakukan ibadah. Selain itu rumah ibadah didirikan untuk memberikan pelayanan bagi
masyarakat pengguna rumah ibadah, yaitu seperti keperluan taklim, penataran jamaah, dan
peringatan hari besar keagamaan. Pelayanan rumah ibadah bermaksud untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, membina manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan, kemandirian, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Kerukunan dirumuskan dalam UUD
1945 pasal 29 yaitu sebagai jaminan bagi setiap warga negara untuk memeluk agama dan
mengungkapkan kepercayaannya masing-masing.
Selain itu, makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi
tetap satu, pada hakikatnya juga mengungkapkan kesadaran bangsa Indonesia mengenai
kerukunan. Kerukunan umat beragama yang dimaksud ialah suatu keadaan hubungan
antar umat beragama dilandasi sikap toleransi, saling pengertian, dan saling menghormati.
Sikap toleransi dibuktikan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, kami sebagai
mahasiswa melakukan penelitian dan observasi dengan bagaimana kami berinteraksi
dengan Umat Tionghoa, mengetahui apa saja tradisi dan kegiatan yang biasa dilakukan
oleh Umat Buddha yang beribadah di Vihara Jagatnata Maitreya.
2.1 Rumusan Masalah
a. Apa saja tradisi dan kegiatan yang biasa dilakukan oleh Umat Buddha?
b. Apa yang biasa dilakukan Umat Vihara Jagatnata Maitreya?
c. Apa itu Echo Enzyme? Apa manfaatnya bagi ligkungan?
3.1 Tujuan
Agar apa yang kami teliti bisa kami eksplore lagi dengan mengetahui berbagai hal yang
bersangkutan dengan tradisi dan kegiatan yang biasa dilakukan oleh Umat Buddha. Juga
supaya kami lebih mengenal lagi berbagai hal tentang Agama Buddha dengan tahu secara
langsung.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Deskripsi Kegiatan
Kegiatan yang kami lakukan adalah mengikut serangkaian kegiatan yang dilakukan di
Vihara Jagatnata Maitreya, dan juga Tempat Pemakaman Umum Kaliwates.. Kami juga
melakukan observasi kegiatan/tradisi Umat Buddha-Konghucu dalam melaksanakan
kebaktian di Pemakaman dan Vihara Jagatnata Maitreya. Melakukan wawancara
bersama para pengurus, dosen pengajar dan juga umat yang kebetulan saat itu kami
temui. Kami pun mengikuti kebaktian yang pada saat itu sedang dilaksanakan.
Cheng Beng juga dikenal sebagai Hari Semua Arwah, Festival Bersih Terang,
Festival Ziarah Kuburan, Hari Menyapu Kuburan, dan Hari Peringatan Musim Semi.
Dalam upacara ini, warga Tionghoa akan pergi ke kuburan leluhur untuk
membersihkan kuburan dan berdoa dengan membawa makanan tradisional, teh,
anggur, dupa, kertas doa, perkakas dan berbagai persembahan untuk leluhur mereka.
Perayaan Ceng Beng diadakan untuk mengingat dan menghormati leluhur,
berdasarkan penekanan Konfusius Xiao (孝), untuk merawat orang tua dan
2
menghormati leluhur, baik dalam kehidupan maupun setelah mereka meninggal.
Tujuan lain dari Ceng Beng adalah untuk menyatukan keluarga dan mempererat
hubungan keluarga. Pada saat upacara Ceng Beng perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
3
8) Jangan tertawa atau berteriak terlalu keras.
9) Upacara lebih baik dilakukan antara jam 9 pagi dan 3 sore.
10) Segera mandi dan berganti baju saat sampai di rumah.
4
2.2.5 Vihara Jagatnata Maitreya.
Vihara Jagatnatha Maitreya berdiri pada tahun 1956 Imlek bulan 8 tanggal 19.
Dirintis oleh Anwa Zain Zuin dari Pasuruan yang kita kenal sebagai sesepuh Sasana Wira.
Kala itu, beliau menyewa tempat sederhana di lorong Gang Jalan Sultan Agung Gang 5
nomor 60 Jember ke-4. Tahun kemudian yaitu tahun 1960 pandit al-insyirah mulai
memimpin Vihara jember, sosok yang sangat sahaja dan penuh ketulusan hati. Pada tahun
1964 bangunan Vihara yang lama tak mampu lagi menampung banyaknya umat yang
datang berbakti Puja hingga diputuskanlah membeli sebuah bangunan yang dulunya
adalah pabrik roti di Jalan Sultan Agung Gang 8 Nomor 10-12 yang lebih lebar dan
representative. Vihara Jagatnata Maitreya masih berdiri kokoh dan terbuka lebar untuk
umat Buddha yang ingin melakukan peribadatan sampai sekarang.
Dalam kegiatan yang diadakan pada hari Minggu 2 April 2023 kemarin, kami
melakukan rutinitas pembuatan Echo Enzyme yang dimana nantinya akan disimpan
selama 2-3 bulan. Selain itu, kami juga mengikuti kegiatan acara selanjutnya yakni
bincang-bincang narasumber antar agama. Membahas sedikit sejarah Vihara dan fasilitas
yang disediakan untuk beribadah, penjelasan mengenai tradisi Cheng Beng, dan obrolan-
obrolan menarik mengenai banyak hal seputar agama yang dimana kita sebagai
mahasiswa harus tau dan saling menghormati serta menghargai keyakinan umat beragama
lainnya. Karena kita tahu bahwa semua agama dan semua keyakinan yang diyakini sama-
sama mengajarkan kebaikan dan harus hidup berdampingan.
5
c) Mengurangi Sampah Lingkungan
Ada banyak sampah rumah tangga yang membuat lingkungan tercemar. Namun
dengan dimanfaatkan menjadi Eco Enzyme, sampah juga akan teratasi bahkan bisa
diolah menjadi sesuatu yang lebih berguna.
d) Meningkatkan Hasil Panen
Hasil panen menjadi lebih meningkat karena Eco Enzyme yang bisa
menyuburkan tanaman. Perhatikan cara penggunaan dan pastikan jika takaran yang
digunakan sudah tepat.Bukan hanya dibidang pertanian, penggunaan Eco Enzyme juga
bagus untuk dimanfaatkan sebagai cairan pembersih hingga disinfektan untuk
kebutuhan sehari-hari.
6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia
adalah negara yang majemuk dan mencakup banyak suku, bahasa, agama, budaya, dan
kedudukan sosial. Keanekaragaman dapat menjadi “kekuatan pemersatu” yang menyatukan
masyarakat, tetapi juga dapat menimbulkan konflik antar budaya, ras, etnis, agama dan nilai-
nilai kehidupan. Keanekaragaman seperti keragaman budaya, latar belakang keluarga, agama
dan suku saling berinteraksi dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, moderasi beragama
memang menjadi kunci untuk menciptakan toleransi dan kerukunan di tingkat lokal, nasional,
dan global. Memilih moderasi dengan menolak ekstrimisme dan liberalisme dalam beragama
adalah kunci untuk menyeimbangkan, mempertahankan peradaban dan membangun
perdamaian
Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yaitu
memahami dan mengamalkan ajaran agama tanpa ekstrim, baik ekstrim kanan maupun
ekstrim kiri. Ekstrimisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech) dan putusnya
hubungan antar umat beragama merupakan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia
saat ini. Moderasi beragama mengajarkan kita betapa baik dan benarnya pandangan hidup
beragama kita, tidak ekstrim bahkan radikal. Moderasi beragama pun memberitahu kita
sebagai seorang muslim untuk bertoleransi antar sesama umat beragama, tidak diskriminasi
antar ras, suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara kita berpikir dinamis dan inovatif.
7
DAFTAR PUSTAKA
https://travel.kompas.com/read/2018/02/11/081021227/6-fakta-menarik-soal-makam-
tionghoa-yang-belum-anda-ketahui
https://youtu.be/25ePJUzmVxk
https://www.orami.co.id/magazine/eco-enzyme