Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KAPITA SELEKTA KEBANTENAN

HASIL OBSERVASI LAPANGAN

UPACARA ADAT DI DESA CITOREK TIMUR

(Disusun sebagai tugas Matakuliah ksb)

Penulis :
HASANUDIN

NIM.
4322317050024

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


STKIP SETIABUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN 2020

1
Lembar Pengesahan

Laporan hasil observasi lapangan KSB tentang “upacara adat di Desa


Citorek timur” yang dilaksanakan dari tanggal 30 agustus s.d 20
September 2020 telah disetujui dan disahkan di Rangkasbitung pada
tanggal 20 September 2020.

Yang Mengesahkan,
Nama Mahasiswa , Dosen Pembimbing

Hasanudin Mukhtar Ridwan M.Pd


N[M. 4322317050024 NIDN. 0415098802

2
Kata pengantar

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya yang
berlimpah dalam penyusunan laporan penelitian ini. laporan penelitian ini merupakan
syarat wajib dalam menyelesaikan tugas mata kuliah.

Ada kebanggaan tersendiri jika kegiatan penelitian ini bisa selesai dengan hasil yang
baik. Dengan keterbatasan penulis dalam membuat riset, maka cukup banyak hambatan
yang penulis temui di lapangan. Dan jika penelitian ini pada akhirnya bisa diselesaikan
dengan baik tentulah karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak terkait.

Untuk itu, penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Diantaranya :

1. Mukhtar Ridwwan M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah banyak


meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.

2. Bapak Jaro Jajang Kurniawan selaku pembimbing selama kegiatan


penelitian ini berlangsung.

3. Orang Tua yang sudah mendukung dan memberi semangat setiap saat.

4. Masyarakat yang telah saya wawancara.

Tak ada yang bisa penulis berikan selain doa dan rasa terima kasih yang tulus kepada
para pendukung. Namun tidak lupa juga masukan yang berguna seperti saran atau kritik
dari para pembaca sangat diharapkan oleh penulis. penulis sangat berharap bahwa
laporan penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca dan
menambah pengetahuan bagi kita semua.

Citorek, September 2020

Penulis

Hasanudin

3
Daftar isi
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………1
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………2
B. Tujuan Penelitian………………………………………………………………………...3
1) Untuk mengetahui sejarah citorek……………………………………………………..4
2) Mengetahui karakteristik masyarakat ada citorek…………………………………...4
3) Mengetahui adat istiadat yang ada dicitorek…………………………………………4
4) Mengetahu bagaimana kegiatan upacara adat di didesa citorek ………………...4
C. Metode Observasi………………………………………………………………………5
D. Waktu dan Lokasi pelaksanaan………………………………………………………6
BAB II PELAKSANAAN OBSERVASI……………………………………………………7-.14
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..15
A. Kesimpulan (dapat berupa kesan, pencapaian target, dan hasil kegiatan)...15
B. Saran………………………………………………………………………………15
Daftar Sumber Bacaa

Lampiran-lampiran (jika ada)

Dokumentasi/Foto
Kegiatan……………16

4
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desa Citorek Timur merupakan wilayah provinsi Banten Kabupaten Lebak Kecamatan
Cibeber dengan luas wilayah 1.989 Ha yang terbagi atas 3 RW, yaitu Kp. Guradog
Timur, Kp. Guradog Barat, Kp. Guradog Tengah, dan Kp. Cileler.

Desa Citorek Timur berbatasan langsung dengan:


·               Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukamaju Kecamatan Sobang.
·               Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Citorek Sabrang Kecamatan
Cibeber .
·               Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Sinargalih Kecamatan Cibeber.
·               Sebelah Barat Berbatasan Desa Citorek Timur Kecamatan Cibeber.
                       Kedudukan Administrasi
Propinsi Banten
Kabupaten Lebak
Kecamatan Cibeber
Desa Citorek Timur
                           

        Kondisi Demografis

Berdasarkan data monografi Desa tahun 2010 jumlah penduduk Desa Citorek Timur
sebanyak 2.569 jiwa yang terdiri dari 717 Kepala Keluarga (KK). Untuk lebih jelasnya
mengenai jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel
Jumlah Penduduk

Kampung Jumlah Tingkat Kesejahteraan


( RW ) KK Jiwa ( L ) Jiwa ( P ) Kaya Sedang Miskin
Guradog Timur 289 538 471 2 45 242
Guradog Barat 84 162 158 1 11 72
Guradog
305 542 570 3 33 269
Tengah
Cileler 39 60 68 3 11 25
TOTAL 717 1.302 1.267 9 608 100

Upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih dianggap
memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat
5
pendukungnya. Selain sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah
para leluhur, juga merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk menyesuaikan
diri secara aktif terhadap alam atau lingkungannya dalam arti luas. Hubungan antara
alam dan manusia adalah sebuah keharusan yang tidak dapat ditolak, karena hubungan
tersebut memiliki nilai-nilai sakral yang sangat tinggi. Hal ini diungkapkan dalam
personifikasi mistik kekuatan alam, yakni kepercayaan pada makhluk gaib, kepercayaan
pada dewa pencipta, atau dengan mengkonseptualisasikan hubungan antara berbagai
kelompok sosial sebagai hubungan antara binatang-binatang, burung-burung, atau
kekuatan-kekuatan alam (Keesing, 1992: 131). Upacara adat erat kaitannya dengan
ritual-ritual keagamaan atau disebut juga dengan ritus. Ritus adalah alat manusia
religius untuk melakukan perubahan. Ia juga dikatakan sebagai simbolis agama, atau
ritual itu merupakan “agama dan tindakan” (Ghazali, 2011 : 50). Ritual keagamaan yang
dilakukan oleh masyarakat berdasarkan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya,
kepercayaan seperti inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai
perbuatan atau tindakan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib
penguasa alam melalui ritual-ritual, baik ritual keagamaan (religious ceremonies)
maupun ritualritual adat lainnya yang dirasakan oleh masyarakat sebagai saat-saat
genting, yang bisa membawa bahaya gaib, kesengsaraan dan penyakit kepada manusia
maupun tanaman (Koentjaraningrat, 1985: 243-246

B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejarah citorek
2. Mengetahui karakteristik masyarakat ada citorek
3. Mengetahui adat istiadat yang ada dicitorek
4. Mengetahu bagaimana kegiatan upacara adat di didesa citorek
5. Sekaligus memenuhi tugas kapita selekta kebantenan

C. Metode Observasi
Metode observasi dengan cara wawancara dan pengamatan
D. Waktu dan Lokasi pelaksanaan
Desa Citorek timur” yang dilaksanakan dari tanggal 30 agustus s.d 20 September 2020

6
BAB II PELAKSAAN OBSERVASI

A. Sejarah Citorek

Pada tahun 1842 , masyarakat citorek atau biasa di sebut dengan masyarakat
kesepuhan citorek,yang berasal dari guradog kecamatan curug bitung,
Pada zaman dahulu para kesepuhan mengadakan musyawarah yang bertempat di
guradog yang di pimpin oleh kesepuhan yang bernama, aki buyut sainta , dan hasil
musyawarah itu menentukan atau mencari lahan yang luas untuk mendirikan
pemukiman dan ladang, kesepuhan tersebut mengutus 10 orang untuk mencari
lahan itu , lamanya perjalanan tiga hari tiga malam untuk mencari lahan tersebut,
sesudah tiga hari tiga malam itu orang yang di perintahkan belum ketemu air
(sungai).

Sudah tiga hari baru ketemu sungai yang di cari selama ini, sesudah di tumukan
sungai itu orang-orang yang di perintahkan itu langsung memberitahukan kepada
para sesepuh bahwa ada sungai yang sama sekali tidak kedengaran suaranya yang
kemudian di beri nama CITOREK,

Sesudah berhasil orang -orang suruhan tadi di suruh pulang oleh para sesepuh,
jarak perjalanan cepat 2(dua) hari l(satu) malam tiba di guradog, dan para sesepuh
mengadakan musyawarah lagi tetapi musyawarah tersebut di tunda selama 4
(empat) tahun ,4 (empat) tahun kemudian masyarakat kesepuhan guradog,
mengumumkan hasil musyawarah tersebut, dan hasilnya masyarakat akan menetap
di CITOREK,
Pada tahun 1846 tujuan mereka meninggalkan guradog adalah mencari lahan yang
luas di sebelah selatan yang sering di sapa "gunung keneng " untuk
mengembangkan pertanian sesuai dengan wangsit dari leluhur sejak dari
guradog.
Mereka sudah tahu bahwa akan menuju suatu wilayah yang akan menjadi
wewengkon (wilayah adat) wilayah adat tersebut di tandai mulai dari parakan saat di
sebelah timur , pasir sage di sebelah barat, dan gunung keneng di sebelah utara
Pada mulanya datang ke citorek hanyalah bertani bikin huma, dari tahun 1846
sampai tahun 1930, itu bertani huma, dari tahun 1930 ketika jaro Negara di pegang
oleh RATAM, sesuai wangsit leluhur pada tahun 1964 masyarakat kesepuhan citorek
sempat pindah ke ciawitali dan pada awal tahun 1966 masyarakat citorek kembali
lagi ke citorek untuk menetap di citorek, sampai sekarang.
Masyarakat meyakini bahwa mereka adalah "keturunan pangawinan" (masyarakat
kesepuhan di wilayah kidul kecamatan bayah dan cibeber, cikotok) Dan
sejarah kepemimpinan masyarakat kesepuhan citorek meyakini bahwa kesepuhan
citorek merupakan masyarakat yang bernegara, bermasyarakat dan ber adat ,
sebagai wujud dari keyakinan tersebut mereka memiliki kepemimpinan yang mewakili
ketiga perinsip tersebut, yaitu kesepuhan sebutan untuk kepemimpin kesepuhan
yaitu (oyok), jaro kolot (jaro adat) penghulu (pimpinan agama) jaro Negara sekarang
di sebut keapala desa, dan baris kolot.
Dalam perkembangan di citorek di angkatlah jadi jaro Negara yaitu jaro RATAM,
yang kemudian jaro MARJA'I menjadi jaro kolot.
Kesepuhan ini di wariskan secara turun- temurun, dan tidak bisa di gantikan begitu
7
saja selama orang yang di wariskan tersebut masih ada, dan hanya kematian yang
bisa menggantikannya.
Pada masa jabatan jaro nurkib atau yang biasa di sebut sekarang kepala desa , desa
citorek di pekarkan menjadi 2(dua) desa yaitu desa citorek dan ciparay, ciparay
mencakup wilayah baru dimana bermukim kesepuhan dan baris kolot, pada saat itu
desa citorek di duduki 15.465 orang jiwa sebagian besar menetap di wewengkon
citorek.

B. ADAT ISTIADAT KESEPUAHAN CITOREK


Yang di maksud kesepuhan citorek adalah tradisi dari para pengurus adat, Incu
putu (anak cucu keturunannya), anggota masyarakat lain yang bersedia untuk ikut
"nyusup nubuy" dan " ciri sabumina cara sadesana" yang artinya setuju untuk
mengikuti seluruh tradisi yang ada di wewengkon citorek, misalnya: ikut
melaksanakn balik tahun, atau yang biasa di sebut oleh masyarakat wewengkon
citorek adalah seren tahun , dimana acara tersebut di laksanakan sesudah
panen padi, atau bisa di sebut hajatan panen padi, yang biasa di lakukan oleh
masyarakat wewengkon citorek 1 (satu) tahun sekali , karena msayarakat di wewengkon
citorek ini hampir semua masyarakat bertani, pertanian masyarakat yang di dominasi
oleh penanaman padi lokal dengan masa tanaman satu tahun sekali dan seluruh
kegiatan di awali hanya pada hari senin adapun penanamannya tidak dapat atau tidak di
perbolehkan memakai alat - alat modern, pertanian itu di ikuti oleh seluruh seluruh
masyarakat wewengkon citorek.

C. Karakteristik Masyarakat Citorek


Masyarakat Citorek disebut juga dengan pangawinan kehidupannya sudah
setengah modern karena jalan sudah ada, listrik dan Televisi sudah ada dan bangunan
rumahnya beberapa sudah modern tetapi sebagian besar rumahnya masih asli (rumah
panggung). Bahasa yang dimenggunakan bahasa Sunda, sebagian besar
masyarakatnya menganut agama Islam dan setiap melakukan suatu kegiatan biasanya
memakai kalender hijriah/islam, untuk itu setiap melakukan/menanam sesuatu harus
membaca dua kalimat syahadat. Dalam kehidupan sosialnya menganut 3 (tiga) sistim
yang di anut yaitu : Negara (jaro/lurah), Agama (panghulu), dan Karuhun
(kasepuhan/kaolotan). Masyarakat Citorek sebagian besar penghidupannya dari
menanam padi (nyawah), oleh karena itu masyarakat desa citorek jika ingin mempunyai
istri harus bisa menanam padi. Ada hari-hari tertentu masyarakat Citorek tidak boleh
melakukan kegiatan terutama di sawah yaitu hari Jumat dan Minggu, maksudnya kalau
hari Jumat mereka harus melaksanakan shalat jumat, dan hari minggu mereka
menghormati hari libur nasional/menghormati pemerintah. Dahulu masyarakat
Citorek/pangawinan tidak boleh/dilarang memakai pakaian warna hitam, kain yang
dibelah dua (semacam kain bugis), kopiah/laken, sepatu, rok/anderok , kebiasaan
tersebut sekarang sudah tidak berlaku lagi, tapi kalau perempuannya sebagian besar
masih memakai kain (tidak pakai rok). Setiap mengadakan perayaan selalu diiringi
Goong Gede (Goong besar), goong gede ini dimainkan setahun 4 kali yaitu pada saat
Ngaseuk, Mipit, Gegenek dan Seren Tahun. Goong gede terdiri dari saron, kecrek,
kenong, dan kending. dimainkan oleh kurang lebih lima orang. Masyarakat Citorek
sekarang sudah banyak meninggalkan tradisinya misal Neres dan Sedekah Bumi sudah
tidak pernah dilakukan lagi karena masyarakatnya sudah modern dan tidak percaya
kepada keyakinan leluhurnya.
Sebelum tahun 2001, masyarakat adat Citorek tinggal di rumah panggung yang terbuat
dari kayu, beratap daun kiray ‘sirap’ yang membujur dari timur ke barat, dan pintu rumah
8
menghadap ke utara dan selatan. Itulah rumah tradisional mereka, dengan segala
aturan adat yang mengikatnya sehingga tampak seragam dan teratur. Salah satu dari
rumah-rumah tradisional itu adalah imah gede, sebutan untuk rumah tinggal ketua adat
Kasepuhan Citorek. Luas rumahnya sekitar 15 x 10 meter, dan terletak di Kampung
Guradog, Desa Citorek Timur. Selain sebagai tempat tinggal ketua adat, imah gede juga
merupakan tempat pelaksanakan berbagai kegiiatan adat.

Sekarang, tak sedikit rumah tradisional di Kasepuhan Citorek yang sudah berubah
menjadi rumah semi permanen dan permanen. Perubahan terjadi setelah peristiwa
kebakaran hebat menghanguskan setengah dari permukiman mereka, yakni pada tahun
2001. Untuk alasan keamanan, warga diizinkan membangun rumah permanen, tanpa
terikat ketentuan posisi atap dan pintu rumah, seperti pada rumah tradisional. Sebagian
rumah mereka, baik rumah panggung maupun rumah permanen, tidak dilengkapi
dengan kamar mandi. Mereka masih memanfaatkan Sungai Citorek dan Cimadur untuk
memenuhi kebutuhan air minum, mandi, mencuci, dan membuang hajat.

Perubahan pun semakin melebar, ketika listrik masuk ke wilayah itu pada tahun 2004.
Berbagai perlengkapan rumah tangga bertenaga listrik mengisi rumah mereka, baik
rumah panggung maupun rumah permanen. Lemari es, televisi, pemanas nasi, bukan
hal yang tabu bagi mereka, termasuk bagi oyok. Semuanya berbaur dengan
perlengkapan rumah tangga yang bernuansa tradisional, seperti hawu ‘tungku’.

Selain rumah tradisional, di Citorek juga terdapat sejumlah bangunan tradisional lainnya.
Ada leuit ‘lumbung padi’ tradisional yang dibuat dari kayu dan anyaman bambu, serta
beratap sirap atau seng. Luas leuit sekitar 2 x 2,5 meter; saung lisung ‘tempat
menumbuk padi’; kandang ayam; karangkeng ‘‘kotak kayu tempat memelihara ikan di
sungai’; dan lantayan ‘tempat menjemur padi’. Jika musim panen padi tiba, deretan
lantayan tampak indah memenuhi lahan-lahan kosong di sekitar jalan, rumah, atau
sawah mereka.

Panen padi merupakan bagian dari tahapan aktivitas pertanian, yang dijalani sebagai
matapencaharian hidup mereka. Sebagian besar warga masyarakat Citorek
menggantungkan hidupnya menjadi petani. Mereka menanam padi di sawah dan di
huma ‘lahan kering’ sekali dalam setahun, dengan masa tanam selama 6 bulan. Jenis
padi yang ditanam adalah para ageung, seperti kewal, leneng, pare bandung, kui, dan
layung. Setelah panen, padi disimpan di lumbung padi yang disebut leuit, sebagai
kekayaan keluarga yang sangat berharga. Setiap keluarga sedikitnya memiliki satu leuit,
dan paling banyak empat leuit.

Masyarakat adat Citorek masih mempertahankan tata cara bertani tradisional yang
diwariskan leluhurnya. Mereka menerima amanat dari nenek moyang agar senantiasa
memelihara dan menjaga padi dengan baik sesuai adat yang berlaku, karena padi
merupakan perwujudan Dewi Sri. Oleh karena itu, kelangsungan seluruh aktivitas
pertanian sarat dengan ritual adat.

Ritual adat yang menyertai aktivitas pertanian merupakan bagian integral dari kehidupan
religi masyarakat adat Kasepuhan Citorek. Terdapat dua aspek penting yang mewarnai
religi mereka, yakni agama dan kepercayaan warisan leluhurnya. Agama yang dianut
mereka adalah Islam. Di samping itu, mereka sangat menghormati leluhur dan ruh-ruh
suci yang memiliki arti penting dalam kehidupan mereka, misalnya Dewi Sri.
9
Penghormatan terhadap entitas supernatural seperti itu, terekspresikan dalam adat
istiadat mereka, seperti tampak pada kebiasaan memelihara makam para leluhur. Salah
satu makam yang dikeramatkan adalah makam keramat Eyang Mardali.

Menurut aturan adat, setiap tahapan kegiatan bertani harus dimulai oleh oyok, baru
kemudian diikuti warganya. Tak seorang pun warga masyarakat yang berani
mendahuluinya. Sebaliknya, mereka akan patuh dan mengikuti tradisi bertani seperti itu.
Termasuk dalam hal ini, keturunan masyarakat Citorek yang menyebar di desa lain
tetapi masih menginduk pada tradisi bertani di Kasepuhan Citorek.

Keunikan tampak pada setiap pelaksanaan tahapan aktivitas pertanian di Kasepuhan


Citorek, yakni menggelar satu jenis kesenian khas setempat. Goong, itulah nama
kesenian khas dari Kasepuhan Citorek, yang lebih berfungsi sebagai penolak bala.
Kesenian tersebut digelar untuk mengusir berbagai kekuatan gaib yang akan
mengganggu kelancaran suatu kegiatan, khususnya kegiatan bertani.

Istilah kekerabatan pada masyarakat adat Kasepuhan Citorek di antaranya bapa,


sebutan untuk ayah; ema, sebutan untuk ibu; mamang, sebutan untuk adik laki-laki dari
pihak ayah maupun ibu; bibi, sebutan untuk adik perempuan dari pihak ayah maupun
ibu; ua bikang, sebutan untuk kakak perempuan dari pihak ayah maupun ibu; ua lalaki,
sebutan untuk kakak laki-laki dari pihak ayah maupun ibu; akang, sebutan untuk kakak
kandung laki-laki; eteh, sebutan untuk kakak kandung perempuan; bapa kolot, sebutan
untuk kakek; ema kolot, sebutan untuk nenek; kai bikang, sebutan untuk ibu dari kakek
atau nenek; kai lalaki, sebutan untuk ayah dari kakek atau nenek; emeng kasep,
panggilan sayang kepada anak laki-laki; enok atau ene, panggilan sayang untuk anak
perempuan; dan sabah, istilah kerabat yang menunjuk pada saudara sekandung, baik
saudara laki-laki maupun saudara perempuan

D. Sejarah Keturunan Kaolotan/Kasepuhan

a. Kasepuhan Citorek timur pertama di pimpin oleh Aki Mardai kakek dari Oyot/Oyok
Didi, setelah beliau meninggal dunia digantikan oleh anaknya bernama Oyot Ijrai,
Oyot Ijrai meninggal dunia digantikan oleh anak yaitu Oyot Didi sampai sekarang.
b. Kasepuhan Citorek Barat pertama di pimpin oleh seorang santri bernama Kiai
Sarkam setelah meninggal dunia digantikan oleh anaknya bernama Oyot Sartim,
setelah meninggal dunia digantikan oleh adiknya bernama oyot Usup dan beliau
meninggal dunia digantikan oleh cucunya bernama Oyot Umar sampai sekarang.
c. Citorek Tengah pertama di pimpin oleh Aki Saki, setelah meninggal dunia diganti
oleh anaknya Aki Sali dan satu bulan yang lalu beliau meninggal dunia digantikan
oleh anaknya yang masih sekolah di kelas 3 SMP bernama Aki undikar.
d. Citorek Selatan yang sekarang dipimpin oleh Aki Kusdi
Struktur lembaga adat Kasepuhan Citorek ditempati jajaran baris kolot, yakni
semua yang memegang teguh aturan kasepuhan. Perangkat baris kolot terdiri
atas oyok, jaro adat, jalan, bengkong, penghulu, saksi, paraji, dan kokolot lembur.
Semua jabatan adat diperoleh berdasarkan keturunan, dan jatuh kepada anak
laki-laki, kecuali untuk jabatan paraji. Masa jabatan berlaku sampai dia
meninggal, baru kemudian diganti keturunan berikutnya. Seorang oyok
merupakan keturunan oyok sebelumnya; seorang penghulu merupakan
10
keturunan penghulu sebelumnya; begitu pula dengan jabatan adat lainnya.
Pucuk pimpinan dalam struktur lembaga adat Kasepuhan Citorek adalah oyok.
Sebagai ketua adat, ada kewajiban yang harus dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab, dan ada hak-hak istimewa yang akan diterimanya. Dia memiliki
kewajiban untuk menjaga dan memelihara kelangsungan adat istiadat
masyarakat Kasepuhan Citorek, yang diwariskan leluhurnya. Adapun hak yang
akan diterimanya sebagai oyok, di antaranya menjadi pemimpin dalam berbagai
kegiatan dan urusan adat, berkomunikasi dengan leluhur, menggarap sawah
tangtu atau sawah adat, serta tinggal di imah gede, sebutan untuk rumah ketua
adat atau oyok, yang terletak di Kampung Guradog, Desa Citorek Timur, yang
sekaligus menjadi pusat Kasepuhan Citorek.

E. Adat/Tradisi Desa Citorek


Hampir setiap tahapan kegiatan bertani senantiasa diawali dengan upacara, yang
dilakukan oyok secara sederhana, kemudian diikuti warga masyarakat secara
pribadi. Mereka juga harus mematuhi pantangan yang berlaku selama mengolah
lahan pertanian, di antaranya dilarang bekerja pada Minggu dan Jumat. Setelah
padi dipanen, mereka tidak bisa langsung mengkonsumsinya sebelum
dilaksanakan upacara nganyaran, yakni syukuran untuk mengkonsumsi padi
baru. Sebagai penutup rangkaian aktivitas pertanian, dilaksanakan upacara seren
taun secara meriah. Upacara tersebut dilaksanakan untuk mengungkapkan rasa
syukur kepada leluhur dan Tuhan atas hasil pertanian yang diperoleh selama
setahun.
Upacara tradisional yang dilaksanakan masyarakat adat Kasepuhan Citorek tidak
hanya terkait dengan aktivitas pertanian. Mereka juga menyelenggarakan
upacara yang berhubungan dengan daur hidup manusia. Rangkaianya meliputi
upacara tujuh bulanan, nurunkeun, diangir, diayun, nyunatan, ngalamar,
seserahan, akad nikah, nincak kukuk, sungkeman, salametan, nganjang
panganten, dan upacara memperingati kematian seseorang pada hari ketiga,
ketujuh, keempat puluh, dan keseratus.
Selain beragama upacara yang telah disebutkan tadi, mereka juga melaksanakan
upacara atau tradisi yang berhubungan dengan agama yang dianutnya, yakni
agama Islam. Mereka menjalankan perintah agama yang diyakininya dan
menjauhi larangan-Nya. Di samping itu, mereka juga mengembangkan tradisi
yang dapat mempertebal keimanan mereka. Ada tradisi rewahan, rajaban, qunut
(tiga kali) dan lilikuran (salikur, tilu likur, lima likur, tujuh likur, dan salapan likur)
pada bulan Ramadhan, serta muludan.
Upacara tradisional merupakan saat yang penting dalam kehidupan masyarakat
adat Kasepuhan Citorek. Oleh karena itu, suasana tersebut dihadapinya secara
istimewa. Salah satunya istimewa dalam hal pakaian yang dikenakan ketika
mengikuti upacara tersebut. Yang paling tampak khas adalah pakaian laki-laki
dewasa. Umumnya, mereka mengenakan pakaian yang terdiri atas celana
panjang atau kain sarung, baju kampret atau baju koko, dan ikat kepala dari kain
11
batik. Sementara itu, perempuan dewasa yang telah menikah, banyak yang
mengenakan kain panjang dan kebaya. Tak sedikit warga masyarakat Citorek
yang berpenampilan seperti itu dalam kehidupan sehari-hari. Adapun yang
lainnya berpakaian seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, dan
masyarakat Sunda khususnya.
Adapun Adat/tradisi yang ada di Citorek adalah sebagai berikut:

1) Neres
Neres adalah ritual yang dilakukan untuk menghilangkan penyakit masyarakat
atau dilakukan jika daerah tersebut mengalami kejadian-kejadian yang merugikan,
seperti menyebarnya wabah penyakit, paceklik, setiap menanam padi atau pepohonan
yang hasilnya tidak bagus. Ritual ini dilakukan tidak setiap tahun tetapi sesuai dengan
kejadian yang dialami.

Neres ada 2 yaitu :


i. Neres Cai dilakukan di pinggir kali/walungan/parakan
ii. Neres Darat dilakukan didepan rumah masing-masing.
a. Peralatan Neres
- Rumput /Palias
- Basin/Baskom/Tobas (di isi oleh air yang muter /cai mulang dan ikan paray yang
hidup).
- Sesajen (isinya Nasi kuning, dodol dll.
b. Cara-cara Neres
Neres bisa dilakukan dengan cara neres cai atau neres darat, pertama masyarakat
berkumpul di pinggir kali atau di depan rumah sambil berjejer lalu kasepuhan/kaolotan
memercikan air yang ada di basin oleh rumput yang telah dicelupkan ke basin tersebut
beberapa kali setelah selesai air tersebut dibuang ke kali Cimadur. Sekarang Neres
tidak pernah dilakukan lagi terakhir Neres dilakukan 15 tahun yang lalu, karena
masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan ritual tersebut.
D. Sedekah Bumi
Sedekah bumi adalah selamatan/ruatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara
menyembelih kerbau. Tujuannya agar tanah leluhurnya selalu mendapat keberkahan,
selalu subur, aman dan tentram. Sedekah Bumi dilakukan 3 tahun sekali.
Caranya : kerbau disembelih , kepalanya di kubur dan dagingnya dibagikan ke
masyarakat, setelah sebelumnya diadakan syukuran/selametan. Sekarang tidak pernah
dilakukan lagi, terlakhir dilakukan pada waktu Jaro Nurkib kurang lebih 50 tahun yang
lalu.
E. Seren taun
Seren taun adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Citorek tiap satu tahun sekali,
biasanya di bulan Syawal. Tujuannya untuk menghormati dan sebagai tanda terima
kasih kepada Yang Maha Kuasa dan Leluhur yang telah memberikan keberkahan dan
kesuburan. Masyarakat Citorek setiap mengadakan perayaan Sunatan/hajatan selalu
dilakukan saat seren taun, perayaan sunatan dilakukan secara besar-besaran beda
dengan mengadakan perayaan pernikahan dilakukan hanya dengan penghulu tanpa
perayaan. Sampai sekarang Perayaan Seren taun masih dilakukan. Sebelum dilakukan
perayaan Seren taun, masyarakat melakukan hal-hal sebagai berikut :
12
a) Ngaseuk
Ngaseuk adalah waktu menanam padi, dan Acara Ngaseuk biasanya dirayakan dengan
menabuh Goong besar (goong gede). Pada waktu ngaseuk dilaksanakan Tanur/tandur
(binih kana binih) yang biasanya dilakukan waktu Silih Mulud . Pada saat padi sudah
bagus (pare geus gumuna) atau supaya padi jadi bagus masyarakat Citorek biasanya
tidak memakai pupuk yang memakai bahan kimia dari luar atau tidak pernah membeli
pupuk, mereka biasanya membuat pupuk sendiri yaitu dari padi yang dibikin tepung atau
bikin bubur dicampur dengan kelapa muda dan gula merah.
b) Mipit
Mipit adalah perayaan di waktu panen (ngambil padi). Biasanya dirayakan dengan
menabuh Goong besar (goong gede). Sebelum sawah tangtu atau sawah yang punya
kokolot/kasepuhan dipanen, maka masyarakat tidak akan memanen sawahnya
walaupun sawah masyarakat tersebut sampe busuk sebelum sawah tangtu di ambil
harus nunggu (kajeun teuing nu kami buruk lamun sawah tangtu can kolot atau can asak
ulah di ala heula). Mipit biasanya dilakukan bulan Rewah/Ruwah. Setelah dipanen
disimpan di lantai atau di jemur setelah kering diangkut/direngkong, dimasukan dan
didudukan ke leuit (tempat padi).
c) ngarengkong
Ngarengkong adalah kegiatan membawa padi dari sawah tangtu (sawah bapa gede)
sampai imah gede (rumah adat) dengan alat bambu besar yang dibolongi dan memakai
tali injuk kemudian padi itu di ikat sebanyak 10 atau lebih dibagi 2 depan belakang,
kemudian si rengkongn di ayunkan ke kiri dan ke kanan maka suara bunyi rengkong
terdengar (ngikngukngiknguk) biasanya kegiataan ini disebut ngunyal
e. Gegenek / Bendrong lisung
Gegenek adalah saat numbuk padi dan dilakukan oleh ibu-ibu sebanyak kurang lebih
sepuluh orang, sambil nyanyi-nyanyi/lalaguan dan diiringi oleh goong gede. Sebelum
padi ditumbuk harus nganyaran/dianyaran maksudnya jika padi sudah dipanen maka
harus di jemur lalu di tumbuk, tetapi sebelumnya harus mengadakan
syukuran/salametan.
.

Pelaksanaan Seren Taun di Desa Adat Citorek :


1) Nganjang/babawaan
Nganjang yaitu satu hari sebelum perayaan seren tahun (sebelum hari H) harus
membawa/masrahkeun sisa hasil bumi kepada kasepuhan yang disebut ngajiwa
dan biasanya di tempat Olot Didi. Hasil buminya biasanya apa saja yang mereka
punya misal : padi, pisang, ternak dll. Dengan diiringi Goong Gede sambil iring-
iringan
2) Hiburan/raramean
Hiburan dilakukan pada malam hari sebelum perayaan seren taun, biasanya
hiburan topeng, koromong, Angklung, dangdutan dll.

3) Memotong Kerbau
Motong kerbau dilakukan pagi hari dilakukan oleh para sesepuh/kokolot setelah
13
itu daging tersebut yang disebut daging jiwaan dibagikan kepada seluruh
masyarakat Citorek/ kepada tiap keluarga (susuhunan), semua masyarakat harus
dapat bagian walaupun sedikit. Daging Kerbau tersebut dibeli dari iuran
masyarakat.

4) Ziarah/ ngembangan
Ziarah ke makam leluhur atau ke karuhun.

5) Rasul serah tahun / syukuran / selametan


Syukuran dilakukan di Citorek Timur di tempat Oyok Didi, biasanya para
kasepuhan/kokolot, jaro, panghulu berkumpul sambil makan-makan dan
musyawarah.

6) Hajatan/Sunatan
Kebiasaan masyarakat Citorek jika akan mengadakan perayaan sunatan selalu
dilakukan sekalian pada saat seren taun, dilakukan setelah selametan/syukuran.

7) Kariyaan/mulangkeun ka kolot
Penutup acara sambil menabuh Goong gede, mereka menyebut acara asup
leuweung menta kahirupan maksudnya mulai ke kehidupan rutinitas, masyarakat
mulai kerja seperti biasa ada yang pergi kerja ke kota atau ke sawah.

14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Adat istiadat dalam suatu wilayah merupakan anugerah atau warisan nenek
moyang kita yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya, tanpa kita sadari kita
adalah penerus kekayaan alam kita. Dengan beradat kita bisa beradab dan
bernegara. Untuk itu kita selaku manusia dengan sejuta kenikmatan maka kita
patut mensyuukuri yang ada pada diri kita dan daerah kita.

B. Saran
Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan. Namun saya berharap dengan adanya laporan ini semoga
bermanfaat bagi penulis dan pembaca, dengan ini saya mengharapkan kritik untuk
memperbaiki hasil laporan ini. Terima kasih.
Dokumentasi/Foto Kegiatan

15
16

Anda mungkin juga menyukai