Penulis :
HASANUDIN
NIM.
4322317050024
1
Lembar Pengesahan
Yang Mengesahkan,
Nama Mahasiswa , Dosen Pembimbing
2
Kata pengantar
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya yang
berlimpah dalam penyusunan laporan penelitian ini. laporan penelitian ini merupakan
syarat wajib dalam menyelesaikan tugas mata kuliah.
Ada kebanggaan tersendiri jika kegiatan penelitian ini bisa selesai dengan hasil yang
baik. Dengan keterbatasan penulis dalam membuat riset, maka cukup banyak hambatan
yang penulis temui di lapangan. Dan jika penelitian ini pada akhirnya bisa diselesaikan
dengan baik tentulah karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak terkait.
Untuk itu, penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Diantaranya :
3. Orang Tua yang sudah mendukung dan memberi semangat setiap saat.
Tak ada yang bisa penulis berikan selain doa dan rasa terima kasih yang tulus kepada
para pendukung. Namun tidak lupa juga masukan yang berguna seperti saran atau kritik
dari para pembaca sangat diharapkan oleh penulis. penulis sangat berharap bahwa
laporan penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca dan
menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
Hasanudin
3
Daftar isi
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………1
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………2
B. Tujuan Penelitian………………………………………………………………………...3
1) Untuk mengetahui sejarah citorek……………………………………………………..4
2) Mengetahui karakteristik masyarakat ada citorek…………………………………...4
3) Mengetahui adat istiadat yang ada dicitorek…………………………………………4
4) Mengetahu bagaimana kegiatan upacara adat di didesa citorek ………………...4
C. Metode Observasi………………………………………………………………………5
D. Waktu dan Lokasi pelaksanaan………………………………………………………6
BAB II PELAKSANAAN OBSERVASI……………………………………………………7-.14
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..15
A. Kesimpulan (dapat berupa kesan, pencapaian target, dan hasil kegiatan)...15
B. Saran………………………………………………………………………………15
Daftar Sumber Bacaa
Dokumentasi/Foto
Kegiatan……………16
4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa Citorek Timur merupakan wilayah provinsi Banten Kabupaten Lebak Kecamatan
Cibeber dengan luas wilayah 1.989 Ha yang terbagi atas 3 RW, yaitu Kp. Guradog
Timur, Kp. Guradog Barat, Kp. Guradog Tengah, dan Kp. Cileler.
Kondisi Demografis
Berdasarkan data monografi Desa tahun 2010 jumlah penduduk Desa Citorek Timur
sebanyak 2.569 jiwa yang terdiri dari 717 Kepala Keluarga (KK). Untuk lebih jelasnya
mengenai jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel
Jumlah Penduduk
Upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih dianggap
memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat
5
pendukungnya. Selain sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah
para leluhur, juga merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk menyesuaikan
diri secara aktif terhadap alam atau lingkungannya dalam arti luas. Hubungan antara
alam dan manusia adalah sebuah keharusan yang tidak dapat ditolak, karena hubungan
tersebut memiliki nilai-nilai sakral yang sangat tinggi. Hal ini diungkapkan dalam
personifikasi mistik kekuatan alam, yakni kepercayaan pada makhluk gaib, kepercayaan
pada dewa pencipta, atau dengan mengkonseptualisasikan hubungan antara berbagai
kelompok sosial sebagai hubungan antara binatang-binatang, burung-burung, atau
kekuatan-kekuatan alam (Keesing, 1992: 131). Upacara adat erat kaitannya dengan
ritual-ritual keagamaan atau disebut juga dengan ritus. Ritus adalah alat manusia
religius untuk melakukan perubahan. Ia juga dikatakan sebagai simbolis agama, atau
ritual itu merupakan “agama dan tindakan” (Ghazali, 2011 : 50). Ritual keagamaan yang
dilakukan oleh masyarakat berdasarkan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya,
kepercayaan seperti inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai
perbuatan atau tindakan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib
penguasa alam melalui ritual-ritual, baik ritual keagamaan (religious ceremonies)
maupun ritualritual adat lainnya yang dirasakan oleh masyarakat sebagai saat-saat
genting, yang bisa membawa bahaya gaib, kesengsaraan dan penyakit kepada manusia
maupun tanaman (Koentjaraningrat, 1985: 243-246
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejarah citorek
2. Mengetahui karakteristik masyarakat ada citorek
3. Mengetahui adat istiadat yang ada dicitorek
4. Mengetahu bagaimana kegiatan upacara adat di didesa citorek
5. Sekaligus memenuhi tugas kapita selekta kebantenan
C. Metode Observasi
Metode observasi dengan cara wawancara dan pengamatan
D. Waktu dan Lokasi pelaksanaan
Desa Citorek timur” yang dilaksanakan dari tanggal 30 agustus s.d 20 September 2020
6
BAB II PELAKSAAN OBSERVASI
A. Sejarah Citorek
Pada tahun 1842 , masyarakat citorek atau biasa di sebut dengan masyarakat
kesepuhan citorek,yang berasal dari guradog kecamatan curug bitung,
Pada zaman dahulu para kesepuhan mengadakan musyawarah yang bertempat di
guradog yang di pimpin oleh kesepuhan yang bernama, aki buyut sainta , dan hasil
musyawarah itu menentukan atau mencari lahan yang luas untuk mendirikan
pemukiman dan ladang, kesepuhan tersebut mengutus 10 orang untuk mencari
lahan itu , lamanya perjalanan tiga hari tiga malam untuk mencari lahan tersebut,
sesudah tiga hari tiga malam itu orang yang di perintahkan belum ketemu air
(sungai).
Sudah tiga hari baru ketemu sungai yang di cari selama ini, sesudah di tumukan
sungai itu orang-orang yang di perintahkan itu langsung memberitahukan kepada
para sesepuh bahwa ada sungai yang sama sekali tidak kedengaran suaranya yang
kemudian di beri nama CITOREK,
Sesudah berhasil orang -orang suruhan tadi di suruh pulang oleh para sesepuh,
jarak perjalanan cepat 2(dua) hari l(satu) malam tiba di guradog, dan para sesepuh
mengadakan musyawarah lagi tetapi musyawarah tersebut di tunda selama 4
(empat) tahun ,4 (empat) tahun kemudian masyarakat kesepuhan guradog,
mengumumkan hasil musyawarah tersebut, dan hasilnya masyarakat akan menetap
di CITOREK,
Pada tahun 1846 tujuan mereka meninggalkan guradog adalah mencari lahan yang
luas di sebelah selatan yang sering di sapa "gunung keneng " untuk
mengembangkan pertanian sesuai dengan wangsit dari leluhur sejak dari
guradog.
Mereka sudah tahu bahwa akan menuju suatu wilayah yang akan menjadi
wewengkon (wilayah adat) wilayah adat tersebut di tandai mulai dari parakan saat di
sebelah timur , pasir sage di sebelah barat, dan gunung keneng di sebelah utara
Pada mulanya datang ke citorek hanyalah bertani bikin huma, dari tahun 1846
sampai tahun 1930, itu bertani huma, dari tahun 1930 ketika jaro Negara di pegang
oleh RATAM, sesuai wangsit leluhur pada tahun 1964 masyarakat kesepuhan citorek
sempat pindah ke ciawitali dan pada awal tahun 1966 masyarakat citorek kembali
lagi ke citorek untuk menetap di citorek, sampai sekarang.
Masyarakat meyakini bahwa mereka adalah "keturunan pangawinan" (masyarakat
kesepuhan di wilayah kidul kecamatan bayah dan cibeber, cikotok) Dan
sejarah kepemimpinan masyarakat kesepuhan citorek meyakini bahwa kesepuhan
citorek merupakan masyarakat yang bernegara, bermasyarakat dan ber adat ,
sebagai wujud dari keyakinan tersebut mereka memiliki kepemimpinan yang mewakili
ketiga perinsip tersebut, yaitu kesepuhan sebutan untuk kepemimpin kesepuhan
yaitu (oyok), jaro kolot (jaro adat) penghulu (pimpinan agama) jaro Negara sekarang
di sebut keapala desa, dan baris kolot.
Dalam perkembangan di citorek di angkatlah jadi jaro Negara yaitu jaro RATAM,
yang kemudian jaro MARJA'I menjadi jaro kolot.
Kesepuhan ini di wariskan secara turun- temurun, dan tidak bisa di gantikan begitu
7
saja selama orang yang di wariskan tersebut masih ada, dan hanya kematian yang
bisa menggantikannya.
Pada masa jabatan jaro nurkib atau yang biasa di sebut sekarang kepala desa , desa
citorek di pekarkan menjadi 2(dua) desa yaitu desa citorek dan ciparay, ciparay
mencakup wilayah baru dimana bermukim kesepuhan dan baris kolot, pada saat itu
desa citorek di duduki 15.465 orang jiwa sebagian besar menetap di wewengkon
citorek.
Sekarang, tak sedikit rumah tradisional di Kasepuhan Citorek yang sudah berubah
menjadi rumah semi permanen dan permanen. Perubahan terjadi setelah peristiwa
kebakaran hebat menghanguskan setengah dari permukiman mereka, yakni pada tahun
2001. Untuk alasan keamanan, warga diizinkan membangun rumah permanen, tanpa
terikat ketentuan posisi atap dan pintu rumah, seperti pada rumah tradisional. Sebagian
rumah mereka, baik rumah panggung maupun rumah permanen, tidak dilengkapi
dengan kamar mandi. Mereka masih memanfaatkan Sungai Citorek dan Cimadur untuk
memenuhi kebutuhan air minum, mandi, mencuci, dan membuang hajat.
Perubahan pun semakin melebar, ketika listrik masuk ke wilayah itu pada tahun 2004.
Berbagai perlengkapan rumah tangga bertenaga listrik mengisi rumah mereka, baik
rumah panggung maupun rumah permanen. Lemari es, televisi, pemanas nasi, bukan
hal yang tabu bagi mereka, termasuk bagi oyok. Semuanya berbaur dengan
perlengkapan rumah tangga yang bernuansa tradisional, seperti hawu ‘tungku’.
Selain rumah tradisional, di Citorek juga terdapat sejumlah bangunan tradisional lainnya.
Ada leuit ‘lumbung padi’ tradisional yang dibuat dari kayu dan anyaman bambu, serta
beratap sirap atau seng. Luas leuit sekitar 2 x 2,5 meter; saung lisung ‘tempat
menumbuk padi’; kandang ayam; karangkeng ‘‘kotak kayu tempat memelihara ikan di
sungai’; dan lantayan ‘tempat menjemur padi’. Jika musim panen padi tiba, deretan
lantayan tampak indah memenuhi lahan-lahan kosong di sekitar jalan, rumah, atau
sawah mereka.
Panen padi merupakan bagian dari tahapan aktivitas pertanian, yang dijalani sebagai
matapencaharian hidup mereka. Sebagian besar warga masyarakat Citorek
menggantungkan hidupnya menjadi petani. Mereka menanam padi di sawah dan di
huma ‘lahan kering’ sekali dalam setahun, dengan masa tanam selama 6 bulan. Jenis
padi yang ditanam adalah para ageung, seperti kewal, leneng, pare bandung, kui, dan
layung. Setelah panen, padi disimpan di lumbung padi yang disebut leuit, sebagai
kekayaan keluarga yang sangat berharga. Setiap keluarga sedikitnya memiliki satu leuit,
dan paling banyak empat leuit.
Masyarakat adat Citorek masih mempertahankan tata cara bertani tradisional yang
diwariskan leluhurnya. Mereka menerima amanat dari nenek moyang agar senantiasa
memelihara dan menjaga padi dengan baik sesuai adat yang berlaku, karena padi
merupakan perwujudan Dewi Sri. Oleh karena itu, kelangsungan seluruh aktivitas
pertanian sarat dengan ritual adat.
Ritual adat yang menyertai aktivitas pertanian merupakan bagian integral dari kehidupan
religi masyarakat adat Kasepuhan Citorek. Terdapat dua aspek penting yang mewarnai
religi mereka, yakni agama dan kepercayaan warisan leluhurnya. Agama yang dianut
mereka adalah Islam. Di samping itu, mereka sangat menghormati leluhur dan ruh-ruh
suci yang memiliki arti penting dalam kehidupan mereka, misalnya Dewi Sri.
9
Penghormatan terhadap entitas supernatural seperti itu, terekspresikan dalam adat
istiadat mereka, seperti tampak pada kebiasaan memelihara makam para leluhur. Salah
satu makam yang dikeramatkan adalah makam keramat Eyang Mardali.
Menurut aturan adat, setiap tahapan kegiatan bertani harus dimulai oleh oyok, baru
kemudian diikuti warganya. Tak seorang pun warga masyarakat yang berani
mendahuluinya. Sebaliknya, mereka akan patuh dan mengikuti tradisi bertani seperti itu.
Termasuk dalam hal ini, keturunan masyarakat Citorek yang menyebar di desa lain
tetapi masih menginduk pada tradisi bertani di Kasepuhan Citorek.
a. Kasepuhan Citorek timur pertama di pimpin oleh Aki Mardai kakek dari Oyot/Oyok
Didi, setelah beliau meninggal dunia digantikan oleh anaknya bernama Oyot Ijrai,
Oyot Ijrai meninggal dunia digantikan oleh anak yaitu Oyot Didi sampai sekarang.
b. Kasepuhan Citorek Barat pertama di pimpin oleh seorang santri bernama Kiai
Sarkam setelah meninggal dunia digantikan oleh anaknya bernama Oyot Sartim,
setelah meninggal dunia digantikan oleh adiknya bernama oyot Usup dan beliau
meninggal dunia digantikan oleh cucunya bernama Oyot Umar sampai sekarang.
c. Citorek Tengah pertama di pimpin oleh Aki Saki, setelah meninggal dunia diganti
oleh anaknya Aki Sali dan satu bulan yang lalu beliau meninggal dunia digantikan
oleh anaknya yang masih sekolah di kelas 3 SMP bernama Aki undikar.
d. Citorek Selatan yang sekarang dipimpin oleh Aki Kusdi
Struktur lembaga adat Kasepuhan Citorek ditempati jajaran baris kolot, yakni
semua yang memegang teguh aturan kasepuhan. Perangkat baris kolot terdiri
atas oyok, jaro adat, jalan, bengkong, penghulu, saksi, paraji, dan kokolot lembur.
Semua jabatan adat diperoleh berdasarkan keturunan, dan jatuh kepada anak
laki-laki, kecuali untuk jabatan paraji. Masa jabatan berlaku sampai dia
meninggal, baru kemudian diganti keturunan berikutnya. Seorang oyok
merupakan keturunan oyok sebelumnya; seorang penghulu merupakan
10
keturunan penghulu sebelumnya; begitu pula dengan jabatan adat lainnya.
Pucuk pimpinan dalam struktur lembaga adat Kasepuhan Citorek adalah oyok.
Sebagai ketua adat, ada kewajiban yang harus dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab, dan ada hak-hak istimewa yang akan diterimanya. Dia memiliki
kewajiban untuk menjaga dan memelihara kelangsungan adat istiadat
masyarakat Kasepuhan Citorek, yang diwariskan leluhurnya. Adapun hak yang
akan diterimanya sebagai oyok, di antaranya menjadi pemimpin dalam berbagai
kegiatan dan urusan adat, berkomunikasi dengan leluhur, menggarap sawah
tangtu atau sawah adat, serta tinggal di imah gede, sebutan untuk rumah ketua
adat atau oyok, yang terletak di Kampung Guradog, Desa Citorek Timur, yang
sekaligus menjadi pusat Kasepuhan Citorek.
1) Neres
Neres adalah ritual yang dilakukan untuk menghilangkan penyakit masyarakat
atau dilakukan jika daerah tersebut mengalami kejadian-kejadian yang merugikan,
seperti menyebarnya wabah penyakit, paceklik, setiap menanam padi atau pepohonan
yang hasilnya tidak bagus. Ritual ini dilakukan tidak setiap tahun tetapi sesuai dengan
kejadian yang dialami.
3) Memotong Kerbau
Motong kerbau dilakukan pagi hari dilakukan oleh para sesepuh/kokolot setelah
13
itu daging tersebut yang disebut daging jiwaan dibagikan kepada seluruh
masyarakat Citorek/ kepada tiap keluarga (susuhunan), semua masyarakat harus
dapat bagian walaupun sedikit. Daging Kerbau tersebut dibeli dari iuran
masyarakat.
4) Ziarah/ ngembangan
Ziarah ke makam leluhur atau ke karuhun.
6) Hajatan/Sunatan
Kebiasaan masyarakat Citorek jika akan mengadakan perayaan sunatan selalu
dilakukan sekalian pada saat seren taun, dilakukan setelah selametan/syukuran.
7) Kariyaan/mulangkeun ka kolot
Penutup acara sambil menabuh Goong gede, mereka menyebut acara asup
leuweung menta kahirupan maksudnya mulai ke kehidupan rutinitas, masyarakat
mulai kerja seperti biasa ada yang pergi kerja ke kota atau ke sawah.
14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Adat istiadat dalam suatu wilayah merupakan anugerah atau warisan nenek
moyang kita yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya, tanpa kita sadari kita
adalah penerus kekayaan alam kita. Dengan beradat kita bisa beradab dan
bernegara. Untuk itu kita selaku manusia dengan sejuta kenikmatan maka kita
patut mensyuukuri yang ada pada diri kita dan daerah kita.
B. Saran
Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan. Namun saya berharap dengan adanya laporan ini semoga
bermanfaat bagi penulis dan pembaca, dengan ini saya mengharapkan kritik untuk
memperbaiki hasil laporan ini. Terima kasih.
Dokumentasi/Foto Kegiatan
15
16