Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

KEGIATAN KAPITA SELEKTA KEBANTENAN (KSB)


Kelompok 2
SISTEM PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN DI DESA CITOREK TENGAH

Penyusun
Destyani Saumillestari
NIM
4322317020018
Program studi
Pendidikan Bahasa Inggris

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
2020
LAPORAN
KAPITA SELEKTA KEBANTENAN (KSB)
DESA CITOREK TENGAH
2020

Disahkan oleh :
Dosen pembimbing Mahasiswa,

Nunung Nurhayati, M.Pd Destyani Saumillestari


NIDN. NIM. 4322317020018

Mengetahui,
Kepala Desa Citorek Tengah

Ajat Sudrajat

Meyetujui,
Ketua STKIP Setia Budhi Rangkasbitung

Dr. Hj. Tjut Afrida, M.Pd


NIDK. 8884080018
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat Nya sehingga Laporan penelitian yang
berjudul “SISTEM PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN DI DESA CITOREK CITOREK
TENGAH” dapat tersusun hingga selesai.
Laporan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Kebantenan yang merupakan
mata kuliah khusus yang ada di STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari para dosen dan masyarakat
yang telah membantu proses penyusunan laporan ini. Kami berharap semoga laporan penelitian
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar hasil penelitian ini bias dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh
pembaca.

Citorek, oktober 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan pengalaman
manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah sesuai dengan proses pengalaman
yang dialami sedangkan kebudayaan adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup
pengetahuan itu sendiri, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaanyang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
kemasyarakatan.
Citorek tengah sendiri adalah sub bagian dari wewegkon adat kasepuhan desa
citorek yang mana citorek terbagi menjadi 5 desa diantaranya, citorek tengah, citorek
timur, citorek kidul, citorek sabrang dan citorek barat. Secara geogerafis Desa Citorek
Tengah di sebelah timur berbatasan dengan Desa Citorek Timur dan Desa Citorek
Sabrang, sebelah barat berbatasan dengan Desa Citorek Barat. Sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Citorek Kidul (Ciusul). Sebelah utara berbatasan dengan Desa
Cirompang Kecamatan Sobang tepatnya di batasi oleh urat pegunungan Kendeng.
Wilayah Citorek di bagian selatan, untuk dapat tembus langsung menuju arah kota
Kecamatan harus melewati wilayah pegunungan Luhur yang saat ini sudah menjadi
tempat wisata dan dapat dilalui karena askses jalan yang sudah diperbaiki.

2. Tujuan
a. Mengetahui apa yang dimaksud pengetahuan dan kebudayaan
b. Menganalisis letak geografis desa citorek tengah
c. Menganalisis pendidikan dan tingkat pendidikan masyarakat
d. Menganalisis sector ekonomi masyarakat
e. Menganalisis kesehatan masyarakat citorek tengah
f. Menganalisis pemuda dan olahraga
g. Menganalisis potensi perkembangan agrobisis masyarakat desa citorek tengah
h. Menganalisis potensi budaya di desa citorek tengah
i. Menganalisis potesi wisata desa citorek tengah
j. Menganalisis sejarah desa citorek tengah
k. Menganalisis profil budaya masyarakat desa citorek tengah
l. Menganalisis system peralatan dan tekhnologi
m. Menganalisi system pencarian masyarakat desa citorek tengah
n. Menganalisis system bahasa mayarakat desa citorek tengah
o. Menganalisis sitem kalender dan astronomi masyarakat desa citorek tengah
p. Menganalisis system kemasyarakatan
q. Menganalisis system religi masyarakat desa citorek tengah
3. Metode observasi
Metode observasi yang digunakan yaitu wawancara langsung dengan bapak
sukamadi selaku aparatur desa citorek tengah dengan jabatan kepala bidang pertanian,
bapak ating selaku ketua rukun tetangga desa citorek tengah, dan aki omok selaku
kokolot desa citorek tengah. Selain wawancara langsung saya juga mendapat kan
beberapa informasi dari sejumlah media online juga pengetahuan saya sendiri selaku
masyarakat disini.
4. Waktu dan lokasi pengamatan
a. Di kantor desa citorek tengah yang terletak di kp. Nagajaya pada hari selasa, 1
september 2020
b. Di rumah kokolot desa citorek tengah yaitu aki omok pada hari kamis, 3 september
2020
c. Di rumah bapak ating selaku ketua RT kampung Naga 1 pada hari sabtu, 5 September
2020
BAB II
PELAKSANAAN OBSERVASI LAPANGAN KSB

1. Pengertian pengetahuan dan kebudayaan


pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan pengalaman
manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah sesuai dengan proses pengalaman
yang dialami sedangkan kebudayaan adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup
pengetahuan itu sendiri, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaanyang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
kemasyarakatan
2. Letak geografis desa citorek tengah
a. Tata letak wilayah
Desa Citorek Tengah dengan luas 2.222 hektar merupakan salah satu bagian
wilayah Kabupaten Lebak bagian selatan. Citorek termasuk wilayah Kecamatan
Cibeber (Warung Banten-Cikotok). Jarak Desa Citorek Tengah dengan kota
Kecamatan sekitar 30 Km. Melalui jalan lama arah selatan, dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan baik motor atau pun mobil dengan kondisi jalan yang amat
parah dan tidak terawat. Untuk bisa sampai di kota Kabupaten (Rangkasbitung)
melalui jalur selatan, maka jarak yang harus ditempuh sekitas 180 Km. Hal ini cukup
sulit dan melelahkan. Jarak wewengkon Citorek dengan kota Kabupaten Lebak
melalui jalur utara sekitar 50 Km, dengan kondisi jalan yang cukup baik yang
memungkinkan penggunanya dapat menelusuri jalan ini menuju Citorek dengan
nyaman.
Secara geogerafis Desa Citorek Tengah di sebelah timur berbatasan dengan Desa
Citorek Timur dan Desa Citorek Sabrang, sebelah barat berbatasan dengan Desa
Citorek Barat. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Citorek Kidul (Ciusul).
Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cirompang Kecamatan Sobang tepatnya di
batasi oleh urat pegunungan Kendeng. Wilayah Citorek di bagian selatan, untuk dapat
tembus langsung menuju arah kota Kecamatan harus melewati wilayah pegunungan
Luhur yang kondisinya masih sangat lebat serta kondisi jalan yang tidak layak.
Desa Citorek Tengah termasuk salah satu desa yang ada di wilayah Wewengkon
Citorek. Menurut perbatasan para karuhun Citorek, bagian barat dibatasi oleh Muara
Cimerak, bagian utara dibatasi oleh Gunung Kendeng, bagian selatan dibatasi oleh
Pasir Soge dan bagai timur berbatasan langsung dengan Gunung Sampit di dalam
wilayah Taman Nasional Gunung Halimun.
Secara umum Wewengkon Citorek dikelilingi oleh pegunungan dan Citorek
menyerupai sebuah lembah, dengan letaknya yang strategis di atas tanah yang datar
serta luas yang dilingkari pegungan tinggi. Kondisi Tofografis Wewengkon Citorek,
ketinggian 501-1000 meter lebih serta dataran tinggi Gunung Sanggabuana dan
puncak Pegunungan Halimun, yang letaknya mengelilingi Citorek. Suhu udara di
Citorek antara 24,5 – 28,8 oC. Sebagai wilayah tropis Citorek mempunyai curah
hujan dengan kisaran 4000-6000 mm / tahun. Pada musim hujan, mulai Oktober
sampai April, hampir dapat dipastikan terjadi hujan lebat setiap hari.. sementara pada
musim kemarau, mulai Mei sampai September biasanya hujan turun setelah siang
hari, tapi selama enam sampai tujuh hari berikutnya kering.
Tingkat kesuburan tanah berkisar antara subur dan sedang. Tanah tersebut
sebagian besar diolah untuk lahan pertanian khususnya tanaman padi, baik Sawah
ataupun ladang yang masing-masing diolah secara tradisional. Cara pengolahan
tradisional ini sudah merupakan cara yang di pakai secara turun-temurun. Dampak
negatif dari pengolahan semacam ini menimbulkan banyak lahan kritis, yang sering
menyebabkan terjadinya bencana banjir dan longsor di daerah hulu sungai.Jenis tanah
yang terdapat di Wewengkon Citorek berupa tanah pedsolik merah, kuning, tanah
regional, tanah andosal coklat, latosol coklat, asosiasi latosol merah, latosol coklat
kemerahan, asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu.
Potensi yang dimiliki Wewengkon Citorek berupa jenis metalik mineral, yakni
emas, perak, perunggu, dan biji besi. Sedangkan untuk potensi jenis non metik di
Citorek hingga kini masih belum diketahui dengan pasti, seperti minyak bumi, batu
gampung, andesit, zeolit, dan batu hias.

b. Penggunaan lahan
Dari luas Desa Citorek Tengah 2.222 hektar rincian penggunaan lahan sebagai
berikut:
- Pemukiman/perkampungan : 11%
- Sawah : 41%
- Ladang dan tegalan : 20%
- Kehutanan/perkebunan : 15%
- Lain-lain : 14%

c. Penduduk
Penduduk Desa Citorek Tengah terkonsentrasi di Kp. Naga 1 27%, Kp. Naga 2
(hilir) 23%, Kp. Cicurug 28%, dan Kp. Cinutug dan Kp. Cimapag 22% dengan
tingkat kepadatan 210 jiwa /Km2. angka kelahiran (CBR) 3% dan angka fasilitas
sebesar 5%%. struktur mata pencaharian terdiri dari pedagang 18 %, petani 66 %,
jasa 4 %, PNS (Pegawai Negeri Sipil) 2 %.

3. Pendidikan dan ekkonomi masyarakat


a. Lembaga pendidikan formal
Jumlah Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3 (tiga), dengan
jumlah tenaga pengajar PNS (Pegawai Negeri Sipil) 15 (lima belas) orang dan
tenaga honorer sebanyak 15 (lima belas) orang. Jumlah Lembaga Pendidikan SMP
hanya 1 (satu) lembaga, dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 16 (enam belas).
Lembaga Pendidikan SMA Negeri sebayak 1 (satu) dengan tenaga pengajar masih
sama dengan SMPN 3 Cibeber. Namun pada April 2011 telah dinyatakan sebagai
sekolah mandiri dengan status SMAN 2 Cibeber dengan jumlah tenaga pengajar
sebanyak 16 orang .
Kondisi bangunan sebagai sarana pendidikan saat ini sudah dibilang layak dan
siswa maupun guru dapat menikmati fasilitas yang disediakan sekolah. Namun
sayangnya terdapat beberapa kondisi seperti jaringan inernet yang tidak stabil
sehingga mempengaruhi proses penerimaan informasi dalam bentuk digital.
b. Lembaga pendidikan non formal
Jumlah Lembaga Pendidikan Non Formal seperti Pondok Pesantren Salafi
mencapai 14 (empat belas) Pondok Pesantren dengan jumlah santri keseluruhan
mencapai 700 (tujuh ratus) orang. Masing-masing Pondok Pesantren telah memilki
Majlis Ta’lim dengan jumlah jema’ah Majlis rata-rata 30 s.d 70 orang/minggu.
Pada uraian poin tersebut setidaknya memberikan gambaran kepada kita bahwa
tingkat pendidikan Masyaraka Desa Citorek Tengah cukup baik. jika menilik hal
tersebut maka tugas kita saat ini adalah bagaimana solusi terbaik agar pendidikan
formal dan non formal seperti di atas dapat berkembang lebih pesat. Hal ini cukup
penting karena dalam teori lingkungan atitudinal, sikap dan perilaku masyarakat
dalam menerima inovasi adalah hal penting dalam proses pembangunan. Idealnya
pendidikan harus mampu menumbuhkan inner will atau pemberdayaan dalam
masyarakat.
Peningkatan dan pengembangan pendidikan baik formal atau pun non formal
merupakan suatu keharusan. Hal ini cukup beralasan, sebab segala bentuk kemajuan
di era globalisasi dan informasi dapat terjawab apabila sumber daya manusia telah
siap diberbagai bidang. Sumber daya manusia akan mampu menjawab segala
tantangan jaman apabila memang telah disiapkan menghadapinya. Tentu saja, untuk
menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni akan berakar pada penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
c. Tingkat pendidikan masyrakat
Mayoritas masyarakat di Wewengkon Citorek sekita 10 % tamatan Sekolah Dasar
(SD), 20% tamatan SMP, 50 % tamatan SMA atau yang sederajat, dan 20 % tamatan
Diploma dan Sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Tiap tahun jumlah masyarakat
Citorek yang melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi baik Negeri maupun
Swasta selalu meningkat, bahkan banyak diantaranya yang mengenyam pendidikan di
Perguruan Tinggi yang cukup Bonavid.
Sejau ini masyarakat Wewengkon Citorek menyambut segala bentuk kemajuan
dibidang pendidikan makin antusias. Dari waktu-kewaktu masyarakat makin sadar
akan penting dan perlunya memiliki pendidikan. Tentu hal ini merupakan bentuk
kemajuan berfikir masyarakat yang makin mengalami kemajuan dan paradigma baru,
menuju kemajuan berfikir tanpa mengesampingkan segala bentuk warisan Nenek
Moyang yang masih layak dipertahankan sebagai Ciri Manusia yang berbudaya.

4. Sistem perekonomian
Mayoritas mata pencaharian masyarakat adalah bertani (bukan buruh tani). Untuk
memenuhi kebutuhan hidup baik sandang dan pangan mayarakat secara umum
mengandalkan hasil pertanian khususnya pertanian di bidang padi (sawah) yang hanya
dipanin untuk satu tahun sekali. Selain itu ada juga masyarakat yang berprofesi dagang
atau pun kegiatan ekonomi lainnya. Hingga saat ini padi sebagai hasil tani merupakan
prioritas utama untuk kehidupan masyarakat Citorek dan merupakan komoditi unggul.
Kegiatan ekonomi tidak begitu berkembang secara pesat, hal ini dapat dimaklumi
mengingat sarana pusat kegiatan ekonomi rakyat (pasar) belum tersedia. Untuk dapat
memasarkan hasil bertani sawah dan lading seperti padi, jagung dan sayuran pun masih
sulit. Hal ini berkaitan dengan sarana transportasi tidak begitu memadai terutama jalur
selatan menuju kota Kecamatan yang hingga kini belum ada realisasi pembangunan atau
perbaikan.
Dari hal di atas dapat disimpulkan, bahwasannya taraf kemampuan ekonomi masyarakat
dapat dibagi menjadi tiga fase, yakni masyarakat mampu 30%, masyarakat cukup mampu
40 %, kurang mampu dan di bawah garis kemiskinan mencapai 30%. Hal ini dikarenakan
tidak tersedianya lapangan kerja yang dapat membuka jalan ekonomi masyarakat.
Selain bertani masyarakat desa citorek tengah juga banyak jadi gurandil. Gurandil
adalah penambang emas liar. Biaanya mereka beroperasi jika sudah memiliki titik
gunung yang bisa di gali dan memiliki inti emas.

5. Kesehatan
Saat ini sudah ada puskesmas di desa citorek tengah dan satu-satunya puskesmas
di wewengkon adat kasepuhan citorek. Tenaga medisnya bisa dibilang cukup hanya saja
kekurangan dokter. Hanya ada 3 dokter dan 4 perawat di puskesmas citorek ini,
selebihnya beberapa bidan dan tidak ada farmasi sehingga obat-obatan dipasok langsung
dari rumah sakit umum. Dengan adanya puskesmas sekarang, jumlah kematian menurun
dan masyarakat bisa merasakan fasilitas kesehatan yang memadai terlepas dari kurangnya
dokter terutama dokter spesialis.
6. Pemuda dan olahraga
Pemuda adalah tulang punggung negara dan harus mampu menjadi kendaraan
bagi aspirasi rakyat dengan cepat, tepat dan tentunya penuh tanggung jawab dan
kejujuran. Kondisi saat ini pemuda mempunyai peranan cukup penting, yakni sebagai
inspirator dan traspormator dalam proses hidup berbangsa dan bernegara.
Pola generasi muda akan sesuai dengan harapan di atas apabila pemerintah
mempunyai keberpihakan terhadap pemberdayaan generasi muda. Saat ini generasi muda
Desa Citorek Tengah merupakan pemuda-pemuda yang penuh dan kaya dengan potensi
baik keolahrgaan maupun potensi wira Swasta. Terbukti dengan banyak pemuda yang
mampu kreatif dan terampil.
Kegiatan keolahragaan cukup banyak kemajuan. Masyarak telah banyak yang
mengeluti kegiatan olahraga seperti Sepak Bola, Volley Ball, Tenis Meja, Bulu Tangkis,
Catur, dan lain-lain. Kegiatan olahraga yang paling banyak peminat diantaranya Sepak
Bola, Volley Ball, Bulu Tangkis, dan Tenis Meja. Untuk semua jenis olahraga ini, setiap
tahunnya selalu berjalan kegiatan kompetisi. Walau pun dengan segala sana dan
prasarana yang pasa-pasan. Memang secara bakat dan minat kegiatan keolahragaan
merupakan potensi yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah, mengingat banyak
bibit-bibit atlet dengan segudang potensinya yang dapat dibina menjadi atlet yang
professional sebagai duta untuk mampu membangkitka citra Daerah, baik secara nasional
bahkan tingkat internasional.
7. Potensi wisata
a. Wisata alam
Arung jeram, Bukit/lahan perkemahan dan pelatihan, Puncak-puncak gunung
yang indah, Air terjun Cikuya, Air Terjun Curug Citaraje, Air Terjun Ki Anam, Batu
Meungpeuk, gunung luhur, air terjun dalang along, air terjun curug 7, gunung
kendeng, gunung malang, situs megalitikum cibedug, Terowongan sungai Cimadur
sepanjang 8 Km di bawah gunung (gerong Cimadur) yang lebih dikenal “Cisurupan”.
Hamparan petak sawah yang mengapit perkampungan, Danau Puncak Gunung
Nyungcung, dan Panorama Pegunungan Wewengkon Citorek (Sanga Buana).
b. Wisata budaya
Upacara Seren Tahun (Serah Tahun), Upacara Sunatan (Cepitan), Termasuk di
dalamnya helaran, ujungan, dan Go’ong Geude (Gong Besar), Upacara Mipit Tanam,
Upacara Gegenek (mapag pare beukah), Upacara Mipit Dibuat, Upacara Ngunyal
(Rengkong dan tampilan seni lainnya), Lantayan, Upacara Mipit Nganyaran, Upacara
Sedekah kaol, Upacara ‘Geudena.’, upacara lima belasna, Rumah Adat, Pakaian Adat,
Leuit Adat (Lumbung Adat), Masyarakat Adat Wewengkon Citorek, dan Masyarakat
Adat Cibedug.
c. Permainan tradisional
Cipe/Gobag, Galah, Aro-aroan/kucing-kucingan, Congklak, Kasti, Bebentangan,
dan Balap Kaki Kuda dan lain-lain.
d. Wisata sejarah
Situs Berundak (Punden Berundak) – Lebak Cibedug; Situs Parigi; Batu Bedil;
Batu Tumpeng (di Cirametek, di Lebak Tugu, dan di Cibedug); Lebak Parigi; Lebak
Cisoka/Ciberang (patilasan kampung baheula); Lebak Cawene (dalam sejarah Sunda
disebut Lembah Wenered-); Miarakeun Lebak Cawene; Petilasan Bung Karno Saat
Rapat di puncak Gunung Jaya Sampurna; Patilasan Penggalian Emas Jepang; Goa
Jepang; Goa Belanda; Tari Kolot; Kuburan Ny. Zaeni di puncak gunung Nyungcung,
serta peninggalan-peninggalan sejarah lainnya.
Upacara Seren Tahun (Serah Tahun), Upacara Sunatan (Cepitan), Termasuk di
dalamnya helaran, ujungan, dan Go’ong Geude (Gong Besar), Upacara Mipit Tanam,
Upacara Gegenek (mapag pare beukah), Upacara Mipit Dibuat, Upacara Ngunyal
(Rengkong dan tampilan seni lainnya), Lantayan, Upacara Mipit Nganyaran, Upacara
Sedekah kaol, Upacara ‘Geudena.’, upacara lima belasna, Rumah Adat, Pakaian Adat,
Leuit Adat (Lumbung Adat), Masyarakat Adat Wewengkon Citorek, dan Masyarakat
Adat Cibedug.
Arung jeram, Bukit/lahan perkemahan dan pelatihan, Puncak-puncak gunung
yang indah, Air terjun Cikuya, Air Terjun Curug Citaraje, Air Terjun Ki Anam, Batu
Meungpeuk, Terowongan sungai Cimadur sepanjang 8 Km di bawah gunung (gerong
Cimadur) yang lebih dikenal “Cisurupan”. Hamparan petak sawah yang mengapit
perkampungan, Danau Puncak Gunung Nyungcung, dan Panorama Pegunungan
Wewengkon Citorek (Sanga Buana).
8. Potensi agrobisnis
Desa Citorek Tengah merupakan daerah yang cukup subur dengan lahan yang
sangat luas serta didukung oleh tradisi masyarakat setempat yang mayoritas bermata
pencaharian sebagai petani. Kondisi tersebut akan sangat membantu jika dikembangkan
hal-hal berikut, yakni :
a. Tanaman Holtikultura
Lahan di Desa Citorek Tengah cocok untuk pembudidayaan tanaman jenis
Holtikultura, mengingat tingkat kesuburan tanah yang cukup baik serta kondisi daerah
yang cukup lembab. Namun hal ini belum dapat dikelola secara optimal mengingat
keterbatasan dana serta sulitnya medan sebagi jalur pemasaran hasil tani.
b. Tanaman palagung
Desa Citorek Tengah adalah daerah yang memiliki tanah yang subur, luas, dan
aman. Jika tanaman jenis Palagung dikembangkan dan dibudidayakan secara baik,
optimal, serta didukung dengan pendanaan dan pemasaran yang baik, maka bukan hal
yang mustahil bila daerah ini akan menjadi salah satu daerah penghasil jenis tanaman
Palagung yang dapat mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat serta menumbuhkan
asumsi positif daerah lain terhadap Citorek.
c. Tanaman hias
dengamn kondisi Sumber Daya Alam yang melimpah dengan keanekaragaman
hayatinya, maka daerah subur Desa Citorek Tengah dapat dijadikan daerah
pengbudidayaan tanaman hias terutama jenis tanaman Anggrek. Jenis tanaman ini banyak
tersedia di hutan-hutan sekitar Citorek.
9. Sejarah Desa Citorek Tengah
Data yang pasti berdirinya Desa Citorek adalah pada tanggal 30 Oktober 1861
berdirinya kampung Lebak Kopo yang sekarang dikenal dengan daerah Lebak Peuneuy,
dari lebak Kopo pindah ke Lebak Tugu yaitu yang sekarang dikenal sebagai Tari Kolot,
kedua daerah tersebut letaknya diujung timur Kampung Guradog Desa Citorek Timur.
Pada tahun 1862 kampung Lebak Kopo ini berpindah ke kampung Lebak
Sabrang, yaitu yang selanjutnya dikenal sebagai Babakan Balai Desa dan sekarang
dikenal sebagai kampung Babakan Naga Jaya. Pada tahun 1863 terpecah-pecah menjadi
empat (4) kampung, yaitu Kampung Naga, Kampung Guradog, Kampung Cibengkung,
Dan Kampung Sabagi. Kampung Sabagi kita kenal sekarang sebagai kampung Ciusul.
Pada waktu itu banyaknya kepala keluarga dari keempat kampung tersebut hanya
32 kepala keluarga. Pada tahun itu juga, yaitu tahun 1863 dibentuk desa dari keempat
kampung tersebut di atas, yaitu yang diberi nama Desa Citorek yang kita kenal sekarang
ini dan kepala desanya yang pertama adalah Bapak Marjai.
Pada tahun 1870 diwakilkan kepada Bapak Rata, kemudian pada tahun 1873
diadakan pemilihan Kepala Desa menurut adat kampung, dan yang terpilih sebagai
Kepala Desa pada waktu itu adalah Bapak Arsimin.
Setelah 17 tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1890 diadakan kembali pemilihan
Kepala Desa, yang terpilih adalah Bapak Saonah yaitu anak dari Bapak Rata.
Pada tahun 1899 kembali diadakan pemilihan Kepala Desa, yang terpilih ialah
Bapak Jahidi, yaitu saudaranya bapak Rata. Beliau memangku jabatan sebagai Kepala
Desa selama 35 tahun dan ditambah dengan 5 tahun sehingga menjadi 40 tahun. Tetapi
masa jabatan selama 5 tahun tidak disyahkan oleh pemerintah tetapi diakui oleh
masyarakat.
Pada tahun 1939 sampai tahun 1940 tidak ada yang menjabat sebagai kepala desa.
Tetapi baru pada tahun 1941 diadakan kembali pemilihan Kepala Desa dan yang terpilih
sebagai Kepala Desa ialah Bapak Nahari. Masa jabatannya hanya 5 tahun yaitu sampai
dengan tahun 1949.
Pada tahun itu juga diadakan pemilihan dan yang terpilih dalah Bapak Jaeli
sampai dengan tahun 1955 dan langsung diadakan kembali pemilihan dan yang terpilih
adalah Bapak Markin. Pada tahun 1962 diadakan kembali pemilihan Kepala Desa yang
terpilih adalah Bapak Sukarta masa jabatannya selama 12 tahun.
Pada tahun 1974 Pejabat Kepala Desa Sementara dalah Bapak Usman sampai
dengan tahun 1977. Pada tahun itu tepatnya bulan Oktober diadakan kembali pemilihan
kepala desa dan yang terpilih sebagai Kepala Desa adalah Bapak Nurkib.
Pada saat Pemerintahan Desa dipegang oleh Bapak Nurkib ini, Desa Citorek
dipekarkan (dipecah) menjadi dua (2) Desa tepatnya pada tahun 1982. Desa yang baru
sebagai Desa Pemekaran adalah Desa Ciparay. Pada tahun itu juga, yakni 1982 di desa
pemekaran langsung dilaksanakan pemilihan Kepala Desa dan Kepala Desa yang terpilih
adalah Bapak Ace Atmawijaya.
Bapak Ace Atmawijaya menjadi Kepala Desa sejak tahun 1982 sampai tahun
1990. pada masa pemerintahan desa dipegang oleh Bapak Ace Atmawijaya, tepatnya
pada tahun 1983 Desa Ciparay dipecah atau dipekarkan menjadi dua Desa, yakni Desa
Ciusul. Pada tahun 1983 di desa pemekaran pejabat sementara adalah Bapak Dalim,
yakni sejak tahun 1983 sampai tahun 1984. Pada tahun ini langsung diadakan pemilihan
kepala desa dan yang terpilih adalah Bapak Samdani, ia memerintah sejak tahun 1984
sampai tahun 1991. Sejak tahun 1983 di Wewengkon Citorek terdapat tiga Pemerintahan
Desa, yakni Desa Citorek, Desa Ciparay, dan Desa Ciusul..
Kembali Kepada Desa Citorek, dari tahun 1977 sampai tahun 1985 yang menjadi
Kepala Desa Citorek adalah Bapak Nurkib dan sejak tahun 1885 sampai tahun 1987 ia
menjabat sebagai Pejabat Sementara (Karteker) pada tahun ini kembali diadakan
pemilihan kepala desa dan yang terpilih sebagai Kepala desa adalah Bapak Sumedi.
Bapak Sumedi menjadi Kepala Desa sejak 1987 sampai tahun 1998.
Pada tahun 1998 kembali dilaksanakan pemilihan Kepala Desa dan yang menjadi
kepala desa adalah Bapak Subani. Bapak Subani menjadi kepala desa dari tahun 1998
sampai tahun 2006.
Pada awal tahun 2006 masih pada masa pemerintahan Bapak Subani, Desa
Citorek dipekarkan menjadi dua desa, yakni Desa Citorek Barat (Cibengkung), yang
menjadi Pj. Kepala Desa Sementara adalah Bapak Didi Jayadi dan di Desa Induk, karena
masa jabatan Bapak Subani berakhir tahun 2006, maka pengganti Bapak Subani diangkat
seorang Pejabat Sementara (Pj.) pada Agustus 2006 dan yang menjadi Pj. Sementara
Desa Citorek Tengah adalah Bapak Ending Rosadi, S.Pd. sampai tahun 2007. Sekitar
pertengahan tahun 2007 kembli diselenggarakan pemilihan Kepala Desa di Desa Citorek
Tengah dan yang menjadi Kepala Desa adalah Karjaya sejak 2007 – 2014.
Perlu diketahui bahwa pada tahun 2006 seluruh Desa yang ada di Wewengkon
Citorek berubah nama berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 3 Tahun
2006 tentang Pembentukan, Penataan, dan Perubahan Nama Desa-desa di Wilayah
Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak tahun 2006 nomor 5 Seri D).
Perubahan Nama-nama desa tersebut adalah sebagai berikut:
- Desa Citorek menjadi Desa Citorek Tengah.
- Desa Ciparay menjadi Desa Citorek Timur.
- Desa Ciusul menjadi Desa Citorek Kidul.
- Desa Citorek Barat (pemekaran tahun 2006).
- Desa Citorek Sabrang (pemekaran tahun 2009).

Kembali kepada Desa Ciparay di atas, Bapak Ace Atmawijaya menjabat kepala desa
selama dua kali masa jabatan, yakni dari tahun 1982 sampai 1990 dan jabatan yang kedua
kalinya adalah tahun 1990 sampai tahun 1999. Pada tahun 1999 dilaksnakan kembali
Pemilihan Kepala Desa Ciparay dan yang terpilih menjadi kepala desa adalah Bapak
Sukardi. Ia menjabat sejak 1999 sampai 2007. pada saat ini yakni, tahun 2007 Desa
Ciparay (Citorek Timur), sedang dalam proses pemekaran kembali menjadi dua desa.
Yakni dipekar manjadi Desa Citorek Timur (Induk) dan Desa Citorek Sabrang
(Pemekaran).
Mengenai Desa Ciusul (Citorek Kidul) saat kepala desa dipegang oleh bapak
Samdani, yang memerintah sejak tahun 1984 sampai tahun 1991. Pada tahun 1991
sampai tahun 1995 kekosongan Kepala Desa diisi oleh Pj. Sementara, yaitu Bapak
Rustandi. Pada tahun ini juga, yakni tahun 1995 dilaksanakan kembali pemilihan kepala
desa dan yang terpilih adalah Bapak Arpan. Ia memerintah sejak tahun 1993 sampai
tahun 2003. Pada tahun ini pula dilaksanakan pemilihan Kepala Desa dan yang terpilih
adalah Bapak Narta. Ia menjabat sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 mendatang. Saat
ini tahun 2007 Desa Citorek Timur masih dalam proses Pemekaran, yakni dipekar
kembali menjadi dua Desa, yakni desa Citorek Timur dan Desa Citorek Sabrang.
Berikut ini kita dapat melihat dengan jelas Kepala Desa yang pernah memimpin di Desa Citorek
Tengah
No Nama Masa status keterangan
jabatan
1. Sainta 1735-1792 Definitive
2. Sarta 1792-1836 Definitive
3. Salimin 1836-1862 Definitive
4. Mardai 1862-1870 Definitive
5. Rata 1870-1873 Definitive
6. Arsimin 1873-1890 Definitive
7. Saonah 1890-1899 Definitive
8. Jahidi 1899-1939 Definitive
9. **…. 1939-1941 Kosong
10. Nahari 1941-1949 PJS
11. Jaeli 1949-1955 Definitive
12. Markin 1955-1962 PJS
13. Sukarta 1962-1974 Definitive
14. Usman 1974-1977 Definitive
15. Nurkib 1977-1985 Definitive
16. Nurkib 1985-1987 Definitive
17. Sumedi 1987-1998 Definitive
18. Subani 1998-2006 Definitive
19. Ending rosadi, S.Pd 2006-2007 PJS
20. Karjaya 2007-2014 Definitive
21. Yendi asmokuncoro 2014-2016 PJS
22. Ajat sudrajat 2016- Definitive
swkarang

 Cerita Rakyat (Forklore)


Diperkirakan semenjak tahun 1208 dan jauh sebelum didirikannya desa, wilayah
Citorek masih merupakan perkampungan yang penduduknya masih sedikit. Pemimpin
kampung dipegang oleh ulu-ulu kampung atau biasa disebut kokolot. Selama berabad-
abad kokolot berperan sentral dalam pengurusan kampung dan masyarakatnya. Kampung
merupakan kesatuan terkecil dari wilayah desa, saat itu Citorek belum merupakan
wilayah administrasi Desa.
Perkembangan sejak 1208 hingga berdirinya Pemerintahan Desa Citorek tidak
begitu banyak di ketahui, namun yang jelas berdasarkan beberapa informasi tutur bahwa
sejak 800 tahun yang lalu di wilayah Citorek sudah ada pemukiman penduduk dan telah
ada bekas-bekas huma (ladang) dan reuma (tegalan bekas kebun).
Data yang pasti berdirinya Desa Citorek adalah pada tanggal 30 Oktober 1861
berdirinya kampung Lebak Kopo yang sekarang dikenal dengan daerah Lebak Peuneuy,
dari Lebak Kopo pindah ke Lebak Tugu yaitu yang sekarang dikenal sebagai Tari Kolot,
kedua daerah tersebut letaknya diujung timur Kampung Guradog Desa Citorek Timur.
Pada tahun 1862 kampung Lebak Kopo ini berpindah ke kampung Lebak
Sabrang, yaitu yang selanjutnya dikenal sebagai Babakan Balai Desa dan sekarang
dikenal sebagai kampung Babakan Naga Jaya. Pada tahun 1863 terpecah-pecah menjadi
empat (4) kampung, yaitu Kampung Naga, Kampung Guradog, Kampung Cibengkung
Dan Kampung Sabagi. Kampung Sabagi kita kenal sekarang sebagai kampung Ciusul.
Pada waktu itu banyaknya kepala keluarga dari keempat kampung tersebut hanya
32 kepala keluarga. Dan pada tahun itu juga, yaitu tahun 1863 dibentuk desa dari
keempat kampung tersebut di atas, yaitu yang diberi nama Desa Citorek yang kita kenal
sekarang ini dan kepala desanya yang pertama adalah Bapak Marjai.
Mengenai asal-usul nama Citorek hingga kini masih ada dua versi yang beredar
dikalangan masayarakat, yang paling popular adalah bahwa diceritakan pada jaman dulu
ketika ada tiga orang pembesar dari Kerajaan Sunda mencari daerah yang dapat
dijadikan lembur/kampong. Ketiga orang tersebut adalah Ny. Putri, Angga Yudha, dan
Eyang Sukma Dewata Jaya. Ditengah pencarian mereka berhenti sejenak untuk melepas
lelah, saat itu mereka merasa haus dan mencari sumber air, namun tak pernah
diketemukan. Ketika mereka kembali ke tempat awal mencari air, mereka melihat
serumpun bambu, lantas salah seorang dari mereka memotong bamboo dengan harapan
dapat menemukan air minum. Dipotonglah bamboo tersebut, namujn saying bamboo itu
melorot ke bawah dan saat disusul dengan maksud mengambil air bamboo tiba-tiba ia
kaget ternyata bamboo tersebut jatuh tepat disamping aliran sungai, maka ia berkata “aih-
aih…, aya kuheueuh ieu cai the naha kutorek-torek teuing teu kadenge ngaguruhna”.
Sejak saat itulah derah tersebut dijuluki Citorek.
Versi kedua menyebutkan bahwa pada jaman balanganang? Datanglah seorang
musafir dari pulau majetti yang berasal dari tanah mekkah, ia dijuluki pahlawan dari
mekkah. Ia tiba di sebuah hutan yang rata dan subur. Ia bermaksud membuka dan tinggal
di daerah tersebut dengan tujuan agar nantinya penduduk dari daerah lain berdatangan
untuk tinggal bersamanya di pemukiman baru. Ia bertujuan untuk berdakwah dan
menyebarkan ajarannya. Pembukaan lahan terebut sesuai dengan tujuannya sebagai jalan
untuk menyebarkan ajarannya. Ia menyebut daerah tersebut dengan nama Thorrikh yang
berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan, kata thorrikh bagi lidah dan dialek orang
sunda menyebutnya torek sehingga pelafalan saat ini menjadi Citorek.
BAB IV
PROFIL BUDAYA
Kebudayaan sebagai keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Masyarakat
Desa Citorek Tengah merupakan masyarakat yang berbudaya yang memiliki kekhasannya
tersendiri sebagai bentuk aktualisasi kebudayaannya. Berikut uaraian secara rinci tujuh unsure
kebudayaan pada masyarakat Desa Citorek Tengah.
1. System peralatan dan teknologi
a. Alat-alat produktif
Garu (alat membajak sawah); sogol; arit; pacul; kored; golok; garfu; etem;
heurap; keucrik; badodon; sosog; buwu diuk; buwu ngedeng; aseuk; berok (keramba
ikan); halu; lisung; hihid; paningur kawung; gonggo sadapan; hawu; sigai; belehem
dan lain-lain.
b. Senjata produktif
Golok; tombak; bedil locok; kayu aseuk; jiret; dan lain-lain.
c. Wadah
Sahid; nyiru; boboko; ruas; tolok; korang; upih; dulang; sair; kaneron awi;
kaneron konyonyod; jolang; jaliken; lodong; termos; lantayan; leuit (lumbung padi,
ketahanan pangan); pangbeasan; goah; cariuk hoe; cariuk kalapa; cege; kanyut
kunang; se’eng; aseupan; dan lain-lain.
d. Makanan dan Minuman
- Makanan
Makanan: Ranginang; opak bodas; opak beureum; opak kakacangan; uli; dodol;
ula bereum; peyeum ketan hideung; cimplung; gegetuk taleus; gegetuk sampeu;
carucub; sasagon, pasung bodas; pasung beureum; awub; wajik ketan; wajik
ketok; santri mleng; bubur sumsum; congcot; papais gula; papais ketan; papais
cau; palakeder; bubur sair; humut kaung; humut pait; reuneu; dan lain-lain.
- Minuman: Amisan kawung; lahang kawung.
e. Pakaian
- Laki-laki: Ikeut; sarung; kampret; komprang; jamang.
- Perempaun: samping rereng; konde; kabaya.
f. Tempat Berlindung dan Perumahan
- Imah jero: Rumah panggung dengan atap rumbia berlapiskan ijuk aren berdinding
bilik dan bealaskan palupuh. Rumah tersebut berada diujung kampong paling
timur dan dikelilingi pagar kayu. Orang lain tidak boleh masuk, yang
diperbolehkan masuk hanya orang-orang tertentu seijin kasepuhan.
- Imah Geude: rumah panggung yang ditinggali oleh keluarga Kasepuhan yang
sedang menjabat sebagai ketua Kasepuahan.
- Dahulu semua rumah berjajar menghadap ke arah kiblat sebagai symbol agama
Islam.
g. Alat Transportasi
- Tradisional: kuda; gerobak (tidak lagi digunaka)
- Modern: Mobil; motor; speda.
2. System mata pencarian
a. System pertanian
Sistem mata pencaharian masyarakat Desa Citorek adalah bertani; tidak ada buruh
tani; system pertanian dilakukan dengan bercocok tanam di sawah dan berladang
dengan masa tanam sekali dalam satu tahun. Sawah merupakan lahan pertanian yang
oleh warga ditanam komoditi tanaman pangan, yaitu padi serta digunakan untuk
budidaya ikan untuk menunggu tanaman padi yang selanjunya. Menurut aturan adat,
masa tanam panen di wewengkon adat Kasepuhan Citorek adalah 1 (satu) kali dalam
setahun (tanam panen selama 6 bulan). Jenis padi yang ditanam beragam. Jenis padi
yang ditanam adalah varietas lokal yang dikumpulkan sejak dulu dan dibudidayakan
secara turun-temurun, yang hingga saat ini telah mencapai 127 varietas.
Masyarakat Tradisi Citorek memilih jenis padi yang akan ditanam berdasarkan
kecocokan dengan musim dan ketinggian tanah. Jenis padi tersebut bukan jenis
unggul yang dapat dipanen beberapa kali dalam setahun. Jenis padi yang di tanam di
Citorek adalah jenis padi tradisional yang biasa ditanam pada ketinggian 900-1200
dapl antara lain, Cinde; Angsana; Gajah Pondok; Gajah Bareuh; Sunlig; Leneng;
Nete; Kui; dan Ceure’. Untuk ketinggian 600 m biasanya ditanami padi Angsana,
Cere Abah, Sri Kuning, Banteng, dan Pare Bandung. Sedangkan untuk jenis padi
ketan adalah Ketan Bogor, Ketan Kidang, Ketan Bereum, dan Ketan Hideung.
Namun yang paling dominan adalah jenis padi kewal, ketan bogor, ketan bilatung,
ketan beledug, ketan larasri, ketan gadog, ketan hidung, ketan nangka, peteuy, seksek,
kui, nete, sri kuning, raja wesi, cere, gantang.
b. Penggarapan sawah
Cara penggarapan sawah dimulai dari sawah tangtu. Sawah tangtu merupakan
sawah komunal adat Kasepuhan Citorek. Penggarapan sawah tangtu ini dilakukan
oleh masyarakat adat yang digerakan oleh Jaro Adat melalui Kepala Desa untuk
bergotong royong dan hasilnya dipergunakan untuk kegiatan atau kebutuhan adat.
Sebelum dimulainya penggarapan sawah dilakukan musyawarah Kasepuhan
mengenai waktu yang tepat untuk mulai asup leuweung (penggarapan sawah dan
huma, berkbun atau bercocok tanam lainnya). Musyawarah Asup leuweung tersebut
satu paket dengan seren tahun. Setelah selesai pengolahan sawah tangtu, masyarakat
baru mulai menggarap sawahnya masing-masing.
Dalam menanam padi terdapat beberapa tahapan yang yang telah menjadi
ketetapan warga. Tahapan-tahapan tersebut meliputi:
- Ngagalenganan/Mopog :Membetulkan/merapikan pembatas atau pematang
sawah yang menjadi batasdengan sawah yang lainnya.
- Macul : Macul menyangkut macul badag dan macul alus di sawah.
- Nyogolan : Meratakan seluruh permukaan sawah tanah (bagian
sawah) yang belum rata.
- Musyawarah Titiba Binih : Musyawarah Baris Kolot untuk menentukan waktu
tebar.
- Tebar/Sebar : Menumbuhkan bibit padi pada persemaian atau pabinihan
(membibitkan awal)
- Cabut : Mengambil bibit di pabinihan atau tempat persemaian
untuk ditandur atau di tanam.
- Tandur : Menanam bibit padi yang sudah tumbuh setelah
tebar.
- Ngoyos 1/ngaramet : Memberssihkan tanaman pengganggu dan gangguan
rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi.
- Babad : Membersihkan rumputan atau tanaman pengganggu di
pematang sawah.
- Ngoyos 2 : Membersihkan tanaman pengganggu dan gangguan
rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi.
- Mipit : Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai
masa panen.
- Dibuat : Panen mengambil / memetik tanaman padi yang sudah
matang.
- Ngalantay/moe : Menjemur padi stetlah dipanen di atas lantayan.
- Ngunyal : Mengangkut padi dari lantayan/sawah setelah dipocong.
Pocong merupakan gabungan tiga ikat atau kepeul padi menjadi satu yang disebut
pocong.
- Asup Leuit : Memasukan padi yang sudah kering dari
jemuran/lantayan.
- Nganyaran : Selamatan untuk padi yang baru dipanen, dan memasak
padi menjadi nasi yang panen pada tahun tersebut.
- Badamian Seren Taun : Musyawarah untuk acara seren tahun.
c. Reuma
- Reuma di Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek dapat dibagi 3 (tiga) kelas yaitu:
 Reuma Ngora : Lahan yang merupakan bekas garapan warga yang
kemudian diringgalkan kurang lebih 2-3 tahun, kemudian lahan tersebut
bisa dibuka kembali sebagai lahan garapan.
 Reuma Kolot : Lahan yangmerupakan bekas garapan yang
kemudian ditinggalkan warga lebih dari 4 (empat) tahun, dan pada tahap
selanjutnya bisa menjadi leuweung cadangan.
- Sampalan : Lahan yang merupakan bekas garapan kemudian menjadi reuma, lalu
oleh warga dimnafaatkan untuk mengembalakan ternak seperti kerbau.
- Huma : Huma merupakan lahan pertanian dengan kondisi tanpa irigasi atau yang
disebut ladang. Komoditi pangan yang ditanam adalah padi dan selain padi
masyarakat biasa pua menanam tanaman jenis palwija dan kayu produksi. Huma
dalam pengolahannya ada beberapa tahapan, meliputi:
 Nyacar : Membersihkan lahan dari tanaman yang tumbuh pada lahan
yang akan dijadikan huma.
 Ngaduruk : Membakar bekas-bekas tanaman yang ditebang pada lahan yang
akan dijadikan huma tetapi menunggu sapai keringnya sisa-sias tanaman
tersebut.
 Ngaseuk : Menanam padi pada lubang-lubang yang sudah disediakan
dengan menggunakan alat aseuk (kayu dengan ukuran sebesar kepala tangan
dengan ujungnya diruncingkan).
 Ngored : Membersihkan tanaman pengganggu yang dapat menghambnat
pertumbuhan tanaman padi huma (Ngored 1 dan 2).
 Mipit : Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa
panenpadi huma.
 Panen : Panen mengambil / memetik tanaman padi yang sudah matang
atau sudah layak untuk dipanen.
3. Sistem Bahasa
Bahasa yang digunakan masyarakat Desa Citorek Tengah adalah bahasa Sunda
sebagai bahasa komunikasi sehari-hari baik lisan maupun tulisan, selain bahsaa Sunda
mereka banyak yang sudah terbiasa menggunakan bahasa nasional, yakni bahasa
Indonesia. Pelafalan, dialek dan pengucapan bahasa Sunda sehari-hari, namak sedikit
perbedaan dengan daerah lain, dialek bahasa Sunda yang dilafalkan oleh masyarakat
Desa Citorek Tengah akan terdengar sedikit lebih keras dibanding dengan daerah lain
semisal bahasa Sunda di daerah Parahyangan.
4. System kesenian
- Seni Jaipong
- Seni gong Geude
- Seni Rempug Lisung
- Tari Baksa Sunatan (tari Adat)
- Seni Ujungan
- Seni Helaran
- Seni Rengkong
5. Sistem ilmu dan pengetahuan
a. Konsep Konservasi Hutan Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek
Lingkungan alam paling primer bagi masyarakat Kasepuhan adalah hutan yang
merupakan sumber kehidupan. Hutan di sekitar Citorek secara adat dibedakan sesuai
dengan fungsinya. Di Citorek dikenal 3 (tiga) jenis hutan, yakni:
 Leuweung Tutupan
Leuweung Tutupan atau Leuweung Geledegan arti harfiahnya adalah
hutan tua, yaitu hutan yang masih lebat dengan berbagai jenis tumbuhan asli
besar dan kecil, lengkap dengan semua satwa penghuninya. Hutan jenis ini
sama sekali tidak boleh dijamah oleh manusia, dalam istilah secara umum
oleh pihak perhutani terutama disebut hutan primer. Hutan jenis ini menurut
Adat Kasepuhan Citorek tidak boleh dirusak karena dianggap sebagai
pelindung kehidupan atau seumber kehidupan, intinya merupakan sumber
mata air (hulu cai’). Contoh jenis hutan ini adalah kawasan hutan di dalam
TNGH (Taman Nasional Gunung Halimun). Yang mengelilingi wilayah
Citorek.
 Leuweung Titipan
Leuweung Titipan merupakan Leuweung Kolot juga yang dikeramatkan.
Hutan jenis ini sama sekali tidak boleh dieksploitasi atau diganggu. Bahkan
hanya untuk melewatinya atau memasukinya saja cukup sulit. Setiap warga
yang hendak lewat atau masuk ke dalam hutan jenis ini harus meminta ijin
khusus dari Sesepuh (ketua adat). Penggunaan hutan tersebut dimungkinkan
apabila telah datang ilapat/wangsit dari nenek moyang kepada ketua adat.
Adanya jenis Leweung ini lebih memudahkan pemerintah dalam
melasakanakan perlindungan hutan dan kawasannya yang sejalan dengan
prinsip-prinsip Masyarakat Adat Citorek dalam melestarikan dan melindungi
hutan dari segala bentuk pengrusakan dan bahkan penjarahan. Leuweung
Titipan di Citorek terletak di bagian timur, yakni di Gunung Ciawitali yang
merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH), dan di
bagian barat Citorek, tepatnya di kawasan Gunung Nyungcung (Cibedug) dan
Gunung Bapang. Leuweung titipan yang paling dominan adalah dikenal
dengan hutan Sangga Buna dan hutan Lebak Cawene.
 Leuweung Bukaan/Garapan
Leuweung Sampalan atau Leuweung Bukaan merupakan hutan yang dapat
dimanfaatkan warga untuk pembukaan ladang, pengembalaan ternak (kerbau),
membuat petak sawah, mengambil kayu dan hasil hutan lainnya. Jenis hutan
ini terletak di sekitar tempat pemukiman dan mengelilingi perkampungan
Citorek. Jika pembukaan hutan tersebut telah melibatkan penanaman kayu
albasia dan sejenisnya atau kayu keras lainnya dan terjadi pertumbuhan
sekunder, maka hutan jenis ini disebut juga sebagai reuma ngora (blukar
baru), dan reuma kolot (blukar tua) bagi yang prosesnya lebih lanjut. Jenis
hutan ini kondisi pada saat ini telah mengalami berbagai penggarapan seiring
makin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan lahan-lahan
tersebut untuk menanam berbagai jenis pohon produksi dan buah-buahan.
Kebiasaan berladang secara berpindah-pindah telah ditinggalkan oleh
masyarakat Adat Kasepuhan Citorek. Mereka dalam melaksanakan bercocok
tanam kini telah menetap dan berusaha untuk mengindari kerusakan hutan dan
ekosistemnya dari akibat pembukaan dan penggarapan lahan dari leweung
bukaan tersebut.

Pembagian peruntukkan hutan secara adat tersebut menunjukkan bahwa dalan


kearifan adat, disadari sepenuhnya fungsi hutan untuk konservasi. Dalam hal ini
hutan sebagai hulu/sirah cai’, yang mempunyai pengertian secara harfiah adalah
kepala air, yang dimaksudkan sebagai pelindung mata air. Secara tradisi/adat
masyarakat Adat Kasepuhan Citorek menyadari bahwa hutan sangat berperan dalam
mempertahankan kelangsungan mata air dan tersedianya air. Hal ini tidak berbeda
dengan konsep ilmu pengetahuan modern.
6. Sistem kalender dan astronomi
Dari kukuhnya masyarakat Kasepuhan Citorek memegang dan mematuhi kearifan
tradisional nenek moyang tersebut berdampak positif, yaitu terlestarikannya jenis padi
tradisional yang dimiliki masyarakat Tradisi. Secara sengaja masyarakat Kasepuhan
Citorek menjaga bahkan memperkaya dengan cara tradisional varietas padi sehingga
bertambah banyak jenis padi berharga yang menjadi gudan plasma nutfah.
Secara umum masyarakat Citorek yang mayoritas petani telah mengetahui dan
memahami, varietas padi yang mana yang cocok untuk ditanam ditempat yang berbeda
dengan ketinggian yang berbeda pula. Sampai saat ini masyarakat Kasepuhan Citorek
memiliki sampai 148 varietas padi lokal. Dengan demikian telah jelas bahwa, kearifan
Tradisional masyarakat Kasepuhan Citorek telah melestarikan plasma nutfah padi.
Mungkin di masyarakat lain atau masyarakat di luar komunitas Kasepuhan Citorek telah
punah tersisih padi bibit unggul hasil revolusi hijau.
Jika ditelaah lebih jauh dan mendalam, masyarakat Kasepuhan Citorek dalam
bercocok tanam baik sawah atau huma meiliki patokan waktu musim tanam yang
dihitung secara jeli dan matang berdasarkan pedoman astronomi. Perhitungan waktu
tersebut berdasarkan munculnya rasi bintang atau bahkan planet tertentu, serta peredaran
bulan mengelilingi bumi. Dikalangan kelompok elit Kasepuhan Girang, para saksi ada
yang betugas mengurus urusan tani yang berkewajiban dan bertanggungjawab
menghitung waktu yang sesuai dengan tiap tahapan dalam bertani.
Kalender pertanian Kasepuhan Citorek didasarkan pada perputaran bulan dan
kedudukan bintang tersebut kerap disejajarkan dengan kelender Islam. Yang sama-sama
didasarkan pada perputaran bulan. Perhitungan model ini berbeda dengan perhitungan
masehi yang lazim kita gunakan sehari-hari yang berdasarkan perputaran bumi
mengelilingi matahari. Sebenarnya kalender pertanian yang digunakan masyarakat
Kasepuhan Citorek cukup umum, pada masyarakat tradisi adat lainnya di berbagai
daerah di Indonesia. Patokan musim bertani yang didasarkan pada posisi bintang dikenal
juga oleh masyarakat Jawa Tengah. Selain itu masyarakat suku Baduy juga menggunakan
patokan bertani dengan menggunakan perhitungan berdasarkan perputaran bulan pada
bumi serta letak posisi bintang tertentu. Jika dibandingkan, maka terdapat persamaan,
yakni patokan bintang yang digunakan Bintang Kidang, di masyarakat Kasepuhan Desa
Citorek Tengah adalah Bintang Waluku pada Masyarakat Jawa Tengah, dan pada
astronomi modern disebut Rasi Orion.
7. System kemasyarakatan
- System sosial
Masyarakat Kasepuhan Wewengkon Citorek dalam kehidupan sosial menganut
tiga sistem, yaitu:
a) Negara (jaro/lurah),
b) Agama (panghulu),
c) Karuhun (kasepuhan/kaolotan).
- Latar Belakang Lembaga Adat
Dalam komunitas Kasepuhan Wewengkon Citorek, Lembaga Adat merupakan
Lembaga yang dianggap formal. Keberadaannya merupakan bagian yang
terpenting dalan sisten kehidupan sosial masyarakatnya. Pemimpin adat
merupakan sosok pemipin yang dipatuhi. Kepatuhan terhadap pemimpin adat
merupakan hal yang tidak dapat terbantahkan. Maka, dengan sendirinya Pemipin
Adat harus mampu membawa masyarakat pada kondisi yang lebih baik.
Sesui dengan kebutuhan komunitas adat, Adat Kasepuhan Citorek memiliki
moment penting yang menjadi latar belakang terbentuknya struktur kelembagan
Adat Kasepuhan Citorek. Moment ini telah membetnuk posisi-posisi/jabatan-
jabatan tertentu sesuai dengan fungsinya dalam kelembagaan Adat Kasepuhan
Citorek, moment yang dimaksud adalah:
a) Moment Kelahiran
b) Moment Kehidupan /Penghidupan
c) Moment Kematian.
Moment kelahiran menjadi cikal bakal adanya jabatan Bengkong,
momen Kehidupan melahirkan jabatan Jaro Adat dan momen Kematian
melahirkan jabatan Panghulu dalam struktur Adat Kasepuhan Citorek.
Adapun adanya baris kolot dalam struktur merupakan bagain dari
kebutuhan seorang pemimpin terhadap struktur dalam mengawal setiap
kebijakan yang akan ditetapkan.
Dalam perkembangannya kelembagaan ini tidak berubah dari segi
struktur , namun mengalami perluasan dalam hal fungsi masing-masing
posisi/jabatan. Perluasan ini sebagai akibat dari adanya interaksi dengan
komunitas lain, sehingga tugas posisi/jabatan dari cukup sederhana
menjadi lebih kompleks. Namun perluasan fungsi ini tidak terlepas dari
garis merah yang sebelumnya telah ditetapkan. Sebagai contohnya adalah
perluasan fungsi penghulu yang tadinya hanya mengurusi masalah
kematian kini fungsinya lebih luas dalam mengatur masalah keagamaan
seperti pernikahan, khitanan dan lainnya.
- Struktur kelembagaan adat kasepuhan citorek
Kasepuhan merupakan jabatan tertinggi dalam struktur kelembagaan adat
Kasepuhan Citorek. Katua Kasepuhan diberinama Oyok. Oyok adalah pemimpin,
pengatur dan pelindung masyarakat. Dalam melaksnakan tugasnya sebagai
pemimpin, Oyok dibantu oleh Baris Kolot, Jaro Adat, dan Penghulu.
Baris Kolot adalah kumpulan orang-orang penting dalam struktur
kelembagaan terdiri dari 7 (tujuh) orang dengan fungsi/spesifikasi tertentu yang
bertugas memberikan nasehat, arahan, teguran, kritikan dan masukan-masukan
kepada Oyok.
Jaro Adat adalah orang yang bertugas dalam prosesi keAdatan, misalnya Seren
Taun.
Jaro Adat juga merupakan orang pertama yang harus ditemui oleh pihak
luar sebelum berhubungan dengan kasepuhan. Jaro Adat adalah jembatan
penghubung antara pihak luar dengan kasepuhan (bagian Kanagaraan).
Jaro Pamarentah adalah pejabat Kepala Desa yang dipilih dan ditetapkan sebagai
Kepala
Desa sesuai dengan peraturan dan system yang diterapkan pemerintah
NKRI. Dalam tatanan lembaga adat Kasepuhan Citorek, Jaro Pamarentah disebut
Juragan Nagara.
Panghulu merupakan orang yang bertanggungjawab dalam prosesi
keagamaan, kalahiran, perkawinan, kematian, khitanan, pengajian dan lain-lain. Ia
adalah orang yang memiliki pengetahuan agama yang kuat.
- Mekanisme Musyawarah
Kasepuhan Citorek menjungjung tinggi mekanisme musyawarah.
Walaupun Jaro Adat adalah orang yang bertanggungjawab dalam prosesi
keAdatan Seren Taun, namun penentuan waktu Seren Taun tetap ditentukan
melalui mekanisme musyawarah terlebih dahulu. Para pihak yang bermusyawarah
mereka para Baris Kolot termasuk di dalamnya Jaro Adat dan Penghulu.
Semuanya wajib hadir saat melakasanaan musyawarah. Bilamana tidak dapat
hadir, maka harus ada yang menggantikan sebagai wakil.
- Desentralisasi Kekuasaan
Dalam Pemerintahan Desa juga dibentuk struktur kelembagaan seperti
yang ada di Kasepuhan. Hal ini merupakan bagian dari fungsi desentralisasi
kekuasaan Kasepuhan. Dalam pelaksanaan tiap struktur kelembagaan yang ada di
desa harus merupakan tokoh adat/kokolot yang mendapat mandat untuk
memimpin desa tersebut dalam konteks kelembagaan adat. Selain itu juga mereka
berfungsi sebagai penyambung lidah dari setiap hasil musyawarah di pusat
kasepuhan, dan bisa juga sebagai patner desa dalam melaksanakan program untuk
kesejahteraan masyarakatnya.
- Masa Jabatan dan Proses Pemilihan
Masa jabatan dalam tiap posisi dalam strutur kelembagaan adalah
sepanjang masa hidupnya. adapaun bilamana ada hal-hal yang diluar dugaan
maka mekanisme musyawarah dijalankan dalam mengambil keputusan. Yang
menggantikan posisi tiap jabatan bilamana yang bersangkuitan meninggal dunia
adalah dari kalangan keluarga yang memenuhi syarat dan dianggap sesuai dengan
wagsit/uga yang dirasakan oleh pejabat sebelumnya.
- Hubungan dengan Kelembagaan Formal
Dalam lembaga desa yang berada di wilayah/Wewengkon Citorek,
kelembagaan adat merupakan bagian dari struktur formal kelembagaan desa dan
sudah tertulis. Hal ini dapat dilihat dalam struktur kelembagaan di desa yang
berada di Wewengkon Citorek, yakni Desa Citorek Tengah, Desa Citorek Timur,
Desa Citorek Kidul, Desa Citorek Barat dan Desa Citorek Sabrang sebagai
berikut:
 Petatah Petitih
 “Tilu sapamulu, opat sakarupa. Eta-eta keneh”??? (cat. Hanya untuk
lingkungan sendiri)
 Ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salebak.
 Nyaur kudu diukur, nyabda kudu diunggang.
 Ciri sabumi, cara sadesa.
 Sacangreud patri, sagolek pangkek.
 Leuweung aya maungan, lebak aya badakan.
 Urang lain turunan pinter, tapi turunan bener jeung jujur.
 Urang mali sadurunge ulah nihang beusi.
Arti:
- Hirup ngumbara isuk pageto bakal pinanggih jeung ajal, maot ngarana
- Urang di Citorek ngan sementara, cawisan urang parung kujang, urangmah
bakal pinah ka Lebak Cawene. Oge mun engke anu lima gunung geus bitu.
8. System religi
a. Keagamaan
Penduduk 100% memeluk agama Islam. Dengan sedikit pola sinkretisme, hal ini
terjadi pada hamper semua umat Islam Indonesia.
Mulai dari anak-anak hingga orang tua senantiasa aktif di Pondok dan Majlis Ta’lim
belajar dan dan memperdalam ilmu agama. Rutinitas masyarakat sehari-harinya selain
bertani adalah pengajian, pengajian ibu-ibu, pngajian bapak-bapak, dan pengajian
pemuda.
Untuk anak-anak usia 5 –10 tahun hanya 1% yang belum bisa baca tulis AlQur’an.
Mayoritas masyarakat telah mampu membaca dan menulis Al-Qur’an. Kondisi seperti
ini cukup menjadi tolok ukur bagi kemajuan Wilayah Citorek Khususnya dan
umumnya bagi Kabupaten Lebak dalam bidang keagamaan. Citorek banyak
menghasilkan Qori dan Qoriah yang handal yang dapat diandalkan untuk bersaing
dengan Qori dan Qoriah daerah lainnya. Banyak putra- putri Citorek yang memilki
suara indah dan merdu dalam membaca Al-Qur’an dan berpotensi menjadi Qori
terbaik. Dari tingkat Daerah hingga tingkat Internasional.
Tinggal saat ini bagaimana tanggung jawab kita semua untuk senantiasa membangun
dan memajukan kegamaan sebagai salah satu bagian kehidupan berbangsa dan
bernegara menuju masyarakat madani yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT.
b. Ritual Seren Tahun
Seren Taun adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Citorek tiap satu tahun
sekali, biasanya di bulan Syawal. Tujuannya untuk menghormati dan sebagai tanda
terima kasih kepada Yang Maha Kuasa dan Leluhur yang telah memberikan
keberkahan dan kesuburan. Masyarakat Citorek setiap mengadakan perayaan
Sunatan/hajatan selalu dilakukan saat Seren Taun, perayaan sunatan dilakukan secara
besar-besaran. Proses Seren Taun di Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek adalah
sebagai berikut:
- Ngabakti dan ngajiwa
Ngabakti merupakan kegiatan membawa/masrahkeun hasil pertanian berupa Padi
kepada kasepuhan. Ngajiwa merupakan konsep sensus jiwa warga adat dan harta
benda di lingkungan Adat Kasepuhan Citorek
- Hiburan/raramean
Hiburan dilakukan pada malam hari sebelum perayaan seren taun, biasanya
hiburan topeng, koromong, Angklung, dan kesenian moderen.
- Memotong Kerbau
Motong kerbau dilakukan pagi hari dilakukan oleh para sesepuh/kokolot setelah
itu daging tersebut yang disebut daging jiwaan dibagikan kepada seluruh
masyarakat Citorek / kepada tiap keluarga (susuhunan), semua masyarakat harus
dapat bagian walaupun sedikit. Daging kerbau tersebut dibeli dari iuran
masyarakat
- Ziarah/ ngembangan
Ziarah ketanah leluhur atau ke karuhun.
- Rasul serah tahun / syukuran / selametan
Syukuran dilakukan di Citorek Timur di tempat Kasepuhan, biasanya para
kasepuhan/kokolot, jaro, panghulu berkumpul sambil bermusyawarah
mengevaluasi hasil pertanian dari tahun ke tahun dan makan secara bersama-
sama.
- Hajatan/Sunatan
Kebiasaan masyarakat Citorek setelah meakukan upacara Adat Seren Tahun
dilangsungkan dengan kegiatan hajatan secara masal, yang diiringi dengan arak-
arakan (helaran).
- Asup Leuweung
Pertanda warga Adat/Incu putu memulai kegiatan pekerjaan di sawah dan di
ladang, acara ini biasanya diiringi dengan menabuh Goong gede.
c. Kitab suci
- Al Qur’an
- Tanzzul Muluk
BAB V
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Dalam pembahasan ini saya menyimpulkan bahwa sistem pengetahuan dan
kebudayaan masyarakat cuup terbuka terhadap perkembangan zaman meskipun maih
kelilingi aturan adat yang ketat tapi masyarakat desa citorek tengah dapat berbaur dengan
modernisasi tanpa meninggalkan adat dan kebiasaan yang telah diturunkan oleh para
leluhurnya. Sehingga akulturasi mayarakat desa citorek tengah bisa saya katakan sangat
baik mengingat pola kesepuhan yang bisa dibilang memiliki banyak aturan namun di
citorek tengah bisa membuka pola piker serta pergerakan ke era modernisasi tanpa
meninggalkan budayanya sendiri.
2. Saran
Saya harap agar penelitian ini dapat berguna untuk masyarakat dan serta pembaca guna
menambah wawasan seputar desa citorek tengah. Kritik dan saran yang bersifat
membangun akan saya terima untuk penulisan penelitian yang baik di masa yang akan
datang.
Daftar pustaka
Pemberi informasi
1. Pak sukmadi
2. Pak ating
3. Pak mulyadi sugiansar

Anda mungkin juga menyukai