I. PENDAHULUAN
Protein merupakan makromolekul yang tersusun oleh asam amino. Asam amino
merupakan senyawa organik yang memiliki gugus karboksil dan amonia (Sunarya dan
Setiabudi, 2007). Protein terdiri dari beberapa asam amino yang digabungkan oleh suatu ikatan
yang disebut ikatan peptida. Peptida merupakan ikatan yang terbentuk ketika atom karbon pada
gugus karboksil suatu molekul berbagi elektron dengan atom nitrogen pada gugus amonia
molekul lainnya (Natsir dan Latifa, 2018). Protein terdiri dari dua jenis asam amino, yaitu asam
amino esensial dan asam amino non esensial. Pada dasarnya, asam amino esensial merupakan
asam amino yang hanya dapat diperoleh dari makanan sehari-hari karena tidak dapat disintesa
di dalam tubuh. Adapun asam amino non esensial, yaitu selain dari makanan juga dapat
disintesa melalui proses transaminasi (Suprayitno dan Sulistiyati, 2017).
Protein memiliki struktur yang berbeda-beda, yaitu struktur primer, struktur sekunder,
struktur tersier, dan struktur kuartener. Struktur primer merupakan asam amino yang dihasilkan
dari peptida sedangkan struktur sekunder merupakan gabungan asam amino yang membentuk
struktur melingkar, membelit, serta melipat. Bentuk struktur sekunder dikelompokkan menjadi
struktur α-heliks (H), β-sheet (B), dan coil (C). Struktur tersier merupakan gabungan dari
berbagai struktur sekunder yang terjadi setelah proses folding. Adapun struktur kuartener, yang
merupakan hasil interaksi dari beberapa molekul protein tersier dan keseluruhan rantai
polipeptida (Wahyudiati, 2017). Struktur asam amino secara umum sebagai berikut:
SUPRAYITNO BUKU
Berdasarkan Tabel 3.1 diketahui bahwa sampel glisin, tirosin, dan triptofan memiliki
nilai positif. Nilai positif menunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut membentuk warna ungu
yang menandakan adanya kandungan asam amino. Sedangkan pada sampel akuades memiliki
nilai negatif dan tidak berwarna atau bening yang menandakan tidak adanya asam amino karena
akuades berperan sebagai kontrol. Hal ini sesuai dengan literatur, pada pengujian glisin, tirosin,
dan triptofan yang mengandung asam amino karena menghasilkan warna ungu (Yuwono,
2010).
Uji Xanthoproteic merupakan uji yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan jenis
protein dan asam amino yang memiliki cincin aromatik (Subroto et al., 2020). Uji
Xanthoproteic digunakan untuk mendeteksi adanya cincin benzena aktif pada suatu protein.
Pada pengujian ini digunakan larutan asam nitrat pekat dan basa berupa amonia atau natrium
hidroksida (NaOH). Apabila protein yang mengandung cincin benzena (tirosin, triptofan, dan
fenilalanin) ditambahkan asam nitrat maka akan terbentuk endapan putih yang membuat
sampel berwarna kuning sewaktu dipanaskan (Wiyono dan Mustofani, 2019).
Berdasarkan Tabel 3.2 diketahui bahwa tirosin dan triptofan memiliki nilai positif
sedangkan glisin, fenilalanin, dan akuades memiliki nilai negatif. Nilai positif berarti sampel
tersebut berwarna orange atau kuning sedangkan nilai negatif berarti tidak berwarna atau
bening. Hal ini menunjukkan bahwa pada tirosin dan triptofan terdapat asam amino yang
mengandung gugus aromatik, hal itu dikarenakan penambahan asam nitrat yang memecah
rantai benzena dengan protein sehingga terjadi penggumpalan warna putih yang dilanjutkan
penambahan NaOH 40% dan dipanaskan yang membuat reaksi jadi basah. Pada glisin,
fenilalanin, dan akuades tidak ditemukan perubahan warna atau bening yang berarti tidak
terdapat asam amino. Pada fenilalanin bersifat negatif karena fenilalanin memiliki lingkaran
aromatik yang lemah. Hal ini yang menyebabkan fenilalanin terkadang menghasilkan positif,
kadang juga menghasilkan negatif (Yuliana, 2018).
Uji Millon digunakan untuk mengidentifikasi protein yang mengandung tirosin dalam
suatu sampel yang ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna merah pada sampel
protein. Tirosin merupakan asam amino yang mengandung gugus fenol pada rantai sampingnya
(gugus R-nya). Pereaksi millon mengandung merkuri dan ion merkuro dalam asam nitrit dan
asam nitrat. Gugus fenol pada tirosin ini akan ternitrasi membentuk garam merkuri dengan
pereaksi millon yang akan membentuk kompleks berwarna merah bata (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2009).
Berdasarkan Tabel 3.3 diketahui bahwa nilai positif didapatkan oleh sampel tirosin saja
sedangkan pada sampel fenilalanin, glisin, dan akuades memiliki nilai negatif. Nilai positif
berarti sampel tersebut berwarna merah bata sedangkan nilai negatif berarti tidak berwarna atau
putih. Hal ini menunjukkan bahwa pada tirosin terdapat gugus fenolik, hal itu dikarenakan
penambahan NaNO3 yang mengoksidasi HG yang kemudian membentuk garam dengan gugus
karboksil dan tirosin yang berwarna merah bata. Pada fenilalanin, glisin, dan akuades tidak
terjadi perubahan warna yang berarti menandakan bahwa ketiga sampel tersebut tidak
mengandung gugus fenolik. Hal ini sesuai dengan literatur yang menuliskan bahwa reagen
millon dapat beraksi dengan gugus fenolik dan menghasilkan warna merah bata (Kamineni et
al., 2016).