Anda di halaman 1dari 6

Tugas 6

Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)


Tanggal : Pertemuan ke-6 (Jumat, 24 Februari 2023)
Materi : Pendidikan Anti Korupsi
Dosen : Usep Saepurohman M.Pd.

A. Pengertian Korupsi (Secara Etimologis Terminologis, dan Para Ahli)


Korupsi secara umum dapat diartikan sebagai praktik atau tindakan
penyalahgunaan kekuasaan atau kepercayaan publik untuk tujuan pribadi atau
kelompok tertentu. Berikut adalah penjelasan lebih detail tentang pengertian korupsi
dari berbagai sumber:
a.) Secara etimologis, kata "korupsi" berasal dari bahasa Latin "corruptio" yang berarti
kerusakan atau pelanggaran. Secara harfiah, korupsi merujuk pada tindakan yang
merusak, merugikan, atau melanggar aturan dan norma yang berlaku.
b.) Secara terminologis, korupsi dapat diartikan sebagai tindakan yang melibatkan
penerimaan atau pemberian hadiah, uang, atau keuntungan lainnya secara tidak sah
dan tidak wajar dalam hubungan pribadi atau profesional. Korupsi juga dapat
meliputi tindakan seperti penyuapan, nepotisme, kolusi, dan pencucian uang.
c.) Menurut para ahli, korupsi adalah praktik yang melibatkan penyalahgunaan
kekuasaan publik atau kepercayaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok
tertentu. Korupsi dapat merusak integritas, transparansi, dan keadilan dalam
institusi publik, dan dapat menyebabkan kerugian finansial dan sosial yang besar
bagi masyarakat.
Beberapa ahli yang telah memberikan definisi korupsi adalah Transparency
International, yang mendefinisikan korupsi sebagai "penyalahgunaan kekuasaan publik
untuk kepentingan pribadi". Sedangkan Robert Klitgaard menyebutkan bahwa
"Korupsi adalah perilaku pemerintah atau pejabat yang menyalahgunakan kepercayaan
publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok."
Korupsi juga tercantum dalam beberapa UU Negara seperti dalam UU No. 20
Tahun 2001 korupsi merupakan tindakan yang melawan hukum yang bertujuan untuk
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi juga dapat mengakibatkan kerugian
terhadap negara atau perekonomian negara. Dan juga dalam UU No.24 Tahun 1960
korupsi merupakan perbuatan seseorang yang telah melakukan kejahatan atau
dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau wewenangnya.
B. Sejarah Praktik Korupsi
Praktik korupsi telah ada sejak zaman kuno dan dapat ditemukan di hampir
semua negara dan budaya. Berikut adalah beberapa contoh sejarah praktik korupsi
dalam berbagai budaya dan zaman:
a.) Mesir Kuno: Catatan sejarah menunjukkan bahwa praktik korupsi telah ada di
Mesir Kuno sejak 3000 SM. Para pejabat di Mesir Kuno biasanya memanfaatkan
posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan kekuasaan
dan mengambil uang dari rakyat biasa.
b.) Romawi Kuno: Korupsi juga menjadi masalah di Romawi Kuno, di mana para
pejabat yang berkuasa sering menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk
memperkaya diri sendiri dan kelompok mereka.
c.) Dinasti Tang di Tiongkok: Selama Dinasti Tang (618-907 M), korupsi menjadi
masalah besar di Tiongkok. Para pejabat sering meminta suap dari warga negara
untuk memberikan jasa publik atau untuk memfasilitasi bisnis mereka.
d.) Era Modern: Praktik korupsi masih terjadi hingga saat ini dan dapat ditemukan di
hampir semua negara. Di beberapa negara, korupsi telah menjadi masalah yang
sangat besar dan merugikan banyak orang. Beberapa negara telah mengambil
tindakan keras untuk memberantas korupsi, sementara di negara lain praktik ini
masih menjadi masalah yang berkepanjangan.
Secara umum, praktik korupsi timbul karena ketidakseimbangan kekuasaan dan
pengaruh yang dimiliki oleh para pejabat atau elit terhadap masyarakat biasa.
Keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi, ambisi dan nafsu, dan kurangnya
pengawasan yang efektif juga menjadi faktor penyebab korupsi. Oleh karena itu, upaya
untuk memberantas korupsi memerlukan tindakan yang holistik dan berkelanjutan,
termasuk penguatan lembaga anti-korupsi, pengawasan dan transparansi yang lebih
ketat, dan perubahan budaya dan nilai-nilai masyarakat.

C. Penyebab Praktik Korupsi


Praktik korupsi terjadi karena berbagai faktor yang kompleks dan saling terkait.
Berikut adalah beberapa penyebab umum praktik korupsi:
a.) Kekuasaan yang tidak terbatas: Ketidakseimbangan kekuasaan antara pejabat atau
elit dan masyarakat biasa dapat menjadi faktor utama dalam praktik korupsi. Ketika
pejabat memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, mereka cenderung
menyalahgunakannya untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok mereka.
b.) Ambisi dan nafsu: Ambisi dan nafsu untuk memperoleh keuntungan pribadi, seperti
uang, kekuasaan, atau prestise, juga dapat menjadi penyebab korupsi. Ketika
seseorang terlalu ambisius dan terobsesi dengan keuntungan pribadi, ia cenderung
mengabaikan etika dan nilai-nilai moral dalam melakukan tindakan korup.
c.) Budaya dan sistem yang tidak transparan: Sistem yang tidak transparan dan
kurangnya akuntabilitas seringkali menyebabkan terjadinya korupsi. Sistem yang
tidak transparan dapat memungkinkan praktik korupsi terjadi secara tersembunyi
dan tidak terdeteksi oleh masyarakat atau pihak berwenang.
d.) Ketidakseimbangan dalam distribusi kekayaan: Ketidakseimbangan dalam
distribusi kekayaan antara kelompok elit dan masyarakat biasa dapat menjadi faktor
penyebab korupsi. Ketika masyarakat biasa merasa tidak adil dan tertindas oleh
kekuasaan dan kekayaan yang terpusat pada kelompok elit, mereka cenderung
mengabaikan etika dan nilai-nilai moral dalam melakukan tindakan korup.
e.) Kurangnya pengawasan dan penegakan hukum yang efektif: Kurangnya
pengawasan dan penegakan hukum yang efektif dapat membuat pejabat atau elit
merasa bahwa mereka dapat melakukan tindakan korupsi tanpa rasa takut akan
dihukum. Oleh karena itu, pengawasan dan penegakan hukum yang ketat dan efektif
sangat penting untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.
Kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat menciptakan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya praktik korupsi. Untuk mencegah dan mengatasi korupsi,
diperlukan tindakan yang holistik dan berkelanjutan, termasuk penguatan lembaga anti-
korupsi, pengawasan dan transparansi yang lebih ketat, dan perubahan budaya dan
nilai-nilai masyarakat.

D. Bentuk-Bentuk Korupsi
Praktik korupsi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari yang kecil
hingga yang besar, dan dapat ditemukan di hampir semua sektor, baik publik maupun
swasta. Berikut adalah beberapa bentuk umum dari praktik korupsi:
a.) Suap: Memberikan atau menerima uang atau hadiah lainnya sebagai imbalan untuk
mendapatkan jasa publik atau menguntungkan bisnis tertentu.
b.) Nepotisme: Memberikan keuntungan atau kesempatan bisnis kepada keluarga atau
kerabat dekat tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau kemampuan.
c.) Penggelapan: Menyembunyikan atau menyelewengkan dana atau aset publik untuk
kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
d.) Penyuapan dalam proses pengadaan: Memberikan atau menerima suap dalam
proses pengadaan barang atau jasa publik untuk mempengaruhi keputusan atau
mendapatkan kontrak.
e.) Gratifikasi: Menerima hadiah atau pemberian lain dari pihak ketiga yang memiliki
kepentingan bisnis atau politik.
f.) Mark up harga: Menaikkan harga barang atau jasa publik secara tidak wajar untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
g.) Konflik kepentingan: Menggunakan posisi atau kekuasaan publik untuk
keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
h.) Pemalsuan dokumen: Membuat atau menggunakan dokumen palsu untuk tujuan
pribadi atau kelompok tertentu.
i.) Penipuan: Menipu atau memanipulasi informasi atau data untuk memperoleh
keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
j.) Extortion: Memeras atau memaksa pihak lain untuk memberikan uang atau hadiah
lainnya dengan ancaman atau kekerasan.
Bentuk-bentuk korupsi tersebut dapat terjadi di berbagai sektor, mulai dari
sektor publik seperti pemerintahan, kepolisian, hingga sektor swasta seperti perusahaan
atau bisnis. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan korupsi memerlukan tindakan
yang holistik dan berkelanjutan, termasuk penguatan lembaga anti-korupsi,
pengawasan dan transparansi yang lebih ketat, dan perubahan budaya dan nilai-nilai
masyarakat.

E. Dampak Korupsi Terhadap Kehidupan Masyarakat Dalam Berbagai Bidang


(Ekonomi, Sosial, Politik dan Kesehatan)
Korupsi memiliki dampak yang merugikan terhadap kehidupan masyarakat
dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial, politik, dan kesehatan. Berikut adalah
beberapa contoh dampak korupsi terhadap masyarakat dalam berbagai bidang:
a.) Ekonomi: Korupsi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi daya
saing suatu negara. Praktik korupsi dalam pengadaan barang dan jasa publik dapat
menaikkan biaya produksi dan harga jual, sehingga merugikan konsumen dan
mengurangi daya beli masyarakat. Selain itu, korupsi juga dapat menghambat
investasi asing dan meningkatkan risiko bisnis, karena menimbulkan ketidakpastian
dan ketidakstabilan di dalam lingkungan usaha.
b.) Sosial: Korupsi dapat menghambat pemerataan sosial dan ekonomi, karena
menimbulkan ketimpangan dan diskriminasi dalam akses terhadap layanan publik
dan kesempatan bisnis. Praktik korupsi dalam pendidikan, misalnya, dapat
merugikan kualitas pendidikan dan kesempatan belajar yang adil bagi masyarakat
yang kurang mampu. Selain itu, korupsi juga dapat menghambat penegakan hukum
dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara dan pemerintah.
c.) Politik: Korupsi dapat merusak integritas sistem politik dan memperlemah
demokrasi. Praktik korupsi dalam pemilihan umum, misalnya, dapat menghasilkan
pemimpin yang tidak berkualitas dan korup, serta merusak kepercayaan masyarakat
terhadap sistem politik. Selain itu, korupsi juga dapat menghambat partisipasi
politik dan kebebasan pers, karena seringkali diikuti dengan ancaman dan
kekerasan terhadap jurnalis dan aktivis masyarakat sipil.
d.) Kesehatan: Korupsi dapat mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat,
karena seringkali berdampak pada penggunaan produk dan layanan yang tidak
aman atau tidak teruji. Praktik korupsi dalam pengadaan obat dan peralatan medis,
misalnya, dapat membahayakan nyawa pasien dan mengurangi efektivitas
penanganan penyakit. Selain itu, korupsi juga dapat menghambat upaya
penanggulangan bencana alam dan pandemi, karena seringkali menghalangi akses
masyarakat terhadap bantuan dan layanan publik yang diperlukan.
Dengan demikian, korupsi bukan hanya merugikan pemerintah atau lembaga
negara, tetapi juga merugikan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, pencegahan dan
penanganan korupsi perlu dilakukan secara holistik dan berkelanjutan, melibatkan
partisipasi aktif masyarakat, media, dan lembaga anti-korupsi.

F. Nilai Dan Prinsip Pendidikan Anti Korupsi


Pendidikan anti-korupsi merupakan suatu pendekatan dalam pendidikan yang
bertujuan untuk membangun kesadaran dan nilai-nilai anti-korupsi pada generasi muda,
sehingga mereka dapat menghindari praktik korupsi dan mempromosikan integritas
dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut adalah beberapa nilai dan prinsip pendidikan
anti-korupsi:
a.) Integritas: Integritas merupakan nilai fundamental dalam pendidikan anti-korupsi.
Integritas mengacu pada kesatuan antara ucapan dan tindakan, serta konsistensi
dalam prinsip-prinsip moral dan etika. Dalam konteks anti-korupsi, integritas
melibatkan komitmen untuk tidak mengambil keuntungan pribadi dari posisi dan
wewenang yang dimiliki.
b.) Transparansi: Transparansi mengacu pada keterbukaan dalam proses dan keputusan
yang diambil oleh pemerintah dan lembaga publik. Dalam pendidikan anti-korupsi,
transparansi penting untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah praktik korupsi
dalam pengelolaan keuangan dan sumber daya publik.
c.) Akuntabilitas: Akuntabilitas mengacu pada kewajiban untuk bertanggung jawab
atas tindakan dan keputusan yang diambil, serta keterbukaan dalam
pertanggungjawaban terhadap publik. Dalam pendidikan anti-korupsi, akuntabilitas
penting untuk memastikan integritas dalam pengelolaan keuangan dan sumber daya
publik.
d.) Keterlibatan Masyarakat: Keterlibatan masyarakat penting dalam pencegahan dan
penanganan korupsi. Melalui partisipasi aktif masyarakat, praktik korupsi dapat
diawasi dan dilaporkan, serta mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam
kebijakan publik.
e.) Pendidikan Karakter: Pendidikan karakter merupakan pendekatan dalam
pendidikan yang bertujuan untuk membangun karakter dan moralitas pada generasi
muda. Dalam pendidikan anti-korupsi, pendidikan karakter penting untuk
membangun kesadaran dan nilai-nilai anti-korupsi pada generasi muda.
f.) Keadilan: Keadilan merupakan nilai yang penting dalam pendidikan anti-korupsi.
Keadilan mengacu pada perlakuan yang sama dan adil terhadap semua orang, tanpa
diskriminasi dan kepentingan pribadi. Dalam konteks anti-korupsi, keadilan penting
untuk memastikan bahwa semua orang diperlakukan sama dan tidak ada pihak yang
diuntungkan dari praktik korupsi.
Dengan membangun nilai dan prinsip pendidikan anti-korupsi pada generasi
muda, diharapkan dapat menghasilkan generasi yang memiliki kesadaran tinggi tentang
pentingnya integritas, transparansi, akuntabilitas, keterlibatan masyarakat, pendidikan
karakter, dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.

G. Stategi Pemberantasan Korupsi


Pemberantasan korupsi adalah suatu upaya untuk menekan dan mengurangi
praktik korupsi dalam berbagai sektor kehidupan. Berikut ini adalah beberapa strategi
pemberantasan korupsi yang dapat dilakukan:
a.) Penguatan Sistem Hukum dan Peradilan: Sistem hukum dan peradilan yang kuat
dan adil sangat penting dalam pemberantasan korupsi. Hal ini meliputi penegakan
hukum yang tegas, serta proses peradilan yang transparan dan adil bagi pelaku
korupsi.
b.) Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Peningkatan kesadaran masyarakat tentang
dampak negatif dari korupsi dan pentingnya menjaga integritas sangat penting
dalam pemberantasan korupsi. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye
sosialisasi, pendidikan, dan pemberian informasi yang akurat tentang korupsi.
c.) Penguatan Sistem Pengawasan: Sistem pengawasan yang efektif dalam pencegahan
dan pemberantasan korupsi meliputi sistem audit, investigasi, dan pengawasan oleh
badan-badan independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Ombudsman, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
d.) Peningkatan Keterbukaan dan Transparansi: Keterbukaan dan transparansi dalam
pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan publik dapat mencegah praktik
korupsi. Pemerintah dapat meningkatkan transparansi melalui publikasi informasi
publik, akses terbuka ke data keuangan, dan partisipasi publik dalam pengambilan
keputusan.
e.) Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan: Pendidikan dan pelatihan yang berkualitas
dapat membantu membangun kesadaran dan nilai-nilai anti-korupsi pada generasi
muda dan pejabat publik. Hal ini meliputi pelatihan dalam manajemen keuangan,
audit, dan investigasi, serta pelatihan etika dan integritas.
f.) Kolaborasi dan Kemitraan: Pemberantasan korupsi memerlukan kerjasama dan
kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Kolaborasi ini
meliputi pertukaran informasi, koordinasi, dan dukungan dari berbagai pihak.
g.) Pemberian Sanksi yang Tegas: Pemberian sanksi yang tegas dan berat kepada
pelaku korupsi dapat memberikan efek jera dan mencegah praktik korupsi di masa
depan. Sanksi ini meliputi denda, hukuman penjara, dan pencabutan hak politik dan
ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA
Seputar pengetahuan. 2023. 41 Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli (seputarpengetahuan.co.id).
Diakses pada Kamis, 2 Maret 2023, pukul 21.54 WIB.

Anda mungkin juga menyukai