Anda di halaman 1dari 8

PENGERTIAN ILMU DALALAH DAN TOKOHNYA BESERTA KONSEP ILMU

DALALAH DAN CABANG-CABANGNYA

Nama Kelompok :

1. Farid Khoirul Umam_210301110179


2. Muhammad Zarnubi_210301110022
3. Mustofa_210301110064
4. Ahmad Ridwan_210301110053
5. Nasrulloh Nuril Hadiyansyah_19310016

A. Pengertian Ilmu Ad-Dalalah


Secara bahasa kata “‫ ”دال لـة‬adalah bentuk masdar (kata dasar) dari kata “‫ يـدل‬-‫ ”دل‬yang
berarti menunjukan dan kata dilâlah sendiri berarti petunjuk atau penunjukkan. Arti dilalah
secara umum adalah: “memahami sesuatu atas sesuatu”. Kata “sesuatu” yang disebutkan
pertama disebut “madlul” (yang ditunjuk). Dalam hubungannya dengan hukum, yang disebut
madlul itu adalah “hukum” itu sendiri. Kata “sesuatu” yang disebutkan kedua kalinya disebut
“dalil” (yang menjadi petunjuk). Dalam hubungannya dengan hukum,dalil itu disebut “dalil
hukum”. Dalam kalimat “asap menunjukan adanya api”. Kata “api” disebut madlul sedangkan
“asap” yang menunjukan adanya “api” disebut dalil. Pembahasan tentang dilalah ini begitu
penting dalam ilmu logika dan ushul fiqih, karena termasuk dalam salah satu system berpikir.
Untuk mengetahui sesuatu tidak mesti melihat atau mengamatinya secara langsung, tetapi
cukup dengan menggunakan petunjuk yang ada. Berpikir dengan menggunakan petunjuk dan
isyarat disebut berpikir secara dilalah.( Syarifuddin, 1999:126-131.)
Secara umum dalalah berarti memahami sesuatu atas sesuatu. Kata ‘sesuatu’ yang
disebutkan pertama disebut madlul berarti ‘yang ditunjuk’. Adapun hubungannya dengan
hukum, yang disebut madlal adalah hukum itu sendiri. Kata ‘sesuatu’ yang kedua disebut dalil,
bermakna ‘yang diberi petunjuk’. Dalam kaitannya dengan hukum, dalil itu disebut ‘dalil
hukum’.Dalam ilmu ushul fikih dapat ditegaskan bahwa dalalah adalah pengertian yang
ditunjuk oleh suatu lafadh kepada makna tertentu pembahasan tentang dilalah memiliki peranan
penting dalam ilmu logika dan ushul fiqih. Dalam berfikir dengan pola dilala tidak mesti
melihat atau mengamati sesuatu itu secara langsung tetapi cukup menggunakan petunjuk dan
isyarat yang ada. Pola berfikir dengan menggunakan petunjuk dan isyarat disebut dengan
berfikir dilalah.
Para linguis Arab ada yang menyebutnya dengan Ilmu ad-Dalalah atau Ilmu ad-Dilalah,
ada pula yang menyebut Ilmu Makna, dan ada juga yang menyebutnya Sìmantik yang diambil
dari kosakata Inggris atau Prancis. (Muhtar, 2010:10).
Muhammad Ali al- Khuli menjelaskan bahwa didalam kajian bahasa Arab Ilmu ad-Dalalah
dibedakan dengan ilm al-ma’na, menurutnya Ilm Ad-Dalalah adalah ilmu yang mengkaji
makna yang berhubungan antara bahasa dengan dunia luar, sedangkan Ilmu Al-Makna adalah
ilmu yang mengkaji makna yang berhubungan antar bahasa itu sendiri
(Al-Khuli, 2001:25).
Ilmu Dalalah merupakan istilah bahasa Arab, sedangkan dikalangan ilmuwan Barat ilmu
Dalalah lebih dikenal dengan istilah semantique. Istilah ini dipopulerkan pertama kali oleh
ilmuwan asal Prancis bernama Breal pada akhir abad ke 19, tepatnya pada tahun 1883 Masehi.
Breal Melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois Intellectualles du Language” mengungkapkan
istilah semantik sebagai bidang baru dalam keilmuan. Kata semantique berasal dari bahasa
Yunani yaitu semantike/semantikosi. Adapun ilmuwan saat ini sering menyebutnya dengan
istilah semantics (Diyad, 1996:8).

Seorang ulama tradisional, yaitu Jurjani (740-816 H) mengatakan Dalalah adalah suatu fakta
yang harus diketahui, atau pengetahuan tentang sesuatu yang lain, yang pertama disebut tanda
dan yang kedua disebut konsep. Dia mengatakan yang penting adalah bahwa ada sesuatu dalam
kondisi pengetahuan yang dibutuhkan oleh pengetahuan tentang sesuatu yang lain, yang pertama
disebut penanda dan yang kedua adalah artinya (Farid, 2005:11).

2. Tokoh-tokoh Ilmu Dalalah

Pada abad ke-19 ilmu Dalalah mengalami kemapanan ilmu yaitu ditandai dengan
munculnya tokoh linguistik yaitu Ferdinand De Saussure, Noam Chomsky, dan Bloomfield.
(Aminallah, 2020)

1. Ferdinand De Saussure

Ferdinand De Saussure merupakan bapak linguistik modern yang sangat berpengaruh pada
linguistik dan ilmu lain hingga kini. Ferdinand lahir di Jenewa pada 26 November 1857 dari
keluarga protestan Perancis (Huguenot) yang berimigrasi dari daerah Lorraine. Umur 15 tahun ia
sudah mulai menulis sebuah karangan yang berjudul Essai sur les langues. Pendidikannya di
perguruan tinggi ia tempuh sekitar tahun 1876-1879, yang mana di perguruan tinggi itu ia belajar
langsung dari tokoh besar linguistik kala itu, yakni Brugmann dan Hubschmann. Dari riwayat
pendidikan Ferdinand dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruhnya dalam kajian linguistik
didasari oleh karyanya yang telah ia tulis semenjak dewasa (Rizky, 2022).

Ferdinand de Saussure memperoleh pengakuan sebagai ahli linguistik historis pada usia 21
tahun pada tahun 1878 dengan karya berjudul "Memoire sur le systeme primitive des voyelles
dans les langues indo-europeenes," yang merupakan contoh penerapan metode rekonstruksi
dalam menjelaskan hubungan bahasa-bahasa di Eropa. Namun, ia lebih terkenal karena karyanya
dalam linguistik umum. Materi kuliahnya di sebuah universitas di Paris dikumpulkan dan
diterbitkan sebagai "Cours de Linguistique generale," yang menjadi landasan linguistik modern.
Meskipun buku tersebut tidak ditulis langsung oleh Ferdinand, isinya mencerminkan konsep-
konsep pemikirannya dalam linguistik modern.

2. Noam Chomsky

Avram Noam Chomsky lahir di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada tanggal
7 Desember 1928. Ia dibesarkan di tengah keluarga yang berlatarbelakang pendidikan tinggi dari
pasangan Dr. William Zev Chomsky dan Elsie Simonofsky. Ia adalah seorang profesor linguistik
dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT) dan murid dari Z.S. Haris. Salah satu reputasi
Chomsky di bidang linguistik terpahat lewat teorinya tentang tata bahasa generatif. Ia terkenal
dengan bukunya yang berjudul Syntactic Structures (1957). Kemudian, teori tersebut ia
kembangkan dalam bukunya yang kedua Aspect of The Theory of Syntax (1965). Kemunculan
buku keduanya ini pada akhirnya telah memunculkan fase linguistik baru dan revolusi ilmiah
dalam bidang linguistik. (Andrian, 2015)

3. Leonard Bloomfiel

Leonard Bloomfield lahir pada tanggal 1 April 1887, di Chicago. Dia lulus dari Harvard
College pada usia 19 dan melakukan pekerjaan pascasarjana selama 2 tahun di University of
Wisconsin, dimana ia juga mengajar di Jerman. Minatnya dalam linguistik terangsang oleh
Eduard Prokosch, seorang ahli bahasa di departemen Jerman. Bloomfield menerima gelar doktor
dari University of Chicago pada tahun 1909.

Penelitiannya dalam bidang bahasa ia tuangkan dalam bukunya Language, tahun 1933 setebal
566 halaman. Buku ini sangat lengkap karena mengungkap segala hal yang terkait dengan
bahasa. Dan, tidak berlebihan jika buku ini dianggap sebagai babonnya ilmu bahasa. Dengan
paparan strukturalnya ini, alirannya sering disebut Struktural Amerika. Dari karya akademiknya
ini, tahun 1940 ia menjadi Guru Besar Linguistik di Yale University Amerika. Dari tahun 1930-
1950, aliran deskriptif inilah yang berkembang dan berpengaruh di Amerika, sebelum akhirnya
ditentang oleh Chomsky yang akhirnya menghilang pada tahun 1960-an. (Ubaidillah, 2021)

Konsep Ilmu Dilalah

Ilmu ad-Dalalah adalah salah satu bagian dari tata bahasa yang meliputi fonologi, tata
bahasa dan semantik. Sebagaimana pengertian ilmu ad-Dalalah yaitu ilmu pengetahuan tentang
makna. Ilmu ad-Dalalah merupakan ilmu yang mempelajari makna suatu bahsa, baik pada
tatanan mufradat (kosa kata) maupun pada tatanan tarakib (struktur). Di dalam ilmu ad-Dalalah
ada juga ilmu al-Romzi (semiotik) yang mempelajari tanda secara umum, baik berkaitan dengan
bahasa atau non bahasa, hanya saja dalam ilmu ad-Dalalah hanya mengkaji masalah tanda dalam
bahasa.

Kata sesuatu yang disebutkan pertama disebut “madlul” atau yang ditunjuk. Dalam
hubungannya dengan hukum, yang disebut madlul itu adalah “hukum” itu sendiri. Kata sesuatu
yang disebut kedua kalinya disebut “dalil” atau yang menjadi petunjuk. Dalam hubungannya
dengan hukum, dalil itu disebut dengan “dalil hukum” (Mastur, 2020)

Muhammad Ali al-Khuli menjelaskan bahwa di dalam kajian bahasa Arab ilmu ad-
Dalalah dibedakan dengan ilmu al-ma’na. menurutnya ilmu ad-Dalalah adalah ilmu yang
mengkaji makna yang berhubungan antara bahasa dengan dunia luar, sedangkan ilmu al Makna
adalah ilmu yang mengkaji makna yang berhubungan antar bahasa itu sendiri.

Ibnu Sina menyatakan bahwa proses semantik ditentukan oleh 3 hal, yaitu pertama,
mengacu pada stimulasi pendengaran kemudian menghadirkannya dalam gambaran dan
maknanya. Kedua, benda benda fisik baik yang ada atau tidak ada dari segi rasa, ide dan abstrak.
Ketiga, kata – kata indah yang ditulis dari ucapan-ucapan dan suara. Ibnu sina dalam bukunya
yang berjudul As Syifa mengatakan bahwa sesungguhnya manusia telah dianugerahi kekuatan
sensorik untuk menggambarkan atau mendeskripsikan objek eksternal sesuai dengan perasaan
dan pikiran mereka, sehingga ketika mereka tidak melihat obyek tersebut mereka akan memiliki
gambaran kedua yang sama.

Dari pendapat Ibnu Sina dapat disimpulkan bahwa proses semantik berasal dari
pendengaran ataupun pengelihatan manusia terhadap suatu ibyek tertentu. Proses semantik pada
hakikatnya merupakan sikap naluriyah manusia yang memang telah dianugerahi perasaan, dan
akal oleh sang pencipta. Sehingga dengan kedua hal tersebut manusia bisa melahirkan sebuah
makna dan konsep terhadap suatu obyek (Mivtakh, 2020)
Bahasa merupakan sarana bagi seseorang untuk bisa berinteraksi dengan sesama. Dengan
bahasa, seseorang bisa menyampaikan pikiran atau ide kepada orang lain. Salah satu ciri yang
sekaligus menjadi hakikat setiap bahasa ada;ah bahwa bahasa itu bersifat dinamis. Dinamis
dalam konteks hakikat bahasa adalah bahwa bahasa itu tidak terlepas dari segala kemungkinan
perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Pada awalnya suatu kata memang sudah
ditunjukkan untuk suatu makna, namun dalam perkembangnnya, makna tersebut mulai
mengalami perubahan.

Dengan adanya kedinamisan bahasa tersebut, Ilmu ad Dalalah hadir sebagai ilmu kajian
tentang makna, atau cabang linguistik yang mengkaji teori makna, syarat syarat yang harus
dipenuhi untuk mengungkap lambang lambang bunyi sehingga mempunyai makna.
Perkembangan ilmu ad Dalalah adalah salah satu bentuk perkembangan bahasa yang obyeknya
adalah kata dan makna kata. Arti sebuah kata sebenarnya tidak permanen tetapi mengalami
perubahan terus menerus. Perkembangan semantik atau perubahan makna merupakan bagian dari
perkembangan bahasa (Zaky, 2017)

Cabang-Cabang Ilmu Dalalah

Para linguist membahas semantic dari berbagai sudut pandang. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dalam bidang makna sehingga timbullah bermacam-macam teori semantk.
Semantik memiliki cabang-cabang sebagai berikut :

A. SEMANTIK GRAMATIKAL

Semantik gramatikal, membahas makna yang didasarkan hubungan dalam struktur


gramatikal atau pada tataran kalimat. Semantik Gramatikal merupakan kajian semantik yang
mempelajari mengenai suatu makna dalam sebuah kalimat. Veerhar (dalam Ginting, 2019)
mengemukakan bahwa semantik gramatikal itu merupakan kajian semantik yang paling sulit
untuk di analisis. Karena jika kita menganalisis suatu kalimat dengan menggunakan kajian
semantik gramatikal, maka kita harus menafsirkan keseluruhan kalimat tersebut, serta mengkaji
makna yang sebenarnya dari isi kalimat itu, bukan hanya fokus menafsirkan satu persatu kata
yang menyusun kalimat tersebut. Nafinuddin (2020) mengemukakan bahwa suatu kata dapat
bergeser arti jika ditempatkan dengan kata yang lain dalam satu kalimat. Maka dari itu
menafsirkan keseluruhan kalimat pada kajian semantik gramatikal ini sangat penting, karena kita
dapat mengetahui apa makna yang sebenarnya pada suatu kalimat yang sedang dikaji.
Menurut Pateda (2001: 71) menyatakan bahwa semantik gramatikal adalah studi semantik
yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam satuan kalimat. Penafsiran berasal dari
keseluruhan isi kalimat bukan dari segi kata. Berdasarkan hal tersebut, makna gramatikal
merupakan makna yang mucul akibat keberadaan kata tersebut dalam sebuah kalimat (Pateda,
1988: 92).

Pada semantik gramatikal ini terdapat yang namanya proses tiga gramatikalisasi:

1. Afiksasi atau pengimbuhan


2. Reduplikasi atau pengulangan kata
3. Pemajemukan kata
B. SEMANTIK LEKSIKAL

Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih meluas apda pembahasan sistem makna
yang terdapat dalam kata. Semantik leksikal memperhatikan makna yang terdapat di dalam kata
itu sendiri. Kamus sangat membantu dalam pencarian makna suatu kata. Semantik leksikal,
membahas makna secara leksikal atau pada tataran kosa kata,

Pateda (1996) membahas semantik leksikal menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Pengertian makna,

2. makna dalam kata,

3. Perubahan makna,

4. Sekitar makna

C. SEMANTIK HISTORIS

Semantik historis mengkaji Sistem makna dalam rangkaian waktu bukan perubahan bentuk
kata. Contoh: Kata juara, dahulu bermakan pengatur pesta atau hakim apda waktu menyambung
ayam, kini makna hakim pada waktu menyambung ayam telah dilupakan orang dan sekarang
lebih banyak dihubungkan dengan orang yang mendapat peringkat teratas dalam pertandingan
dan perlombaan. Semantik historis, membahas tentang sejarah dan perubahan makna.

D. SEMANTIK DESKRIPTIF

Semantik deskriptif membicarakan makna yang sekarang berlaku. Makna kata ketika kata
itut untuk pertama sekali muncul tidak lagi diperhatikan. Misalnya: Kata pura dalam bahasa
Indonesia bermakna ‘tempat beribadat bagi umat Hindu Dharma’ dan bukan bermakna lain
misalnya dalam bahasa Minangkabau yaitu:

a. Pundi-pundi dari kain; kantung; dompet

b. Bursa

c. Dana dan juga bukan kata pura yang bermakna istana

E. SEMANTIK LOGIKA

Lyons (I, 1997:139) mengatakan “semantik logika adalh cabang logika modern yang
berkaitan dengan konsep-konsep dan notasi simbolik dalam analisis bahasa. Semantik logika
mengkaji sistem makna yang dilihat dari logika seperti yang dalam matematika yang mengacu
kepada pengkajian atau penafsiran ujaran, terutama yang dibentuk dalam sistem logika (Pateda
1996:75). Semantik logika membahas makna proporsi yang dibedakan dari kalimat, sebab
kalimat yang berbeda dalam bahasa yang sama dapat saja diujarkan dalam proporsi yang sama,
sebaliknya sebuah kalimat dapat diujarkan dalam dua atau lebih proporsi. Proporsi boleh benar,
boleh salah dan lambing disebut variable proposisional dalam semantik logika. Misalnya p,q,r,
dapat berupa

- Negasi yang dilambangkan dengan p,-q,-r

- Konjungsi yang dilambangkan dengan –p dan –q atau p-&q

- Implikasi yang dilambangkan dengan p=>q

- Eqivalen yang dilambangkan dengan p=q

Masih banyak sekali pembagian cabang semantik karena banyaknya sudut pandang yang diambil
para ilmuwan dan itu muncul karena berdasarkan hasil mereka mengkritik salah satu teori yang
sudah ada sehingga memunculkan sebuah teori baru, tapi bukan untuk menjatuhkan salah satu
teorinya melainkan sebagai perkembangan dari teori yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA

Mastur. (2020). Diktat Ilmu Dilalah. Jember: IAIN Jember.

Mivtakh, B. A. (2020). Sejarah Perkembangan Ilmu Dalalah dan Para Tokoh Tokohnya.
Tatsqifiy, 91.

Zaky, A. (2017). Perkembangan Dalalah. Waraqat, 103.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh Jilid II, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999, 126-131.

Aminallah, B. N. M. 2020. Sejarah Perkembangan Ilmu Dalalah dan Para Tokoh-Tokohnya.


Tatsqifiy: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, V1 N2 Juli 2020: 87-99.
Rizky, M. P. 2022. Linguistik Dalam Perspektif Ibnu Jinni dan Ferdinand De Saussure. Jurnal
Al-Mashadir PBA IAIN Manado Volume 02 Nomor 01 Tahun 2022.
Andrian, B. P. 2015. Teori Generatif-Transformatif Noam Chomsky dan Relevansinya Dalam
Pembelajaran Bahasa Arab. Empirisme, Vol. 24 No. 2 Juli 2015: 179-187.
Ubadillah,. 2021. Teori-Teori Linguistik. Penerbit Prodi Sastra Inggris.

Tatsqifiy: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, V1 N2 Juli 2020: 87-99

Ginting, Herlina & Ginting, Adeliana. BEBERAPA TEORI DAN PENDEKATAN SEMANTIK
dalam Jurnal ISSN 15421-71667 Volume 2 Nomor 2 Desember 2019.

Koelan. 1998. Filsafat Bahasa, Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Paradigma

Anda mungkin juga menyukai