Penggunaan dan produksi madu memiliki sejarah yang panjang dan bervariasi serta bisa
ditelusuri sejak zaman kuno. Beberapa lukisan gua di Cuevas de la Araña, Spanyol
menggambarkan manusia yang mencari madu. Lukisan gua ini berasal dari setidaknya 8.000
tahun yang lalu.[9][10]
Kandungan Nutrisi
Madu adalah campuran dari gula dan senyawa Madu
lainnya. Sehubungan dengan karbohidrat, madu
terutama fruktosa (sekitar 38,5%) dan glukosa Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz)
(sekitar 31,0%),[4] sehingga mirip dengan sirup gula Energi 1.272 kJ (304 kcal)
sintetis diproduksi terbalik, yang sekitar 48%
Karbohidrat 82.4 g
fruktosa, glukosa 47%, dan sukrosa 5%. Karbohidrat
Gula 82.12 g
madu yang tersisa termasuk maltosa, sukrosa, dan
Serat pangan 0.2 g
karbohidrat kompleks lainnya. Seperti semua
pemanis bergizi yang lain, madu sebagian besar Lemak 0g
mengandung gula dan hanya mengandung sedikit Protein 0.3 g
jumlah vitamin atau mineral.[6][11] Madu juga
Vitamin Kuantitas %DV†
mengandung sejumlah kecil dari beberapa senyawa
dianggap berfungsi sebagai antioksidan, termasuk Riboflavin (B2) 0.038 mg 3%
chrysin, pinobanksin, vitamin C, katalase, dan Niasin (B3) 0.121 mg 1%
Asam pantotenat (B5) 0.068 mg 1%
Vitamin B6 0.024 mg 2%
6
pinocembrin.[12][13] Komposisi spesifik dari Folat (B9) 2 μg 1%
sejumlah madu tergantung pada bunga yang Vitamin C 0.5 mg 1%
tersedia untuk lebah yang menghasilkan madu.[11] Mineral Kuantitas %DV†
Kalsium 6 mg 1%
Analisis kandungan senyawa yang te,dapat pada
Zat besi 0.42 mg 3%
madu secara umum:[14]
Magnesium 2 mg 1%
Fruktosa: 38,2% Fosfor 4 mg 1%
Glukosa: 31,3% Potasium 52 mg 1%
Maltosa: 7,1% Sodium 4 mg 0%
Seng 0.22 mg 2%
Sukrosa: 1,3%
Air: 17,2% Komponen lainnya Kuantitas
Gula paling tinggi: 1,5% Air 17.10 g
Pembentukan Madu
Lebah mengubah gula (sakarida) menjadi madu dengan proses
mengunyah berkali kali sampai setengah tercerna. Proses ini
tidak dilakukan sekaligus. Setelah dikunyah, sakarida masih
dalam bentuk cair dan masih mengandung banyak air, maka
proses selanjutnya adalah penguapan sebanyak mungkin air
dan transformasi dengan enzim.
Secara umum ada tiga jenis tipe lebah dalam satu sarang:
Seekor ratu
Beberapa lebah jantan (untuk membuahi calon ratu baru)
Ribuan lebah betina pekerja.[19]
Madu juga banyak ditemukan sebagai salah satu komposisi pada obat-obatan tradisional seperti
jamu. Madu memiliki aktivitas antimikroba yang bisa menghambat pertumbuhan mikrob yang
disebabkan oleh kandungan air yang rendah. Selain itu, madu juga dapat digunakan untuk
menyembuhkan tukak peptik/penyakit maag yang disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori.
Madu juga memiliki aktivitas antivirus. Selain itu, penelitian terhadap madu juga terlihat berbagai
aktivitas farmakologi madu pada penyembuhan penyakit artritis, penyembuhan infeksi saluran
kemih, penurunan kadar kolesterol, pengobatan influenza dan kanker.[20] Di Indonesia ada
beberapa produk jamu yang menggunakan madu.
Madu juga digunakan sebagai bahan kosmetik. Penambahan madu pada kosmetik adalah sebagai
pelembap (moisturizer), pelembut (softener) dan menyembuhkan jaringan kulit. Beberapa
aplikasi kosmetik pada madu antara lain adalah sebagai pencuci wajah, pelembut wajah,
pelembap, jerawat, bibir pecah-pecah, lotion untuk kulit kering, dan conditioner rambut.
Kualitas madu yang baik adalah madu yang tidak terdapat kandungan air tinggi. Beberapa
kontaminan yang pada madu antara lain logam berat, dan residu pestisida harus kurang dari batas
maksimal yang diperbolehkan. Selain itu kadar HMF tidak boleh lebih dari 40 mg/kg yang
menandakan bahwa bila madu sudah disimpan lama atau disimpan kurang baik, kadar HMF nya
akan meningkat. Secara umum, madu yang baik adalah madu yang kadar airnya kurang dari 21%,
memiliki aktivitas diastase diatas 3 dan kandungan HMF dibawah 40 mg/kg.[21]
Manfaat Madu
Sepanjang sejarah, madu sudah digunakan manusia untuk mengobati berbagai jenis penyakit,
namun baru beberapa periode ini antiseptik dan antibakteri yang berasal dari madu bisa
dijelaskan secara ilmiah. Madu memiliki kandungan air yang rendah (larutan lewat jenuh),
sehingga air yang berada di dalam sel mikroorganisme yang masuk ke madu akan keluar (efek
osmotik) mengakibatkan selnya mengerut dan mati.
Efek Osmotik
Madu memiliki efek osmotik.[22] Pada dasarnya madu merupakan campuran dari monosakarida
dengan aktivitas air yang rendah, kebanyakan molekul air selalu berhubungan dengan gula dan
juga mikroorganisme. Hal ini membuat madu menjadi media yang tidak bagus untuk
mikroorganisme berkembang biak.
Hidrogen Peroksida
Hidrogen Peroksida terbentuk dari pelepasan yang lambat oleh enzim glukosa oksida yang ada di
madu. Hal ini terjadi jika madu dicairkan, di mana oksigen dibutuhkan untuk reaksi ini, aktif
hanya jika keasaman madu dinetralisasi oleh cairan tubuh, dapat dihancurkan oleh adanya enzim
pencerna protein, dan akan hancur jika madu terpapar panas atau sinar.[23]
Madu juga dapat menonaktifkan logam bebas, yang tidak akan mengkatalisis pembentukan
radikal oksigen bebas dari hidrogen peroksida, yang menyebabkan peradangan. Juga, unsur
antioksidan dalam madu membantu membersihkan radikal bebas oksigen yang ada..[24]
Pada saat madu digunakan (seperti dioleskan pada luka) hidrogen peroksida dihasilkan saat madu
mencair terkena cairan tubuh. Sebagai hasilnya, hidrogen peroksida dilepaskan perlahan lahan
dan menjadi antiseptik.
Keasaman
Keasaman (pH) madu berkisar dari 3,2 sampai 4,5.[26] Kondisi asam ini dapat mencegah
tumbuhnya bakteri.
Metilglioksal
Aktivitas antibiotik nonperoksida disebapkan oleh metilglioksal (MGO) dan komponen sinergi
yang tidak dikenali. Kebanyakan madu mengandung MGO yang sangat rendah, namun madu
manuka mengandung MGO yang sangat tinggi. Tingkat sinergi dalam madu manuka dua kali lipat
lebih dari aktivitas antibakteri MGO.[23]
Efek nutraseutikal
Antioksidan dalam madu pernah diujikan pada tikus dan mampu mengurangi kerusakan yang
terjadi di usus besar.[27] Hal ini sesuai dengan pengobatan tradisional.[28]
Madu juga sudah digunakan berabad-abad untuk meredakan sakit tenggorokan dan batuk.[29]
Beberapa studi menunjukkan penggunaan madu dapat mengurangi bau badan, bengkak, dan
mengobati luka.[26] Madu telah terbukti menjadi pengobatan yang efektif untuk konjungtivitis
pada tikus.[30]
Madu dipasteurisasi secara luas diyakini dapat mengurangi alergi, meskipun tidak secara
komersial disaring atau madu mentah terbukti lebih efektif dibandingkan plasebo dalam studi
terkontrol dari 36 peserta dengan alergi pada mata.[31]
Beberapa metode berbasis metabolomik yang telah dilakukan pada madu ataupun lebah antara
lain adalah penentuan senyawa marker dari madu yang menandakan sumber geografisnya.[32]
Sumber geografis akan memengaruhi kualitas madu sehingga penentuan marker ini dapat
memberikan pandangan terkait kualitas madunya. Selain itu penelitian berbasis metabolomik
pada lebah juga dapat digunakan untuk mengklasifikasikan spesies lebah yang juga merupakan
faktor penentu jenis madu yang dihasilkan.[33]
Selain kajian metabolomik pada lebah, penelitian juga dilakukan pada tanaman penghasil nektar
yang biasanya digunakan oleh lebah untuk memproduksi madu.[34] Penelitian pada mikroflora
pada usus lebah juga dapat memberikan pandangan pada kualitas madu yang dapat dihasilkan.[35]
Selain kajian-kajian metabolomik yang telah diuraikan di atas, dapat dilakukan pula kajian
metabolomik pada jalur metabolisme lebah yang menghasilkan madu. Kajian metabolomik juga
dapat dilakukan pada pohon yang ditempati oleh sarang lebah, sebab bisa jadi ada hubungan
antara pohon tertentu dengan keberadaan sarang lebah.
Topik Terkait
makanan
minuman
daftar cocktail
daftar resep
glukosa
nektar
jamu
Daftar tumbuhan madu
Referensi
1. Crane E (1990). "Honey from honeybees and other insects". Ethology Ecology & Evolution. 3
(sup1): 100–105. doi:10.1080/03949370.1991.10721919.
2. Crane, E., Walker, P., & Day, R. (1984). Directory of important world honey sources.
International Bee Research Association. ISBN 978-0860981411.
3. Crane, Ethel Eva (1999). The World History of Beekeeping and Honey Hunting. Routledge.
ISBN 9781136746703.
4. National Honey Board. "Carbohydrates and the Sweetness of Honey" (http://www.honey.com/i
mages/downloads/carb.pdf) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20110701123525/http://w
ww.honey.com/images/downloads/carb.pdf) 1 July 2011 di Wayback Machine.. Last accessed 1
June 2012.
5. Oregon State University "What is the relative sweetness of different sugars and sugar
substitutes?" (https://web.archive.org/web/20121101092211/http://food.oregonstate.edu/learn/f
aq/faq_sugar53.html). Retrieved 1 June 2012.
6. "Full Report (All Nutrients): 19296, Honey". USDA National Nutrient Database, Agricultural
Research Service, Release 28. 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-12. Diakses
tanggal 30 October 2015.
7. Geiling, Natasha (22 August 2013). "The Science Behind Honey's Eternal Shelf Life".
Smithsonian. Diakses tanggal 9 September 2019.
8. Prescott, Lansing; Harley, John P.; Klein, Donald A. (1999). Microbiology . Boston:
WCB/McGraw-Hill. ISBN 978-0-697-35439-6.
9. Hunt CL, Atwater HW (7 April 1915). Honey and Its Uses in the Home. US Department of
Agriculture, Farmers' Bulletin, No. 653. Diakses tanggal 2 April 2015.
10. Crane, Eva (1983) The Archaeology of Beekeeping, Cornell University Press, ISBN 0-8014-
1609-4
11. Questions Most Frequently Asked About Sugar (PDF). American Sugar Alliance.
12. Martos I, Ferreres F, Tomás-Barberán F (2000). "Identification of flavonoid markers for the
botanical origin of Eucalyptus honey". J Agric Food Chem. 48 (5): 1498–502.
doi:10.1021/jf991166q. PMID 10820049.
13. Gheldof N, Wang X, Engeseth N (2002). "Identification and quantification of antioxidant
components of honeys from various floral sources". J Agric Food Chem. 50 (21): 5870–7.
doi:10.1021/jf0256135. PMID 12358452.
14. Beesource Beekeeping » Honey Composition and Properties (http://www.beesource.com/resou
rces/usda/honey-composition-and-properties/). Beesource.com. Retrieved on 2011-02-06.
15. Rainer Krell, (1996). Value-Added Products from Beekeeping (Fao Agricultural Services
Bulletin). Food & Agriculture Organization of the UN. ISBN 92-5-103819-8.
16. Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama
internet2
17. Siregar, Heraldy Risva (2014). “Analisis Biaya Produksi Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
pada Usaha Madu D-Bee’s di Sindangkerta, Bandung Barat”. Institut Pertanian Bogor.
18. National Honey Board. "Honey and Bees." (http://www.honey.com/nhb/about-honey/honey-and
-bees/) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20100723234611/http://www.honey.com/nhb/a
bout-honey/honey-and-bees/) 2010-07-23 di Wayback Machine. Last accessed 10 January
2010.
19. Val Whitmyre. "The Plight of the Honeybees." (http://groups.ucanr.org/mgnapa/Articles/Honeyb
ees.htm) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20070304202354/http://groups.ucanr.org/mg
napa/Articles/Honeybees.htm) 2007-03-04 di Wayback Machine. University of California.
Retrieved 14 April 2007.
20. Saranraj, P., Sivasakthi, S., & Feliciano, G. (2016). Pharmacology of Honey: A Review.
Advances In Biological Research, 10(4), 271-289. doi: 10.5829/idosi.abr.2016.10.4.104104
21. Bogdanov, S., Lüllmann, C., Martin, P., von der Ohe, W., Russmann, H., & Vorwohl, G. et al.
(1999). Honey quality and international regulatory standards: review by the International Honey
Commission. Bee World, 80(2), 61-69. doi: 10.1080/0005772x.1999.11099428
22. Lusby, PE (2002 Nov). "Honey: a potent agent for wound healing?". Journal of wound, ostomy,
and continence nursing : official publication of The Wound, Ostomy and Continence Nurses
Society / WOCN. 29 (6): 295–300. PMID 12439453.
23. Waikato Honey Research Unit–What's special about active manuka honey? (http://bio.waikato.
ac.nz/honey/special.shtml) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20120608033757/http://bio.
waikato.ac.nz/honey/special.shtml) 2012-06-08 di Wayback Machine.. Bio.waikato.ac.nz.
Retrieved on 2011-02-06.
24. Honey as a topical antibacterial agent for treatment of infected wounds (http://www.worldwidew
ounds.com/2001/november/Molan/honey-as-topical-agent.html). Worldwidewounds.com (2002-
02-15). Retrieved on 2011-02-06.
25. Jennifer Eddy "UW study tests topical honey as a treatment for diabetic ulcers" (http://www.new
s.wisc.edu/releases/13738) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20120428163634/http://w
ww.news.wisc.edu/releases/13738) 2012-04-28 di Wayback Machine., UW Health's Eau Claire
Family Medicine Clinic, University of Wisconsin–Madison (2007-05-02)
26. Honey as an Antimicrobial Agent. Waikato Honey Research Unit. 16 November 2006.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-11. Diakses tanggal 2 June 2007.
27. Bilsel, Y. (16 January 2002). "Could Honey Have a Place in Colitis Therapy" (PDF). Digestive
Surgery. 29 (4): 306–312. doi:10.1159/000064580.
28. Molan, Peter C. (1992). "Honey for the treatment of infections". The New Zealand Beekeeper.
Waikato Honey Research Unit. 216: 19–20. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-04-28.
Diakses tanggal 2007-06-03.
29. The Guardian Society 04/12/2007 Randerson, James (4 December 2007). "Honey 'beats
cough medicine' ". The Guardian. London. Diakses tanggal 4 May 2010.
30. Al-Waili, N.S. (2004). "Investigating the antimicrobial activity of natural honey and its effects on
the pathogenic bacterial infections of surgical wounds and conjunctiva". Journal of medicinal
food. 7 (2): 210–22. doi:10.1089/1096620041224139. PMID 15298770.
31. Studies of honey treatment effects on allergies. American Academy of Allergy Asthma &
Immunology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-18. Diakses tanggal 20 September
2010.
32. Li, Y., Jin, Y., Yang, S., Zhang, W., Zhang, J., & Zhao, W. et al. (2017). Strategy for comparative
untargeted metabolomics reveals honey markers of different floral and geographic origins using
ultrahigh-performance liquid chromatography-hybrid quadrupole-orbitrap mass spectrometry.
Journal Of Chromatography A, 1499, 78-89. doi: 10.1016/j.chroma.2017.03.071
33. Razali, M., Zainal, Z., Maulidiani, M., Shaari, K., Zamri, Z., & Mohd Idrus, M. et al. (2018).
Classification of Raw Stingless Bee Honeys by Bee Species Origins Using the NMR- and LC-
MS-Based Metabolomics Approach. Molecules, 23(9), 2160. doi: 10.3390/molecules23092160
34. Arathi, H., Bjostad, L., & Bernklau, E. (2018). Metabolomic analysis of pollen from honey bee
hives and from canola flowers. Metabolomics, 14(6). doi: 10.1007/s11306-018-1381-5
35. Kešnerová, L., Mars, R., Ellegaard, K., Troilo, M., Sauer, U., & Engel, P. (2017). Disentangling
metabolic functions of bacteria in the honey bee gut. PLOS Biology, 15(12), e2003467. doi:
10.1371/journal.pbio.2003467
Bacaan lanjutan
Krell, R. (1996). Value-added products from beekeeping. Food and Agriculture Organization of
the United Nations. hlm. 5. ISBN 978-92-5-103819-2. Diakses tanggal 5 January 2016.
Root, A. I.; Root, E. R. (2005). The ABC and Xyz of Bee Culture. Kessinger Publishing.
ISBN 978-1-4179-2427-1. Diakses tanggal 5 January 2016.
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Honey.
Beekeeping and Sustainable Livelihoods (2004), Food and Agriculture Organization of the
United Nations (http://www.fao.org/docrep/006/y5110e/y5110e00.htm)
"Honey". The New Student's Reference Work. 1914.
Lihat pula
Lebah di Indonesia