sedimen <80 mgˑkg−1.[11]
Kromium ditambang sebagai bijih kromit (FeCr).[12] Sekitar dua per lima bijih dan konsentrat
kromit di dunia diproduksi di Afrika Selatan, sementara Kazakhstan, India, Rusia, dan Turki juga
merupakan produsen substansial. Deposit kromit yang belum dimanfaatkan berlimpah, namun
secara geografis terkonsentrasi di Kazakhstan dan Afrika bagian selatan.[13]
Deposit kromium asli ada, meskipun jarang.[14][15] Pipa Udachnaya di Rusia menghasilkan sampel
logam alami. Tambang ini adalah pipa kimberlit, kaya akan intan, dan lingkungan reduktor
membantu menghasilkan baik unsur kromium maupun intan.[16]
Hubungan antara Cr(III) dan Cr(VI) sangat bergantung pada pH dan sifat oksidatif lokasinya. Di
banyak tempat, Cr(III) adalah spesies dominan,[17] tetapi di beberapa daerah, air tanah dapat
mengandung sampai dengan 39 µg/Liter dari total kromium, dengan 30 µg/Liter adalah
Cr(VI).[18]
Isotop
Artikel utama: Isotop kromium
Kromium alami tersusun atas tiga isotop stabil; 52Cr, 53Cr dan 54Cr, dengan 52Cr adalah yang
paling melimpah (kelimpahan alami 83,789%). Sebanyak 19 radioisotop telah dikarakterisasi,
dengan yang paling stabil adalah 50Cr dengan waktu paruh (lebih dari) 1,8 × 1017 tahun, dan 51Cr
dengan waktu paruh 27,7 hari. Seluruh isotop radioaktif sisanya mempunyai waktu paruh kurang
dari 24 jam dan mayoritas kurang dari 1 menit. Unsur ini juga memiliki 2 isotop meta stabil.[19]
53Cr adalah produk peluruhan radiogenik dari 53Mn (waktu paruh = 3,74 juta tahun),[20] dan
isotop kromium biasanya terkolokasi (dan bergabung) dengan isotop mangan. Keadaan ini
berguna dalam geologi isotop. Rasio isotop mangan-kromium memperkuat bukti dari 26Al dan
107Pd tentang asal usul sistem tata surya. Variasi dalam rasio 53Cr/52Cr dan Mn/Cr dari beberapa
meteorit menandakan rasio awal 53Mn/55Mn yang mengarah pada komposisi isotopik Mn-Cr
seharusnya merupakan hasil peluruhan in situ 53Mn dalam badan planet yang berbeda. Sehingga,
53Cr memberi bukti tambahan bahwa proses nukleosintesis terjadi segera sebelum peleburan
Isotop kromium berada dalam kisaran massa atom dari 43 u (43Cr) hingga 67 u (67Cr). Moda
peluruhan utama sebelum isotop stabil palling melimpah, 52Cr, adalah tangkapan elektron,
sedangkan moda utama setelahnya adalah peluruhan beta.[19] 53Cr telah diajukan sebagai proksi
untuk konsentrasi oksigen atmosfer.[22]
Senyawa
Lihat pula Kategori: Senyawa kromium
konfigurasi spin tinggi. Kromium menunjukkan rentang tingkat oksidasi yang −2 Na [Cr(CO) ]
2 5
lebar, dengan +3 adalah yang paling stabil; keadaan +3 dan +6 adalah yang
paling umum dalam senyawa kromium, sementara +1, +4, dan +5 jarang.[23] −1 Na2[Cr2(CO)10]
0 Cr(C6H6)2
Berikut adalah diagram Pourbaix untuk kromium dalam air murni, asam
perklorat atau natrium hidroksida:[17][24] +1 K3[Cr(CN)5NO]
+2 CrCl2
+3 CrCl3
+4 K2CrF6
+5 K3CrO8
+6 K2CrO4
Kromium(III)
Ion kromium(III) cenderung membentuk kompleks oktahedral. Warna kompleks ini ditentukan
oleh ligan yang menempel pada pusat Cr. Kromium(III) klorida hidrat yang tersedia di pasaran
adalah kompleks [CrCl''"; yang berwarna hijau tua. Senyawa kerabat dekatnya memiliki warna
yang berbeda: [CrCl(H''"; hijau pucat dan [Cr(H''"; ungu. Jika kromium(III) klorida bebas air yang
berwarna hijau dilarutkan dalam air, larutan hijau berubah menjadi ungu setelah beberapa saat
karena klorida dalam lingkungan koordinasi bagian dalam digantikan oleh air. Reaksi semacam
ini juga teramati dengan larutan krom alum dan garam kromium(III) yang dapat larut dalam air
lainnya.
Kromium(VI)
Baik anion kromat dan dikromat adalah oksidator kuat pada pH rendah:[8]
Asam kromat mempunyai rumus hipotetis H. Penjelasan ini masih sumir, meskipun banyak
kromat dan dikromat yang diketahui telah didefinisikan dengan baik. Kromium(VI) oksida CrO
yang berwarna merah tua, anhidrida asam dari asam kromat, dipasarkan dalam skala industri
sebagai "asam kromat".[8] Ia dapat dibuat dengan mencampur asam sulfat dengan dikromat, dan
merupakan suatu oksidator kuat.
Keadaan oksidasi +5 hanya terdapat dalam beberapa senyawa tetapi merupakan zat antara dalam
banyak reaksi yang melibatkan oksidasi dengan kromat. Satu-satunya senyawa biner adalah
kromium(V) fluorida yang mudah menguap (CrF5). Padatan merah ini memiliki titik leleh 30 °C
dan titik didih 117 °C. Ini dapat disiapkan dengan memberi perlakuan logam kromium dengan
fluor pada suhu 400 °C dan tekanan 200 bar. Peroksokromat(V) adalah contoh lain dari keadaan
oksidasi +5. Kalium peroksokromat (K) dibuat dengan mereaksikan kalium kromat dengan
hidrogen peroksida pada suhu rendah. Senyawa merah coklat ini stabil pada suhu kamar namun
terurai secara spontan pada 150–170 °C.[25]
Senyawa kromium(IV) (dengan tingkat oksidasi +4) sedikit lebih umum daripada kromium(V).
Tetrahalidanya, CrF4, CrCl4, dan CrBr4, dapat diproduksi dengan memberi perlakukan
trihalidanya (CrX3) dengan halogen yang sesuai pada suhu tinggi. Senyawa-senyawa tersebut
rentan terhadap reaksi disproporsionasi dan tidak stabil dalam air.
Kromium(II)
Banyak senyawa kromium(II) yang diketahui, termasuk kromium(II) klorida, CrCl, yang stabil
dalam air, dan dapat dibuat melalui reduksi kromium(III) klorida dengan seng. Larutan biru
terang yang dihasilkan hanya stabil pada pH netral.[8] Banyak karboksilat kromo (nama trivial
untuk ion kromium(II)) yang diketahui, terutama kromo asetat (Cr) yang berwarna merah dan
memiliki ikatan kuadrupel.
Kromium(I)
Sebagian besar senyawa Cr(I) diperoleh melalui oksidasi kompleks Cr(0) oktahedral yang kaya
elektron. Kompleks Cr(I) lainnya mengandung ligan siklopentadienil. Sesuai verifikasi
menggunakan difraksi sinar-X, ikatan kuintupel Cr-Cr (panjang 183,51(4) pm) telah pula
dideskripsikan.[26] Ligan monodentat yang sangat besar menstabilkan senyawa ini dengan
melindungi ikatan kuintupel dari reaksi lebih lanjut.
Kromium(0)
Artikel utama: Kimia organokromium
Banyak senyawa kromium(0) yang diketahui. Sebagian besar adalah turunan kromium
heksakarbonil atau bis(benzena)kromium.
Sejarah
Kromium ditemukan sebagai unsur setelah ia menarik
perhatian dunia Barat dengan kristal mineral merahnya,
krokoit (timbal(II) kromat), yang ditemukan pada tahun 1761
dan awalnya digunakan sebagai pigmen. Hampir semua
kromium yang diekstraksi secara komersial berasal dari
sumber tunggal, bijih kromit, yang merupakan besi kromium
oksida (FeCr}). Kromit sekarang merupakan sumber utama
kromium untuk pigmen.
Mineral kromium sebagai pigmen menarik perhatian dunia Barat pada abad ke-18. Pada 26 Juli
1761, Johann Gottlob Lehmann menemukan mineral merah-jingga dalam tambang Beryozovskoye
di Pegunungan Ural yang ia namakan timbal merah Siberia. Meskipun disalahtafsirkan sebagai
senyawa timbal dengan komponen selenium dan besi, mineral ini sebetulnya adalah krokoit
(timbal kromat) dengan rumus PbCrO. [28]
Pada tahun 1770, Peter Simon Pallas mengunjungi situs yang sama seperti yang dikunjungi oleh
Lehmann dan meemukan mineral timbal merah yang memiliki manfaat sebagai pigmen dalam cat.
Penggunaan timbal merah Siberia sebagai pigmen cat kemudian berkembang pesat. Pigmen
kuning cerah yang dibuat dari krokoit juga menjadi populer.[28]
Kromium juga dikenal karena kilaunya ketika dipoles. Ia digunakan sebagai penyalut untuk
melindungi dan mempercantik bagian-bagian mobil, perlengkapan perpipaan, bagian-bagian
furnitur, dan banyak barang lainnya, biasanya melalui aplikasi penyepuhan elektrik. Awal
kromium digunakan untuk penyepuhan elektrik terjadi pada tahun 1848, tetapi penggunaan ini
menjadi semakin meluas dengan perkembangan proses yang telah ditingkatkan pada tahun
1924.[31]
Produksi
Sekitar 28,8 juta metrik ton (MT) bijih kromit yang dipasarkan
diproduksi pada tahun 2013, dan yang diubah menjadi
ferokromium sebanyak 7,5 MT. [33] Menurut John F. Papp, yang menulis untuk USGS:
Ferokromium adalah ujung akhir penggunaan bijih kromit, [dan] baja nirkarat
adalah ujung akhir penggunaan ferokromium.[33]
Produser terbesar bijih kromium pada tahun 201 adalah Afrika Selatan (48%), Kazakhstan (13%),
Turki (11%), India (10%) dengan beberapa negara lainnya yang memproduksi sekitar 18% dari
produksi dunia.[33]
Dua produk utama pengolahan bijih kromium adalah ferokromium dan logam kromium. Untuk
produk-produk tersebut, proses peleburan bijih tersebut sangat berbeda. Untuk produksi
ferokromium, bijih kromit (FeCr) direduksi dalam skala besar dalam tungku busur listrik atau
peleburan yang lebih kecil dengan baik aluminium maupun silikon dalam suatu reaksi
aluminotermik.[34]
Untuk produksi kromium murni, besi harus dipisahkan dari kromium dalam dua tahap proses
pemanggangan dan pelindian (leaching). Bijih kromit dipanaskan dengan campuran kalsium
karbonat dan natrium karbonat dengan adanya udara. Kromium dioksidasi menjadi bentuk
heksavalennya, sementara besi membentuk Fe yang stabil. Pelindian selanjutnya pada suhu yang
lebih tinggi melarutkan kromat dan meninggalkan oksida besi yang tidak larut. Kromat diubah
menjadi dikromat menggunakan asam sulfat.[34]
Dikromat dikonversi menjadi kromium(III) oksida melalui reduksi dengan karbon dan kemudian
direduksi dalam suatu reaksi aluminotermik menjadi kromium.[34]
Aplikasi
Paduan logam mencakup 85% dari total penggunaan kromium. Sisanya digunakan dalam industri
bahan kimia, refraktori, dan pabrik peleburan logam (bahasa Inggris: foundry).
Metalurgi
Artikel utama: Penyepuhan krom
Kekerasan yang relatif tinggi dan ketahanan korosi dari kromium murni membuatnya menjadi
penyalut permukaan yang baik, saat ini masih merupakan salutan logam yang paling "populer"
dengan daya tahan kombinasi yang tak tertandingi. Lapisan tipis kromium diendapkan pada
permukaan logam yang telah diolah dengan teknik penyepuhan elektrik. Ada dua metode
pengendapan: Tipis, ketebalan di bawah 1 μm, lapisan diendapkan oleh penyepuhan krom, dan
digunakan untuk permukaan dekoratif. Jika dibutuhkan permukaan tahan aus maka lapisan
kromium yang lebih tebal diendapkan. Kedua metode tersebut biasanya menggunakan larutan
asam kromat atau dikromat. Untuk mencegah perubahan konsumsi energi pada keadaan oksidasi,
penggunaan kromium(III) sulfat sedang dikembangkan, namun untuk sebagian besar aplikasi,
digunakan proses yang telah mapan.[31]
Dalam proses salutan konversi kromat, sifat oksidatif kuat dari kromat digunakan untuk
mendepositkan lapisan oksida pelindung pada logam seperti aluminium, seng dan kadmium.
Pasivasi dan sifat penyembuhan diri oleh kromat yang tersimpan dalam salutan konversi kromat,
yang dapat bermigrasi ke kerusakan lokal, merupakan keuntungan dari metode pelapisan ini.[36]
Sedang dikembangkan metode penyalutan alternatif, karena peraturan lingkungan dan kesehatan
pada kromat.[37]
Penganodaan asam kromat (penganodaan Type I) aluminium adalah proses elektrokimia lainnya,
yang tidak menyebabkan deposisi kromium, tetapi menggunakan asam kromat sebagai elektrolit
dalam larutan. Selama penganodaan, lapisan oksida terbentuk pada permukaan aluminium.
Penggunaan asam kromat, dan bukannya asam sulfat seperti biasanya, menyebabkan sedikit
perbedaan pada lapisan oksida ini.[38]
Toksisitas tinggi dari senyawa Cr(VI), yang digunakan dalam proses penyepuhan elektrik, dan
penguatan regulasi keamanan dan keselamatan perlu dicari pengganti untuk kromium atau
setidaknya mengubahnya ke senyawa kromium(III) yang kurang toksik.[31]
Oksida kromium juga digunakan sebagai pewarna hijau dalam pembuatan kaca dan sebagai glasir
pada keramik.[41] Kromium oksida hijau sangat ringan dan seperti digunakan pada penyalut
selongsong. Ia juga merupakan ingredien utama dalam cat reflektor inframerah, yang digunakan
oleh pasukan bersenjata, untuk mencat kendaraan, untuk memberikan reflektansi IR yang serupa
dengan daun hijau.[42]
Rubi alami adalah kristal korundum (aluminium oksida) yang berwarna merah (jenis paling
langka) karena adanya ion kromium(III) (permata korundum berwarna lain disebut safir). Rubi
buatan berwarna merah dapat juga diperoleh melalui doping kromium(III) ke dalam kristal
korundum buatan, sehingga membaut kromium suatu syarat untuk pembuatan rubi sintetis.[43]
Kristal rubi sintetis semacam ini adalah dasar untuk laser pertama, diproduksi tahun 1960, yang
bergantung pada emisi terstimulasi cahaya dari atom kromium dalam kristal tersebut.
Pengawet kayu
Garam kromium(VI) digunakan untuk pengawet kayu karena toksisitasnya. Sebagai contoh,
tembaga arsenat terkromasi (chromated copper arsenate, CCA) digunakan dalam pengolahan
kayu untuk melindungi kayu dari pelapukan jamur, serangga yang menyerang kayu, termasuk
rayap, dan penggerek laut.[44] Formulasinya mengandung kromium berbasis oksida CrO3 antara
35,3% dan 65,5%. Di Amerika Serikat, 65.300 metrik ton larutan CCA digunakan pada tahun
1996.[44]
Penyamakan
Artikel utama: Penyamakan
Garam kromium(III), terutama alum krom dan kromium(III) sulfat, digunakan dalam
penyamakan kulit. Kromium(III) menstabilkan kulit dengan mengikat silang serat kolagen.[45]
Kulit yang disamak dengan kromium mengandung antara 4 dan 5% kromium, yang berikatan kuat
dengan protein.[12] Meskipun bentuk kromium yang digunakan untuk menyamak bukanlah
varietas heksavalen yang toksik, tetap ada minat dalam mengelola kromium dalam industri
penyamakan seperti perolehan kembali dan penggunaan ulang, daur ulang langsung/tak
langsung,[46] menggunakan sedikit kromium atau penyamakan "nirkrom" dilakukan untuk
pengelolaan kromium yang lebih baik dalam penyamakan.
Bahan refraktori
Ketahanan terhadap panas yang tinggi dan tingginya titik lebur menjadikan kromit dan
kromium(III) oksida suatu bahan untuk aplikasi refraktori suhu tinggi, seperti tanur tinggi, tanur
semen, cetakan untuk membakar batu bata dan pasir peleburan untuk pengecoran logam. Pada
aplikasi ini, bahan refraktori dibuat dari campuran kromit dan magnesit. Penggunaannya
menurun karena regulasi lingkungan tentang kemungkinan pembentukan kromium(VI).[34]
Katalis
Kegunaan lain
Kromium(IV) oksida (CrO2) adalah senyawa magnetik. Bentuk idealnya anisotropi, yang
memberikan koersivitas tinggi dan sisa magnetisasi, membuatnya sebagai senyawa superior
terhadap γ-Fe. Kromium(IV) oksida digunakan untuk pabrikasi pita magnetik yang digunakan
dalam pita audio kinerja tinggi dan kaset audio.[51] Kromat dapat mencegah korosi baja pada
kondisi basah, dan oleh karena itu kromat ditambahkan pada lumpur pengeboran.[52]
Kromium(III) oksida (Cr) adalah logam poles yang dikenal sebagai rona hijau.[53]
Asam kromat adalah oksidator kuat dan senyawa yang berguna untuk membersihkan
peralatan gelas laboratorium dari senyawa organik renik apapun. Ia disiapkan dengan
melarutkan kalium dikromat dalam asam sulfat pekat, yang kemudian digunakan untuk
membilas peralatan. Natrium dikromat kadang-kadang digunakan karena kelarutannya yang
lebih tinggi (masing-masing 50 g/L vs 200 g/L). Penggunaan larutan pembersih dikromat
sekarang sudah dihapus karena toksisitasnya yang tinggi dan masalah lingkungan. Larutan
pembersih modern sangat efektif dan bebas kromium.
Kalium dikromat adalah pereaksi kimia, yang digunakan untuk titrasi.
Alum krom adalah kromium(III) kalium sulfat dan digunakan sebagai mordan (yaitu zat fiksasi)
untuk pewarna kain dan penyamakan.
Peran biologis
Artikel utama: Defisiensi kromium
Dalam bentuk kromium trivalen, Cr(III), atau Cr3+, kromium diidentifikasi sebagai nutrisi
esensial pada akhir tahun 1950an dan kemudian diterima sebagai unsur renik untuk perannya
dalam aksi insulin, hormon penting untuk metabolisme dan penyimpanan karbohidrat, lemak dan
protein.[6][54] Namun, mekanisme tepatnya dalam tubuh belum sepenuhnya didefinisikan,
meninggalkan pertanyaan apakah kromium penting untuk kesehatan manusia.[6][55][56][57]
Kromium trivalen terdapat dalam jumlah renik pada makanan, minuman anggur dan air.[6][58]
Sebaliknya, kromium heksavalen (Cr(VI) atau Cr6+ sangat beracun dan merupakan mutagen jika
terhirup.[59] Menghirup kromium(VI) dalam air telah dikaitkan dengan tumor lambung, dan juga
dapat menyebabkan alergi dermatitis kontak (allergic contact dermatitis, ACD).[60]
Defisiensi kromium, yang melibatkan kekurangan Cr(III) di dalam tubuh, atau mungkin beberapa
kompleknya, seperti faktor toleransi glukosa masih kontroversial.[6] Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kromium(III) bentuk aktif biologis dalam oligopeptida disebut zat pengikat
kromium berat molekul rendah (low-molecular-weight chromium-binding substance, LMWCr),
yang mungkin berperan dalam jalur pensinyalan insulin.[61]
Meskipun mekanisme kromium dalam peran biologis tidak jelas, suplemen diet kromium meliputi
kromium(III) pikolinat, kromium(III) polinikotinat, dan zat terkait.[6] Manfaat suplemen-
suplemen tersebut belum terbukti.[6][62]
Di Amerika Serikat, panduan diet untuk asupan kromium harian pada 2001 cukup rendah, mulai
50-200 µg untuk dewasa hingga 35 µg (pria dewasa) dan 25 µg (wanita dewasa).[6][63] Pada tahun
2014, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (European Food Safety Authority) menerbitkan laporan
yang menyatakan bahwa asupan kromium(III) tidak memiliki manfaat pada kesehatan manusia,
sehingga Panel menghilangkan kromium dari daftar unsur nutrisi dan esensial.[61][55]
Kandungan kromium dalam makanan umumnya rendah (1-13 mikrogram per porsi).[6][64]
Kandungan kromium makanan sangat bervariasi karena perbedaan kandungan mineral tanah,
musim tanam, kultivar tanaman, dan kontaminasi selama pemrosesan.[64] Sebagai tambahan,
sejumlah besar kromium (dan nikel) larut ke dalam makanan yang dimasak dengan stainless
steel.[65][66]
Badan Makanan dan Gizi dari Lembaga Kedokteran AS memperbarui Estimasi Kebutuhan Rata-
rata (Estimated Average Requirements, EARs) dan Angka Kebutuhan Gizi (AKG) pada tahun
2001. Untuk kromium, tidak ada informasi yang memadai untuk menentukan EAR dan AKG,
sehingga perlu dipaparkan sebagai perkiraan untuk Kecukupan Asupan (Adequate Intake, AI). AI
saat ini untuk kromium untuk wanita berusia 14-50 tahun adalah 25 μg/hari dan 20 μg/hari untuk
di atas 50 tahun. AI untuk wanita hamil adalah 30 μg/hari. AKG untuk ibu menyusui adalah 45
μg/hari. Untuk pria berusia 14-50 tahun adalah 35 μg/hari dan 30 μg/hari untuk pria di atas 50
tahun. Untuk bayi dan anak-anak berusia 1-13 tahun AI meningkat sesuai umur dari 0,2 sampai 25
μg/hari. Demi keamanan, Badan Makanan dan Gizi juga menentukan Batas Atas Asupan yang
dapat ditoleransi (dikenal sebagai UL) untuk vitamin dan mineral jika terdapat bukti-bukti yang
mencukupi. Dalam kasus kromium, belum ada informasi yang mencukupi dan oleh karenanya
tidak ada UL. Secara kolektif, EAR, AKG, AI dan UL dirujuk sebagai Angka Kebutuhan Gizi.[67]
Otoritas Keamanan Pangan Eropa meninjau pertanyaan terkait keamanan pangan yang sama dan
tidak menetapkan UL.[68] Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan UL tentatif pada 250
μg/hari. Di Amerika Serikat banyak perusahaan suplemen makanan menawarkan produk
kromium 200 sampai 800 μg/hari. Produk multivitamin/mineral cenderung mengandung 120 μg
kromium per tablet karena sampai saat ini itulah 100% nilai harian (lihat di bawah).
Untuk suplemen makanan A.S., jumlah per porsi disajikan sebagai persentase Nilai Harian (%DV).
Untuk tujuan pelabelan kromium, 100% dari Nilai Harian adalah 120 μg, namun pada Mei 2016
telah direvisi menjadi 35 μg. Perusahaan makanan dan suplemen memiliki tenggat sampai 28 Juli
2018 untuk mematuhi perubahan tersebut.
Tindakan pencegahan
Artikel utama: Toksisitas kromium
Senyawa kromium(III) dan logam kromium yang tidak larut dianggap tidak membahayakan
kesehatan, sementara toksisitas dan sifat karsinogenik kromium(VI) telah lama diketahui.[69]
Kromium(III) memasuki sel hanya dalam jumlah terbatas, kerana mekanisme transport spesifik.
Beberapa studi in vitro menandakan bahwa tingginya konsentrasi kromium(III) dalam sel dapat
menyebabkan kerusakan DNA.[70] Toksisitas oral akut berkisar antara 1,5 dan 3,3 mg/kg.[71]
Tinjauan tahun 2008 menyarankan bahwa asupan moderat kromium(III) melalui suplemen
makanan tidak memicu risiko keracunan genetik.[70] Administrasi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (OSHA) di AS telah menetapkan batas paparan yang diizinkan (permissible eposure limit,
PEL) di tempat kerja sebagai rata-rata tertimbang waktu (time-weighted average, TWA) sebesar
1 mg/m3. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) telah menetapkan batas
paparan yang direkomendasikan (recommended exposure limit, REL) sebesar 0,5 mg/m3, rata-
rata tertimbang waktu. Nilai IDLH (immediately dangerous to life and health) adalah
250 mg/m3.[72]Senyawa kromium(III) dan logam kromium yang tidak larut dianggap tidak
membahayakan kesehatan, sementara toksisitas dan sifat karsinogenik kromium(VI) telah lama
diketahui.[69] Kromium(III) memasuki sel hanya dalam jumlah terbatas, kerana mekanisme
transport spesifik. Beberapa studi in vitro menandakan bahwa tingginya konsentrasi
kromium(III) dalam sel dapat menyebabkan kerusakan DNA.[70] Toksisitas oral akut berkisar
antara 1,5 dan 3,3 mg/kg.[71] Tinjauan tahun 2008 menyarankan bahwa asupan moderat
kromium(III) melalui suplemen makanan tidak memicu risiko keracunan genetik.[70]
Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OSHA) di AS telah menetapkan batas paparan
yang diizinkan (permissible eposure limit, PEL) di tempat kerja sebagai rata-rata tertimbang
waktu (time-weighted average, TWA) sebesar 1 mg/m3. National Institute for Occupational Safety
and Health (NIOSH) telah menetapkan batas paparan yang direkomendasikan (recommended
exposure limit, REL) sebesar 0,5 mg/m3, rata-rata tertimbang waktu. Nilai IDLH (immediately
dangerous to life and health) adalah 250 mg/m3.[73]
Cr(VI)
Toksisitas oral akut untuk kromium(VI) berkisar antara 50 dan 150 µg/kg.[71] Di dalam tubuh,
kromium(VI) direduksi melalui beberapa mekanisme menjadi kromium(III) yang sudah ada
dalam darah sebelum memasuki sel. Kromium(III) diekskresikan dari dalam tubuh, sementara ion
kromat ditransfer ke dalam sel melalui mekanisme transport, bersamaan dengan masuknya ion
sulfat dan fosfat ke dalam sel. Toksisitas akut kromium(VI) karena sifat oksidator kuatnya. Setelah
memasuki aliran darah, ia akan menghancurkan ginjal, liver dan sel darah melalui reaksi oksidasi.
Hasilnya adalah hemolisis, kegagalan ginjal dan liver. Dialisis agresif dapat dijadikan
pengobatannya.[74]
Karsinogenitas debu kromat telah diketahui sejak lama, dan pada tahun 1890 publikasi pertama
menjelaskan peningkatan risiko kanker pada pekerja perusahaan pewarna kromat.[75][76] Tiga
mekanisme diusulkan untuk menjelaskan genotoksisitas kromium(VI). Mekanisme pertama
mencakup radikal hidroksil yang sangat reaktif dan radikal reaktif lainnya yang merupakan
produk sampingan reduksi kromium(VI) ke kromium(III). Proses kedua menckup pengikatan
langsung senyawa kromium(V), yang dihasilkan melalui reduksi dalam sel, dan kromium(IV) pada
DNA. Mekanisme terakhir terkait genotoksisitas dengan ikatan DNA dengan produk akhir reduksi
kromium(III).[77][78]
Garam kromium (kromat) juga penyebab reaksi alergi pada beberapa orang. Kromat sering
digunakan untuk manufaktur, antara lain, produk kulit, cat, semen, mortar dan anti korosi.
Kontak dengan produk yang mengandung kromat dapat menyebabkan alergi dermatitis kontak
dan dermatitis iritasi. yang menghasilkan koreng pada kulit, kadang-kadang disebut sebagai
"koreng krom". Kondisi ini sering dijumpai pada pekerja yang telah terpapar larutan kromat kuat
pada penyepuhan elektrik, penyamakan, dan pabrik yang menghasilkan krom.[79][80]
Masalah lingkungan
Senyawa kromium sering ditemukan di dalam tanah dan air tanah pada situs industri yang sudah
tak terpakai, karena senyawa kromium pernah digunakan dalam senyawa pewarna, cat, dan
penyamak kulit. Saat ini, diperlukan pembersihan dan remediasi lingkungan. Cat dasar yang
mengandung kromium heksavalen masih banyak digunakan untuk aplikasi finishing pesawat
terbang dan mobil.[81]
Pada tahun 2010, Kelompok Kerja Lingkungan mempelajari air minum di 35 kota Amerika dalam
rangka studi nasional pertama. Studi tersebut menemukan kromium heksavalen dalam air keran
di 31 kota yang disampel, dengan Norman, Oklahoma menempati urutan teratas; 25 kota memiliki
tingkat yang melebihi batas yang diusulkan oleh California.[82] Konsentrasi Cr(VI) dalam pasokan
air minum kota AS, dilaporkan oleh EWG, tidak mengindikasikan adanya polusi industri.[83]
Faktor ini tidak menjadi perhatian laporan EWG.
Catatan
1. Tingkat oksidasi kromium paling umum ditebalkan. Kolom sebelah kanan mencantumkan
contoh senyawa untuk masing-masing tingkat oksidasi.
Referensi
1. "Hasil Pencarian". KBBI Daring. Diakses tanggal 17 Juli 2022.
2. Fawcett, Eric (1988). "Spin-density-wave antiferromagnetism in chromium". Reviews of Modern
Physics. 60: 209. Bibcode:1988RvMP...60..209F. doi:10.1103/RevModPhys.60.209.
3. Weast, Robert (1984). CRC, Handbook of Chemistry and Physics. Boca Raton, Florida:
Chemical Rubber Company Publishing. hlm. E110. ISBN 0-8493-0464-4.
4. Brandes, E. A.; Greenaway, H. T.; Stone, H. E. N. (1956). "Ductility in Chromium". Nature. 178
(587): 587. Bibcode:1956Natur.178..587B. doi:10.1038/178587a0.
5. χρῶμα (http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Perseus%3Atext%3A1999.04.0057%3A
entry%3Dxrw%3Dma), Henry George Liddell, Robert Scott, A Greek-English Lexicon, on
Perseus
6. "Chromium". Office of Dietary Supplements, US National Institutes of Health. 2016. Diakses
tanggal 26 June 2016.
7. Wallwork, G. R. (1976). "The oxidation of alloys". Reports on the Progress Physics. 39 (5):
401–485. Bibcode:1976RPPh...39..401W. doi:10.1088/0034-4885/39/5/001.
8. Holleman, Arnold F.; Wiberg, Egon; Wiberg, Nils (1985). "Chromium". Lehrbuch der
Anorganischen Chemie (dalam bahasa German) (edisi ke-91–100). Walter de Gruyter.
hlm. 1081–1095. ISBN 3-11-007511-3.
9. National Research Council (U.S.). Committee on Coatings (1970). High-temperature oxidation-
resistant coatings: coatings for protection from oxidation of superalloys, refractory metals, and
graphite. National Academy of Sciences. ISBN 0-309-01769-6.
10. Emsley, John (2001). "Chromium". Nature's Building Blocks: An A-Z Guide to the Elements.
Oxford, England, UK: Oxford University Press. hlm. 495–498. ISBN 0-19-850340-7.
11. Rieuwerts, J. (2015), The Elements of Environmental Pollution, Abingdon and New York:
Routledge
12. National Research Council (U.S.). Committee on Biologic Effects of Atmospheric Pollutants
(1974). Chromium. National Academy of Sciences. hlm. 155. ISBN 978-0-309-02217-0.
13. Papp, John F. "Commodity Summary 2009: Chromium" (PDF). United States Geological Survey.
Diakses tanggal 2009-03-17.
14. Fleischer, Michael (1982). "New Mineral Names" (PDF). American Mineralogist. 67: 854–860.
15. "Chromium (with location data)", Mindat
16. "Chromium from Udachnaya-Vostochnaya pipe, Daldyn, Daldyn-Alakit kimberlite field, Saha
Republic (Sakha Republic; Yakutia), Eastern-Siberian Region, Russia", Mindat
17. Kotaś, J.; Stasicka, Z. (2000). "Chromium occurrence in the environment and methods of its
speciation". Environmental Pollution. 107 (3): 263–283. doi:10.1016/S0269-7491(99)00168-2.
PMID 15092973.
18. Gonzalez, A. R.; Ndung'u, K.; Flegal, A. R. (2005). "Natural Occurrence of Hexavalent
Chromium in the Aromas Red Sands Aquifer, California". Environmental Science and
Technology. 39 (15): 5505–5511. Bibcode:2005EnST...39.5505G. doi:10.1021/es048835n.
PMID 16124280.
19. Georges, Audi; Bersillon, O.; Blachot, J.; Wapstra, A. H. (2003). "The NUBASE Evaluation of
Nuclear and Decay Properties". Nuclear Physics A. Atomic Mass Data Center. 729: 3–128.
Bibcode:2003NuPhA.729....3A. doi:10.1016/j.nuclphysa.2003.11.001.
20. 53Mn (http://www.nndc.bnl.gov/chart/reCenter.jsp?z=25&n=28) Diarsipkan (https://web.archive.
org/web/20170712130825/http://www.nndc.bnl.gov/chart/reCenter.jsp?z=25&n=28) 2017-07-12
di Wayback Machine.. Chart of Nuclides. nndc.bnl.gov
21. Birck, J. L.; Rotaru, M.; Allegre, C. (1999). "53Mn-53Cr evolution of the early solar system".
Geochimica et Cosmochimica Acta. 63 (23–24): 4111–4117. Bibcode:1999GeCoA..63.4111B.
doi:10.1016/S0016-7037(99)00312-9.
22. Frei, Robert; Gaucher, Claudio; Poulton, Simon W.; Canfield, Don E. (2009). "Fluctuations in
Precambrian atmospheric oxygenation recorded by chromium isotopes". Nature. 461 (7261):
250–253. Bibcode:2009Natur.461..250F. doi:10.1038/nature08266. PMID 19741707.
23. Greenwood, Norman N.; Earnshaw, A. (1997), Chemistry of the Elements (edisi ke-2), Oxford:
Butterworth-Heinemann, ISBN 0-7506-3365-4
24. Puigdomenech, Ignasi Hydra/Medusa Chemical Equilibrium Database and Plotting Software (h
ttp://www.kth.se/che/medusa) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20130605034847/http://
www.kth.se/che/medusa) 5 June 2013 di Wayback Machine. (2004) KTH Royal Institute of
Technology
25. Haxhillazi, Gentiana (2003). "Preparation, Structure and Vibrational Spectroscopy of
Tetraperoxo Complexes of CrV+, VV+, NbV+ and TaV+". PhD thesis, University of Siegen.
26. Nguyen, T.; et al. (2005). "Synthesis of a Stable Compound with Fivefold Bonding Between
Two Chromium(I) Centers". Science. 310 (5749): 844–847. Bibcode:2005Sci...310..844N.
doi:10.1126/science.1116789. PMID 16179432.
27. Cotterell, Maurice (2004), The Terracotta Warriors: The Secret Codes of the Emperor's Army,
Rochester: Bear and Company, ISBN 1-59143-033-X
28. Guertin, Jacques; Jacobs, James Alan & Avakian, Cynthia P. (2005). Chromium (VI) Handbook.
CRC Press. hlm. 7–11. ISBN 978-1-56670-608-7.
29. Vauquelin, Louis Nicolas (1798). "Memoir on a New Metallic Acid which exists in the Red Lead
of Sibiria". Journal of Natural Philosophy, Chemistry, and the Art. 3: 146.
30. van der Krogt, Peter. "Chromium". Diakses tanggal 2008-08-24.
31. Dennis, J. K.; Such, T. E. (1993). "History of Chromium Plating". Nickel and Chromium Plating.
Woodhead Publishing. hlm. 9–12. ISBN 978-1-85573-081-6.
32. Papp, John F. "Mineral Yearbook 2002: Chromium" (PDF). United States Geological Survey.
Diakses tanggal 2009-02-16.
33. Papp, John F. "Mineral Yearbook 2015: Chromium" (PDF). United States Geological Survey.
Diakses tanggal 2015-06-03.
34. Papp, John F. & Lipin, Bruce R. (2006). "Chromite". Industrial Minerals & Rocks: Commodities,
Markets, and Uses (edisi ke-7th). SME. ISBN 978-0-87335-233-8.
35. Bhadeshia, H. K. D. H. "Nickel-Based Superalloys". University of Cambridge. Diarsipkan dari
versi asli tanggal 2006-08-25. Diakses tanggal 2009-02-17.
36. Edwards, Joseph (1997). Coating and Surface Treatment Systems for Metals. Finishing
Publications Ltd. and ASMy International. hlm. 66–71. ISBN 0-904477-16-9.
37. Zhao, J.; Xia, L.; Sehgal, A.; Lu, D.; McCreery, R. L.; Frankel, G. S. (2001). "Effects of
chromate and chromate conversion coatings on corrosion of aluminum alloy 2024-T3". Surface
and Coatings Technology. 140 (1): 51–57. doi:10.1016/S0257-8972(01)01003-9. Diarsipkan
dari versi asli tanggal 20 July 2011.
38. Sprague, J. A.; Smidt, F. A. (1994). ASM Handbook: Surface Engineering. ASM International.
ISBN 978-0-87170-384-2. Diakses tanggal 2009-02-17.
39. Worobec, Mary Devine; Hogue, Cheryl (1992). Toxic Substances Controls Guide: Federal
Regulation of Chemicals in the Environment. Washington, D.C.: BNA Books. hlm. 13.
ISBN 978-0-87179-752-0.
40. Gettens, Rutherford John (1966). "Chrome yellow". Painting Materials: A Short Encyclopaedia.
Courier Dover Publications. hlm. 105–106. ISBN 978-0-486-21597-6.
41. Gerd Anger; et al. (2005), "Chromium Compounds", Ullmann's Encyclopedia of Industrial
Chemistry, Weinheim: Wiley-VCH, doi:10.1002/14356007.a07_067
42. Marrion, Alastair (2004). The chemistry and physics of coatings. Royal Society of Chemistry.
hlm. 287–. ISBN 978-0-85404-604-1.
43. Moss, S. C.; Newnham, R. E. (1964). "The chromium position in ruby" (PDF). Zeitschrift für
Kristallographie. 120 (4–5): 359–363. Bibcode:1964ZK....120..359M.
doi:10.1524/zkri.1964.120.4-5.359.
44. Hingston, J.; et al. (2001). "Leaching of chromated copper arsenate wood preservatives: a
review". Environmental Pollution. 111 (1): 53–66. doi:10.1016/S0269-7491(00)00030-0.
PMID 11202715.
45. Brown, E. M. (1997). "A Conformational Study of Collagen as Affected by Tanning Procedures".
Journal of the American Leather Chemists Association. 92: 225–233.
46. Sreeram, K.; Ramasami, T. (2003). "Sustaining tanning process through conservation, recovery
and better utilization of chromium". Resources, Conservation and Recycling. 38 (3): 185–212.
doi:10.1016/S0921-3449(02)00151-9.
47. Weckhuysen, Bert M.; Schoonheydt, Robert A. (1999). "Olefin polymerization over supported
chromium oxide catalysts". Catalysis Today. 51 (2): 215–221. doi:10.1016/S0920-
5861(99)00046-2.
48. Twigg, M. V. E. (1989). "The Water-Gas Shift Reaction". Catalyst Handbook. ISBN 978-0-7234-
0857-4.
49. Rhodes, C.; Hutchings, G. J.; Ward, A. M. (1995). "Water-gas shift reaction: Finding the
mechanistic boundary". Catalysis Today. 23: 43–58. doi:10.1016/0920-5861(94)00135-O.
50. Lazier, W.A.; Arnold, H.R. (1939). "Copper Chromite Catalyst". Org. Synth. 19: 31; Coll. Vol. 2:
142.
51. Mallinson, John C. (1993). "Chromium Dioxide". The foundations of magnetic recording.
Academic Press. ISBN 978-0-12-466626-9.
52. Garverick, Linda (1994). Corrosion in the Petrochemical Industry. ASM International.
ISBN 978-0-87170-505-1.
53. Baral, Anil; Engelken, Robert D. (2002). "Chromium-based regulations and greening in metal
finishing industries in the USA". Environmental Science & Policy. 5 (2): 121–133.
doi:10.1016/S1462-9011(02)00028-X.
54. Anderson, R. A. (1997). "Chromium as an Essential Nutrient for Humans". Regulatory
Toxicology and Pharmacology. 26 (1 Pt 2): S35–S41. doi:10.1006/rtph.1997.1136.
PMID 9380836.
55. European Food Safety Authority (2014). "Scientific Opinion on Dietary Reference Values for
chromium". EFSA Journal. 12 (10): 3845. doi:10.2903/j.efsa.2014.3845.
56. Vincent, John B. (2013). "Chapter 6. Chromium: Is It Essential, Pharmacologically Relevant, or
Toxic?". Dalam Astrid Sigel; Helmut Sigel; Roland K. O. Sigel. Interrelations between Essential
Metal Ions and Human Diseases. Metal Ions in Life Sciences. 13. Springer. hlm. 171–198.
doi:10.1007/978-94-007-7500-8_6.
57. Bona, Kristin R.; Love, Sharifa; Rhodes, Nicholas R.; McAdory, Deana; Sinha, Sarmistha
Halder; Kern, Naomi; Kent, Julia; Strickland, Jessyln; Wilson, Austin; Beaird, Janis; Ramage,
James; Rasco, Jane F.; Vincent, John B. (2011). "Chromium is not an essential trace element
for mammals: Effects of a "low-chromium" diet". JBIC Journal of Biological Inorganic
Chemistry. 16 (3): 381–90. doi:10.1007/s00775-010-0734-y. PMID 21086001.
58. Mertz, Walter (1 April 1993). "Chromium in Human Nutrition: A Review". Journal of Nutrition.
123 (4): 626–33. PMID 8463863.
59. Wise, Sandra S.; Wise, J. P., Sr (2012). "Chromium and genomic stability". Mutation
Research/Fundamental and Molecular Mechanisms of Mutagenesis. 733 (1–2): 78–82.
doi:10.1016/j.mrfmmm.2011.12.002. PMC 4138963 . PMID 22192535.
60. "ToxFAQs: Chromium". Agency for Toxic Substances & Disease Registry, Centers for Disease
Control and Prevention. February 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-08. Diakses
tanggal 2007-10-02.
61. Vincent, J. B. (17 January 2015). "Is the Pharmacological Mode of Action of Chromium(III) as a
Second Messenger?". Biological trace element research. 166 (1): 7–12. doi:10.1007/s12011-
015-0231-9. PMID 25595680.
62. Vincent, John B. (2010). "Chromium: Celebrating 50 years as an essential element?". Dalton
Transactions. 39 (16): 3787–94. doi:10.1039/B920480F. PMID 20372701.
63. Vincent, J. B. (2007). "Recent advances in the nutritional biochemistry of trivalent chromium".
Proceedings of the Nutrition Society. 63 (1): 41–47. doi:10.1079/PNS2003315.
PMID 15070438.
64. Thor MY; Harnack L; King D; Jasthi B; Pettit J (Dec 2011). "Evaluation of the
comprehensiveness and reliability of the chromium composition of foods in the literature". J
Food Compost Anal. 24 (8): 1147–1152. doi:10.1016/j.jfca.2011.04.006. PMC 3467697 .
PMID 23066174.
65. Kamerud KL; Hobbie KA; Anderson KA (Aug 28, 2013). "Stainless Steel Leaches Nickel and
Chromium into Foods During Cooking". J Agric Food Chem. 61 (39): 9495–501.
doi:10.1021/jf402400v. PMC 4284091 . PMID 23984718.
66. Flint GN; Packirisamy S (1997). "Purity of food cooked in stainless steel utensils". Food Addit
Contam. 14 (2): 115–26. doi:10.1080/02652039709374506. PMID 9102344.
67. Chromium. IN: Dietary Reference Intakes for Vitamin A, Vitamin K, Arsenic, Boron, Chromium,
Chromium, Iodine, Iron, Manganese, Molybdenum, Nickel, Silicon, Vanadium, and Chromium
(https://fnic.nal.usda.gov/sites/fnic.nal.usda.gov/files/uploads/197-223_150.pdf/) Diarsipkan (htt
ps://web.archive.org/web/20161017025332/https://fnic.nal.usda.gov/sites/fnic.nal.usda.gov/file
s/uploads/197-223_150.pdf) 2016-10-17 di Wayback Machine.. National Academy Press. 2001,
PP.197-223.
68. Tolerable Upper Intake Levels For Vitamins And Minerals (PDF), European Food Safety
Authority, 2006
69. Barceloux, Donald G.; Barceloux, Donald (1999). "Chromium". Clinical Toxicology. 37 (2): 173–
194. doi:10.1081/CLT-100102418. PMID 10382554.
70. Eastmond, David A.; MacGregor, J. T.; Slesinski, R. S. (2008). "Trivalent Chromium: Assessing
the Genotoxic Risk of an Essential Trace Element and Widely Used Human and Animal
Nutritional Supplement". Critical Reviews in Toxicology. 38 (3): 173–190.
doi:10.1080/10408440701845401. PMID 18324515.
71. Katz, Sidney A.; Salem, H. (1992). "The toxicology of chromium with respect to its chemical
speciation: A review". Journal of Applied Toxicology. 13 (3): 217–224.
doi:10.1002/jat.2550130314. PMID 8326093.
72. "NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards #0141". National Institute for Occupational Safety
and Health (NIOSH).
73. "NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards #0141". National Institute for Occupational Safety
and Health (NIOSH).
74. Dayan, A. D.; Paine, A. J. (2001). "Mechanisms of chromium toxicity, carcinogenicity and
allergenicity: Review of the literature from 1985 to 2000". Human & Experimental Toxicology.
20 (9): 439–451. doi:10.1191/096032701682693062. PMID 11776406.
75. Newman, D. (1890). "A case of adeno-carcinoma of the left inferior turbinated body, and
perforation of thenasal septum, in the person of a worker in chrome pigments". Glasgow
Medical Journal. 33: 469–470.
76. Langard, Sverre (1990). "One Hundred Years of Chromium and Cancer: A Review of
Epidemiological Evidence and Selected Case Reports". American Journal of Industrial
Medicine. 17 (2): 189–214. doi:10.1002/ajim.4700170205. PMID 2405656.
77. Cohen, M. D.; Kargacin, B.; Klein, C. B.; Costa, M. (1993). "Mechanisms of chromium
carcinogenicity and toxicity". Critical Reviews in Toxicology. 23 (3): 255–281.
doi:10.3109/10408449309105012. PMID 8260068.
78. Methods to Develop Inhalation Cancer Risk Estimates for Chromium and Nickel Compounds.
Research Triangle Park, NC: U.S. Environmental Protection Agency, Office of Air Quality
Planning and Standards, Health and Environmental Impacts Division. October 2011. Diakses
tanggal 19 March 2015.
79. "Chrome Contact Allergy". DermNet NZ.
80. Basketter, David; Horev, L.; Slodovnik, D.; Merimes, S.; Trattner, A.; Ingber, A. (2000).
"Investigation of the threshold for allergic reactivity to chromium". Contact Dermatitis. 44 (2):
70–74. doi:10.1034/j.1600-0536.2001.440202.x. PMID 11205406.
81. Baselt, Randall C. (2008). Disposition of Toxic Drugs and Chemicals in Man (edisi ke-8th).
Foster City: Biomedical Publications. hlm. 305–307. ISBN 978-0-9626523-7-0.
82. "US water has large amounts of likely carcinogen: study". Yahoo News. 2010-12-19.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-23. Diakses tanggal 2010-12-19.
83. (CalEPA Fact Sheet) (http://www.waterboards.ca.gov/lahontan/water_issues/projects/pge/docs/
pge_background_study_faq2.pdf)
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Kromium.