Dosen Pengampu:
Dr. H. Abbas Arfan, Lc., M.H.
Disusun oleh:
Mukhammad Faizin (18210111)
Candra Lukman (1821095)
M. Affifuddin Al Athok (18210127)
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan
makalah mata kuliah hukum ekonomi syariah tepat waktu. Tidak lupa
shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya
kita nantikan kelak.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Kedudukan Bank Central (BI), Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Undang-Undang Perbankan Syari’ah, Kompilasi
1
Hukum Ekonomi Syariah (KHES), Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) dalam Sistem Hukum Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) Nasional
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
KEDUDUKAN BANK SENTRAL DAN PERATURAN BANK INDONESIA DALAM
KETATANEGARAAN INDONESIA, AriWuisang, Volume 07, Nomor 01, Januari 2021, Hal 45-
58.
3
dari eksekutif (pemerintah) atau merupakan bagian dari Lembaga Negara
Presiden. Seperti telah penulis kemukakan, bagian dari lembaga negara tidak bisa
disebut sebagai lembaga negara juga. Terkait dengan bidang keuangan yang
menjadi tugas pokok BI, pakar hukum administrasi negara yang bernama Donner,
seperti dikutip oleh Johanes Usfunan2, mengatakan bahwa fungsi pemerintah
(eksekutif) salah satunya yaitu pengelolaan keuangan. Karena itu, jelaslah bahwa
BI yang banyak bergerak di bidang keuangan masuk ke dalam ranah eksekutif
(Lembaga Negara Presiden).
OJK merupakan lembaga yang baru berdiri pada 16 Juli 2012 lalu. Sejarah
berdirinya OJK berangkat dari upaya untuk menghadirkan sistem pengaturan dan
2
Johanes Usfunan, Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Digugat, (Jakarta : Djambatan, 2002), hal.
16.
4
pengawasan pada kegiatan jasa keuangan di Indonesia. OJK terbentuk
berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Sesuai Pasal 4 dalam UU tersebut, OJK dibentuk dengan tujuan agar
semua sektor jasa keuangan terselenggara secara adil, teratur, transparan dan
akuntabel.
3
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), h. 232.
4
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK Pasal 1, dalam www.ojk.go.id diunduh pada
11 September 2021.
5
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana, 2014), h.
217.
5
tujuan dibentuknya KHES ini sendiri adalah untuk membantu seorang hakim
dalam menemukan hukum jika ada kekosongan hukum. Hal ini dengan
pertimbangan bahwa dalam hukum bisnis syariah belum ada Undang-undang
yang mengaturnya secara formil. Sebagaimana KHI yang dapat difungsikan sama
dengan KHES dalam permasalah Hukum keluarga seperti pernikahan, perceraian,
dll
Jadi pada dasarnya, KHES mengacu kepada sumber-sumber hukum Islam yang
sudah populer, dari sumber-sumber primer sampai sumber-sumber skunder.
Artinya dalam perspektif fiqh mazhabi, KHES telah mengakomodir dari semua
mazhab yang mempunyai mtode istidlal yang berbeda-beda.
6
kedudukan hukum perjanjian syari‟ah atau akad sebagai bagian dari materi
hukum ekonomi Syariah secara yuridis formal semakin kuat, yang sebelumnya
hanya normatif sosiologis. Lahirnya Undang-Undang N0. 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama sebagai amandamen terhadap Undang-undang Peradilan Agama
yang lama membawa implikasi baru dalam sejarah hukum ekonomi di Indonesia.
Selama ini, wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa dalam bidang
ekonomi syari‟ah diselesaikan di Pengadilan Negeri yang notabene-nya belum
bisa dianggap sebagai hukum syari‟ah.
7
penyesuaian ketentuan syariah yang sudah ada, semisal fatwa DSN (Dewan
Syariah Nasional)6.
D. DSN-MUI
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa
tentang produk, jasa, dan kegiatan bank yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
6
Kedudukan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariahdi di indonesia”,Dr Mardani, jurnal Islamic
Economics & Finance (IEF) Universitas Trisakti, Selasa, 04 Mei 2010.
8
Telah terbit peraturan Mahkamah Agung No.02 Tahun 2008 tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah yang memberlakukan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah untuk digunakan sebagai pedoman prinsip syariah dalam memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan perkara yang bekaitan dengan ekonomi syariah.7
c.Anggota Dewan Syariah Nasional terdiri dari para ulama, praktisi dan para
pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah.
Keberadaan DPS telah hadir terlebih dahulu dari DSN, tidak ditinggalkan dalam
mekanisme pelaksanaan tugas- tugas DSN. Dewan Syariah Nasional tetap
memerlukan DPS dalam melakukan pengawasan pelaksanaan syari’ah pada
masing- masing LKS. Untuk itu, DSN memiliki kewenangan berikut ini dalam
rangka menjalankan tugas yang telah diberikan kepadanya sebagaimana diatur
dalam Keputusan DSN-MUI No.01 Tahun 2000, yaitu:
9
c. Memberikan rekomendasi dan/ atau mencabut rekomendasi nama-
nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga
keuangan syariah.
10
d. Ketua Badan Pelaksana Harian DSN-MUI selanjutnya membawa
hasil pembahasan ke dalam rapat pleno Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia untuk mendapat pengesahan.
11
dibentuk Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional
bank atau lembaga keuangan dari sudut syariahnya4 .9
Salah satu pilar yang cukup penting dari keberadaan industri keuangan
Islam, dalam kaitannya dengan syariah compliance adalah keberadaan
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Berdasarkan Surat Keputusan DSN MUI
No.Kep-98/MUI/III/2001, DPS memiliki fungsi antara lain adalah
melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah.
Namun demikian, berkaitan dengan pengawasan yang dilakukannya
terhadap lembaga keuangan syariah, maka anggota DPS harus memiliki
kualifikasi keilmuan yang komprehensif dan integral dalam fikih
muamalah maupun ekonomi keuangan Islam modern. Dengan pengawasan
yang berjalan efektif dan didukung dengan kualifikasi akademis dari
anggota DPS yang mumpuni, diharapkan kinerja lembaga keuangan
syariah semakin meningkat secara ekonomis seiring dengan tingkat
compliance-nya dengan prinsip-prinsip syariah.
9
Karnaen A.Perwataatmadja, Apa Dan Bagaimana Bank Islam. (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1992 ), hal.2
10
Imam Wahyudi Dkk, Manajemen Risiko Bank Islam. (Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2013)
hal. 156.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah merupakan bentuk posistifisasi dari
produk hukum fikih muamalat Indonesia yang dijamin oleh system
konstitusi Negara kita. UU yang mengatur Hukum Keluarga belum
lengkap sehingga KHI dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk
menemukan hukum untuk memutuskan perkara di Pengadilan.
DSN MUI adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang
produk, jasa, dan kegiatan bank yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses,
2014).
14
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK Pasal 1, dalam www.ojk.go.id
diunduh pada 11 September 2021.
Imam Wahyudi Dkk, Manajemen Risiko Bank Islam. (Jakarta Selatan: Salemba
Empat, 2013).
Khotibul Umam, Legislasi Fikih Ekonomi dan Penerapannya dalam Produk
Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: BPFE)
15