Anda di halaman 1dari 11

Persepsi dan Adaptasi Masyarakat Pesisir…

(Isdomo Yuliantoro dan Nurlita Indah wahyuni)

PERSEPSI DAN ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI


DESA SARAWET KABUPATEN MINAHASA UTARA

PERCEPTION AND ADAPTATION OF COASTAL COMMUNITY TOWARD CLIMATE


CHANGE AT SARAWET VILLAGE OF NORTH MINAHASA REGENCY

Isdomo Yuliantoro dan Nurlita Indah Wahyuni


Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
Jl. Raya Adipura Kelurahan Kima Atas, Kecamatan Mapanget, Manado, Sulawesi Utara, Indonesia 95259
Telp. 0431-7242949; E-mail: masdomo787@gmail.com

Diterima: 4 Juli 2018; Direvisi: 14 Februari 2019; Disetujui: 6 Desember 2019

ABSTRAK
Perubahan iklim adalah fenomena yang tidak mudah dipahami oleh masyarakat umum. Padahal persepsi dan
pengetahuan masyarakat tentang perubahan iklim akan mempengaruhi mitigasi dan adaptasi yang dapat mengurangi
risiko dampak perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang perubahan
iklim dan upaya adaptasi yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Sarawet Kabupaten Minahasa Utara. Data
persepsi dan adaptasi diperoleh melalui wawancara dan diskusi kelompok terfokus. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 96,67 % masyarakat sudah merasakan gejala dan dampak perubahan iklim, yang dipersepsikan sebagai cuaca
ekstrim dan perubahan atau pergeseran datangnya musim hujan dan musim kemarau. Dampak perubahan iklim paling
dirasakan berupa gagal panen hasil pertanian, berkurangnya pendapatan dari pertanian dan kekeringan. Persepsi ini
mengindikasikan kurangnya informasi dan penyuluhan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Upaya adaptasi
yang telah dilakukan oleh masyarakat antara lain mengganti jenis tanaman yang kurang memerlukan air serta
memenuhi kebutuhan air bersih dari sumur bor sentral dan pemanfaatan sumber mata air di hulu. Berdasarkan analisis
SWOT Strategi yang sesuai untuk mendorong adaptasi di Desa Sarawet dilakukan melalui peningkatan kapasitas
adaptif masyarakat.
Kata kunci: persepsi, perubahan iklim, SWOT, kapasitas adaptif

ABSTRACT
Climate change is difficult phenomenon to be understood by ordinary community. Whereas perception and knowledge
of climate change will influence mitigation and adaptation, which can decrease risks of climate change impact. The
research aims to find out community’s perception about climate change and adaptation efforts which have been done
by communities of Sarawet Village at North Minahasa Regency. Perception and adaptation data were obtained
through interview and focus group discussion. The result shows that 96.67 % of community has experienced the
symptoms and impacts of climate change, which perceived as extreme season or the shift of rain and drought season.
The most perceived climate change impacts are crop failure, less income from agriculture and drought. This perception
indicates a lack of environmental and forestry information. The adaptation efforts that have been done by the
community include change plant species that need lack water as well as fulfill needs of clean water from the central
well and utilize springs from upstream. Based on SWOT analysis An appropriate strategy to encourage adaptation in
Sarawet village is done through increasing the adaptive capacity of the community
Keywords: perception, climate change, SWOT, adaptive capacity

PENDAHULUAN dipengaruhi oleh perubahan pada komponen iklim,


Perubahan iklim merupakan suatu kondisi yang yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, angina, dan
ditandai dengan berubahnya pola iklim dunia yang awan. Beragam aktivitas manusia seperti pembakaran
mengakibatkan fenomena cuaca yang tidak menentu. bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan
(Hidayati dan Suryanto, 2015). Kondisi ini lahan, meningkatkan efek gas rumah kaca (CO2,

89
Jurnal WASIAN Vol.6 No.2 Tahun 2019:89-99 ISSN: 2502-5198
E ISSN: 2355-9969
DOI:10.20886/jwasv6i2.4728

CH4, N2O) yang berdampak pada peningkatan Abdurrahim (2012) menunjukkan persepsi dan
suhu global, pencairan lapisan es, kenaikan pengetahuan masyarakat tentang perubahan iklim
permukaan laut, dan perubahan curah hujan akan mempengaruhi aksi mitigasi dan adaptasi.
(Aldrian et al., 2011). Indonesia sebagai negara Selama ini belum banyak penelitian tentang
berbentuk kepulauan dan berada di daerah tropis perubahan iklim di Sulawesi Utara, khususnya
sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim tentang adaptasi. Kim (2011) dan Deressa et al.,
(Bappenas, 2014). Dampak perubahan iklim tidak (2011) menambahkan penelitian persepsi masyarakat
hanya terbatas pada perubahan musim hujan-kemarau, tentang perubahan iklim perlu dilakukan sebagai
kenaikan muka air laut, namun juga telah dasar penyusunan strategi adaptasi. Penelitian ini
mempengaruhi beragam aspek kehidupan, mulai dari bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat
ekonomi, kesehatan, ketahanan pangan, dan juga tentang perubahan iklim dan upaya adaptasi yang
kerusakan lingkungan (Latifa, 2013). Perubahan telah dilakukan oleh masyarakat.
iklim secara langsung mempengaruhi masyarakat
terutama yang bermata pencaharian di bidang METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Desa Sarawet
petanian, hal ini disebabkan subsektor tanaman
(Gambar 1) pada bulan September dan Oktober 2017.
pangan dan hortikultura yang paling rentan terhadap
Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada lokasi
perubahan pola curah hujan (Sudarma, 2018). Sektor
Desa Sarawaet yang merupakan salah satu desa
perikanan laut juga terkena dampak langsung
pesisir di Kabupaten Minahasa Utara dengan tingkat
perubahan iklim karena sumber pendapatan mereka
kerentanan sangat tinggi terhadap perubahan iklim
sangat dipengaruhi oleh iklim. (UNDP Indonesia,
(Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, 2017). Luas
2007).
Desa Serawet sekisar 10,27 km2 dengan bentang
Perubahan iklim adalah fenomena yang tidak
alam beragam dan hampir lengkap yang terdiri dari
mudah diidentifikasi dan dinilai secara akurat oleh
laut, pantai, pulau kecil, pegunungan, hutan
masyarakat awam apalagi jika hanya berdasarkan
mangrove dan sungai. Dengan demikian sumberdaya
pengalaman pribadi (Weber, 2010; Akerlof et al.,
alam di kawasan pesisir Sarawet sangat potensial
2013). Ketahanan masyarakat dalam mengurangi
untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata
risiko perubahan iklim dilakukan melalui strategi
(Mangindaan, 2012). Penduduk asli Desa Sarawet
adaptasi dan mitigasi (Purwanto et al., 2012).
berasal dari Suku Minahasa dan Suku Sangir dan
Adaptasi merupakan tindakan penyesuaian sistem
seiring berjalannya waktu bertambah dari suku
alam dan sosial untuk menghadapi dampak negatif
Gorontalo, Kotamobagu, Maluku Utara. dan Bugis.
dari perubahan iklim, sedangkan mitigasi adalah
Mata pencarian utama penduduk di Desa Sarawet
upaya mengurangi sumber maupun peningkatan
adalah petani, penduduk mengolah tanah untuk
penyerapan gas rumah kaca (Bappenas, 2014).
menanam kelapa, yang menghasilkan kelapa/kopra.
Kesenjangan informasi antara ilmuwan, pengambil
Masyarakat juga membudidayakan tanaman
kebijakan dan masyarakat tentang perubahan iklim
cengkih, dan beberapa jenis buah-buahan untuk
seringkali menyebabkan perbedaan persepsi
menambah penghasilan. Mata pencarian selain petani
(Surmaini et al., 2011), pada akhirnya hal ini
adalah nelayan, tukang, dan berdagang secara
mempengaruhi pelaksanaan kebijakan perubahan
musiman. Desa Sarawet juga sesuai dengan tujuan
iklim seperti target penurunan emisi CO2 (Lorenzoni
penelitian berdasarkan penggalian informasi awal
et al., 2007). Oleh karena itu memahami persepsi
bahwa masyarakat desa cukup peduli dengan
masyarakat tentang perubahan iklim diperlukan baik
konservasi pesisir dan hutan mangrove.
oleh pemerintah maupun ilmuwan (Crona et al.,
2013). Kajian Akter dan Bennet (2011) dan

90
Persepsi dan Adaptasi Masyarakat Pesisir…
(Isdomo Yuliantoro dan Nurlita Indah wahyuni)

Gambar 1. Lokasi penelitian Desa Sarawet Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara

Bahan dan alat yang digunakan dalam peluang dan ancaman. Perumusan alternatif strategi
penelitian ini adalah peta administrasi, GPS, pengelolaan hutan dengan analisa SWOT merupakan
kuisioner, alat tulis, voice recorder, kamera, gabungan antara faktor eksternal dan faktor internal.
perangkat lunak Microsoft Office, dan perangkat Dari faktor-faktor ini dibuat matriks SWOT untuk
lunak Arc GIS. menganalisa strategi. Perumusan strategi ini
menggunakan matriks SWOT yang terdiri dari 4 sel
Metode Pengumpulan Data
alternatif yaitu Strategi Strength-Opportunity
Data primer bersumber dari masyarakat pesisir
(Strategi SO), Strategi Strength-Treath (Strategi ST),
di Desa Sarawet, wawancara langsung dan diskusi
Strategi Weakness-Opportunity (Strategi WO),
kelompok terfokus dilakukan terhadap 30 responden
Strategi Weakness-Treath (Strategi WT) dan
masyarakat yang bermata pencaharian sebagai
diidentifikasi potensi dan kendalanya melalui analisis
nelayan dan petani dimana responden ini terkena
SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,
dampak langsung perubahan iklim. Penentuan ukuran
Threats). Data yang terkumpul ditampilkan dalam
sampel mengacu pada Baley dalam Mahmud
bentuk teks, gambar, dan tabel.
(2011:159) yang menyatakan bahwa untuk penelitian
yang menggunakan analisis data statistik, ukuran HASIL DAN PEMBAHASAN
sampel paling minimum adalah 30. Metode Karakteristik Sosio-Demografi Responden
pemilihan responden dilakukan dengan metode Karakteristik sosial ekonomi adalah suatu tanda
stratifikasi random sampling. atau ciri-ciri dari seseorang yang ada di dalam dan di
Analisis Data luar pribadi seseorang yang diduga dapat
Penelitian ini menggunakan pendekatan mempengaruhi seseorang di dalam memberikan
dekriptif untuk mengidentifikasi perubahan iklim dari persepsi (Sutomo et al., 2013)
pemahaman masyarakat dengan cara Berdasarkan Tabel 1 di bawah, menunjukkan
membandingkannya dengan data iklim. Ukuran bahwa mayoritas umur responden berada pada
perubahan iklim dalam penelitian ini bersifat kisaran umur 15 – 65 tahun sebanyak 21 responden
kualitatif dan subjektif berdasarkan pengalaman dan (68 %) yang tergolong dalam umur produktif dan
pengetahuan masyarakat. Data persepsi dan hanya ada 8 petani responden (26 %) yang memiliki
preferensi ditabulasi kemudian dianalisis secara umur diatas 65 tahun yang tergolong umur kurang
deskriptif. Perumusan strategi adaptasi dengan produktif. Dilihat dari sisi kemampuan bekerja, maka
mengarahkan dan mengalokasikan sumber daya yang umur responden di daerah penelitian termasuk dalam
dimiliki serta membangun kapasitas masyarakat golongan umur produktif. Hal ini sesuai dengan
menggunakan analisis SWOT (Strenghts, pendapat Mubyarto (1983) dalam Hermiati (2012),
Opportunities, Weaknesses, Threats). Faktor-faktor bahwa umur produktif berkisar antara umur 15 – 65
itu berupa faktor internal yang terdiri dari kekuatan tahun.
dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal berupa

91
Jurnal WASIAN Vol.6 No.2 Tahun 2019:89-99 ISSN: 2502-5198
E ISSN: 2355-9969
DOI:10.20886/jwasv6i2.4728

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan sebagai petani. Responden dengan profesi sebagai
Karakteristik Sosial Ekonomi nelayan sebanyak 8 responden (26,67 %), dan 2
No. Uraian responden (06,67 %) berprofesi sebagai wiraswasta,
Umur (tahun) Frekuensi Persentase staf desa. Terkait kondisi cuaca sebagian masyarakat
(orang) (%) mempunyai pekerjaan ganda, dimana pada saat cuaca
1 15 – 65 21 68,00 tidak bersahabat mereka berganti pekerjaan menjadi
2 > 65 8 26,00 petani.
3 < 15 2 06,00 Persepsi tentang Perubahan Iklim
Jumlah 30 100,00 Pada umumnya masyarakat sulit membedakan
Tingkat tanda-tanda perubahan iklim dengan variabilitas
Pendidikan cuaca sehari-hari (Akerlof et al., 2013), demikian
1 > SMA (Tinggi) 1 03,33 pula yang ditemukan dalam penelitian ini. Kondisi
2 SMP - SMA 12 40,00 ini sesuai dengan hasil penelitian Sakuntaladewi dan
(Sedang) Sylviani (2014) dimana masyarakat desa di sekitar
3 ≤ SD (Rendah) 17 56,67 hutan mangrove tidak memahami tentang fenomena
Jumlah 30 100,00 perubahan iklim, namun merasakan bahwa musim
Mata telah berubah. Subair et al., (2014) juga
Pencaharian mengungkapkan bahwa masyarakat sudah merasakan
Utama perbedaan atau anomali cuaca sejak 10 tahun terakhir
1 Petani 20 66,67 (Gambar 2).
2 Nelayan 8 26,67 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
3 Lainnya 2 06,67 96,67 % responden merasakan perubahan cuaca
Jumlah 30 100,00 dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Perubahan ini
berupa pergeseran datangnya musim hujan dan
Tingkat pendidikan sebagian besar responden kemarau, dengan kata lain musim hujan atau
atau sebanyak 17 orang (56,67 %) berada pada kemarau semakin sulit diprediksi. Kalender musim
kategori rendah (≤ SD) yaitu antara tidak sekolah, yang menjadi pedoman saat ini prediksinya
tidak tamat SD, dan tamat SD. Responden dengan kebanyakan tidak tepat lagi. Selain itu 93,33 %
kategori sedang (SMP-SMA) sebanyak 12 orang responden juga merasakan adanya cuaca ekstrim
(40,00 %) sedangkan 2 orang (06,67 %) berada pada berupa kemarau panjang pada tahun 2015. Cuaca
kategori tinggi atau tingkat pendidikan > SMA yaitu ekstrim tersebut sesuai dengan data curah hujan
tingkat pendidikan tamat perguruan tinggi atau rata-rata di stasiun pengamatan Likupang Timur
diploma. dalam periode tahun 2012-2016, yang menunjukkan
Mata pencaharian responden pada lokasi curah hujan terendah terjadi pada tahun 2015 (BMKG,
penelitian didominasi oleh keluarga petani, baik 2017).
petani sawah dan petani kebun dimana sebanyak 20
responden (66,67 %) memiliki mata pencaharian

Gambar 2. Persepsi masyarakat tentang perubahan iklim di Desa Sarawet

92
Persepsi dan Adaptasi Masyarakat Pesisir…
(Isdomo Yuliantoro dan Nurlita Indah wahyuni)

Hasil wawancara menunjukkan sejumlah iklim (Gambar 3) yang dirasakan oleh responden
61,00 %, 61,29 % dan 60,71 % responden belum antara lain kekeringan 30,61 %. Sebanyak 42,86 %
pernah mendengar istilah perubahan iklim, mitigasi responden menyatakan hal ini mengakibatkan gagal
dan adaptasi. Jawaban lainnya menyebutkan gejala panen terutama pada tanaman padi ladang, karena
perubahan iklim seperti pergeseran musim hujan, menggunakan sistem tadah hujan untuk memenuhi
perubahan intensitas curah hujan, dan perubahan kebutuhan air. Akibatnya pendapatan petani menurun
musim angin barat dan angin timur. Sementara itu akibat gagal panen (63,98 %).
hasil wawancara menunjukkan dampak perubahan

Gambar 3. Dampak perubahan iklim di Desa Sarawet


Kegagalan panen oleh petani di Desa Sarawet merisaukan dampak pergeseran musim hujan dan
diakibatkan oleh tidak menentunya musim hujan tiba kemarau, karena waktu melaut dipengaruhi oleh
sehingga tanaman banyak mati karena mengalami musim angin barat. Namun saat disodorkan
kekeringan. Bagi petani dampak anomali musim pertanyaan gejala perubahan iklim, sebanyak
mempengaruhi waktu dimulainya kegiatan pertanian 52,83 % responden nelayan menjawab bahwa angin
atau bercocok tanam yang dimulai saat memasuki kencang dan gelombang kuat yang lebih sering
musim hujan. (Rasmikayati et al., 2015). Petani di terjadi merupakan salah satu gejala perubahan iklim.
Desa Sarawet sebelum terjadi anomali musim dapat Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah curah
memprediksi datangnya musim hujan yaitu sesuai hujan fluktuatif yang disertai dengan angin kencang
kalender tanam yaitu antara bulan September – atau badai sehingga gelombang air laut semakin
Februari, namun sekarang prediksi tersebut tidak tinggi (Hasibuan et al., 2017). Pendapat ini sama
dapat digunakan lagi. Masyarakat ada kalanya mulai dengan hasil penelitian Abdurrahim (2012) bahwa
menanam saat sering terjadi hujan namun di dampak perubahan iklim yang paling dirasakan
pertengahan masa tanam justru terjadi kemarau. Hal adalah arus atau gelombang yang semakin kuat
ini sejalan dengan penelitian Laimeheriwa (2012) menyebabkan terganggunya jadwal melaut. Kondisi
dimana perubahan curah hujan antara kedua periode ini memaksa nelayan harus beralih profesi menjadi
tersebut berdampak terhadap pergeseran musim petani karena sebagian besar nelayan di Desa
tanam, dimana akhir masa tanam saat ini lebih cepat Sarawet memiliki lahan garapan baik milik sendiri
19 hari dibandingkan dengan periode sebelumnya. maupun sebagai tenaga buruh. Hasil berbeda
Berkurangnya intensitas hujan merupakan faktor diperoleh pada penelitian di Desa Asilulu yang
penyebab utama penurunan hasil panen (Angles, et mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan
al., 2011). Variasi iklim seperti kejadian masa (Subair et al., 2014). Perubahan iklim secara nyata
kemarau panjang memiliki dampak yang tinggi pada mempengaruhi sistem penghidupan masyarakat yaitu
hasil tanaman lahan kering. Menurunnya hasil mengurangi pendapatan akibat perubahan cuaca yang
pertanian yang dipengaruhi oleh perubahan iklim tidak bisa diprediksi, adanya badai dan gelombang
juga menyebabkan berkurangnya luasan lahan panen. tinggi, perubahan fishing ground dan kekacauan
(Utami et al., 2011). musim tangkap. Hal ini sejalan dengan penelitian
Sebaliknya nelayan di Desa Sarawat tidak Ulfa (2018) bahwa dampak perubahan iklim

93
Jurnal WASIAN Vol.6 No.2 Tahun 2019:89-99 ISSN: 2502-5198
E ISSN: 2355-9969
DOI:10.20886/jwasv6i2.4728

membuat nelayan mengalami permasalahan sosial penangkapan ikan (Patriana & Satria, 2013).
ekonomi. Langkah adaptasi oleh petani di Desa Sarawet yaitu
Persepsi masyarakat dalam penelitian ini dengan mengggeser waktu tanam sesuai prediksi
mengindikasikan kurangnya informasi bidang musim, meningkatkan modal usahatani dan sarana
lingkungan hidup dan kehutana khususnya berkaitan produksi, pemberian pupuk dan obat-obatan, serta
dengan perubahan iklim yang disebabkan kurangnya merubah jumlah tenaga kerja (Herminingsih, 2014).
penyuluhan dalam bidang tersebut. Wolf & Moser Selain itu Kurniawati (2012) menambahkan bahwa
(2011) menyebutkan penyuluhan hanyalah salah satu petani juga mengubah teknik pengolahan sawah
dari komunikasi publik yang berperan dalam meliputi pengolahan tanah, pengairan, pola tanam,
membentuk opini dan persepsi. Masyarakat lebih serta pengendalian hama dan penyakit.
banyak memperoleh informasi tentang perubahan Desa Sarawet berdasarkan kategori dari
iklim dari sumber lain seperti media cetak dan Kementerian Dalam Negeri, tergolong desa pesisir,
televisi. Yang dikuatkan oleh pernyataan Abdurrahim namun hasil wawancara menunjukkan bidang paling
(2012). terdampak perubahan iklim justru pertanian dan
sumber air bersih. Hal ini bisa terjadi karena 66,67 %
Adaptasi
penduduk Desa Sarawet berprofesi sebagai petani.
Pilihan adaptasi diawali dengan tanggapan
Adaptasi di bidang pertanian yang telah dilaksanakan
kognitif dan afektif serta kecemasan akibat dampak
dengan cara mengganti jenis tanaman dengan
perubahan iklim dibentuk dari dampak yang
tanaman yang tahan panas atau kurang memerlukan
dirasakan (Wolf & Moser, 2011; Gifford et al., 2011).
air, seperti pisang dan diselingi dengan tanaman
Selain itu Kurniawati (2012) menyatakan faktor
keras (pala) serta tanaman semusim (cabai).
pendidikan dan keterampilan berpengaruh signifikan
Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan air bersih,
terhadap keputusan petani untuk beradaptasi terhadap
masyarakat beradaptasi dengan membuat sumur bor
perubahan iklim. Upaya adaptasi secara umum dibagi
sentral kemudian airnya dialirkan ke rumah-rumah
menjadi tahap persiapan tindakan yang terdiri dari
warga dan menampung air dari sumber mata air di
identifikasi pilihan adaptasi (Heston & Febrianty,
hulu (air baku).
2013). Upaya adaptasi perlu mempertimbangkan
Langkah adaptasi juga dilakukan petani di Desa
sinergi adaptasi dengan kebijakan yang sudah ada
Sarawet yaitu dengan mengggeser waktu tanam
termasuk aspek kearifan lokal dan pengelolaan
sesuai prediksi musim, meningkatkan modal
lingkungan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
usahatani dan sarana produksi, pemberian pupuk dan
Subair (2013) dimana strategi dan aksi adaptasi yang
obat-obatan, serta merubah jumlah tenaga kerja.
dikelola langsung oleh komunitas lokal lebih efektif
Hasil penelitian ini diperkuat oleh Herminingsih
dibandingkan jika pemerintah yang turun tangan. Yu
(2014) dan Kurniawati (2012) dimana selain
et al. (2013) menambahkan untuk meningkatkan
merubah waktu tanam petani juga mengubah teknik
kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam
pengolahan sawah meliputi pengolahan tanah,
menghadapi dalam perubahan iklim, pemerintah
pengairan, pola tanam, serta pengendalian hama dan
harus menyampaikan informasi terbaru tentang
penyakit
perubahan iklim secara berkala.
Sementara itu nelayan Desa Sarawet (5,16 %)
Adaptasi yang dilakukan masyarakat Desa
lebih merasakan dampak konversi hutan mangrove
Sarawet termasuk reaktif atau responsif. Hasil
pada tahun 1980-an menjadi tambak dibandingkan
penelitian ini juga didukung oleh Salampessy (2018)
dengan dampak perubahan iklim. Keberadaan
dimana kegiatan adaptasi masyarakat lebih bersifat
tambak tersebut berakibat pada berkurangnya jumlah
reaktif daripada antisipatif. Dumaru (2010)
ikan di sekitar muara sungai sehingga saat ini
menjelaskan adaptasi reaktif adalah merespon atau
nelayan harus mencari ikan jauh ke tengah laut.
mengantisipasi dampak perubahan iklim di masa
Kondisi ini sejalan dengan penelitian Nurhayati
depan sekaligus mengurangi kerentanan.
(2017) dimana rusaknya vegetasi mangrove
Sebagaimana hasil-hasil penelitian sejenis, misalnya
menyebabkan nelayan kesulitan untuk mencari ikan,
nelayan berganti pekerjaan sementara saat musim
udang dan kepiting. Perubahan musim angin dan
angin kencang dan mengatur ulang jadwal melaut
gelombang dianggap sebagai hal yang biasa.
(Wahyono et al., 2013; Subair et al., 2014; Patriana
Adaptasi yang dilakukan oleh nelayan di Desa
& Satria, 2013), serta mengoptimalkan tenaga kerja
Sarawet adalah merubah atau memperluas wilayah
dalam rumah tangga dan mengubah daerah
tangkapan ikan menjauh dari Desa Sarawet dan atau

94
Persepsi dan Adaptasi Masyarakat Pesisir…
(Isdomo Yuliantoro dan Nurlita Indah wahyuni)

beralih profesi menjadi buruh tani. Sebagaimana Analisis SWOT Strategi Adaptasi
hasil-hasil penelitian sejenis, misalnya nelayan Analisis SWOT merupakan salah satu alat
berganti pekerjaan sementara saat musim angin pendukung pengambilan keputusan dengan
kencang dan mengatur ulang jadwal melaut menganalisis faktor internal dan eksternal secara
(Wahyono et al., 2013; Subair et al., 2014; Patriana sistematis (Gao & Peng, 2011). Analisis ini
& Satria, 2013), serta mengoptimalkan tenaga kerja didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
dalam rumah tangga dan mengubah daerah kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan
penangkapan ikan (Patriana dan Satria, 2013). dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Deressa et al., (2011) menyebutkan Matriks SWOT hasil penelitian ini disusun untuk
faktor-faktor yang secara positif dan signifikan memperoleh strategi adaptasi dengan mengarahkan
mempengaruhi aksi adaptasi terhadap perubahan dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki serta
iklim adalah kondisi sosial ekonomi dan lingkungan. membangun kapasitas masyarakat. Berdasarkan hasil
Kajian tersebut juga menjabarkan bahwa adaptasi observasi terhadap data-data primer dan sekunder,
perubahan iklim terdiri dari dua tahap, pertama serta pengamatan langsung di lapangan diperoleh
masyarakat telah merasakan dampak perubahan iklim faktor internal dan eksternal.
secara nyata dan tahap kedua adalah bagaimana Selanjutnya disusun matriks untuk memetakan
masyarakat merespon dengan melakukan adaptasi. unsur-unsur faktor kekuatan dan kelemahan internal
Masyarakat Desa Sarawet sudah berada dalam tahap untuk menghadapi peluang dan ancaman, sehingga
pertama, sehingga untuk mencapai tahap kedua dihasilkan empat (4) alternatif strategi : strategi SO,
diperlukan sosialisasi dan dukungan pemerintah strategi ST, Strategi WO, dan strategi WT, seperti
daerah. pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Analisis SWOT pengembangan strategi adaptasi di Desa Sarawet berdasarkan faktor internal dan
eksternal
Kekuatan (Strengths = S)) Kelemahan (Weaknesses = W)
 Keberadaan hutan mangrove yang  Belum ada sosialisasi peraturan
Faktor Internal luas beserta potensinya tentang pengelolaan hutan
 Partisipasi aktif masyarakat dalam mangrove
kegiatan rehabilitasi serta  Kurangnya informasi tentang
pengawasan mangrove perubahan iklim
 Keberadaan kelompok masyarakat  Belum ada peraturan desa
pengawas pesisir dan mangrove tentang pengelolaan mangrove
Faktor Eksternal (Cinta Bahari)  Kurangnya pendanaan dalam
pengelolaan mangrove

Peluang (Opportunities = O) Strategi SO Strategi WO


 Progam kampung iklim  Mengusulkan dan memfasilitasi  Sosialisasi dan penyuluhan
(ProKlim) Desa Sarawet ke dalam Program tentang perubahan iklim dari
 Ekowisata mangrove Kampung Iklim (ProKlim) tipe instansi terkait,
pesisir dengan program unggulan khususbhjkjknya Dinas
pengelolaan mangrove. Lingkungan Hidup serta Dinas
 Pengembangan wisata air dan Pertanian untuk mengatasi
mangrove melalui skema dampak perubahan iklim di
BUMDES untuk meningkatkan bidang pertanian
pendapatan desa dan mayarakat  Kerjasama pengelolaan hutan
 Memfungsikan kelembagaan mangrove antara Desa Sarawet
masyarakat yang sudah ada dengan KPHL Minahasa Utara
(kelompok tani, kelompok nelayan, Manado dan Bitung
organisasi pemuda, perangkat desa  Mendorong disusunnya
dan PKK) di Desa Sarawet dalam peraturan desa tentang
proklim. pengelolaan dan pemanfaatan
mangrove

95
Jurnal WASIAN Vol.6 No.2 Tahun 2019:89-99 ISSN: 2502-5198
E ISSN: 2355-9969
DOI:10.20886/jwasv6i2.4728

 Memfungsikan kembali bekas


tambak untuk budidaya
perairan untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat
Ancaman (Threats = T) Strategi ST Strategi WT
 Pencurian kayu mangrove  Optimalisasi dana desa untuk  Peningkatan kualitas SDM di
oleh oknum yang ditengarai pembinaan dan pemberian insentif Desa Sarawaet melalui
berasal dari luar Desa untuk Pokmaswas Cinta Bahari penyuluhan tentang manfaat
Sarawet yang selama ini secara swadaya hutan mangrove dan peraturan
 Konflik kepemilikan atau telah menjaga keamanan mangrove perlindungan hutan mangrove,
klaim lahan bekas tambak  Kerjasama dengan aparat baik kepada masyarakat Desa
oleh oknum yang keamanan dan pemerintah desa Sarawet sendiri maupun
mengatasnamakan sekitar untuk mencegah pencurian masyarakat desa sekitar
perusahaan tambak kayu mangrove
 Mediasi konflik lahan oleh aparat
desa dan Badan Pertanahan
Nasional dan pemangku kawasan

Berdasarkan analisis SWOT pada tabel 2 tentang perubahan iklim serta mengusulkan dan
diketahui bahwa strategi yang paling efektif dalam memfasilitasi dalam Program Kampung Iklim
mendorong adaptasi masyarakat di Desa Sarawet (ProKlim). Program Kampung Iklim merupakan
adalah melalui peningkatan kapasitas adaptif upaya pengendalian perubahan iklim berbasis
masyarakat. Hal ini perlu dilakukan karena hutan komunitas yang telah dilaksanakan sejak tahun 2012,
mangrove di Desa Sarawet ternyata belum mampu dan dicanangkan sebagai gerakan nasional pada 1
melindungi dari dampak perubahan iklim yang Desember 2016. Saat ini proklim telah
terjadi yang disebabkan persoalan terkait kondisi bertransformasi yang pada awalnya hanya berupa
hutan mangrove di Desa Sarawaet. Kapasitas adaptif apresiasi menjadi pendorong dan fasilitator
berbeda dengan adaptasi (Robinson & Berkes, 2010) tumbuhnya ProKlim. Fasilitasi tersebut antara lain
dimana menyusun aksi adaptasi tidak sama dengan berupa pengayaan inovasi program adaptasi maupun
membangun kapasitas adaptif. Kapasitas adatif mitigasi yang dilaksanakan secara kolaborasi antara
menurut Gupta et al. (2010) mencakup kemampuan pemerintah dengan masyarakat. Aksi adaptasi pada
masyarakat atau lembaga untuk mendorong ProKlim antara lain berupa pengendalian kekeringan,
masyarakat berubah dan mengatasi perubahan iklim. banjir, dan longsor; peningkatan ketahanan pangan;
Membangun kapasitas adaptif masyarakat pesisir pengendalian penyakit terkait iklim; serta
menurut Cinner et al. (2015) selain dapat mengurangi penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob,
kerentanan juga dapat meningkatkan ketahanan intrusi air laut, abrasi, ablasi atau erosi akibat angin,
sosial-ekologi terhadap perubahan lingkungan. gelombang tinggi (Ditjen PPI, 2017).
Pemahaman tentang hubungan timbal balik antara Berbagai tujuan yang terdapat dalam ProKlim
ekosistem dan manusia dapat meningkatkan menurut Sovacool et al. (2012) dapat meningkatkan
ketahanan ekologi sekaligus menurunkan kerentanan ketahanan masyarakat dengan cara membangun
terhadap perubahan iklim (Adger et al., 2005; Engle, kapasitas adaptif dan menciptakan jejaring yang
2011). Peningkatan kapasitas adaptif memerlukan dapat membantu masyarakat beradaptasi dengan
jejaring komunikasi antar institusi pengelola perubahan iklim. Saat ini adaptasi berbasis
lingkungan (Robinson & Berkes, 2010) kebijakan masyarakat dianggap lebih sesuai untuk
dan program mulai dari tingkat tapak (Bennet et al., meningkatkan kapasitas adaptif karena melibatkan
2014), serta partisipasi aktif masyarakat karena masyarakat dalam pengambilan keputusan (Dumaru,
mereka merasakan langsung dampak perubahan iklim 2010). Selain itu Dodman & Mitlin (2013)
(Adger et al., 2005). berpendapat adaptasi berbasis masyarakat juga
Peningkatan kapasitas adaptif di Desa Sarawet dianggap dapat mengatasi kegagalan akibat metode
dapat dilakukan melalui sosialisasi dan penyuluhan kebijakan adaptasi top – down dari pemerintah yang

96
Persepsi dan Adaptasi Masyarakat Pesisir…
(Isdomo Yuliantoro dan Nurlita Indah wahyuni)

acapkali tidak tepat sasaran masyarakatnya telah merasakan dampak dari


Beberapa kegiatan adaptasi perubahan iklim perubahan iklim, namun sekitar 61,00 %
yang berhasil meningkatkan ketahanan masyarakat masyarakatnya kurang memahami tentang perubahan
pesisir dalam kajian Sovacool et al. (2012) adalah iklim itu sendiri. Dampak perubahan iklim lebih
pelatihan kepada aparat desa, insentif di bidang dirasakan pada bidang pertanian dan ketersediaan air
pertanian dan budidaya ikan untuk meningkatkan bersih meskipun Desa Sarawet tergolong desa pesisir.
pendapatan masyarakat, pembuatan tanggul penahan Upaya adaptasi yang telah dilakukan masyarakat
abrasi dan penanaman mangrove, pemeliharaan termasuk reaktif sebagai respon atas dampak
terumbu karang, serta pengelolaan dana langsung perubahan iklim yang dirasakan. Adaptasi di bidang
oleh masyarakat. Namun peningkatan kapasitas pertanian dan ketersediaan air bersih telah dilakukan
adaptif juga menemui beberapa hambatan (Wahyono secara swadaya namun belum melibatkan instansi
et al., 2013) yaitu rendahnya kesadaran masyarakat pemerintah. Desa Sarawet sudah memiliki
terhadap ancaman perubahan iklim. Walaupun kepedulian tinggi tentang lingkungan hidup terutama
dirasakan langsung dampaknya terkadang pengelolaan hutan mangrove. Strategi adaptasi harus
masyarakat tidak merasa bahwa persoalan tersebut sejalan dengan pembangunan kapasitas adaptif dan
mendesak karena perubahan iklim bukan sesuatu melibatkan para pihak seperti Dinas Lingkungan
yang mudah dilihat. Gifford et al., (2011) Hidup Kabupaten Minahasa Utara, Dinas Pertanian
berpendapat informasi pertama yang harus dipahami Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Minahasa
masyarakat adalah dampak dan penyebab perubahan Utara serta KPHL Minahasa Utara, Manado dan
iklim termasuk yang berasal dari aktivitas manusia. Bitung.
Boillat & Berkes (2013) menambahkan adaptasi juga
SARAN
dipegaruhi oleh pengetahuan lokal dan pengalaman
Masyarakat Desa Sarawet membutuhkan
masyarakat, misalnya apabila masyarakat
sosialisasi tentang pengelolaan hutan mangrove dari
menganggap perubahan iklim sebagai siklus alam
instansi terkait (KPHL Minahasa Utara Manado dan
biasa.
Bitung), serta penyuluhan tentang bagaimana
Strategi lain yang dapat dilaksanakan dalam
mengatasi dampak perubahan iklim terutama di
mendukung adaptasi masyarakat berupa
sektor pertanian. Selain itu Desa Sarawet berpotensi
pengembangan ekowisata bahari berbasis
dikembangkan menjadi program kampung iklim
pengelolaan daerah perlindungan laut (DPL) seperti
(proklim) dan desa ekowisata mangrove.
yang terdapat di Desa Bahoi, Kecamatan Likupang
Timur. Hal ini sejalan dengan sasaran strategis UCAPAN TERIMA KASIH
Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim Penelitian ini dibiayai oleh DIPA Balai
(RAN-API) yaitu membangun ketahanan ekonomi Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup
dan menjaga keberlanjutan layanan jasa lingkungan dan Kehutanan Manado Tahun 2017. Ucapan terima
ekosistem (ketahanan ekosistem). Aspirasi tersebut kasih kami sampaikan kepada Rahma Suryaningsih,
tentu perlu difasilitasi karena pengembangan Hendra S. Mokodompit, dan Framy Supit atas
ekowisata memerlukan beberapa persiapan antara bantuannya selama pengambilan data, serta kepada
lain: kemitraan para pihak untuk mengembangkan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per
Standar Operasional Prosedur (SOP) ekowisata yang satu.
disahkan dalam peraturan desa, peta zonasi, dan
fasilitas penunjang lainnya (Muliya et al., 2016). DAFTAR PUSTAKA
Fitriansah (2012) menyampaikan bahwa program Abdurrahim, A. Y. (2012). Pemahaman nelayan terhadap
perubahan iklim dan upaya adaptasi: (Studi di Jakarta
pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat dapat Utara dan Indramayu). dalam Yayan, H. dan Tenny,
berperan sebagai dasar bagi pengembangan ekonomi A. (eds), Seminar Nasional ”Riset dan Kebijakan
kawasan pesisir. Keterlibatan masyarakat menjadi Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan”
(p.465-485). Jakarta : Balai Besar Penelitian Sosial
kunci dari keberhasilan pengelolaan karena
Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
komponen sosial merupakan faktor penunjang bagi
Adger, W. N., Hughes, T. P., Folke, C., Carpenter, S. R. &
keberlangsungan ekologi (Andronicus et al, 2016). Rockstrom, J. (2005). Social – ecological resilience
to coastal disaster. Science 309, 1036-1039
KESIMPULAN
Akerlof, K., Maibach, E. W., Fitzgerald, D., Cedeno, A. Y.
Desa Sarawet termasuk daerah yang sangat & Neuman, A.. (2013). Do people ‘‘personally
rentan terhadap perubahan iklim dimana 96,67 % experience’’ global warming, and if so how, and does

97
Jurnal WASIAN Vol.6 No.2 Tahun 2019:89-99 ISSN: 2502-5198
E ISSN: 2355-9969
DOI:10.20886/jwasv6i2.4728

it matter? Global Environmental Change, 23, 81-91. Engle, N. L. (2011). Adaptive capacity and its assessment.
Akter, S., & Bennet, J.. (2011). Household perceptions of Global Environmental Change, 21, 647-656.
climate change and preferences for mitigation action: Fitriansah, H. (2012). Keberlanjutan pengelolaan
the case of the Carbon Pollution Reduction Scheme lingkungan pesisir melalui pemberdayaan masyarakat
in Australia. Climatic Change, 109, 417–436 di Desa Kwala Lama Kabupaten Serdang Bedagai.
Aldrian E., Karmini M., & Budiman. (2011). Adaptasi Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, 8(4), 360-370.
dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Pusat Gao, C-Y., & Peng, D. H. (2011). Consolidating SWOT
Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, analysis with nonhomogeneous uncertain preference
Kedeputian Bidang Klimatologi Badan information. Knowledge-Based Systems, 24, 796-808
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gifford, R., Kormos, C. & McIntyre, A. (2011). Behavioral
(BMKG). Jakarta. dimensions of climate change drivers, responses,
Andonicus, Yulianda, F., & Fahrudin, A. (2016). Kajian barriers, and interventions. WIREs Clim Change, 2,
Keberlanjutan Pengelolaan Ekowisata Berbasis 801-827.
Daerah Perlindungan Laut (Dpl) Di Pesisir Desa Gupta, J., Termeer, C., Klostermann, J., Meijerink, S, Van
Bahoi, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Journal of den Brink, M., Jong, P., Nooteboom, S. & Bergsma,
Engineering and Management in Industrial System, 4 E. (2010). The Adaptive Capacity Wheel: a method to
(1), 1-3 assess the inherent characteristics of institutions to
Angles, Chinnadurai, & Sundar. (2011). Awarenesson enable the adaptive capacity of society.
impact of climate change on dryland agriculture and Environmental Science & Policy, 13, 459-471
coping mechanismsof dryland farmers. Indian Gurel, E. (2017). Swot Analysis: a Theoretical Review. The
Journal of Agricultural Economics, 66, 365-372. Journal of International Social Research, 10(51),
Bappenas. (2014). Rencana Aksi Nasional Adaptasi 6–11.
Perubahan Iklim. Kementerian Perencanaan https://doi.org/http://dx.doi.org/10.17719/jisr.2017.18
Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan 32 SWOT
Pembangunan Nasional. Jakarta Hasibuan, F., Septri, W., & Badrudin, R. (2017). Resiliensi
Bennet, N.J., Dearden, P., Murray, G. & Kadfak, A. (2014). Struktur Keluarga Nelayan: Studi Kasus Respon
The capacity to adapt?: communities in a changing Keluarga Nelayan Terhadap Dampak Perubahan
climate, environment,and economy on the northern Iklim Di Pantai Pasar Bawah Bengkulu Selatan.
Andaman coast of Thailand. Ecology and Society, Jurnal AGRISEP, 16(2), 211-222.
19(2), 5. Hermiati. (2012). Efektifitas Pelaksanaan Program Kebun
BMKG. (2017). Data Curah Hujan di Minahasa Utara. Bibit Rakyat (KBR) dan Dampaknya Terhadap
http://dataonline.bmkg.go.id/cuaca_ekstrim diakses Pendapatan Petani Lahan Kering Sekitar Kawasan
24 agustus 2017 Hutan di Kabupaten Lombok Barat. Tesis tidak
Boillat, S., & Berkes, F. (2013). Perception and diterbitkanProgram Pascasarjana Universitas
Interpretation of Climate Change among Quechua Mataram. Mataram.
Farmers of Bolivia: Indigenous Knowledge as a Herminingsih, H. (2014). Hubungan Adaptasi Petani
Resource for Adaptive Capacity. Ecology and Society, terhadap Perubahan Iklim dengan Produktivitas
18(4), 21. Tembakau pada Lahan Sawah dan Tegalan di
Cinner, J.E., Huchery, C., Hicks, C. C., Daw, T. M., Kabupaten Jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian
Marshall, N., Wamukota, A. & Allison, E. H. (2015). Universitas Jember, 7(2), 31-44.
Changes in adaptive capacity of Kenyan fishing Heston, Y. P. & Febrianty, D. (2013). Adaptasi masyarakat
communities. Nature Climate Change, 2690, 1-6. menghadapi perubahan iklim dalam ketersediaan air
Crona, B., Wutich, A., Brewis, A. & Gartin, M. (2013). minum. Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum, 5
Perceptions of climate change: Linking local and (1), 27-37.
global perceptions through a cultural knowledge Hidayati I. N., & Suryanto. (2015). Pengaruh Perubahan
approach. Climatic Change, 119, 519-531. Iklim Terhadap Produksi Pertanian Dan Strategi
Deressa, T. T., Hassan, R. M. & Ringler, C. (2011). Adaptasi Pada Lahan Rawan Kekeringan. Jurnal
Perception of and adaptation to climate change by Ekonomi dan Studi Pembangunan, 16(1), 42-52.
farmers in the Nile basin of Ethiopia. Journal of Jones, M. D. (2013). Cultural characters and climate
Agricultural Science, 149, 23-31. change: How heroes shape our perception of climate
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. (2017). science. Social Science Quarterly, 95, 1-39.
Peraturan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kim, S. Y. (2011). Public Perceptions of Climate Change
Nomor: P.1/PPI/SET/KUM.1/2/2017 tentang and Support for Climate Policies in Asia: Evidence
Pedoman Pelaksanaan Program Kampung Iklim. from Recent Polls. The Journal of Asian Studies, 70,
Dodman, D., & Mitlin, D. (2013). Challenges for 319-331.
Community-Based Adaptation Discovering the Kurniawati, F. (2012). Pengetahuan dan adaptasi petani
Potential for Transformation. Journal of International sayuran terhadap perubahan iklim (Studi kasus: Desa
Development, 25, 640–659 Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung
Dumaru, P. (2010). Community-based adaptation: Barat). Tesis tidak diterbitkan, Program Studi
enhancing community adaptive capacity in Druadrua Magister Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana
Island, Fiji. WIREs Climate Change 1, 751–763 Universitas Padjajaran, Bandung.
Laimeheriwa, S. (2012). Perubahan iklim dan dampaknya

98
Persepsi dan Adaptasi Masyarakat Pesisir…
(Isdomo Yuliantoro dan Nurlita Indah wahyuni)

terhadap perubahan musim tanam di wilayah Maluku perubahan iklim melalui strategi nafkah (Studi kasus
dengan pola hujan bimodal. Jurnal Agribisnis desa nelayan di Pulau Ambon Maluku). Jurnal Sosial
Kepulauan, (1), 75-84. Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 9 (1), 77-90.
Lewandowsky, S., Oreskes, N., Ribey, J. S., Newell, B. R. Subair, Kolopaking, L. M., Adiwibowo, S., & Pranowo, M.
& Smithson, M. (2015). Seepage: Climate change B. (2014). Adaptasi perubahan iklim komunitas desa:
denial and its effect on the scientific community. Studi kasus di kawasan pesisir utara Pulau Ambon.
Global Environment Change, 33, 1-13 Jurnal Komunitas, 6 (1), 57-69.
Lorenzoni, I., Nocholson-Cole, S. & Whitmarsh, L. (2007). Sudarma, I. M, & As-syakur, A. R. (2018). Dampak
Barriers perceived to engaging with climate change perubahan iklim terhadap sektor pertanian di Provinsi
among the UK public and their policy implications. Bali. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan
Global Environment Change, 17, 445-459. Agribisnis, 12(1), 87-98.
Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Surmaini, E., Runtunuwu, E. & Las, I. (2011). Upaya
Pustaka Setia. sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim.
Mangindaan, P., Wantasen, A. S., & Mandagi, S. V. (2012). Jurnal Litbang Pertanian, 30 (1), 1-7.
Analisis potensi sumberdaya mangrove Di Desa Sutomo (2013). Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi
Sarawet, Sulawesi Utara, Sebagai Kawasan Dengan Persepsi Masyarakat Pengelola Hutan
Ekowisata, Jurnal Kelautan dan Perikanan Tropis, 8 Kemasyarakatan Tentang Perubahan Iklim Di
(2), 44-51. Kawasan Hutan Lindung Kecamatan Batukliang
Marin, A & Berkes, F. (2013). Local people’s accounts of Utara Kabupaten Lombok Tengah. Tesis tidak
climate change to what extent are they influenced by diterbitkan, Program Pascasarjana Universitas
the media? WIREs Climate Change, 4, 1–8 Mataram, Mataram.
Muliya, U., Mononimbar, W., dan Lahamendu, V. (2016). Ulfa & Mariam. (2018). Persepsi masyarakat nelayan
Kajian pengembangan ekowisata bahari berbasis dalam menghadapi perubahan iklim (ditinjau dalam
pengelolaan DPL Desa Bahoi di Likupang Barat. aspek sosial ekonomi). Jurnal Pendidikan Geografi,
Jurnal Spasial, 3 (1) : 75-84. 23, 41-49
Nurhayati. (2017). Pengaruh Pengalihfungsian Lahan United Nations Development Programme. (2007). Sisi lain
Hutan Mangrove Menjadi Tambak Udang Terhadap dari perubahan iklim: Mengapa Indonesia harus
Kehidupan Sosial Ekonomi Pada Masyarakat Desa beradaptasi untuk melindungi rakyat miskinnnya.
Pasar Rawa Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat. UNDP Indonesia Country Office.
Skripsi tidak diterbitkan, Departemen Kesejahteraan Utami, Jamhari, & Hardyastuti, S. (2011). El Nino, La Nina
Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik dan penawaran pangan di Jawa, Indonesia. Jurnal
Universitas Sumatera Utara, Medan. Ekonomi Pembangunan, 12(2), 257-271.
Patriana, R., & Satria, A. (2013). Pola adaptasi nelayan Wahyono, A., Imron, M. & Nadzir, I. (2013). Kapasitas
terhadap perubahan iklim: Studi kasus nelayan Dusun adaptif masyarakat pesisir menghadapi perubahan
Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, iklim: Kasus Pulau Gangga, Minahasa Utara. Jurnal
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Jurnal Sosial Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan,
Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 8 (1), 11-23. 3(2), 133-141
Rasmikayati, E dan Djuwendah E. (2015) Dampak Weber, E. U. (2010). What shapes perceptions of climate
perubahan iklim terhadap perilaku dan pendapatan change? Advanced Review. Climate Change, (1),
petani (the impact of climate change to farmers’ 332–342.
behavior and revenue). Jurnal Manusia dan Wolf, J. & Moser, S. C. (2011). Individual understandings,
Lingkungan , 22 (1), 372-379. perceptions, and engagement with climate change:
Robinson, L. W., & Berkes, F. (2011). Multi-level insights from in-depth studies across the world.
participation for building adaptive capacity: Climate Change, 2, 547–569.
Formal agency-community interactions in Yu, H., Wang, B., Zhang, Y. J., Wang, S. & Wei, Y. M.
northern Kenya. Global Environment Change 21, (2013). Public perception of climate change in China:
1185-1194. results from the questionnaire survey. Natural
Salampessy, Y. L. A., Djuara, P., Lubis., Amien, I., & Hazards, 69, 459-472.
Suhardjito, I. (2018). Menakar kapasitas adaptasi Wolf, J. & Moser, S. C. (2011). Individual understandings,
perubahan iklim petani padi sawah (Kasus Kabupaten perceptions, and engagement with climate change:
Pasuruan Jawa Timur). Jurnal Ilmu Lingkungan, insights from in-depth studies across the world.
16(1), 25-34. Climate Change, 2, 547-569.
Sakuntaladewi, N., & Sylviani. (2014). Kerentanan dan
upaya adaptasi masyarakat pesisir terhadap
perubahan iklim. Jurnal Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan, 11(4), 281–293.
Sovacool, B.K., D’Agostino, A. L., Meenawat, H. &
Rawlani, A. (2012). Expert views of climate change
adaptation in least developed Asia. Journal of
Environmental management, 97, 78-88
Subair, Kolopaking, L. M., Adiwibowo, S., & Pranowo, M.
B. (2014). Resiliensi komunitas dalam merespon

99

Anda mungkin juga menyukai