Anda di halaman 1dari 8

KASUS EKSPLOITASI ANAK (PELANGGARAN HAK ANAK) :

IBU KANDUNG (OKTARINA) DI PALEMBANG PAKSA ANAK (D)


JADI PENGEMIS, HASIL KURANG ANAK DIPUKULI

Oleh :

KELOMPOK 6 (XII IPS 1)

Komang Devana Hariswa (20 / 21)

I Gede Cahyana Wiguna (06 / 06)

I Kadek Agus Pradnyana Putra (13 / 14)

Komang Irma Darmayanti (21 / 22)

Ni Komang Shintya Devi (28 / 29)

Ni Putu Thita Marcheylita Fridayanti (34 / 35)

TUGAS ANALISIS KASUS PELANGGARAN HAK DAN


PENGINGKARAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA (KD 3.1 MAPEL
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN)

SMAN 1 SEMARAPURA

TAHUN AJARAN 2023 / 2024


PAPARAN BERITA :

Sumber :

https://sumsel.tribunnews.com/2021/10/11/viral-ibu-kandung-di-palembang-paksa-
anak-jadi-pengemis-hasil-kurang-anak-dipukuli

Viral Ibu Kandung di Palembang Paksa Anak Jadi Pengemis,


Hasil Kurang Anak Dipukuli
Senin, 11 Oktober 2021 13:34

Penulis: Rachmad Kurniawan | Editor: Vanda Rosetiati

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Viral video pemukulan anak kecil di dekat


lampu merah Simpang Charitas oleh seorang wanita yang diketahui rupanya ibu kandungnya
sendiri.

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polrestabes Palembang
pimpinan Iptu Fifin Sumailan berhasil menangkap Oktarina (21) ibu kandung yang
memukul/menganiaya anaknya sendiri inisial D (6) di kediamannya, Jalan Gub. Hasan Bastari,
Lorong Harapan Jaya, Belakang Gedung Golden Sriwijaya Jakabaring, Senin (11/10/2021).

Kasat Reskrim, Kompol Tri Wahyudi melalui Kanit PPA, Iptu Fifin Sumailan ketika
dikonfirmasi mengatakan penangkapan berawal pihaknya menerima video viral penganiayaan
terhadap anak. “Unit PPA langsung mendapat perintah Kasat Reskrim untuk mengamankan
pelaku, setelah dilakukan penyelidikan dan pemeriksaan oleh saksi, saksi mendapatkan
keberadaan pelaku, langsung kita amankan pelaku dirumahnya,” ujar Iptu Fifin ditemui di
ruang kerjanya, Senin (11/10/2021).

Motif penganiayaan berdasarkan pengakuan pelakunya, karena sang anak (korban)


tidak mendapatkan uang untuk disetorkan kepada ibunya. “Karena tidak mendapatkan uang
makanya korban dipukul. Dalam sehari korban bisa mendapatkan uang mulai Rp150 ribu -
Rp350 ribu,” jelasnya. “Memang kasus mengemis dan sejenisnya sedang marak terjadi
belakangan ini mengingat musim pandemi covid-19 yang menyebabkan banyak korban phk
bertindak sedemikian,” lanjut Iptu Fifin.

Selanjutnya Unit PPA akan bekerjasama dengan Dinas Sosial apakah korban akan
dititipkan di panti sosial. Atas kejadian tersebut, korban diketahui mengalami trauma bahkan
saat dibawa ke Unit PPA, anak pelaku bersembunyi dan lari ketakutan saat melihat ibunya
sendiri karena sering dipukuli. “Nanti kita koordinasikan kembali apakah korban akan
diserahkan ke panti sosial atau ada neneknya yang menjamin akan diasuh,” terangnya.

Sementara pelaku Oktarina di hadapan polisi mengaku telah mengajak anak


kandungnya mengemis selama satu tahun dua bulan. Ibu tiga orang anak ini, mengaku hanya
mengajak D untuk mengemis di sekitaran lampu merah Simpang Charitas. Wanita yang
dipenuhi tato pada tangannya ini dalam satu hari menargetkan kepada anaknya uang hasil
mengemis yang didapat mencapai Rp350 ribu. Okta tega memukul anaknya lantaran target uang
hasil mengemis kurang dari target. “Targetnya Rp300 ribu - Rp350 ribu per hari. Sedangkan
yang didapat anak saya malam itu cuma Rp 250 ribu, makanya saya marah. Sebelum kejadian
ini pernah dapat Rp600 ribu sehari. Uangnya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar Okta.
Ia mengajak anak keduanya itu mengemis setiap hari dari pukul 13:00 WIB siang hingga pukul
00:00 WIB tengah malam. Hal ini ia lakukan karena sang suami sedang mendekam di jeruji
besi. “Aku juga ikut minta sambil jualan tissu, suami sudah dipenjara karena narkoba,”
katanya.

Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com dengan judul Viral Ibu Kandung
di Palembang Paksa Anak Jadi Pengemis, Hasil Kurang Anak Dipukuli,
https://sumsel.tribunnews.com/2021/10/11/viral-ibu-kandung-di-palembang-
paksa-anak-jadi-pengemis-hasil-kurang-anak-dipukuli.

Penulis: Rachmad Kurniawan | Editor: Vanda Rosetiati


ANALISIS 5W + 1H (RANGKUMAN BERITA)

1. (What) Apa yang disampaikan pada berita?


Berita yang dipaparkan menyampaikan sebuah informasi tentang kasus seorang anak
berinisial D yang mendapati pelanggaran HAM dari ibu kandungnya sendiri, Oktariani.

2. (Who) Siapa yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM pada berita tersebut?
Yang mendapati pelanggaran HAM ialah seorang anak berinisial D (6) yang menjadi korban
dari sang ibu, Oktarina (21) sebagai pelaku kasus pelanggaran tersebut.

3. (When) Kapan kasus tersebut terjadi?


Kasus pelanggaran HAM ini terjadi pada Sabtu (9/10/21) sebagaimana dikutip pada tanggal
video diunggah dan beredar, atau dua hari sebelum tindak penangkapan korban di
kediamannya dilakukan.

4. (Where) Dimana kasus tersebut terjadi?


Menindaklanjuti dari video viral yang beredar, kasus pelanggaran HAM yang dialami oleh
D (6) oleh ibu kandungnya, Oktarini (21) ini terjadi di dekat lampu merah Simpang
Charitas, Jakabaring – Palembang.

5. (Why) Mengapa kasus pelanggaran HAM tersebut dapat terjadi?


Kasus pelanggaran HAM tersebut terjadi lantaran target uang hasil mengemis kurang dari
target. Sebagaimana dikutip pada berita, Oktarini selaku korban mengatakan “Targetnya
Rp300 ribu - Rp350 ribu per hari. Sedangkan yang didapat anak saya malam itu cuma Rp
250 ribu, makanya saya marah. Sebelum kejadian ini pernah dapat Rp600 ribu sehari.
Uangnya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari.”

6. (How) Bagaimana kronologi kasus pelanggaran HAM tersebut dapat terjadi?


Kronologi pelanggaran HAM tersebut terjadi, berawal ketika musim pandemi covid-19
yang menyebabkan Oktarini (pelaku) di-phk sehingga penghasilan menjadi berkurang,
terlebih tiadanya sosok kepala keluarga (suami/ayah) yang menafkahi lantaran dipenjara
karena kasus narkoba. Oktarini pun pada mulai berjualan tissue hingga mengemis di pinggir
jalan dan mengajak anak keduanya D (6) untuk ikut membantunya mengemis dan berjualan
tissue mulai dari uku 13.00 – 00.00 WIB. Oktarini menargetkan jualan/mengemis kepada
D (6) sebesar Rp300 ribu - Rp350 ribu setiap hari. Namun pada Sabtu yang malang,
(9/10/2021) itu, sang anak D (6) hanya menyetorkan Rp250 ribu kepada sang ibu, Oktarini
yang tidak terima pun sontak memukuli D (6) di pinggir jalan pada lampu merah Simpang
Charitas, Jakabaring – Palembang. Kasus kekerasan pada eksploitasi anak itupun
diabadikan oleh salah satu pengendara motor dan mengungggahnya hingga viral.
DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Dasar (UUD 1945) Republik Indonesia,
Pasal 28B ayat (2)
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
**) amandemen ke II Tahun 2000
2. Undang-Undang Dasar (UUD 1945) Republik Indonesia,
Pasal 27 Ayat (2)
“Bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”
3. Undang-Undang Dasar (UUD 1945) Republik Indonesia,
Pasal 34 ayat (1)
“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”
****) amandemen ke IV Tahun 2002
4. TUJUAN NASIONAL yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD
1945) alenia 4 (MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA)
5. NILAI PANCASILA SILA KE-2 (karena keadaan orang tua sebagai pelaku, ibu Oktarina
dalam keadaan sehat)
6. Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Pasal 76A
Setiap orang dilarang:
a) memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami
kerugian, baik materiil (fisik) maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya;
atau
Pasal 76B
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan
Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.
Pasal 76C
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan,
atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Pasal 76I
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan,
atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.
7. Undang-undang (UU) RI No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga,
Pasal 5 huruf a, b dan d
“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam
lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
d. penelantaran rumah tangga.”
8. UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 (wajib belajar),
Pasal 7 ayat (2)
Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anaknya.
9. Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Pasal 74 ayat (1) dan (2) huruf a dan d serta ayat (3)
(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan
yang terburuk.
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
(3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak
sebagaimana di-maksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
PELAKU DAPAT TERJERAT :
1. Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Pasal 77

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyaK
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77B

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76B,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 80 ayat (1)
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 88
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2. Undang-undang (UU) RI No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam
rumah tangga,
Pasal 44 ayat (1)
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Pasal 45 ayat (1)
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai