Disusun oleh :
Nama : Rafida Fatiya Sabdalinta
NIM : 21/482392/GE/09742
Hari, Tanggal : Jumat, 22 April 2022
Waktu : 12.30 – 14.10 WIB
Dosen Pengampu : Ari Cahyono, S.Si., M.Sc.
Asisten : 1. Lismalia Hana Pertiwi
2. Intan Septilaar Kumaidi
LABORATORIUM KARTOGRAFI
DEPARTEMEN SAINS INFORMASI GEOGRAFI
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA, 2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
TUJUAN
Mengidentifikasi, menganalisis, dan merepresentasikan distorsi proyeksi peta yang
terjadi.
Nilai (20)
Halaman 1 dari 11
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Pembahasan:
Proyeksi peta merupakan cara memindahkan letak titik-titik pada permukaan bumi ke
bidang datar (Setyowati, Septono, & Bernadi, 2014). Proses penggambaran permukaan bumi
yang semula berada pada permukaan berbentuk boa (ellipsoid) kemudian dipindahkan ke bidang
datar, akan mengalami penyimpangan dari bentuk aslinya atau disebut dengan distorsi.
Goldberg & Gott III (2007) menjelaskan bahwa distorsinproyeksi peta adalah perubahan bentuk,
jarak, dan/atau luas objek bumi hasil dari priyeksi bumi ke dalam bidang datar. Distorsi proyeksi
peta adalah perubahan yang tidak dapat dihindarkan karena mustahil untuk melihat semua objek
dengan sifat sama persis ketika dan sebelum proyeksi. Pemilihan proyeksi yang akan digunakan
dalam peta akan berpengaruh terhadap representasi kenampakan bumi dan jaring-jaring gratikul
pada peta (Scolum et al., 2009).
Menurut Robinson et al. (1995), untuk mengetahui suatu peta mengalami distorsi atau
tidak dapat dilakukan secara kualitatif dengan pengamatan visual maupun secara kuantitatif
dengan indikator Tissot. Indikator Tissot dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan atau
distorsi antara peta dengan globe sebab nilai jari-jari lingkaran pada indicator ini menunjukkan
besar nilai distorsi pada suatu wilayah.
Cara lainnya untuk mengetahui suatu distorsi adalah menggunakan teorema Geometri
Gauss. Geometri Gauss memiliki bentuk segi empat dengan luas yang berbeda dan besar
masing-masing sisi segi empat adalah acuan guna mengetahui distorsi. Kenampakan terutama
besar lingkaran Tissot dan geometri segi empat pada setiap lokasi pada peta akan berbeda-beda
sesuai proyeksi yang digunakan (besar distorsi).
Praktikum ini memanfaatkan aplikasi QGIS dan Google Earth dalam mengetahui
perbedaan panjang, lebar, luas, dari titik tertentu dengan indicator Tissot dan Geometri Gauss
dalam peta (QGIS) dan globe (Google Earth). Peta disini diterapkan menggunakan proyeksi peta
awal yaitu WGS84. Pada indicator Tissot, apabila semakin menjauhi ekuator diagram lingkaran
akan semakin lebar sehingga yang awalnya terlihat seperti lingkaran dengan jari-jari yang sama
menjadi elips yang memiliki jari-jari mayor yang lebih besar. Hal ini terjadi karena
menggunakan proyeksi Mercator WGS84 yang berhimpit dengan ekuator membuat distorsi di
bagian yang menjauhi ekuator (Mulcahy & Clarke, 2013). Penggunaan globe akan
memperlihatkan persegi geometri yang juga mengalami distorsi selain dengan diagram yang
menjadi lingkaran. Kenampakan masing-masing indicator pada peta dan globe termuat dalam
hasil praktikum 1 pada lampiran 1 yang menunjukkan masing-masing bentuk dari lingkaran,
2 29/04/2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
segi empat, dan juga benua. Perbedaan tersebut tentunya diambil dari satu titik koordinat yang
sama. Setelah mengamati perbedaannya, maka diketahui bahwa semakin tinggi lintang suatu
daerah maka bentuk lingkaran Tissot akan semakin elips. Segi empat pada indicator Geometri
Gauss akan mengalami pemanjangan ukuran pada panjang sisi yang berada di bagian yang
mendekati kutub. Hal ini mengakibatkan bentuk dari persegi cenderung berubah menjadi
trapesium.
Identifikasi secara kuantitatif dilakukan dengan pengukuran beberapa aspek seperti
pajang, lebar, jari-jari, dan luas pada indicator Tissot maupun pada Geometri Gauss di peta dan
globe. Hasil pengukuran aspek-aspek yang diukur termuat dalam hasil praktikum 2 pada
lampiran 2. Dapat diketahui, meskipun indicator yang diukur pada posisi koordinat yang sama,
tapi besar nilai pengukuran berbeda. Hal ini karena terjadinya distorsi pada masing-masing
media (peta dan globe). Pengukuran geometri pada globe memunculkan banyak perbedaan di
tiap titik koordinat. Semakin jauh titik dari khatulistiwa, maka perbedaannya akan semakin
besar, dilihat dari penambahan panjang geometri tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa identifikasi distorsi pada globe lebih cocok menggunakan indicator Tissot. Sedangkan,
Geometri Gauss lebih cocok digunakan untuk mengidentifikasi distorsi pada peta. Pengukuran
aspek-aspek yang diukur pun tidak terlepas dengan fitur pada setiap aplikasi peta dan globe
yaitu QGIS untuk peta dan Google Earth untuk globe.
Hasil praktikum 3 pada lampiran 3 menunjukkan bahwa setiap proyeksi dibuat dengan
karakteristik dan sifat masing-masih sehingga setiap proyeksi hanya cocok pada daerah tertentu
sesuai dengan karakteristiknya itu. Tabel perbedaan kenampakan jaring-jaring gratikul dan
benua dunia pada hasil praktikum telah memperlihatkan jika suatu proyeksi belum tentu dapat
digunakan dengan sesuai pada suatu kenampakan 2 dimensi. Sistem proyeksi yang diuji pada
praktikum ini adalah sistem proyeksi WGS84, proyeksi Reunion Gauss laborde, dan proyeksi
Sphere Bone. Melalui proses ini, dapat disimpulkan bahwa proyeksi yang paling baik digunakan
dalam memetakan bahan adalah proyeksi WGS84. Sistem proyeksi lainnya akan berbentuk
sangat tidak beraturan ketika diterapkan karena mengalami distorsi yang cukup besar.
Nilai (75)
3 29/04/2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA
Goldberg, D. M., & Got III, J. R. (2007). Flexion and Skewness in Map Projections of The
Earth. Cartographica, 297-318.
Mulcahy, K. A., & Clarke, K. C. (2013). Symbolization of Map Projection Distortion: A
Review. Cartography and Geographic Information Science, 167-182.
Scolum, T. A., McMaster, R. B., Kessler, F. C., & Howard, H. H. (2009). Thematic
Cartography and Geovisualization 3rd Editions. New York: Prentice Hall.
Setyowati, D. L., Saptono, P., & Bernadi, A. I. (2014). Kartografi Dasar. Yogyakarta: Ombak.
Robinson, A. H., Morrison, J. L., Muehrcke, P. C., Kimerling, A. J., & Guptill, S. C. (1995).
Element of Cartography. New York: John Willey & Sons.
Nilai (5)
4 29/04/2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
1.
2.
3.
4.
5.
5 29/04/2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
6 29/04/2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
11184 9,37
22,531 (bawa
h)
Panja
ng :
11084
48,90
7 29/04/2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2.
3.
4.
5.
8 29/04/2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Lampiran 4 (Tugas)
Identifikasilah minimal 1 sistem proyeksi dengan melampirkan karakteristiknya dalam
bentuk tabel!
Nama Sistem Proyeksi Sinusoidal Projection
Gambar jarring-jaring
proyeksi
Deskripsi Proyeksi Jenis proyeksi peta dimana garis lintang sejajar dengan
khatulistiwa, dan garis bujur melengkung di sekitar
meridian utama. Proyeksi sinusoidal menggambarkan
sudut dan jarak yang tepat untuk wilayah meridian
tengah. Proyeksi ini dapat digunakan untuk
menggambarkan daerah yang kecil di belahan bumi
mana saja, dan cocok untuk menggambarkan daerah luas
yang letaknya jauh dari wilayah khatulistiwa.
9 29/04/2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
10 29/04/2022