Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN

PRAKTIKUM KARTOGRAFI (GKP 0101)

ACARA III : PROYEKSI PETA

Disusun oleh :
Nama : Ja’ada Meilati Zahra
NIM : 22/504637/GE/10034
Hari, Tanggal : Jumat, 23 September 2022
Waktu : Pukul 11.15—12.55 WIB
Dosen Pengampu : Dr. Nurul Khakhim, M.Si.
Asisten : 1. Alwanda Putri Parmitasari
2. Aning Andita
3. Birta Ayu Anggarifta

LABORATORIUM KARTOGRAFI
DEPARTEMEN SAINS INFORMASI GEOGRAFI
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA, 2022
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Nama Praktikum Praktikum Kartografi (GKP 0101)


Judul Acara Praktikum Acara III: Proyeksi Peta
Nama Ja’ada Meilati Zahra Nilai Total Laporan :
NIM 22/504637/GE/1034
Kelompok Praktikum Jumat pukul 11.15—12.55 WIB
Asisten 1. Alwanda Putri Parmitasari
2. Aning Andita
3. Birta Ayu Anggarifta
Komponen Penilaian Laporan dikumpulkan pada
A : Pretest A: Tanggal : 30-09-2022 Jam : 06.00 WIB
B : Kegiatan Praktikum B: TTD Praktikan TTD Asisten
C : Laporan Praktikum C:
D : Tugas(jika ada) D:
E : Keaktifan E:
(Ja’ada Meilati Zahra) (Aning Andita)

MEDIA PEMBELAJARAN

Alat:

1. Alat tulis (pensil, penghapus, penggaris, drawing pen, pensil warna)

2. Kalkulator

3. Jangka

4. Busur derajat

5. Laptop

6. Perangkat lunak Google Earth

Bahan:

1. Kertas millimeter A3

2. Peta dunia dari Google Earth

Nilai (10)

LANGKAH KERJA

Halaman 1 dari 9
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Nilai (20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Praktikum:
1. Visualisasi berbagai jaring-jaring proyeksi menggunakan metode proyeksi Azimuthal
Gnomonis, Azimuthal Stereografis, Kerucut Normal Gnomonis, dan Silinder Normal
Gnomonis (Terlampir).
2. Hasil perhitungan distorsi jarak (Terlampir).
Pembahasan:
Peta adalah gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu, dan digambarkan pada
bidang datar dengan sistem proyeksi tertentu (Prihandito,1988). Dalam pembuatan peta,
proyeksi peta sangat diperlukan. Bentuk muka bumi yang tidak beraturan, menyebabkan
transformasi kenampakan bumi haruslah menggunakan rumus matematik yang disebut
proyeksi peta. Proyeksi peta adalah suatu sistem perubahan bentuk permukaan bumi yang
sferis menjadi bidang datar (Pramono,1987). Menurut Waluya (2015), proyeksi peta adalah
suatu sistem pemindahan dari bentuk permukaan yang lengkung/bola pada suatu bidang datar.
Apabila sebuah globe (bola bumi) ditransformasikan menjadi sebuah bidang datar tanpa

[Tanggal Terbit] 2
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

diproyeksikan terlebih dulu, maka akibatnya akan menjadi sobek-sobek, demikian pula jika
globe tersebut dibuka menjadi bidang datar dengan mimisahkan kedua kutubnya atau dengan
cara yang lain.
Terdapat berbagai klasifikasi proyeksi peta. Klasifikasi berdasarkan kedudukan sumbu
simetrinya, terbagi menjadi normal, transversal, dan miring. Berdasarkan sifat yang
dipertahankan yaitu conformal, equidistant, dan equilvalent. Berdasarkan bidang proyeksinya
yaitu cylindrical, conical, dan azimuthal. Berdasarkan titik sumber penyinarannya yaitu
gnomonic, stereographic, dan orthographic. Dan berdasarkan berdasarkan persinggungan
bidang proyeksi dengan model bumi yaitu tangential, secantial, dan polysuperficial.
Proyeksi azimuthal gnomonis merupakan proyeksi yang menggunakan bidang datar
sebagai bidang proyeksinya dimana titik sumber penyinarannya terdapat pada pusat bumi.
Proyeksi ini menyinggung bola bumi pada kutub, ekuator, maupun di sembarang tempat. Hal
ini menyebabkan garis paralel semakin keluar akan semakin membesar sampai ke ekuator.
Metode proyeksi ini sangat cocok untuk digunakan pada wilayah kutub, karena dapat memuat
wilayah yang kecil namun dengan kedetailan tinggi pada wilayah pusat proyeksi. Pada lampiran
1.a, telah disajikan contoh dari hasil penggambaran proyeksi peta menggunakan metode
azimuthal gnomonis. Adapun kelemahan dari metode proyeksi ini yaitu semakin menjauhi titik
pusat lingkaran, distorsi yang terbentuk semakin besar, sehingga hanya dapat menyajikan
dengan detail satu belahan bumi saja.
Selain proyeksi azimuthal gnomonis, terdapat pula proyeksi azimuthal stereografis.
Proyeksi ini sangat mirip dengan proyeksi azimuthal gnomonis, hanya saja titik sumber
penyinarannya berlawanann dengan titik singgung proyeksi. Contoh hasil penggambaran
proyeksi menggunakan metode azimuthal stereografis terdapat pada lampiran 1.b. Metode
proyeksi ini sangat baik digunakan untuk menggambarkan wilayah yang luas. Namun semakin
mendekati pusat lingkaran, distorsi yang ditimbulkan semakin besar. Metode ini cocok
digunakan pada wilayah kutub.
Proyeksi yang terdapat pada lampiran 1.c adalah proyeksi kerucut normal gnomonis.
Proyeksi ini menggunakan bidang kerucut sebagai bidang proyeksinya, dengan sumbu simetri
yang berimpit dengan sumbu bumi dan titik penyinarannya berasal dari pusat bumi. Hal ini
menyebabkan garis meridian akan berupa radian lurus namun garis paralelnya tetap melingkar
Kelebihan metode proyeksi ini adalah memiliki distorsi minimal atau sebesar 0, sehingga
kenampakan yang disajikan cenderung detail di seluruh sisinya. Sayangnya, metode ini tidak
efektif jika digunakan pada wilayah kutub maupun ekuator. Metode ini sangat cocok digunakan
pada daerah yang lebar ke samping di wilayah lintang menengah atau 450

[Tanggal Terbit] 3
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Proyeksi silinder normal orthografis adalah proyeksi yang bidang proyeksinya


berbentuk silinder dimana sumbu simetrinya menyinggung bola bumi dan titik sumber
penyinarannya pada titik jauh tak terhingga. Pada proyesi ini semua garis paralel merupakan
garis horizontal dan semua garis meridian merupakan garis lurus vertikal. Contoh hasil
penggambaran proyeksi silinder normal orthografis dapat dilihat pada lampiran 1.d. Kelebihan
metode proyeksi ini yaitu sangat baik digunakan untuk menggambarkan wilayah yang luas.
sedangkan kelemahannya semakin dekat ke kutub, semakin besar pula distorsi yang
ditimbulkan. Sehingga metode ini paling cocok digunakan pada wilayah lintang rendah yaitu
daerah ekuator atau khatulistiwa.
Pada bidang pemetaan, distorsi dapat diartikan sebagai perubahan suatu hasil
pengukuran terhadap bentuk aslinya (Ratnawati dkk., 2013). Distorsi merupakan
penyimpangan atau kesalahan yang terjadi akibat mengubah bidang lengkung menjadi bidang
datar. Penyimpangan ini berupa penyimpangan yang memengaruhi aspek jarak, bentuk, dan
luas. Contoh perhitungan distorsi jarak pada peta dapat ditemukan pada jarak antara Kota
Jakarta dan Kota Surabaya. Jarak sebenarnya dapat dilihat melalui Google Earth yaitu 663 km
atau tepatnya 66,360,176 cm. Jarak pada peta adalah 3,6 cm. Sedangkan skala yang
digunakan adalah 1:12.000.000. Dari data yang tersedia, dapat dihitung besar distorsi yang
terjadi di wilayah ini dengan rumus distorsi = jarak sebenarnya – (jarak pada peta x penyebut
skala). Sehingga distorsi yang didapatkan adalah sebesar 23,160,176 cm atau 231 km.
Pada lampiran 2 ditampilkan hasil perhitungan distorsi setiap metode proyeksi peta.
Pada metode azimuthal gnomonis, azimuthal stereografis dan kerucut normal gnomonis
distorsi terbesar terjadi pada sudut 0o sedangkan distorsi terkecil terdapat pada sudut 90o.
Masing-masing distorsi terbesar dari ketiganya yaitu tak hingga, 6,4 cm dan 0,83 cm. Serta
distorsi terkecilnya sebesar 0 cm atau tidak ada distorsi. Adapun pada metode silinder
ortografis, distorsi terbesar terjadi pada sudut 90o sebesar 3,2 cm dan distorsi terkecil ada pada
sudut 0o yaitu tidak ada.

Nilai (55)

KESIMPULAN
1. Proyeksi adalah unsur yang sangat penting pada peta. Pembuatan jaring-jaring paralel
dan meridian pada proyeksi peta dapat menggunakan metode azimuthal, kerucut dan
silinder. Ketiga metode ini memiliki karakteristik, kelebihan serta kekurangan yang
berbeda-beda, sehingga pada penggunaannya masing-masing memiliki wilayah yang
cocok. Yaitu proyeksi azhimutal pada kutub, kerucut pada wilayah lintah menengah,
dan silinder pada wilayah lintang rendah.

[Tanggal Terbit] 4
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

2. Transformasi kenampakan bumi dari bidang bulat (globe) ke dalam bidang datar
dapat menggunakan sistem proyeksi peta. Dalam melakukan transformasi,
diharuskan memperhatikan detail informasi, karena akan terjadi penyimpangan atau
distorsi.
3. Besar distorsi dari proyeksi peta dapat dihitung dengan mencari selisih antara jarak
sebenarnya dan jarak pada peta yang dikalikan penyebut skala. Setiap peta akan
memiliki distorsi yang mempengaruhi jarak, bentuk mapun luas. Sehingga pemilihan
proyeksi yang tepat perlu dilakukan agar dapat dihasilkan peta sesuai dengan tujuan
pembuatan dan aspek yang ingin dipertahankan.

Nilai (10)

DAFTAR PUSTAKA

Ratnawati, F. A., Sudarsono, B., & Subiyanto, S. (2013). Analisis Distorsi Peta Bidang Tanah
Pada Pembuatan Peta Pendaftaran Menggunakan Citra Quickbird. Jurnal Geodesi
Undip, 2(2).
Pramono, H. (1987). Peta dan Perlengkapannya. Cakrawala Pendidikan, 6(2).
Prihandito, A., (1988). Proyeksi Peta. Yogyakarta: Kanisius.
Waluya, B. (2015). Peta, Globe, dan Atlas. Bandung: Direktorat UPI

Nilai (5)

[Tanggal Terbit] 5
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Lampiran
1. Visualisasi berbagai jaring-jaring proyeksi menggunakan metode proyeksi Azimuthal
Gnomonis, Azimuthal Stereografis, Kerucut Normal Gnomonis, dan Silinder Normal
Orthografis
a. Azimuthal Gnomonis

b. Azimuthal Stereografis

[Tanggal Terbit] 6
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

c. Kerucut Normal Gnomonis

d. Silinder Normal Orthografis

2. Hasil perhitungan distorsi.


a. Azimuthal Gnomonis
Sudut α (°) Rumus [S = r x tan(90-α), r = 3,2] Hasil (cm)
0° S = 3,2 x tan(90°- 0°) ∞
15° S = 3,2 x tan(90°- 15°) 11,943
30° S = 3,2 x tan(90°- 30°) 5,542
45° S = 3,2 x tan(90°- 45°) 3,2
60° S = 3,2 x tan(90°- 60°) 1,848
75° S = 3,2 x tan(90°- 75°) 0,857
90° S = 3,2 x tan(90°- 90°) 0

[Tanggal Terbit] 7
Laboratorium Kartografi
Departemen Sains Informasi Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

b. Azimuthal Stereografis
Sudut α (°) Rumus [S = 2r x tan ½ (90°-α), r = 3,2] Hasil (cm)
0° S = 2(3,2) x tan ½ (90°- 0°) 6,4
15° S = 2(3,2) x tan ½ (90°-15°) 4,911
30° S = 2(3,2) x tan ½ (90°- 30°) 3,695
45° S = 2(3,2) x tan ½ (90°- 45°) 2,651
60° S = 2(3,2) x tan ½ (90°- 60°) 1,715
75° S = 2(3,2) x tan ½ (90°- 75°) 0,843
90° S = 2(3,2) x tan ½ (90°- 90°) 0

c. Kerucut Normal Gnomonis


Sudut α (°) Rumus [S = Δα x 2πr x Cos α / 360°, Δα = Hasil (cm)
15°, r = 3,2]
0° S = 15°x 2π3,2 x cos 0° / 360° 0,83809
15° S = 15°x 2π3,2 x cos 15° / 360° 0,80921
30° S = 15°x 2π3,2 x cos 30° / 360° 0,72551
45° S = 15°x 2π3,2 x cos 45° / 360° 0,59238
60° S = 15°x 2π3,2 x cos 60° / 360° 0,41904
75° S = 15°x 2π3,2 x cos 75° / 360° 0,21682
90° S = 15°x 2π3,2 x cos 90° / 360° 0

d. Silinder Normal Orthografis


Sudut α (°) Rumus [S = r × sin α, r = 3,2] Hasil (cm)
0° S = 3,2 × sin 0˚ 0
15° S = 3,2 × sin 15° 0,828221
30° S = 3,2 × sin 30° 1,6
45° S = 3,2 × sin 45° 2,26274
60° S = 3,2 × sin 60° 2,77128
75° S = 3,2 × sin 75° 3,09096
90° S = 3,2 × sin 90° 3,2

[Tanggal Terbit] 8

Anda mungkin juga menyukai