MAKALAH Sos Indo Nida
MAKALAH Sos Indo Nida
Kondisi pendataan masyarakat Indonesia sudah meningkat karna sudah banyak cara
mendata masyarakat seperti misalnya dengan implementasi Teknologi Informasi sudah
dijalankan dan mengalami beberapa kali perubahan. Sejak mengadopsi TI, pengelolaan data
kependudukan mulai memiliki nama spesifik, seperti KTP komputer, Sistem Administrasi
Kependudukan (SAK), Sistem Informasi Kependudukan (SIK) dan akhirnya menjadi Sistem
Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang diluncurkan pada tahun 2003. Implementasi
Teknologi Sistem Informasi sekarang ini berupa aplikasi SIAK, SIAK adalah Sistem Informasi
Administrasi Kependudukan, yaitu suatu sistem informasi yang disusun berdasarkan prosedur-
prosedur dan memakai standarisasi khusus yang bertujuan menata sistem administrasi
kependudukan sehingga tercapai tertib administrasi di bidang kependudukan. Dengan demikian
pelayanan yang dihasilkan tidak hanya sebatas dapat merealisasikan pengumpulan database
penduduk, tetapi sekaligus memberi nomor induk bagi setiap penduduk, sehingga dapat
mengeliminasi terjadinya kepemilikan identitas ganda. Sistem informasi administrasi
kependudukan atau SIAK telah mempermudah penyelenggaraan administrasi kependudukan
dalam melakukan pengumpulan, pengolahan data penduduk yang berbasis teknologi informasi.
Selain pencatatan peristiwa kelahiran, proporsi penduduk yang mendaftarkan dan mencatatkan
kejadian vital (kawin, cerai, mati, pengangkatan anak, pengakuan dan pengesahan anak, serta
pewarganegaraan) maupun perubahan status kependudukan lainnya (seperti perubahan alamat,
nama,) ternyata masih relatif rendah. Hal ini menunjukkan tidak tertibnya penduduk Indonesia
dalam pemilikan dokumen kependudukan, yang pada akhirnyaSelain pencatatan peristiwa
kelahiran, proporsi penduduk yang mendaftarkan dan mencatatkan kejadian vital (kawin, cerai,
mati, pengangkatan anak, pengakuan dan pengesahan anak, serta pewarganegaraan) maupun
perubahan status kependudukan lainnya (seperti perubahan alamat, nama,) ternyata masih relatif
rendah. Hal ini menunjukkan tidak tertibnya penduduk Indonesia dalam pemilikan dokumen
kependudukan, yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya kualitas data-informasi
kependudukan. Tetapi pelayanan pencatatan perkawinan atau perceraian penduduk yang
beragama Islam di KUA atau Pengadilan Agama (Departemen Agama), pelayanan keimigrasian
di Kantor Imigrasi oleh Departemen Kehakiman dan HAM, pelayanan Kartu Tanda Penduduk
(KTP), Kartu Keluarga (KK) dan Akta Catatan Sipil di masing-masing daerah kabupaten/ kota
(Departemen Dalam Negeri) belum berlangsung koneksitas (pertukaran data) antarpelayanan
tersebut. Pada akhirnya data penduduk yang akurat, mutakhir dan lengkap melalui data basis
penduduk nasional belum tersedia.
Tuntutan tersedianya data penduduk yang akurat, mutakhir dan lengkap telah
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
PembangunanNasional(Propenas)Tahun 2000 – 2004, padaBidang Program Pengembangan dan
Keserasian Kebijakan Kependudukan, diamana salah satu Kegiatan Pokoknya adalah melakukan
pengkajian, pengembangan, dan penyediaan data dan informasi kependudukan yang akurat setiap
saat dan lengkap serta menggambarkan karakteristik penduduk, baik pada tingkat makro maupun
mikro.
Dalamrangkamelaksanakanamanatkonstitusidanrekomendasitersebut di atas, peran
teknologi informasi sangat banyak membantu, utamanya dalam rangka mengintegrasikan
(memaduserasikan) antara penyelenggaraan pendaftaran penduduk (data identitas penduduk,
perpindahan penduduk, pendaftaran orang asing/keimigrasian) dengan pencatatan sipil
(kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, pengangkatan anak, pengakuan dan pengesahan
anak, serta pewarganegaraan) yang diselenggarakan oleh berbagai instansi secara nasional (baik
di pusat maupun daerah). Pendayagunaan teknologi informasi tersebut, dimaksudkan untuk dapat
mempertukarkan dan saling melengkapi data identitas penduduk (biodata) bersangkutan secara
online. Pertukaran data dimaksud, baik antara daerah dengan pusat, antar daerah maupun antar
sistem aplikasi pelayanan. Penerapan teknologi informasi, selain dimaksudkan untuk
mengintegrasikan dan merelasionalkan antara pencatatan sipil dengan pendaftaran penduduk,
juga untuk meminimalisasikan campur tangan manusia, sehingga nilai validitas dan kehandalan
data-informasi kependudukan yang disajikan tetap tinggi (terpercaya), baik barupa statistik vital
maupun statistik kependudukan.
Faktor penghambat penggunaan SIAK
Belum memadainya perangkat teknologi informasi dan sarana prasaranana
pendukung pelayanan di setiap semua daerah Indonesia
Belum optimalnya sosialisasi tentang tertib administrasi kependudukan
Belum optimalnya kinerja SDM
Belum memadainya sistem teknologi informasi
Partisipasi masyarakat
Dalam situasi seperti ini, terlintas teori lama yang dikemukakan oleh Thomas Malthus. Di akhir
abad ke-17 (1798), Malthus menulis pendapatnya dalam sebuah artikel provokatif berjudul An
essay in the principle of population as it affects the future improvement of society. Malthus
mengkhawatirkan ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk yang terus bertambah
dengan ketersediaan pangan. Malthus mengistilahkan pertumbuhan penduduk mengikuti deret
ukur (misal dari 2 menjadi 4, dari 4 menjadi 8, dari 8 menjadi 16 dan seterusnya) tidak akan
terdukung oleh kemampuan produksi pangan yang pertumbuhannya mengikuti deret hitung
(misal dari 1 menjadi 2, 3, 4, dst). Kemudian Mathus menganalisis bahwa ketika jumlah
penduduk semakin banyak, maka persaingan antarindividu semakin ketat. Situasi ini akan
semakin parah dengan hadirnya faktor-faktor yang mendatangkan bencana, seperti musim
penyakit, epidemi, serta wabah bencana yang dapat menghilangkan penduduk. Malthus
menyarankan dua hal untuk menjaga keseimbangan laju pertumbuhan penduduk dengan
ketersediaan pangan, yaitu preventive check dan positive check. Preventive check merupakan
upaya yang dilakukan agar pertumbuhan penduduk tetap terkendali, seperti menghindari
perkawinan dan membatasi jumlah kelahiran. Adapun positive check adalah pengendalian
pertumbuhan penduduk melalui cara-cara ekstrim, seperti peperangan, wabah penyakit dan
epidemi, kemiskinan, serta kelaparan.
Dalam konteks pandemi COVID-19 dan kematian yang terjadi, diperlukan kehati-hatian untuk
mengartikan pandemi sebagai salah satu positive check. Terlebih pemerintah di berbagai negara
telah melakukan upaya preventive check. Di Indonesia, pemerintah telah melakukan pencegahan
untuk menekan penyebaran COVID-19. Terhitung sejak dinyatakan sebagai pandemi oleh kepala
negara pada Maret 2020, pemerintah telah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB). Kebijakan tersebut menjadi dasar bagi pembatasan kegiatan sosial
masyarakat di ruang publik, seperti pendidikan dan sebagian pekerjaan yang diselenggarakan
secara daring. Pada moda transportasi, pembatasan dilakukan dari sisi kapasitas penumpang dan
intensitas pengoperasionalannya, sedangkan pada tempat-tempat ibadah dengan cara tidak
menyelenggarakan kegiatan ibadah keagamaan. Pembatasan juga beroperasi pada sektor-sektor
strategis, seperti kesehatan, ekonomi dan bahan pangan, bahan bakar minyak dan gas, serta
kebutuhan dasar lainnya. Pembatasan-pembatasan tersebut masih berlaku hingga saat ini dengan
memperhatikan kasus COVID-19 yang terjadi di unit desa dan kecamatan. Apabila di desa dan
kecamatan tidak ditemukan kasus COVID-19, maka kegiatan di ruang publik dapat
diselenggarakan. Sebaliknya, apabila ditemukan kasus COVID-19, maka kegiatan di ruang
publik akan dibatasi. Sejalan dengan pembatasan kegiatan sosial, pemerintah melakukan
langkah-langkah strategis lain berupa penyiapan rumah sakit darurat COVID-19, tempat isolasi
bagi penderita COVID-19, pendirian shelter, dan tes deteksi COVID-19. Secara nomenklatur dan
implementasi, pembatasan tersebut terus diperbarui sesuai dengan perkembangan COVID-19
yang ada di masyarakat. Dengan demikian, tidak ada pembiaran atas merebaknya virus COVID-
19. Pemerintah telah melakukan upaya pencegahan (preventive check) agar angka kesakitan dan
kematian akibat COVID-19 dapat ditekan, sehingga faktor dan mekanisme alam yang mungkin
bekerja untuk mencapai keseimbangan tidak berjalan sendiri. Hal ini memunculkan prinsip
“Yang kuat, yang akan bertahan hidup” sebagai turunan positive check tidak ditemukan.
Positive check, sebagaimana penalaran Malthus, adalah bekerjanya variabel-variabel yang
memengaruhi pertumbuhan penduduk dan tidak dikontrol. Hal ini berarti ada kesan pembiaran
hingga tercipta evolusi yang ditandai oleh bertahannya penduduk yang kuat, sedangkan
penduduk yang kalah bersaing akan punah. Pandemi yang masih berlangsung saat ini tidak serta-
merta dapat dikatakan sebagai “bangkitnya Malthus” untuk mencapai keseimbangan, sebab ada
upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak kematian akibat pandemi. Ada
upaya lockdown untuk membatasi pergerakan manusia untuk menekan penyebaran virus
COVID-19. Ada upaya pemberian vaksin untuk menciptakan kekebalan di masyarakat dan
pendirian rumah sakit darurat untuk menangani COVID-19. Seandainya tanpa upaya-upaya
preventif tersebut, COVID-19 mungkin telah menyebar lebih masif dan mengakibatkan kematian
dalam jumlah yang lebih besar. Dengan demikian, teori Malthus yang menyebutkan bahwa untuk
mendapatkan kesimbangan antara jumlah penduduk dan ketersediaan pangan dapat ditempuh
melalui positive check tidak ditemukan dalam pandemi COVID-19.
Kesimpulan
Terjadinya pandemi Covid-19 yang berdampak, baik langsung maupun tidak
langsung, terhadap kehidupan penduduk atau sumber daya manusia. Dampak tersebut muncul
karena adanya peristiwa sakit dan mati yang menjadi fakta yang bertolak belakang dari prediksi
kondisi peningkatan usia harapan hidup yang seharusnya dialami oleh masyarakat Indonesia.
Dengan menggunakan data kasus Covid-19 dan teknik proyeksi dengan membandingkan
beberapa model, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tren peningkatan kasus
selama belum ada intervensi, yaitu jumlah kematian riil didominasi oleh penduduk laki-laki dan
penduduk usia lanjut yang berpotensi menyebabkan perubahan komposisi penduduk. Intervensi
kebijakan di sektor kesehatan yang lebih tepat guna perlu segera dilakukan untuk menjaga
keberlanjutan sumber daya manusia Indonesia karena perubahan demografi, khususnya jenis
kelamin, struktur usia, dan kondisi kesehatan penduduk memiliki implikasi makroekonomi yang
signifikan.