Anda di halaman 1dari 5

TUGAS UAS SEJARAH KETATANEGARAAN

REVIEW BUKU SEJARAH KETATANEGARAN

DI SUSUN OLEH ;

RAHMAD WINATA PUTRA: A 31117130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
Nama Penulis :Dr. Aman, M.Pd. dan Muhammad fendi Aditya,M.Pd
Judul Buku :Sejarah Ketatanegaraan
Tahun Ternit :2019
Penerbit :Ombak
Jumlah Halaman :11+198 Halaman
Harga Buku :90 ribu
Nomor ISBN :978-602-258-547-3

REVIEW
Bab 2:Negara Dalam Konsep Umum

Negara adalah organisasi kekuasaan yang berdaulat dengan tata pemerintahan yang
melaksanakan tata tertib atas orang-orang di daerah tertentu. Negara juga merupakan suatu
wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah
tersebut, dan berdiri secara independen. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat,
memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya
adalah mendapat pengakuan dari negara lain.

Bab 3:Konsep Negara dalam masyarakat primitive


Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal,
kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan
sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan
berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam
kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani sehingga
kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia. Dalam disiplin antropologi,
kebudayaan dan budaya itu diartikan oleh (Koentjaraningrat, 1980). “Kebudayaan adalah
keseluruhan sistim gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”. Konsep kebudayaan dari
Kontjaraningrat tersebut melihat bahwa kebudayaan memiliki 3 wujud yakni : gagasan, tindakan,
hasil karya. Ini berarti bahwa kebudayaan dapat dikaji dalam tiga aspek secara terpisah maupun
bersamaan. Pada dasarnya kebudayaan itu dalam rangka kehidupan masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karena itu kebudayaan harus menjadi milik masyarakat tersebut. Kebudayaan
ataupun yang disebut peradaban, mengandung pengertian luas, meliputi pemahaman perasaan
suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat
(kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.

Bab 4:Nasionalisme Indonesia dalam perkembangan tata Negara Indonesia


Sebagai negara kepulauan terbesar dunia, posisi geografis Indonesia membentang pada
koordinat 6 LU – 11.08’ LS dan 95 BT – 141.45’ BT dan terletak di antara dua benua, Asia di
utara, Australia di Selatan, dan dua samudera yaitu Hindia/Indonesia di barat dan Pasifik di
timur. Dalam perspektif geopolitik, bentangan posisi geografis ini tentu saja menjadikan
Indonesia sebagai Negara yang memiliki bargaining power dan bargaining position strategis
dalam percaturan dan hubungan antar bangsa, baik dalam lingkup kawasan maupun global. Hal
ini berangkat dari pemikiran bahwa ruang merupakan inti dari geopolitik karena di sana
merupakan wadah dinamika politik dan militer. Penguasaan ruang secara de facto dan de
jure merupakan legitimasi dari kekuasaan politik. Bertambahnya ruang negara atau berkurangnya
ruang negara oleh berbagai jenis sebab, selalu dikaitkan dengan kehormatan dan kedaulatan
negara dan bangsa (Sunardi, 2000, 33 – 35). Sementara itu, hubungan antar bangsa senantiasa
diwarnai oleh kompetisi dan kerjasama. Dalam hubungan tersebut, setiap bangsa berupaya untuk
mencapai dan mengamankan kepentingan nasionalnya menggunakan semua instrumen kekuatan
nasional dimilikinya. Dalam kaitan kepentingan nasional itulah, bangsa Indonesia tentu saja
harus senantiasa mengembangkan dan memiliki kesadaran ruang (space consciousness) dan
kesadaran geografis (geographical awareness) sebagai Negara kepulauan. Hal ini logis dan
sangat mendasar mengingat, di satu sisi, posisi geografis yang strategis dan terbuka serta
mengandung keragaman potensi sumber kekayaan alam, tentu saja merupakan peluang dan
keuntungan bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya. Namun
di sisi lain, posisi geografis yang menjadi perlintasan dan pertemuan kepentingan berbagai
negara ini, mengandung pula kerawanan dan kerentanan karena pengaruh perkembangan
lingkungan strategis yang dapat berkembang menjadi ancaman bagi ketahanan bangsa dan
pertahanan Negara.
Berbagai pengaruh dan dampak negatif dari perkembangan lingkungan strategis yang
disertai berubahnya persepsi dan hakikat ancaman terhadap eksistensi maupun kedaulatan
bangsa, tentu saja harus dicermati dan disikapi oleh bangsa Indonesia secara sungguh–sungguh.
Hal ini penting mengingat kemajuan ilmu pengetahuan teknologi, informasi dan komunikasi
(Information and Communication Technologies – ICT) telah berimplikasi semakin
berkembangnya peperangan modern dalam bentuk Asymmetric Warfare dan Proxy War. Oleh
karena itu, salah satu upaya yang harus menjadi fokus perhatian segenap komponen bangsa
adalah kemandirian dalam penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi di berbagai
bidang. Dalam konteks membangun ketahanan nasional aspek pertahanan keamanan, maka
penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi merupakan cara cerdas untuk
mengantisipasi dan menghadapi ancaman militer maupun ancaman nir militer. Terkait hal
tersebut, keberadaan Resimen Mahasiswa ITB “Resimen Teknologi”, memiliki relevansi yang
sangat strategis dalam memperkuat sistem pertahanan negara di masa damai maupun di masa
perang. Sesuai dengan kapasitas, kapabilitas dan kompetensinya, peranserta dan partisipasi aktif
Menwa ITB “Resimen Teknologi” semakin dibutuhkan untuk melipatgandakan kekuatan dan
kemampuan pertahanan negara dalam menghadapi potensi ancaman Asymmetric
Warfare maupun Proxy War.
Bab 5:Sisyem ketatanegaraan Indonesia masa pemerintahan kolonial belanda

Pada jaman pemerintahannya, Daendels menggunakan sistem sentralisasi dimana semua


semua unsur birokrasi dibawah wewenang pemerintah pusat. Gubernur jenderal, yang dibantu
para pejabat di Batavia, adalah pusat kekuasaan. Wakil raja Belanda di tanah koloni merupakan
penguasa tertinggi yang memiliki wewenang besar untuk mengatur birokrasi sampai level paling
bawah. Dengan kekuasaan macam itu, ia bisa memecat siapa saja yang dianggap menyeleweng
dan melakukan apa saja untuk membuat pemerintahan berjalan efektif.

Pendidikan pada masa penjajahan Belanda pada awalnya hanya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan bangsa Belanda di Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya pendidikan
digunakan sebagai alat penjajah untuk mencetak tenaga kerja murah atau pegawai rendahan yang
sangat diperlukan untuk perusahaan-perusahaan Belanda. Sistem pendidikan jaman kolonial
Belanda merupakan sistem yang rumit karena penjenisannya cukup banyak sebagai realisasi dari
diskriminasi sistem pendidikannya. Tujuan dan kebijakan politik pendidikan yang dibuat dan
diterapkan oleh Belanda semata-mata hanya untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda.
Pendidikan kolonial tidak hanya berakibat negatif bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga
memberikan dampak positif karena setelah penjajahan Belanda di Indonesia berakhir dan
Indonesia mencapai kemerdekaan sebagian penduduk di Indonesia khususnya di Jawa sudah
tidak menderita tuna aksara atau buta huruf lagi. Karena penduduk Indonesia telah lama
mengenal pendidikan atau sekolah. Pendidikan kolonial juga melahirkan tokoh-tokoh pergerakan
nasional dan tokoh-tokoh pendidikan yang berjiwa nasionalis dan patriotis untuk
memperjuangkan nasib bangsa Indonesia.

Bab 6:Ketatanegaraan Indonesia masa pemerintahan militer jepang

Pemerintahan Jepang saat itu mencetuskan kebijakan tenaga kerja romusha. Mungkin
kamu sudah sering dengar kalau romusha adalah sistem kerja yang paling kejam selama bangsa
Indonesia ini dijajah. Tetapi, pada awalnya pembentukan romusha ini mendapat sambutan
baik lho dari rakyat Indonesia, justru banyak yang bersedia untuk jadi sukarelawan. Namun
semua itu berubah ketika kebutuhan Jepang untuk berperang meningkat.

Pengerahan romusha menjadi sebuah keharusan, bahkan paksaan. Hal tersebut membuat rakyat
kita menjadi sengsara. Kamu bayangin aja, rakyat kita dipaksa membangun semua sarana perang
yang ada di Indonesia. Selain di Indonesia, rakyat kita juga dikerjapaksakan sampai ke luar
negeri. Ada yang dikirim ke Vietnam, Burma (sekarang Myanmar), Muangthai (Thailand), dan
Malaysia. Semua dipaksa bekerja sepanjang hari, tanpa diimbangi upah dan fasilitas hidup yang
layak. Akibatnya, banyak dari mereka yang tidak kembali lagi ke kampung halaman karena
sudah meninggal dunia. Selain romusha, Jepang juga membentuk Jugun Ianfu. Jugun Ianfu
adalah tenaga kerja perempuan yang direkrut dari berbagai Negara Asia seperti Indonesia, Cina,
dan korea. Perempuan-perempuan ini dijadikan perempuan penghibur bagi tentara Jepang.
Sekitar 200.000 perempuan Asia dipaksa menjadi Jugun Ianfu.
Sistem pendidikan Indonesia pada masa pendudukan Jepang berbeda dengan masa
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, semua kalangan dapat
mengakses pendidikan, sedangkan masa Hindia-Belanda, hanya kalangan atas (bangsawan) saja
yang dapat mengakses. Akan tetapi, sistem pendidikan yang dibangun oleh Jepang itu
memfokuskan pada kebutuhan perang. Meskipun akhirnya pendidikan dapat diakses oleh semua
kalangan, tetapi secara jumlah sekolahnya menurun sangat drastis, dari semulanya 21.500
menjadi 13.500.

Anda mungkin juga menyukai