DISUSUN OLEH :
12114201210033
B. Etiologi
Beberapa kasus bronkopenumonia disebabkan oleh bakteri. Beberapa jenis
bakteri yang menyerang adalah diplococus pneumonia, haemophilus
influenza, pneumococcus, stretococcus, virus influenza dan virus
sitomegalik, hemoliticus aureus, basilus firendlander (klebsial penumoni),
mycobacterium tuberculosis dapat disebabkan oleh virus seperti
respiratory synticalvirus, dan disebabkan oleh jamur seperti citoplasma
capsulatum, blastomices dermatides, mycoplasma pneumonia,
criptococcus nepromas, candinda albicans, aspergillus Sp, dan aspirasi
benda asing.
C. Klasifikasi Bronkpneumonia
1. Klasifikasi pneumonia menurut Wulandari & Erawati (2016) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas
1) Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitas lobus atau lobularis.
2) Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat
lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
3) Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan kuman penyebab adalah sebagai
berikut :
1) Pneumonia bakterialis/topikal, dapat terjadi pada semua usia,.
2) Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda dan
disebabbkan oleh Mycoplasma dan Clamidia.
3) Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak
4) Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder
D. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan masalah kesehatan yang cukup mencolok
walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik,
bronkopneumonia terjadi karena adanya peradangan pada jaringan
parenkim paru dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur maupun
benda asing sehingga mengakibatkan terjadi peningkatan suhu tubuh
sampai
39-40°C dapat menyebabkan kejang. Biasanya pada anak yang
bronkopneumonia akan mengalami gelisah, dipsnea dan dangkal dan
disertai sianosis dihidung dan dimulut. Reaksi peradangan hebat akan
terjadi saat bakteri mulai meninvasi ke paru-paru menuju bronkioli dan
alveoli disertai dengan dihasilkannya cairan yang kaya akan protein dalam
alveoli dan jaringan interstitial. Alveoli dan septa dapat menjadi penuh
akibat cairan edema yang terdiri dari eritrosit, fibrin serta sedikit leukosit
yang menyebabkan kapiler alveoli menjadi melebar. Jika proses
konsolidasi tidak terjadi dengan baik maka setelah edema akan terdapat
eksudat pada alveolus dan membran pada alveolus akan mengalami
kerusakan, akibatnya jumlah oksigen yang di bawa oleh darah akan
mengalami penurunan sehingga saturasi oksigen akan menurun dan terjadi
hiperkapnia yang berakibat munculnya hipoksia penurunan ini
menyebabkan penderita dapat mengalami sianosis.
Menurut Wulandari & Erawati (2016) proses peradangan dapat dibagi
dalam empat stadium, antara lain :
1.Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu
pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
3.Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari) Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4.Stadium IV/Resolusi (7-11 hari) Sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
PATHWAY
E. Komplikasi Bronkpneumonia
bronkopneumonia dapat menimbulkan komplikasi seperti Atelektasis yaitu
pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru akibat
kurangnya mobilisasi atau reflex batuk hilang, abses paru adalah
pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang, empisema
merupakan suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat disatu tempat atau selurung rongga pleura, endokarditis
yaitu peradangan pada setiap katup endokardial, serta meningitis yaitu
infeksi yang menyerang selaput otak.
bakteri sekunder : infeksi baru yang muncul setelah sebelumnya
terdapat infeksi yang lain.
bron- kiektasis : kerusakan dan pelebaran yang tidak normal di bronkus
dan saluran pernapasan. Kondisi ini menyebabkan penumpukan lendir
di dalam paru-paru. Gejala yang paling sering muncul akibat kondisi ini
adalah batuk berdahak terus-menerus, batuk berdarah, dan sesak napas.
Asfiksia : kondisi medis saat kadar oksigen yang terdapat di dalam
tubuh berkurang
anoksia serebral : keadaan dimana otak berhenti mendaptkan asupan
oksigen
kejang dan kematian
Perdarahan subkonjungtiva dapat disebabkan oleh batuk paroksismal.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Beberapa tanda dan gelaja dari kasus bronkopneumonia
adalah:
a. Munculnya gejala yang datang tiba-tiba, biasanya. Didahului oleh
infeksi saluran nafas atas
b. Muncul demam (39°c-40°c) kadang-kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi, jika anak/penderita terus menerus demam dengan
suhu tubuh tinggi dapat dianggap sebagai pasien pneumonia
potensial(Zec et al. 2016)
c. Ditemuinya bunyi ronchi dan wheezing pada saat pemeriksaan bunyi
nafas
d. Batuk dengan sputum yang kental
e. Nafsu makan menurun Rasa nyeri di dada pada saat batuk
g. Kadang-kadang disertai muntah
G. Pemeriksaan penunjang
H. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak penderita
bronkopneumonia adalah :
1. Menjaga kelancaran pernafasan.
2. Kebutuhan istirahat pasien. Pasien sering hiperpireksia maka
pasienperlu cukup istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditempat
tidur.
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan. Pasien dengan penyakit
bronkopneumonia hampir selalu mengalami kekurangan makanan
atau nutrisi. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan
kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi, untuk mencegah
dehidrasi dan kekurangan kalori di pasang infuse dengan cairan
glikosa 5% dan NaCl 0,9%.
4. Mengontrol suhu tubuh.
5. Pengobatan
Pengobatan diberikan berdasatkan etiologi dan uji resisten. Tetapi
kareana hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka
biasanya diberikan penisilin ditambahkan dengan cloramfenikol dan
antibiotic yang mempunyai spectrum luas seperti ampisilin.
Pengobatan diteruskan sampai demam sembuh 4- 5 hari. Karena
sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolic akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi dengan
hasil sesuai analisis gas darah arteri (Nurarif, 2016).
b. Pentalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan pengobatan :
1. Oksigen 2 lpm.
2. IVFD (Intra Vena Fluid Drip)
a. Jenis cairan adalah 2A-K CL (1-2 mek/kgBB/24 jam atau KCL 6
mek/500 ml).
b. Pengobatan
1.Antibiotika Prokain 50.000 U/kgBB/hari IM, dan Kloramfhenikol
75mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, IM/IV, atau Ampicilin 100
mg//kgBB/hari dibagi 4 dosis IV dan Gentamicin mg/kgBB/hari,
IM dalam 2 dosis per hari.
2.Kartikosteroid Pemberian kortison asetat 15 mg/kgBB/hari secara
IM, diberika bila ekspirasi memanjang atau lender banyak sekali.
Di berikan dalam 3 kali pemberian (Nabiel., 2014)
Pemeriksaan fisik
1. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang
ditemukan pembesaran Kelenjer getah bening.
2. Mata
Biasanya pada pasien dengan Bronchopneumonia mengalami
anemis konjungtiva. c. Hidung Pada pemeriksaan hidung
secara umum ada tampak mengalami nafas pendek, dalam, dan
terjadi cupping hidung.
3. Mulut
Biasanya pada wajah klien Brochopneumonia terlihat sianosis
terutama pada bibir.
4. Thorax
Biasanya pada anak dengan diagnosa medis
Bronchopneumonia, hasil inspeksi tampak retraksi dinding
dada dan pernafasan yang pendek dan dalam, palpasi
terdapatnya nyeri tekan, perkusi terdengar sonor, auskultasi
akan terdengar suara tambahan pada paru yaitu ronchi,weezing
dan stridor.
5. Abdomen
Biasanya ditemukan adanya peningkatan peristaltik usus.
6. Kulit
Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat atau sianosis, kulit teraba panas dan tampak memerah.
7. Ekstremitas
Biasanya pada ekstremitas akral teraba dingin bahkan bahkan
crt > 2 detik karena kurangnya suplai oksigen ke Perifer, ujung-
ujung kuku sianosis.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi lendir di
jalan nafas, inflamasi trakeabronkial, nyeri pleuritik, penurunan
energi, kelemahan.
2. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
3. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan umum, batuk berlebihan dan
dipsnea.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d peningkatan
evaporasi tubuh, kurangnya intake cairan.
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi, mual dan muntah.
6. Hipertermi b/d proses infeksi
DAFTAR PUSTAKA