Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

CLAUDIA KERMITE SALLY ELSOIN

12114201210033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
2023
A. Defenisi
Bronkopneumonia merupakan peradangan yang terjadi pada anak-anak
yang mengenai satu atau beberapa lobus di Paru-paru(An &
Bronkopneumonia 2018).
Bronkopneumonia sering juga disebut penumonia lobaris yang merupakan
peradangan pada parenkim paru yg terlokalisir biasanya mengenai
alveolus dan disekitrarnya sering terjadi pada anak-anak dan balita baik
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing selain itu kasus ini
lebih sering terjadi pada infeksi sekunder akibat dari kondisi lemahnya
daya tahan tubuh.

B. Etiologi
Beberapa kasus bronkopenumonia disebabkan oleh bakteri. Beberapa jenis
bakteri yang menyerang adalah diplococus pneumonia, haemophilus
influenza, pneumococcus, stretococcus, virus influenza dan virus
sitomegalik, hemoliticus aureus, basilus firendlander (klebsial penumoni),
mycobacterium tuberculosis dapat disebabkan oleh virus seperti
respiratory synticalvirus, dan disebabkan oleh jamur seperti citoplasma
capsulatum, blastomices dermatides, mycoplasma pneumonia,
criptococcus nepromas, candinda albicans, aspergillus Sp, dan aspirasi
benda asing.

C. Klasifikasi Bronkpneumonia
1. Klasifikasi pneumonia menurut Wulandari & Erawati (2016) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas
1) Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitas lobus atau lobularis.
2) Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat
lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
3) Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan kuman penyebab adalah sebagai
berikut :
1) Pneumonia bakterialis/topikal, dapat terjadi pada semua usia,.
2) Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda dan
disebabbkan oleh Mycoplasma dan Clamidia.
3) Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak
4) Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder

c. Klasifikasi pneumonia berdasarkan prediksi infeksi adalah sebagai


berikut :
1) Pneumonia lobaris mengenal satu lobus atau lebih, disebabkan karena
obstruksi bronkus.
2) Bronokopneumonia, adanya bercak-bercak infiltrat pada paru dan
disebakan oleh virus atau bakteri.

D. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan masalah kesehatan yang cukup mencolok
walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik,
bronkopneumonia terjadi karena adanya peradangan pada jaringan
parenkim paru dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur maupun
benda asing sehingga mengakibatkan terjadi peningkatan suhu tubuh
sampai
39-40°C dapat menyebabkan kejang. Biasanya pada anak yang
bronkopneumonia akan mengalami gelisah, dipsnea dan dangkal dan
disertai sianosis dihidung dan dimulut. Reaksi peradangan hebat akan
terjadi saat bakteri mulai meninvasi ke paru-paru menuju bronkioli dan
alveoli disertai dengan dihasilkannya cairan yang kaya akan protein dalam
alveoli dan jaringan interstitial. Alveoli dan septa dapat menjadi penuh
akibat cairan edema yang terdiri dari eritrosit, fibrin serta sedikit leukosit
yang menyebabkan kapiler alveoli menjadi melebar. Jika proses
konsolidasi tidak terjadi dengan baik maka setelah edema akan terdapat
eksudat pada alveolus dan membran pada alveolus akan mengalami
kerusakan, akibatnya jumlah oksigen yang di bawa oleh darah akan
mengalami penurunan sehingga saturasi oksigen akan menurun dan terjadi
hiperkapnia yang berakibat munculnya hipoksia penurunan ini
menyebabkan penderita dapat mengalami sianosis.
Menurut Wulandari & Erawati (2016) proses peradangan dapat dibagi
dalam empat stadium, antara lain :
1.Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu
pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

2.Stadium II/Hepatisasi (48 jam berikutnya) Lobus yang terkena menjadi


padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam. 24

3.Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari) Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.Stadium IV/Resolusi (7-11 hari) Sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
PATHWAY

E. Komplikasi Bronkpneumonia
bronkopneumonia dapat menimbulkan komplikasi seperti Atelektasis yaitu
pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru akibat
kurangnya mobilisasi atau reflex batuk hilang, abses paru adalah
pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang, empisema
merupakan suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat disatu tempat atau selurung rongga pleura, endokarditis
yaitu peradangan pada setiap katup endokardial, serta meningitis yaitu
infeksi yang menyerang selaput otak.
 bakteri sekunder : infeksi baru yang muncul setelah sebelumnya
terdapat infeksi yang lain.
 bron- kiektasis : kerusakan dan pelebaran yang tidak normal di bronkus
dan saluran pernapasan. Kondisi ini menyebabkan penumpukan lendir
di dalam paru-paru. Gejala yang paling sering muncul akibat kondisi ini
adalah batuk berdahak terus-menerus, batuk berdarah, dan sesak napas.
 Asfiksia : kondisi medis saat kadar oksigen yang terdapat di dalam
tubuh berkurang
 anoksia serebral : keadaan dimana otak berhenti mendaptkan asupan
oksigen
 kejang dan kematian
 Perdarahan subkonjungtiva dapat disebabkan oleh batuk paroksismal.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Beberapa tanda dan gelaja dari kasus bronkopneumonia
adalah:
a. Munculnya gejala yang datang tiba-tiba, biasanya. Didahului oleh
infeksi saluran nafas atas
b. Muncul demam (39°c-40°c) kadang-kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi, jika anak/penderita terus menerus demam dengan
suhu tubuh tinggi dapat dianggap sebagai pasien pneumonia
potensial(Zec et al. 2016)
c. Ditemuinya bunyi ronchi dan wheezing pada saat pemeriksaan bunyi
nafas
d. Batuk dengan sputum yang kental
e. Nafsu makan menurun Rasa nyeri di dada pada saat batuk
g. Kadang-kadang disertai muntah

G. Pemeriksaan penunjang

a. Foto thoraks Pada foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak


infiltrat pada satu atau beberapa lobus.
b. Laboratorium Leukositosis dapat mencapai 15.000-40.000/mm3.
c. Analisa gas darah arteri Untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa, analisa gas darah ini bisa menunjukan asidosis metabolik
dengan atau tanpa retensi CO2.
d. Laju endap darah
Pada pasien bronkopneumonia LED cenderung meningkat.
e. Pemeriksaan sputum Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan
untuk kultur serta tes sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius
(Zulkarnain Dahlan, 2012 dalam Kusuma, 2020).
f. Hemoglobin pada pasien bronchopneumonia
biasanya tidak mengalami gangguan. Pada bayi baru lahir normalnya 17-
12 gram/dl, Umur 1 minggu normalnya 15-20 gram/dl, Umur 1 bulan
normalnya11-15 gram/dl, dan pada Anak-anak normalnya 11-13 gram/dl.
g. Kultur sputum
Pemeriksaan sputum biasanya di temukan adanya bakteri pneumonia dan
juga bisa bakteri lain yang dapat merusak paru.

H. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak penderita
bronkopneumonia adalah :
1. Menjaga kelancaran pernafasan.
2. Kebutuhan istirahat pasien. Pasien sering hiperpireksia maka
pasienperlu cukup istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditempat
tidur.
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan. Pasien dengan penyakit
bronkopneumonia hampir selalu mengalami kekurangan makanan
atau nutrisi. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan
kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi, untuk mencegah
dehidrasi dan kekurangan kalori di pasang infuse dengan cairan
glikosa 5% dan NaCl 0,9%.
4. Mengontrol suhu tubuh.
5. Pengobatan
Pengobatan diberikan berdasatkan etiologi dan uji resisten. Tetapi
kareana hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka
biasanya diberikan penisilin ditambahkan dengan cloramfenikol dan
antibiotic yang mempunyai spectrum luas seperti ampisilin.
Pengobatan diteruskan sampai demam sembuh 4- 5 hari. Karena
sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolic akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi dengan
hasil sesuai analisis gas darah arteri (Nurarif, 2016).
b. Pentalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan pengobatan :
1. Oksigen 2 lpm.
2. IVFD (Intra Vena Fluid Drip)
a. Jenis cairan adalah 2A-K CL (1-2 mek/kgBB/24 jam atau KCL 6
mek/500 ml).
b. Pengobatan
1.Antibiotika Prokain 50.000 U/kgBB/hari IM, dan Kloramfhenikol
75mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, IM/IV, atau Ampicilin 100
mg//kgBB/hari dibagi 4 dosis IV dan Gentamicin mg/kgBB/hari,
IM dalam 2 dosis per hari.
2.Kartikosteroid Pemberian kortison asetat 15 mg/kgBB/hari secara
IM, diberika bila ekspirasi memanjang atau lender banyak sekali.
Di berikan dalam 3 kali pemberian (Nabiel., 2014)

I. Landasan Teori Keperawatan


 Anamnesis
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
infeksi saluran napas, termasuk rinitis dan batuk, serta suhu
badan lebih rendah dari pada pneumonia bakteri.
Bronchopneumonia virus tidak dapat dibedakan dengan
Bronchopneumonia bakteri dan mukuplasma.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu: Biasanya anak sering menderita
penyakit saluran pernapasan bagian atas. Riwayat penyakit
campak / fertusis (pada Bronchopneumonia).
3. Riwayat pertumbuhan : Biasanya anak cenderung mengalami
keterlambatan pertumbuhan karena keletihan selama makan
dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi
penyakit
4. Riwayat Imunisasi Biasanya pasien belum mendapatkan
imunisasi yang lengkap seperti DPT-HB-Hib 2.

 Pemeriksaan fisik
1. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang
ditemukan pembesaran Kelenjer getah bening.
2. Mata
Biasanya pada pasien dengan Bronchopneumonia mengalami
anemis konjungtiva. c. Hidung Pada pemeriksaan hidung
secara umum ada tampak mengalami nafas pendek, dalam, dan
terjadi cupping hidung.
3. Mulut
Biasanya pada wajah klien Brochopneumonia terlihat sianosis
terutama pada bibir.
4. Thorax
Biasanya pada anak dengan diagnosa medis
Bronchopneumonia, hasil inspeksi tampak retraksi dinding
dada dan pernafasan yang pendek dan dalam, palpasi
terdapatnya nyeri tekan, perkusi terdengar sonor, auskultasi
akan terdengar suara tambahan pada paru yaitu ronchi,weezing
dan stridor.
5. Abdomen
Biasanya ditemukan adanya peningkatan peristaltik usus.
6. Kulit
Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat atau sianosis, kulit teraba panas dan tampak memerah.
7. Ekstremitas
Biasanya pada ekstremitas akral teraba dingin bahkan bahkan
crt > 2 detik karena kurangnya suplai oksigen ke Perifer, ujung-
ujung kuku sianosis.

 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi lendir di
jalan nafas, inflamasi trakeabronkial, nyeri pleuritik, penurunan
energi, kelemahan.
2. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
3. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan umum, batuk berlebihan dan
dipsnea.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d peningkatan
evaporasi tubuh, kurangnya intake cairan.
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi, mual dan muntah.
6. Hipertermi b/d proses infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Sudarmo Eko,dkk. 2022. Patologi untuk fisioterapi, Global Eksekutif Teknologi.

Handayani Errina, 2019. Asuhan keperawatan pada anak Bronkopneumonia


dengan bersihan jalan napas tidak efektif di ruangan kalimaya atas Rumah
sakit Umum Daerah DR. Slamet Garut.

An & Bronkopneumonia, 2018. Defenisi Bronkopneumonia

Wulandari & Erawati, 2016. Klasifikasi Bronkopneumonia

Zec et al. 2016. Manifestasi Bronkopneumonia

Zulkarnain Dahlan, 2012 dalam Kusuma, 2020. Pemeriksaan penunjang


Bronkopneumonia

Anda mungkin juga menyukai