Anda di halaman 1dari 22

Tugas Kelompok

Analisis Kasus Fraud PT. Garuda Indonesia, Tbk

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Tri Ratnawati, S.E.,
M.S., Ak., CA., CPA.

Mata Kuliah :
Audit Investigatif (G)

Disusun oleh kelompok 1 :


Avilla Anggun
Arisendy 1222000109
D Jefryan Christian Cabelen 1222000120
Suci Nurlayli Alimatu Sholiqah 1222200121

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Akuntansi
Tahun 2023
ANALISIS KASUS FRAUD PT GARUDA INDONESIA, TBK

Kronologi

Melansir CNN Indonesia, kronologi terungkapnya skandal informasi keuangan Garuda


Indonesia bermula dari laporan kinerja keuangan tahun 2018 yang disampaikan ke Bursa
Efek Indonesia (BEI). Dalam laporan keuangannya, perusahaan berkode GIAA ini meraih
laba bersih sebesar 809.000 USD, dibandingkan kerugian sebesar 216,58 juta USD pada
tahun 2017. Hasil ini cukup mengejutkan karena pada kuartal ketiga tahun 2018,
perusahaan tersebut kembali mengalami kerugian sebesar 114,08 juta USD. Rp.
Selanjutnya pada akhir bulan April, PT Garuda Indonesia Tbk. mengadakan Rapat Umum
Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Jakarta. Salah satu agenda rapat kali ini adalah
persetujuan laporan keuangan tahunan tahun 2018. Namun terjadi kericuhan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham.

Dua komisaris, Ketua Tanjung dan Dony Oskaria, selaku perwakilan PT Trans Airways
menyatakan tidak setuju dan tidak mau menandatangani laporan keuangan. Ketua meminta
agar keberatan tersebut dibacakan di hadapan Rapat Umum Pemegang Saham namun
sesuai keputusan ketua rapat, permohonan tersebut tidak disetujui. Rapat terakhir
pemegang saham menyetujui laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018. Sehari
setelah kabar penolakan kedua komisaris terhadap laporan keuangan tersebar, saham
perusahaan berkode GIAA itu anjlok 4,4% di akhir sesi. sesi perdagangan pertama. , Kamis
(25 April). Harga saham Garuda Indonesia turun menjadi Rp 478/saham dari sebelumnya
Rp 500/saham. Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan memanggil direksi Garuda
Indonesia karena adanya perbedaan pandangan antara komisaris dan manajemen terkait
laporan keuangan 2018. Selain pengurus perseroan, pengelola bursa juga akan memanggil
pihak akuntansi. (KAP). Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan rekan sebagai auditor
laporan keuangan perusahaan.

Hal-hal yang terjadi

1. Fluktuasi Laba/Rugi periode tahun 2018 – 2020

Jika kita perhatikan dari Annual Report yang telah diterbitkan oleh PT Garuda
Indonesia dari tahun 2018 sampai dengan 2020 nampak belum berkesinambungan. Hal
tersebut dapat terlihat pada Annual Report PT Garuda Indonesia, Tbk di tahun 2019
rincian laba rugi pada perbandingan yang menunjukkan tahun 2018 berbeda dengan
hasil laba rugi pada Annual Report di tahun 2018 itu sendiri.
Perbedaan tersebut terletak di beberapa pos laba rugi dengan rincian sebagai berikut :
Pada Annual Report periode tahun 2019 (lihat pada kolom laporan tahun 2018)
kemudian dibandingkan dengan Annual Report tahun 2018 sendiri
a. Pos Pendapatan
- Akun Penerbangan Berjadwal
Pada tahun 2018 tercatat senilai USD. 3.538.378.852 sedang yg tercantum pada
laporan 2019 dengan tahun yg sama harusnya sama tetapi nilainya menjadi
USD. 3.529.322.999.
Pada Annual Report 2018 rinciannya sebagai berikut

Pada Annual Report 2019 rinciannya sebagai berikut

Dari data diatas terdapat notes juga mengapa nilai yang dissjikan berbeda.
Terdapat pada catatan no 54 pada Annual Report tahun 2019 atas Penyajian
Dan Reklasifikasi Kembali Laporan Keuangan Konsolidasian.
Grup telah mengubah dan menyajikan kembali laporan keuangan konsolidasian
untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2018 yang diterbitkan tanggal 25 Juli
2019 untuk memperbaiki kesalahaan atas pengakuan, pengukuran dan
penyajian beberapa komponen laporan keuangan konsolidasian untuk
menyelaraskan dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia dan
peraturan yang di tetapkan oleh OJK No. VIII.G.7. mengenai pedoman
Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan
Publik. Beberapa penyesuaian juga berdampak pada saldo awal periode
penyajian, 1 Januari 2018.
- Akun Pendapatan lainnya
Pada tahun 2018 tercatat senilai USD. 567.931.595 sedangkan yg tercantum
pada laporan 2019 dengan tahun yg sama harusnya sama tetapi nilainya
menjadi USD. 534.251.439.
Pada Annual Report 2018 rinciannya sebagai berikut

Pada Annual Report 2019 rinciannya sebagai berikut

b. Pos Beban Usaha


- Akun Beban Operasional Penerbangan
Pada tahun 2018 tercatat senilai USD. 2.735.868.147 sedangkan yg tercantum
pada laporan 2019 dengan tahun yg sama harusnya sama tetapi nilainya
menjadi USD. 2.737.601.890.
Pada Annual Report 2018 rinciannya sebagai berikut
Pada Annual Report 2019 rinciannya sebagai berikut

- Beban Pemeliharaan dan Perbaikan


Pada tahun 2018 tercatat senilai USD. 529,365,958 sedangkan yg tercantum
pada laporan 2019 dengan tahun yg sama harusnya sama tetapi nilainya
menjadi USD. 566,803,802.
Pada Annual Report 2018 rinciannya sebagai berikut

Pada Annual Report 2019 rinciannya sebagai berikut

- Beban Tiket, Penjualan dan Promosi


Pada tahun 2018 tercatat senilai USD. 324,376,515 sedangkan yg tercantum
pada laporan 2019 dengan tahun yg sama harusnya sama tetapi nilainya
menjadi USD. 296,889,881.
Pada Annual Report 2018 rinciannya sebagai berikut
Pada Annual Report 2019 rinciannya sebagai berikut

- Beban Administrasi dan Umum


Pada tahun 2018 tercatat senilai USD. 221,343,549 sedangkan yg tercantum
pada laporan 2019 dengan tahun yg sama harusnya sama tetapi nilainya
menjadi USD. 224,181,523.
Pada Annual Report 2018 rinciannya sebagai berikut

Pada Annual Report 2019 rinciannya sebagai berikut


Beberapa Analisis yang dapat dilihat dari laporan keuangan PT Garuda Indonesia, Tbk
adalah
1. Analisis Industri
Prospek industri penerbangan di Indonesia sangat bagus dilihat dari peningktakan
industri perbaikan dan perawatan atau maintenance, repair and overhaul (MRO). Hal
tersebut sejalan dengan transformasi digital dalam berbagai aspek perekonomian.
Industri penerbangan sebelum terjadi pandemi Covid 19 diperkirakan tumbuh 30%
serta mengalami trend positif dilihat dari data BPS, dimana arus penumpang global
meningkat pada bulan Desember 2019 sebesar 49,9% dihitung menggunakan revenue
passenger (S. Chandrasekhar & Laily Noor Ikhsanto, 2020). Selain arus penumpang
trend arus kargo juga mengalami peningkatan sebesar 2,8%. Namun saat terjadi
pandemi Covid 19 industri ini mengalami penurunan, pasalnya sejak awal bulan
januari 2020 jasa transportasi penerbangan telah membatasi penerbangan internasional
terutama penebangan Indonesia-China. Tidak hanya industri penerbangan yang
terdampak Covid 19, namun menurunkan permintaan pasar dalam semua sektor seperti
hotels sebesar (13,58%), textileprods sebesar (12,38%), metalprods sebesar (8,93%),
woodprd (7,84), generalgov sebesar (7,18). Penurunan permintaan sektor penerbangan
tersebut mempengaruhi PDB nasional sebesar (0.18%), konsumsi rumah tangga
(0,55%), tenaga kerja (0,54%) yang mengakibatkan output sektor penerbangan
menurun 39,7%. Industri penerbangan dikatakan grounded akibat Covid 19. Seiring
dengan berjalannya waktu pandemi Covid-19 telah menurun sehingga industri
penerbangan mulai mengalami peningkatan karena penumpang tidak harus melakukan
swab test.
2. Analisis Arus Kas PT Garuda Indonesia
a. Laporan arus kas aktivitas operasi
Arus kas dari aktivitas operasi merupakan bagian dari laporan arus kas yang
meliputi pengaruh kas dari transaksi yang digunakan untuk menentukan laba
bersih.
Arus kas tersebut diperoleh dari aktivitas utama yaitu pendapatan usaha.
Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi perusahaan digunakan
sebagai indikator yang menentukan apakah operasi perusahaan dapat
menghasilkan arus kas yang cukup untuk membayar deviden, membayar
pemasok dan memelihara kemampuan operasi perusahaan. Adapun arus kas
operasi perusahaan tahun 2018-2020 dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Arus Kas Operasi PT Garuda Indonesia

Tahun Arus Kas Operasi


2018 28,342,981
2019 513,101,286
2020 110,374,162
Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia.

Dari tabel diatas dapat dilihat arus kas operasi tahun 2018 sampai tahun 2020
mengalami penurunan, untuk tahun 2018 tingkat pertumbuhan arus kas operasi
sebesar Rp. 28,342,981 hal tersebut terjadi akibat besarnya jumlah kas yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar pemasok, pembayaran bunga,
dan pajak penghasilan. Jumlah arus kas operasi tahun 2019 mengalami
peningkatakn sebesar Rp. (484,758.305) peningkatakn tersebut terjadi karena
menurunnya jumlah kas yang di keluarkan oleh perusahaan, selanjutnya
ditahun 2020 arus kas perusahaan sebesar Rp. 110,374,162 akibat Covid 19,
besarnya jumlah kas yang dikeluarkan perusahaan kepada pemasok terlalu
besar. Beberapa pemasok yang dimaksud yaitu : PT. Pertamina, PT Angkasa
Pura I, Perum LPPNI, PT Angkasa Pura II, PT Telkomunikasi Indonesia.
Peningkatan pengeluaran kas kepada pemasok tersebut terbukti dengan adanya
peningkatan aset tetap – neto perusahaan.

b. Laporan arus kas aktivitas investasi


Aktivitas investasi adalah uang masuk dan keluar yang terkait dengan investasi
jangka panjang perusahaan. Arus kas yang berasal dari aktivitas investasi perlu
dilakukan pengungkapan terpisah karena arus kas tersebut mencerminkan
penerimaan dan pengeluaran kas yang bertujuan untuk menghasilkan
pendapatan arus kas masa depan. Adapun arus kas investasi perusahaan tahun
2018-2020 dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. Arus Kas Investasi PT Garuda Indonesia

Tahun Arus kas Investasi

2018 (300,227,092)

2019 (317,434,055)

2020 (55,943)

Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia.

Dari tabel diatas dapat dilihat arus kas investasi tahun 2018 sampai tahun 2020
memperoleh nilai negatif, tingkat pertumbuhan arus kas investasi tahun 2018
sebesar Rp. 300,227,092. Sedangkan ditahun 2019 perusahaan mengalami
peningkatan arus kas investasi sebesar Rp. (17,206,963) , dimana arus kas
investasi terjadi karena peningkatan penerimaan uang jaminan, penerimaan
pengembalian dana pemeliharaan pesawat, menurunnya aktivitas pembelian
pesawat, penerimaan bunga dan asset sewa pesawat. Selanjutnya ditahun 2020
PT Garuda Indonesia mengalami penurunan signifikan sebesar (317,378,112)
akibat pandemi Covid 19, dimana faktor utama penurunan juga dikarenakan
terlalu besarnya biaya penerimaan pengembalian dana cadangan pemeliharaan
pesawat, selain itu juga terjadinya penurunan atas penerimaan pengembalian
uang muka pembelian pesawat dan penerimaan atas bunga yang di peroleh.

c. Laporan arus kas aktivitas pendanaan


Arus kas pendanaan adalah arus kas yang diperoleh karena adanya kegiatan
peminjaman dan pembayaran hutang, perolehan sumber daya dari pemilik
perusahaan, serta pemberian imbalan atas investasi bagi pemilik usaha. Arus
kas pendanaan menunjukan dampak semua transaksi kas dengan para
pemegang saham, transaksi pinjaman serta pembayaran kembali dengan pihak
pemberi pinjaman. Perusahaan perlu melakukan pengungkapan terkait arus kas
aktivitas pendapatan sebab berguna untuk memprediksi klien terhadap arus kas
masa depan oleh para pemasok modal usaha. Adapun arus kas pendanaan
perusahaan tahun 2018-2020 dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Arus Kas Pendanaan PT Garuda Indonesia

Tahun Arus kas Investasi


2018 236,581,707
2019 (146,735,782)
2020 (150,932,442)
Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia.

Dari tabel arus kas aktivitas pendanaan ditahun 2018 sampai 2020 cenderung
mengalami penurunan, tingkat pertumbuhan arus kas investasi tahun 2018
sebesar Rp. 236,581,707, Sedangkan ditahun 2019 perusahaan mengalami
penurunan arus kas investasi sebesar Rp. (89,845,922), dimana penurunan arus
kas aktivitas pendanaan tersebut terjadi karena penurunan penerimaan utang
bank, peningkatan pembayaran pinjaman jangka panjang dan meningkatnya
pembayaran biaya pengembalian pesawat. Arus kas aktivitas pendanaan tahun
2020 mengalami peningkatan sebesar Rp. (4,196,660), hal tersebut dipengaruhi
oleh penurunan pembayaran untuk aktivitas pendanaan seta pembayaran utang
bank tinggi.

3. Analisis Rasio PT Garuda Indonesia, Tbk


a. Perhitungan rasio likuiditas PT Garuda Indonesia
Hasil analisis rasio likuiditas yang digunakan terdiri dari rasio lancar dan rasio
kas. Rasio lancar digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
rangka membayar kewajiban jangka pendek maupun utang yang segera jatuh
tempo. Sedangkan rasio kas digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban maupun utang lancar dengan aset
lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan. Hasil perhitungan rasio lancar
dari laporan keuangan PT. Garuda Indonesia Tbk periode tahun 2018-2020
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Rasio Lancar

Tahun Aset Lancar Hutang lancar Rasio lancar


2018 1,079,945,126 3,061,396,001 30,41%
2019 1,133,892,533 3,257,836,267 29,65%
2020 536,547,176 4,294,797,755 10,04%
Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, menunjukkan rasio lancar PT Garuda
Indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya seperti 2018 sebesar 30,41%
yang artinya setiap Rp. 1 hutang lancar dijamin 30,41% asset lancar serta
menyebabkan kenaikan hutang lancar yang di miliki perusahaan, sehingga
perusahaan tidak dapat menutupi dari harta yang dimiliki. Aset lancar yang
dimiliki perusahaan tersebut sebagian besar berbentuk sewa untuk membiayai
pabrik. Sewa dapat menjadi sumber pembiayaan off-balance-sheet. Tahun 2019
kembali mengalami penurunan sebesar 0,76% dikarenakan aset lancar yang
dimiliki perusahaan menurun sedangkan hutang lancar terus meningkat, ini
berarti perusahaan kekurangan modal untuk memenuhi kewajibannya. Pada
tahun 2020 perusahaan kembali mengalami penurunan yang signifikan sebesar
19,61% akibat dari pandemi Covid 19, ditunjukan dengan perhitungan BPS
dimana industri penerbangan mengalami kontruksi besar-besaran sebesar
80,23%. Piutang perusahaan yang terus meningkat yang disebabkan oleh
naiknya tagihan jasa penerbangan. Meskipun tidak terjadi penurunan secara
signifikan namun penurunan ini mengakibatkan perusahaan kekurangan modal
dalam memenuhi utang atau kewajibannya. Dampak buruk yang timbul bagi
perusahaan yaitu kondisi keuangan yang dikatakan tidak sehat karena
pendapatan semakin merosot namun biaya operasional semakin membengkak.
Dampak lain yang dialami perusahaan yaitu jumlah tiket pesawat turun, hal
tersebut menandakan perusahaan semakin tidak likuid. Kondisi rasio lancar PT.
Garuda Indonesia selama tiga tahun (2018-2020) dapat dikatakan tidak baik,
karena nilai rasio mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dalam kondisi
ini perusahaan dikatakan kesulitan untuk memenuhi kewajiban lancarnya
dimana asset lancar perusahan mengalami keadaan kurang stabil sedangkan
hutang lancar selalu meningkat setiap tahunnya.
Tabel 5. Rasio Kas

Kas dan setara


Tahun kas Hutang lancar Rasio kas
2018 253,074,999 3,061,396,001 8,26%
2019 299,348,853 3,257,836,267 9,18%
2020 200,979,909 4,294,797,755 4,68%
Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa rasio kas tahun
2018 sebesar 8,26% karena hutang lancar perusahaan lebih besar dari pada kas
yang di terima. Nilai ini bermakna pada tahun 2018 setiap RP. 1 hutang lancar
yang dimiliki perusahaan dapat di tanggung Rp. 253.074.999 cash on hand dan
alat likuid setara kas lain. Selanjutnya pada tahun 2019 mengalami kenaikan
sebesar 0,92% karena adanya kenaikan kas dan setara kas yang berarti RP. 1
hutang lancar dijamin sebesar 299.348.853. Tahun 2020 mengalami penurunan
yang signifikan karena adanya pandemi Covid 19 yang menyebabkan hutang
lancar meningkat tajam sedangkan cash on hand hanya sebesar 200.979.909,
nilai ini bermakna setiap Rp. 1 hutang lancar perusahaan dapat di tanggung
4,68% yang dimiiki oleh perusahaan. PT Garuda Indonesia mengalami
penurunan tingkat pendapatan sebesar (58,18%) dan tercatat rugi sebesar 10,2
triliun akibat aktivitas penumpang menurun, dan arus kargo yang rendah.
b. Perhitungan rasio profitabilitas PT Garuda Indonesia Tabel 6. Net Profit
Margin

Tahun Laba bersih Pendapatan NPM


2018 (199,105,459) 4,330,441,061 (0,45)
2019 147,014,670 4,572,638,083 0,32
2020 (2,203,059,625) 1,492,331,099 (1,47)
Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa net profit margin
pada PT Garuda Indonesia tahun 2018 sebesar (0,45) kondisi yang dialami
perusahaan masih kurang baik karena laba bersih tidak sebanding dengan
besarnya penjualan, sehingga perusahaan masih belum mampu mendapatkan
keuntungan. Selanjutnya NPM tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi
0,32 meskipun perusahaan tetap mengalami kerugian. Dan tahun 2020 NPM PT
Garuda Indonesia kembali mengalami penurunan menjadi (1,47) Penyebabnya
adalah penurunan laba bersih perusahaan yang tidak sebanding dengan
peningkatan pendapatan yang diperoleh perusahaan, yaitu perusahaan tidak
dapat meningkatkan laba perusahaan yang menunjukkan kerugian. Kondisi net
profit margin PT Garuda Indonesia selama tahun 2018 - 2020 menunjukkan
penurunan, dalam kondisi tersebut net profit margin PT Garuda Indonesia
menunjukkan dalam kondisi yang “kurang baik” karena laba yang diperoleh
masih belum dapat menghasilkan laba bersih yang besar.
Tabel 7. Return on Investment

Tahun Laba bersih Total aset ROI


2018 (199,105,459) 1,079,945,126 (0,18)
2019 147,014,670 1,133,892,533 0,13
2020 (2,203,059,625) 10,789,980,407 (0,20)
Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa ROI PT Garuda


Indonesia pada tahun 2018 sebesar (0,18) kondisi tersebut dinilai masih kurang
baik karena jumlah laba bersih perusahaan tidak sebanding dengan besarnya
total aset perusahaan, artinya total aset perusahaan kurang mampu dalam
meningkatkan keuntungan perusahaan. Tahun 2019 meningkat sebesar 0,13
disebabkan peningkatan laba bersih perusahaan meskipun perusahaan tetap
mengalami kerugian. ROI kembali mengalami penurunan pada tahun 2020
sebesar (0,20) disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian sehingga
penurunan laba bersih perusahaan tidak sebanding dengan besarnya kenaikan
total aset perusahaan, artinya total aset perusahaan tidak mampu dalam
meningkatkan keuntungan perusahaan. Pada kondisi ini return on investment
PT Garuda Indonesia dari tahun 2018 - 2020 berada dalam kondisi yang
“kurang baik” hal ini menunjukkan bahwaPT Garuda Indonesia belum mampu
menghasilkan laba dengan cukup baik melaluiinvestasi yang dilakukan
terhadap aset.

Tabel 8. Return on Equity

Tahun Laba bersih Total ekuitas ROE


2018 (199,105,459) 639,806,556 (0,31)
2019 147,014,670 720,622,891 0,20
2020 (2,203,059,625) (1,943,024,247) (1,13)
Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa ROE PT Garuda


Indonesia pada tahun 2018 sebesar (0,31) yang masuk dalam kondisi kurang
baik karena masih dibawah standar industri yaitu sebesar 20%. Di tahun 2019
mengalami peningkatan sebesar 0,20 disebabkan karena peningkatan laba
bersih perusahaan. Tahun 2020 ROE kembali menurun menjadi (1,13)
disebabkan perusahaan mengalami kerugian serta diikuti penurunanan atas
ekuitas perusahaan, ekuitas perusahaan tidak dapat meningkatkan
keuntungannya, terbukti dengan kerugian perusahaan.

c. Perhitungan rasio solvabilitas PT Garuda Indonesia Tabel 9. Debt to Asset

Tahun Total Hutang Total Aset Debt to asset


2018 3,515,668,247 4,155,474,803 0,84
2019 3,735,052,883 4,455,675,774 0,83
2020 12,733,004,654 10,789,980,407 1,18
Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa debt to asset PT


Garuda Indonesia tahun 2018 sebesar 0,84 disebabkan oleh jumlah total hutang
rendah dibanding dengan total aset, artinya perusahaan sedang berada dalam
kondisi tidak baik karena kurang mampu membiayai hutang. Debt to asset
perusahaan tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,83 disebabkan oleh
total hutang yang semakin meningkat. Selanjutnya pada tahun 2020 kondisi
perusahaan mengalami penurunan signifikan akibat pandemi Covid 19, kondisi
tersebut menyebabkan perusahaan tidak mampu membiayai hutang sedangkan
aset yang diterima semakin sedikit.

Tabel 10. Debt to Equity

Tahun Total Hutang Equity DER

2018 3,515,668,247 639,806,556 5,49


2019 3,735,052,883 720,622,891 5,18
2020 12,733,004,654 (1,943,024,247) (6,55)
Sumber : Data diolah dari PT. Garuda Indonesia

Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2018 debt to
equity ratio sebesar 5,49 dikarenakan total hutang lebih besar dibanding dengan
jumlah ekuitas perusahaan yang mengakibatkan semakin tinggi kewajiban
perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendek maupun jangka
panjangnya. Tahun 2019 menurun menjadi 5,18 disebabkan total meningkat
hutang lebih besar dibanding dengan jumlah ekuitas perusahaan. Selanjutnya
pada tahun 2020 terjadi penurunan secara drastis sebesar (6,55) dimana total
hutang meningkat lebih besar dibanding dengan jumlah ekuitas perusahaan.
Debt to equity ratio selama tahun 2018 - 2020 mengalami tren peningkatan
yang cukup tinggi, kondisi ini menunjukkan kinerja yang “kurang baik”, karena
semakin tinggi debt to equity ratio menunjukkan jumlah hutang perusahaan
lebih besar dibandingkan jumlah seluruh modal yang dimiliki.
4. Analisis Pendapatan PT Garuda Indonesia

Pengakuan pendapatan PT Garuda Indonesia diakui berdasarkan penjualan


serta jasa kargo. Pengakuan awal tersebut dicatat sebagai unearned revenue
dimana hanya akan diakui sebagai pendapatan usaha ketika penerbangan telah
dilakukan. Dalam masa penelitian tahun 2018 hingga 2020 PT Garuda
Indonesia tidak terjadi perubahan pada revenue recognition. Namun setelah
melakukan analisis pada pertumbuhan pendapatan terdapat kejanggalan pada
peningkatan laba perusahaan yang diungkapkan pada laporan laba rugi PT
Garuda Indonesia tahun 2018 yang dinilai tidak wajar. Berdasarkan data dalam
Catatan Atas Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia disebutkan bahwa pada
tanggal 31 Oktober 2018 terdapat perjanjian layanan konektivitas dan hiburan
antara perusahaan dengan PT Mahata Aero Teknologi. Dalam perjanjian
tersebut PT Mahata Aero Teknologi setuju untuk membayar kompensasi terkait
seluruh biaya pembongkaran dan pemeliharaan pesawat dengan nilai transaksi
sebesar US$ 239,94 ribu. Atas kerja sama tersebut pada tahun 2018 PT Garuda
Indonesia berhasil mencatat laba bersih komperhensif sebesar US$ 809,04.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi laporan keuangan
perusahaan yang merugi pada kuartal III sebesar US$ 114,08 juta. Sebagian
besar porsi laba bersih perusahaan bersumber dari pendapatan lain-lain atas
kontrak jangka panjang dengan PT Mahata Aero Teknologi.
Berdasarkan kontrak PT Garuda Indonesia dalam laporan keuangannya melalui
catatan atas laporan keuangan nomor 42 huruf E mengakui penghasilan atas
pemberian hak perusahaan kepada PT Mahata Aero. Pengakuan pendapatan atas
kontrak jangka panjang perusahaan dengan PT Mahata Aero menimbulkan polemik
internal karena manajer menolak menandatangani laporan keuangan dengan alasan
pengakuan pendapatan mengakibatkan perubahan signifikan dan material terhadap
pendapatan yang di peroleh dicatat sebagai royalti. Pendapatan tersebut seharusnya
diakui dalam satu periode akuntansi karena perusahaan belum saatnya mengakui
penghasilan sama sekali. Dalam PSAK 23 seharusnya pendapatan royalti diakui
secara akkrual sesuai dengan substansi yang relevan dalam perjanjian. Alasan kedua
adalah tidak adanya pembayaran royalti hingga akhir tahun 2018 oleh PT Mahata
Aero Teknologi meskipun telah dilakukan pemasangan unit. Adanya permasalahan
internal tersebut menimbulkan kecurigaan tentang pelaksanaan akuntansi yang
agresif pada laporan tahunan PT Garuda Indonesia.

5. Analisis perbandingan
Dalam melihat perkembangan bisnis, perusahaan perlu membuat strategi sebagai
salah satu cara untuk mengevaluasi keputusan jangka pendek dengan
membandingkan laporan keuangan perusahaan lain dalam industri yang sama.
Perusahaan yang dipilih adalah PT. AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) yang terdaftar
dalam BEI, menggunakan rasio keuangan tahun 2018-2020. Perusahaan
menggunakan net working capital untuk menunjukan besarnya kebutuhan modal
kerja yang digunakan oleh perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Terdapat dua kemungkinan dari selisih modal kerja yaitu aset lancar lebih besar dari
pada utang lancar atau asset lancar lebih kecil dari pada utang lancar yang dimiliki
perusahaan. Hasil olah data kedua perusahaan menunjukan bahwa kedua maskapai
sampai triwula III tahun 2020 dilaporkan bersifat agresif. Perusahaan yang paling
agresif yaitu PT Garuda Indonesia dengan nilai NPW paling tinggi. Mesikpun
kementrian perhubungan mengungkapkan bahwa kondisi maskapai penerbangan
dalam negri tahun 2018 belum kondusif. Selanjutnya likuiditas industri penerbangan
cenderung memiliki trend memburuk sebelum dan sesudah terjadinya pandemi
Covid 19. Jika dilihat dari rasio likudiitas dua perusahaan PT AirAsia Indonesia tidak
mampu menutupi lebih dari sebagian utang jangka panjang karena ekuitas bersifat
negatif. Hal tersebut ditindak lanjuti oleh Direktur Utama AirAsia Indonesia dengan
menerbitkan surat utang berbentuk sekuritas perpetual bond dengan syarat total
ekuitas dalam laporan keuangan pada kuartal 1 tahun 2019 menjadi positif.
Perhitungan rasio aktivitas memfokuskan pada seberapa efektif perusahaan
mengelola asetnya secara umum. Tingkat setiap aset akhir tahun dari laporan
keuangan digunakan dalam menghitung rasio aktivitas. Rasio aktivitas yang dihitung
yaitu rasio perputaran piutang dalam hari (receivable turnover in days) dan rasio
perputaran persediaan dalam hati (inventory turnover in days). Selain itu, rasio
perputaran utang dalam hari (payble turnover in days) juga dihitung untuk
mempelajari pembayaran utang perusahaan agar dapat mengetahui skedul umur
hutang. Nilai (receivable turnover in days) PT AirAsia yaitu 10 hari artinya,
pembayaran piutang perusahaan rata-rata dalam 10 hari. Sedangkan PT Garuda
Indonesia yaitu 45 hari, dapat disimpulkan bahwa kebijakan penagihan piutang PT
AirAsia lebih baik. Namun, sebelum menyimpulkan lebih lanjut syarat kredit yang
ditawarkan oleh masing-masing perusahaan harus diperiksa terlebih dahulu.
Pandemi Covid 19 berdampak terhadap kinerja keuangan kedua perusahaan, dilihat
dari rasio likuiditas penurunan terjadi pada PT AirAsia yaitu dengan nilai rasio lancar
sebesar 0,47 pada triwulan keempat 2019 kemudian memasuki triwulan pertama
2020 menggalami penurunan hingga 31% menjadi 0,16 yang kemudian penurunan
juga terulang kembali pada saat triwulan berikutnya turun menjadi 0,7 dan kemudian
turun lagi menjadi 0,5 pada triwulan ketiga 2020, hal ini sangat jauh berbeda jika
dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada PT Garuda Indonesia yang
terbilang yaitu pada saat triwulan pertama 2020 turun sebesar 2% dari nilai
sebelumnya 0,25 berubah menjadi 0,23, kemudian nilai itu naik lagi menjadi 0,25
pada triwulan kedua namun turun lagi pada triwulan ketiga 2020 menjadi 0,19.
Berdasarkan perhitungan rasio cepat dapat kita ketahui bahwa pandemi Covid 19
dapat menyebabkan penurunan kesanggupan perusahaan memenuhi kewajiban
jangka pendeknya dengan menggunakan aset lancar kecuali persediaan, hal ini
ditunjukkan dengan penurunan rasio cepat dari masing- masing perusahaan
penerbangan yang terjadi sejak triwulan pertama 2020 yang dapat dilihat pada PT Air
Asia Indonesia mengalami dampak penurunan rasio cepat paling tinggi dibandingkan
perusahaan lain pada saat awal masuknya COVID-19 yaitu pada saat triwulan
pertama 2020. Penurunan tersebut adalah sebesar 30% yaitu dari nilai rasio cepat
pada saat triwulan keempat 2019 sebesar 0,44 turun menjadi 0,14 pada saat triwulan
pertama 2020, sedangkan penurunan pada PT Garuda Indonesia hanya mengalami
penurunan sebesar 14% dan 2 saja.

Berdasarkan hasil penelitian kinerja keuangan PT Garuda Indonesia diatas, fluktuasi kinerja
keuangan perusahaan yang cepat mengalami kenaikan namun cepat mengalami penurunan
disebabkan karena kurang kompetitifnya industri penerbangan di Indonesia. Hal tersebut
dipengaruhi karena rute – rute domestik hanya dikuasai oleh dua grup maskapai saja yaitu
PT Garuda Indonesia dan PT LionAir yang menyebabkan harga tiket pesawat menjadi
mahal. Jika dilihat dari pangsa pasar rute domestik, Indonesia menjadi salah satu pangsa
pasar domestik terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, China, India dan Jepang.
Pemerintah menyarankan untuk melakukan persaingan secara sehat untuk menekan harga
tiket pesawat, yaitu dengan masuknya maskapai asing ke industri penerbangan nasional.
Namun hingga sepuluh tahun terakhir hanya PT AirAsia yang masih bertahan meskipun
merugi, hal tersebut menandakan industri penerbangan di Indonesia tidak profitable. PT
AirAsia tersebut nyaris tidak pernah laba di Indonesia, semua laba ditarik ke Malaysia yang
tarif pajaknya lebih rendah.
Kerugian dan keuntungan industri penerbangan di Indonesia yang cepat berubah dipengaruhi
oleh model bisnis LCC pada tahun 2000 sehingga harga tiket menjadi murah, namun
terdapat kompensasi dari murahnya tiket yaitu sering terjadi kecelakaan pesawat. Dalam hal
ini pemerintah cenderung pasif membendung model bisnis LCC, sehingga banyak maskapai
yang bangkrut. Namun pemerintah kembali membuat kebijakan harga tiket menjadi normal
dikarenakan banyak masyarakat yang mengeluh karena harga tiket menjadi mahal. Kinerja
keuangan PT Garuda Indonesia memiliki beban serta modal yang tinggi untuk menjalankan
usahanya, namun penerimaan usahanya hanya berasal dari penjualan tiket saja, tidak hanya
itu ternyata margin keuntungan industri penerbangan tersebut hanya sekitar 1-3%. Beban
terbesar bagi perusahaan adalah bahan bakar utama pesawat yang harga jualnya fluktuatif,
beban pemeliharaan, beban gaji pegawai, dan pelayanan konsumen. Jika dilihat dari laporan
keuangan PT Garuda Indonesia, perusahaan memiliki hutang lebih banyak dari pada
pendapatan yang diterima. Maka dari itu pola industri penerbangan khususnya PT Garuda
Indonesia memang akan cepat mengalami kenaikan namun cepat mengalami penurunan
karena industrinya, kompetitor bisnisnya, dan beban yang dikeluarkan lebih besar dari pada
yang diterima.
Dampak Covid 19 semakin memperparah kinerja keuangan PT Garuda Indonesia yang
sebelumnya sudah mengalami kerugian, pasalnya sejak awal bulan januari 2020 jasa
transportasi penerbangan telah membatasi penerbangan internasional terutama penebangan
Indonesia-China. Jika dilihat dari laporan arus kas operasi PT Garuda besarnya jumlah kas
yang dikeluarkan perusahaan kepada PT. Pertamina, PT Angkasa Pura I, Perum LPPNI, PT
Angkasa Pura II, PT Telkomunikasi Indonesia terlalu besar. Arus kas investasi yang turun
signifikan karena besarnya biaya pemeliharaan pesawat, selain itu juga terjadinya penurunan
atas penerimaan pengembalian uang muka pembelian pesawat dan penerimaan atas bunga
yang diperoleh dan arus kas pendanaan yang bernilai negatif. PT Garuda Indonesia selama
masa pandemi Covid 19 mengalami penurunan penjualan tiket pesawat yang mengakibatkan
pendapatan usaha berkurang, selain itu adanya biaya overhead yang tetap harus dikeluarkan.
Dalam hal ini keduanya sangat berimplikasi pada kinerja keuangan PT Garuda Indonesia.
Hutang perusahaan yang semakin meningkat menimbulkan kurangnya modal yang ada pada
perusahaan.

2. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK)


Pada Annual Report Tahun 2018, telah diterbitkan pula berita acara yang diterbitkan oleh
Komisaris dari PT Trans Aiways dan Finegold Resources. Ltd perihal penjelasan terhadap
Laporan Tahunan PT. garuda Indonesia (Persero) Tbk (“Perseroan”) dalam
ketidakikutsertaan beliau dalam menandatangani Laporan Tahunan 2018.
Atas ketidakikutsertaan nya menyebabkan adanya penyesuaian atas beberapa pos komponen
laporan keuangan untuk periode laporan 2018 dan 2019.
Untuk penyesuaian atas laporan periode 2018 dapat dilihat penyesuaiannya pada catatan No
54 pada bagian Catatan Atas Laporan Keuangan. Sedanagkan atas periode laporan tahun
2019, penyesuaiannya terdapat pada Catatan Atas Laporan Keuangan No. 55.
Auditor yang menangani dari periode 2018 – 2020 adalah :
2018 : Kasner Sirumapea dari KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan
(Member of BDO Internatinal Limited) dengan opini berikut

2019 : Daniel Kohar dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan (firma
anggota dari jaringan global PwC) dengan opini wajar berikut

2020 : Daniel Kohar dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan (firma
anggota dari jaringan global PwC) dengan tidak ada opini yang dinyatakan

3. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang digunakan


Standar Akuntansi Keuangan yang digunakan oleh PT Garuda Indonesia, Tbk pada periode
Laporan Tahun 2018 adalah PSAK 23.
4. Standar Audit yang dilanggar
Berdasarkan informasi dari Kementrian Keuangan, telah ditemukan beberapa pelanggaran
atas Standar Audit (SA) dengan rincian SPAP berikut :
a. SA 315
Adalah standar audit yang mengatur tentang pengidentifikasian dan penilaian risiko
kesalahan penyajian material melalui pemahaman atas entitas dan lingkungannya.
Pelanggaran Standar Audit ini dapat terlihat dari
b. SA 500
mengatur tentang bukti audit
c. SA 560
mengatur bagaimana auditor mempertimbangkan peristiwa kemudian dalam auditnya.
d. SA 700
mengatur tentang perumusan suatu opini dan pelaporan atas laporan keuangan.

Akuntan yang terlibat tidak menilai dengan tepat sifat transaksi untuk mencatat pencatatan
piutang dan pendapatan lainnya. Bahkan, AP mencatatkan pendapatan piutang meski
perusahaan tidak menerimanya sebesar nilai nominalnya.
Kesimpulan

Berdasarkan analisis kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk tahun 2018-2020 dengan
menggunakan analisis industri, rasio likuiditas, profitabilitas, solvabilitas dan benchmark, dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk tumbuh pesat namun menurun
pesat akibat beban industri. Selain sumber modal usaha yang besar, pendapatan perseroan hanya
berasal dari penjualan tiket. Apalagi margin keuntungan industri penerbangan hanya berkisar 1
hingga 3%. Minimnya pesaing komersial membuat PT Garuda Indonesia mendominasi pasar
domestik sehingga membuat harga tiket pesawat menjadi mahal. Kondisi keuangan PT Garuda
Indonesia yang tidak sehat diperparah dengan adanya pandemi Covid 19 yang menyebabkan
pendapatan menurun dan biaya bahan bakar, beban operasional serta utang perusahaan
meningkat.

Anda mungkin juga menyukai