Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

TAHAPAN DAN METODE PERUBAHAN ORGANISASI


DAN PENERAPAN DAN MASALAH ORGANISASI
PADA ORGANISASI KESEHATAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Organisasi Pembelajaran

Dosen Pengampu : Drg. Zahroh Shaluhiyah, MHP, PhD

Oleh Kelompok 2 :

1. NAMA MAHASISWA : FATIMATUZAHRO


NIM : 25000321410024
2. NAMA MAHASISWA : RATRI KARTIKASASMI
NIM : 25000321410025
3. NAMA MAHASISWA : GUNADI
NIM : 25000321410027

MAGISTER PROMOSI KESEHATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
PRAKATA

Puji syukur peyusun panjatkan kepada Tuhan YME, makalah organisasi


pembelajaran yang berjudul “Tahapan dan Metode Perubahan Organisasi dan
Penerapan dan Masalah Organisasi Pada Organisasi Kesehatan” dapat terselesaikan
dengan baik. Dalam penyusunan makalah ini, penysun mendapatkan dukungan,
dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan laporan
aktualisasi ini dapat berjalan dengan baik. Penyusun menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Drg. Zahroh Shaluhiyah, MHP, PhD selaku dosen pengampu mata kuliah
Ilmu Perilaku Kesehatan Magister Promosi Kesehatan Universitas
Diponegoro
2. Rekan-rekan mahasiswa mata kuliah Magister Promosi Kesehatan
Universitas Diponegoro
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pennyusun dan para pembaca.

Semarang, Pebruari 2022


Penyusun,

Kelompok 2
(Fatimatuzahro, Ratri K., Gunadi)

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 4
A. Learning Organization ............................................................................................. 5
B. Batasan Fungsi Pengorganisasian ......................................................................... 7
C. Prinsip Pokok Organisasi ........................................................................................ 8
D. Manfaat Pengorganisasian.................................................................................... 13
E. Langkah-langkah Pengorganisasian .................................................................... 13
F. Wewenang dalam Organisasi ............................................................................... 14
G. Pengembangan Organisasi................................................................................... 17
H. Perubahan Organisasi ........................................................................................... 19
I. Penyebab Perubahan Organisasi ......................................................................... 19
J. Jenis Perubahan Organisasi ................................................................................. 20
K. Tahapan Perubahan Organisasi ........................................................................... 20
L. Strategi Perubahan Organisasi ............................................................................. 22
M. Masalah Perubahan Organisasi............................................................................ 22
BAB II PENERAPAN......................................................... Error! Bookmark not defined.
A. Studi Manajemen Perubahan Organisasi Post – Transformasi PT. Askes
(Persero) Menjadi BPJS Kesehatan pada KCU Semarang Error! Bookmark not
defined.
BAB III PENUTUP............................................................. Error! Bookmark not defined.
A. Simpulan .................................................................... Error! Bookmark not defined.
B. Rekomendasi ............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Learning Organization
Peter Sange (1990) mendefinisikan organisasi belajar sebagai berikut :
“…organization where people continually expand teir capacity to create the result
they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where
collective aspiration is set free, and where people are continualy learning to see the
whole together”
Jadi organisasi belajar adalah organisasi dimana anggotanya secara kontinyu
memperluas kapasitasnya untuk menciptakan hasil yang sangat mereka inginkan,
dimana pola pemikiran baru yang ekspansif ditumbuhkan, aspirasi kolektif
dibebaskan, dan orang secara terus menerus belajar melihat organisasi secara
keseluruhan bersama-sama.
Peter Sange (1994) the core of learing organization work is based upon five
“learing disciplines” – lifelong programs of study and practice : (1) Personal
Mastery (2) Mental Models (3) Shared Vision (4) Team Learning (5) System
Thinking
1. Personal Mastery
Learning to expand our personal capacity to create the result we most desire,
and creating an organizational environtment which encourages all its members
to develope themselves toward the goal and purpose they coose.
2. Mental Models
Reflecting upon, continually clarifying, and improving our internal pictures of the
world, and seeing how they shape our actions and decisions.
3. Shared Vision
Building a sense of commitment in a group, by developing shared images of the
future we seek to create, and the principles and guiding practices by which we
hope to get there.
4. Team Learning

5
Transforming conversation and collective thinking skills, so that groups of the
people can reliably develop intelligence and ability greater than the sun of
individual members talent.
5. System Thinking
A way of thinking about, and a language for the scribing and understanding, the
forces and interrelationships that shape the behaviour of systems. This
discipline help us see how to change system more affectively, and to act more in
tune with the larger processes of the natural and economic world.
Peter Sange (1994) inti dari kerja organisasi pembelajaran didasarkan pada lima
“disiplin pembelajaran” – program studi dan praktik seumur hidup: (1) Penguasaan
Pribadi (2) Model Mental (3) Visi Bersama (4) Pembelajaran Tim (5) Berpikir Sistem
1. Penguasaan Pribadi
Belajar untuk mengembangkan kapasitas pribadi kita untuk menciptakan hasil
yang paling kita inginkan, dan menciptakan lingkungan organisasi yang
mendorong semua anggotanya untuk mengembangkan diri menuju tujuan dan
sasaran yang mereka buat.
2. Model Mental
Merefleksikan, terus mengklarifikasi, dan meningkatkan gambaran internal kita
tentang dunia, dan melihat bagaimana mereka membentuk tindakan dan
keputusan kita.
3. Visi Bersama
Membangun rasa komitmen dalam kelompok, dengan mengembangkan
gambaran bersama tentang masa depan yang ingin kita ciptakan, dan prinsip
serta praktik panduan yang kita harapkan untuk mencapainya.
4. Pembelajaran Tim
Transformasi percakapan dan keterampilan berpikir kolektif, sehingga kelompok
orang dapat diandalkan mengembangkan kecerdasan dan kemampuan yang
lebih besar dari matahari bakat anggota individu.
5. Berpikir Sistem
Cara berpikir tentang, dan bahasa untuk menulis dan memahami, kekuatan dan
hubungan timbal balik yang membentuk perilaku sistem. Disiplin ini membantu

6
kita melihat bagaimana mengubah sistem secara lebih efektif, dan bertindak
lebih selaras dengan proses yang lebih besar dari dunia alam dan ekonomi. 1

B. Batasan Fungsi Pengorganisasian


Robbins (1990) menyebutkan bahwa organisasi adalah kesatuan (entity)
sosial yang dikoordinasikan secara sadar,dengan sebuah batasan yang relatif
dapat didefiniskan, yangbekerja atas dasar aturan formal, relative, dan terus
menerusmencapai suatu tujuan bersama atau tujuan kelompok (Robbins, 1990).
Koontz dan O‟Donnel (1977) menjelaskan bahwa fungsi pengorganisasian manajer
meliputi penentuan penggolongan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk
tujuantujuan perusahaan, pengelompokan kegiatan-kegiatan tersebut kedalam
suatu bagian yang dipimpin oleh Seorang manajer, serta melimpahkan wewenang
untuk melaksanakannya (Koontz,1977).
Pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang,
alat-alat, tugas, tanggung jawab atau wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta
suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai satu kesatuan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan batasan tersebut diatas,
pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) semua kegiatan
yang beraspek personil, finansial, material, dan tata cara dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Melalui fungsi pengorganisasian dapat diketahui
(Rimawati E, 2015):
1. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok.
2. Hubungan organisatoris antar orang di dalam organisasi tersebut melalui
kegiatan yang dilakukannya.
3. Pendelegasian wewenang.
4. Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik.

1
Senge, Peter.1994.The Fifth Disciplines : The Art and Practice of the Learning Organization. New York : Dubleday.

7
C. Prinsip Pokok Organisasi
Henri Fayol adalah ahli manajemen berkebangsaan Prancis yang memberi
pengaruh sangat besar dalam konsep manajemen dan administrasi modern.
Menurut Henri Fanyol (1918), berikut ini 14 prinsip-prinsip organisasi Henry Fayol
(Fanyol H, 1918):
1. Pembagian Kerja
Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja untuk meraih tujuan
bersama. Namun, pada dasarnya, sebuah organisasi terdiri atas bagian-bagian
tertentu yang masing-masing memiliki tanggung jawab. Oleh karena itu, harus
ada pembagian kerja yang jelas antara tiap-tiap bagian. Prinsip-prinsip
organisasi berupa pembagian kerja akan memberi pengaruh positif pada
efisiensi dan efektivitas organisasi. Pembagian itu menghindarkan sekelompok
orang terkonsentrasi pada pekerjaan tertentu, sementara pekerjaan yang lain
terbengkalai.
2. Pendelegasian Wewenang
Pendelegasian wewenang sangat penting agar setiap elemen dalam organisasi
memiliki rasa tanggung jawab. Prinsip-prinsip organisasi ini di satu sisi
merupakan bagian dari pembagian kerja dan di sisi lain merupakan pelimpahan
tanggung jawab. Di samping itu, pendelegasian wewenang sangat penting
fungsinya dalam komando.
3. Disiplin
Setiap organisasi pasti memiliki tata tertib dan peraturan-peraturan menyangkut
sistem kerja. Namun, semua tata tertib dan peraturan itu menjadi tidak ada
artinya jika tidak ditunjang dengan kedisiplinan para pelaksananya. Oleh karena
itu, disiplin dalam suatu organisasi adalah prinsip-prinsip organisasi yang
sangat mendasar yang mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.
4. Kesatuan Komando
Komando dalam hal ini adalah kepemimpinan dalam menjalankan visi dan misi
organisasi. Dalam pelaksanaan lapangan, komando dan wewenang bisa
didelegasikan kepada struktur di bawahnya. Namun, hakikatnya, komando

8
tetap harus tunggal. Adanya lebih dari satu komando akan membuat organisasi
bergerak tidak focus pada tujuan.
5. Kesatuan Tujuan
Organisasi tanpa tujuan yang jelas adalah omong kosong. Tujuan organisasi
harus tergambar dengan jelas dalam visi dan misi organisasi tersebut. Sebab,
tujuan organisasi ini menjadi acuan gerak dan program kerja. Kesatuan tujuan
dari seluruh jenjang organisasi merupakan kunci pokok keberhasilan organisasi
tersebut dalam mengorganisasi elemen-elemennya.
6. Prioritas
Setiap anggota organisasi pasti memiliki kepentingan masing-masing. Kadang-
kadang, kepentingan individuitu berjalan selaras dengan kepentingan
organisasi. Namun, saat kepentingan tersebut bertentangan, setiap anggota
organisasi semestinya mendahulukan kepentingan organisasinya. Inilah prinsip-
prinsip organisasi.
7. Penghargaan atas Prestasi dan Sanksi Kesalahan
Penghargaan dan sanksi adalah semacam stimulasi bagi setiap anggota
organisasi. Ini merupakan bentuk apresiasi. Bentuknya tidak harus selalu uang
atau nilai-nilai nominal. Tiap-tiap organisasi perlu menerapkan penghargaan
dan sanksi ini dalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan organisasi tersebut.
Prinsip-prinsip organisasi ini juga sangat penting diterapkan.
8. Sentralisasi dan Desentralisasi Pengambilan Keputusan
Sentralisasi dan desentralisasi dalam pengambilan keputusan sangat erat
hubungannya dengan efektivitas dan efisiensi organisasi. Organisasi yang baik
menerapkan prinsipprinsip organisasi ini secara proporsional. Ada hal-hal yang
tidak bisa disentralisasikan kepada pemimpin manajemen dan begitu juga
sebaliknya. Tidak semua keputusan harus diambil dengan musyawarah yang
melibatkan seluruh elemen. Tingkat-tingkat keputusan itu dikembangkan sesuai
jenjang dan kapasitas masing-masing.
9. Wewenang
Garis wewenang dari atas sampai ke bawah merupakan rujukan dalam
pelaksanaan program. Setiap elemen organisasi harus memahami garis

9
wewenang sehingga tidak terjadi kelambatan birokratis atau sebaliknya.
Prinsip-prinsip organisasi berupa garis wewenang ini juga berfungsi
menegaskan kembali kesatuan komando.
10. Tertib
Tata tertib dalam organisasi berfungsi untuk meletakkan orang yang tepat pada
posisi yang tepat. Dengan demikian, kinerja organisasi akan berjalan dengan
optimal.
11. Keadilan dan Kejujuran
Keadilan dalam segala elemen merupakan syarat mutlak dalam organisasi. Di
samping itu, jenjang atas harus jujur dan terbuka kepada jenjang-jenjang di
bawahnya sampai level akar rumput. Kejujuran ini akan membawa dampak
pada kepercayaan bawahan kepada atasan.
12. Stabilitas dan Regulasi
Harus diperhatikan masa kerja yang efektif dan efisien, mengatur perputaran
dan peralihan tugas untuk menghindari kejenuhan dan merangsang
pembaruan-pembaruan. Namun, disisi lain, harus dipikirkan agar regulasi
tersebut tidak menjadi beban bagi organisasi. Sebab, perputaran dan
pergantian jabatan yang terlalu tinggi pun berpengaruh buruk pada efektivitas
kerja dan efisiensi biaya.
13. Inisiatif
Organisasi yang baik harus mampu menumbuhkan inisiatif anggotanya dalam
pengelolaan organisasi. Iklim organisasi juga harus dibangun sedemikian rupa
agar mampu menstiulasi munculnya ide dan inisiatif anggota dari berbagai
jenjang. Inisiatif adalah prinsip-prinsip organisasi yang juga sangat penting.
14. Keselarasan dan Persatuan
Hubungan interpersonal antaranggota organisasi memiliki pengaruh sangat
besar dalam kinerja anggota. Tanpa hubungan yang baik dan selaras,
organisasi tidak akan berjalan baik. Di samping itu, keselarasan tersebut sangat
penting perannya dalam memelihara persatuan dan kesatuan anggota.

10
Sedangkan, menurut A.M. Williams (1965) yang mengemukakan mengenai prinsip
prinsip organisasi meliputi (Williams AM, 1965):
1. Organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas
Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan
demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya,
organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai
suatu organisasi, mempunyai tujuan yang ingin dicapai antara lain, memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan lain lain.
2. Prinsip skala hirarkhi
Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan,
pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam
pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang
efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.
3. Prinsip kesatuan perintah
Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab
kepada seorang atasan saja.
4. Prinsip pendelegasian wewenang
Seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan
pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada
bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin
tercapainya hasil yang diharapkan. Dalam pendelegasian, wewenang yang
dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan keputusan, melakukan
hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta
persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.
5. Prinsip pertanggungjawaban
Dalam menjalankan tugasnya setiap anggota harus bertanggung jawab
sepenuhnya kepada atasan.
6. Prinsip pembagian pekerjaan
Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau
kegiatan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan
pembagian tugas/ pekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan

11
keahlian dari masing-masing pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian
tugas, akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang,
pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.
7. Prinsip rentang pengendalian
Artinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang
atasan perlu dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk
dan tipe organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai
yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.
8. Prinsip fungsional
Bahwa seorang pegawai dalam suatu organisasi secara fungsional harus jelas
tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab
dari pekerjaannya.
9. Prinsip pemisahan
Bahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung
jawabnya kepada orang lain.
10. Prinsip keseimbangan
Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi.
Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari
organisasi tersebut. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui
aktivitas/kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana
(tidak kompleks) contoh „koperasi di suatu desa terpencil‟, struktur
organisasinya akan berbeda dengan organisasi koperasi yang ada di kota
besar seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya.
11. Prinsip fleksibilitas
Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan
sesuai dengan dinamika organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena
adanya pengaruh di luar organisasi (external factor), sehingga organisasi
mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuannya.

12
12. Prinsip kepemimpinan
Dalam organisasi apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau
dengan kata lain organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya
proses kepemimpinan yang digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut.

D. Manfaat Pengorganisasian
Beberapa manfaat organisasi yaitu (Alam S, 2007):
1. Organisasi sebagai penuntun pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan akan lebih
efektif dengan adanya organisasi yang baik.
2. Organisasi dapat mengubah kehidupan masyarakat. Contoh dari manfaat ini
ialah, jika organisasi bergerak di bidang kesehatan dapat membentuk
masyarakat menjadi dan memiliki pola hidup sehat. Organisasi Kepramukaan,
akan menciptakan generasi mudah yang tangguh dan ksatria.
3. Organisasi menawarkan karier. Karier berhubungan dengan pengetahuan dan
keterampilan. Jika kita menginginkan karier untuk kemajuan hidup,
berorganisasi dapat menjadi solusi.
4. Organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan. Organisasi selalu berkembang
seiring dengn munculnya fenomena-fenomena organisasi tertentu. Peran
penelitian dan pengembangan sangat dibutuhkan sebagai dokumentasi yang
nanti akan mengukir sejarah ilmu pengetahuan.

Sedangkan, pengorganisasian bermanfaat untuk hal-hal berikut (Alam S, 2007):


1. Memungkinkan pembagian tugas sesuai dengan keadaan perusahaan.
2. Mengakibatkan adanya spesialisasi dalam melaksanakan tugas.
3. Anggota organisasi mengetahui tugas-tugas yang akan dikerjakan dalam
rangka mencapai tujuan.

E. Langkah-langkah Pengorganisasian
Secara garis besar, langkah-langkah pengorganisasian dimulai dari merencanakan,
melaksanakan, dan memantau kerja organisasi. Secara garis besar adalah sebagai
berikut (Umar H, 2003):

13
1. Merinci seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan organisasi agar sesuai
dengan misi dan visinya.
2. Membagi beban kerja ke dalam aktivitas-aktivitas yang secara logis dan
memadai dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
3. Mengkombinasikan pekerjaan anggota organisasi dengan cara yang logis dan
efisien.
4. Menetapkan mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan anggota
organisasi dalam satu kesatuan yang harmonis.
5. Memantau efektivitas organisasi dna mengambil langkah-langkah penyesuaian
untuk mempertahankan atau meningkatkan efektivitas.

F. Wewenang dalam Organisasi


Wewenang adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseo- rang untuk
bertindak dan memerintah orang lain. Tanpa ada wewenang terhadap suatu
pekerjaan, jangan mengerjakan pekerjaan tersebut karena tidak mempunyai dasar
hukum untuk melakukan nya (Hasibuan, 2000). Wewenang (authority) hanya dapat
dimiliki oleh unsur manusia. Hal ini disebabkan oleh manusia harus selalu berperan
aktif dalam setiap kegiatan. Tanpa peran serta tenaga kerja manusia, alat-alat
handal dan canggih yang dimiliki lembaga tidak ada gunanya. Manusia merupakan
unsur terpenting dalam manajemen, karena tujuan manajemen dan proses
manajemen ditetapkan oleh manusia. Setiap kegiatan untuk mencapai tujuan itu
harus dengan bantuan tenaga kerja manusia dan tujuan itu pun untuk memenuhi
kepuasan/kebutuhan manusia (Malik H, 2013).
Dalam suatu organisasi, unit-unit pegawai digabungkan bersama melalui
suatu wewenang yang menetapkan hubungan antara unit-unit tersebut. Hubungan
seperti itu perlu ditetapkan karena hanya apabila hubungan tersebut dipahami
benar- benar oleh tiap-tiap unit maka mereka dapat berfungsi sebagai komponen
pelaksana. Pada umumnya wewenang dapat diartikan sebagai hak seorang
pimpinan untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung
jawab dapat dilaksanakan dengan baik (Malik H, 2013). Daft (2002)
mengemukakan bahwa wewenang adalah hak formal dan legitimasi dari seseorang

14
manajer untuk membuat keputusan, mengeluarkan perintah, dan mengalokasikan
sumber daya untuk mencapai hasil yang diinginkan oleh organisasi (Daft, 2002).
Wewenang adalah kekuasaan untuk mengambil keputusan yang
membimbing tindakan-tindakan individu-individu lainnya. Namun menurut Herujito
(2001) menyatakan setiap pejabat dalam organisasi harus melaksanakan tugas dan
kewajibannya berdasarkan atas wewenang yang melekat pada jabatannya
mempunyai arti setelah kepadanya diberi wewenang organisasi, wewenang
organisasi merupakan hak untuk bertindak atau hak untuk memberi perintah dan
juga untuk menimbulkan tindakan-tindakan dari orang lain (Herujito, 2001). Jadi,
dapat dijelaskan bahwa wewenang (authority) merupakan dasar untuk bertindak,
berbuat, dan melakukan kegiatan/aktivitas dalam suatu lembaga. Tanpa wewenang
orang-orang dalam lembaga tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam authority selalu
terdapat power and right, tetapi dalam power belum tentu terdapat wewenang yang
baik (Hasibuan, 2000).
Adapun jenis-jenis authority adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2000):
1. Line authority / relationship. Wewenang lini terjadi bila terdapat hubungan
wewenang langsung antara atasan bawahan, yang berarti tiap manajer
melaksanakan wewenang yang utuh kepada seluruh bawahan nya.
2. Staff authority/relationship. Biasanya staf mempunyai hak untuk memberikan
saran usulan dan pendapat pada para manajer lini, dimana manajer lini adalah
orang orang yang bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan
organisasi. Dengan adanya wewenang staf ini, terdapat keuntungan maupaun
kelemahan yang ditimbulkan terhadap organisasi. Adapun keuntungannya
sebagai berikut (Hasibuan, 2000):
a. Bisa mendapatkan saran-saran dari para ahli dalam berbagai area dalam
organisasi.
b. Para ahli dalam fungsi staf mempunyai cukup waktu untuk berpikir,
mengumpulkan data dan menganalisa nya dimana manajer lininya tidak
dapat melakukannya.
c. Dapat membantu manajer lini agar bias bekerja efektif.

15
Sedangkan kelemahannya adalah (Hasibuan, 2000):
a. Mengabaikan wewenang lini dari manajer departemen.
b. Kurangnya tanggung jawab staf.
c. Kemungkinan adanya perbedaan pola pikir staf dengan realitanya, karena
mereka tidak benar-benar menerapkan apa yang mereka sarankan.
d. Dilanggar nya prinsip kesatuan perintah (unity of command).
e. Terlalu banyak aktivitas staf dapat menyulitkan control dari manajer lini.
3. Functional authority. Hak yang didelegasikan kepada seorang individu atau
Departemen untukmengontrol aktivitas yang spesifik yang dilakukan oleh
karyawan dimana pun aktivitas itu berada dalam organisasi (dalam departemen
lain).
4. Personality authority (wewenang kewibawaan). Wewenang kewibawaan
seseorang adalah karena kecakapan, perilaku, ketangkasan, dan kemampuan,
sehingga ia disegani.
Sementara itu Hasibuan (2006) mengklasifikasi sumber- sumber wewenang
(authority) sebagai berikut (Hasibuan, 2006):
1. Teori wewenang formal (Formal authority theory). Menurut teori ini, authority
yang dimiliki seseorang bersumber dari barang-barang yang dimilikinya,
sebagaimana yang diatur oleh undang-undang, hukum, dan hukum adat dari
lembaga tersebut.
2. Teori penerimaan wewenang (Acceptance authority theory). Menurut teori ini,
authority seseorang bersumber dari penerimaan, kepatuhan, dan pengakuan
para bawahan terhadap perintah, dan kebijakan-kebijakan atas kuasa yang
dipegangnya.
3. Wewenang diperoleh seseorang karena situasi (Authority ot the situation).
Menurut teori ini, authority seseorang bersumber dari situasi, misalnya keadaan
darurat atau kejadian-kejadian luar biasa.
4. Wewenang karena posisi (jabatan) dalam organisasi (Position authority).
Menurut teori ini, wewenang yang diperoleh seseorang bersumber dari posisi
(kedudukan) superior yang dijabatnya didalam organisasi yang bersangkutan.

16
5. Wewenang teknis (Tecnical authority). Menurut teori ini, wewenang seseorang
(operator) bersumber atau berasal dari computer yang dipakai nya untuk
memproses data.
6. Wewenang hukum (Yuridis authority). Menurut teori ini, wewenang seseorang
bersumber dari hukum atau undang-undang yang berlaku.

G. Pengembangan Organisasi
Menurut Abdul Azis Wahab (2008), pengembangan organisasi adalah teknik
manajerial untuk mengimplementasikan perubahan penting dalam organisasi.
Dalam pengertian yang lebih luas lagi pengertian pengembangan organsasi telah di
jelaskan oleh beberapa pakar antara lain (Wahab AA, 2008):
1. Warren B. Bennis
Pengembangan organisasi adalah suatu jawaban terhadap perubahan, suatu
strategi pendidikan yang kompleks yang diharapkan untuk merubah
kepercayaan, sikap, nilai dan susunan organisasi, sehingga organisasi dapat
lebih baik dalam menyesuaikan dengan teknologi, pasar dan tantangan yang
baru serta perputaran yang cepat dari perubahan itu sendiri.
2. Richard Bechrd
Pengembangan organisasi adalah suatu usaha (1) berencana (2) meliputi
organisasi secara keseluruhan dan (3) diurus dari atas, untuk meningkatkan
efektivitas dan kesehatan organisasi melalui pendekatan berencana dalam
proses organisasi, dengan memakai pengetahuan ilmu perilaku.
3. Wendell L. French & Ceci H. Bell, Jr
Pengembangan organsasi dapat didefinisikan sebagai suatu yang
direncanakan, proses yang sistematis yang menerapkan asas-asas ilmu
perilaku yang dikenalkan dalam kegiatan organisasi secara terus menerus untuk
mencapai tujuan penyempurnaan organisasi secara efektif, wewenang
organisasi lebih besar serta efektivitas organisasi yang lebih besar.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan
organisasi adalah merupakan implementasi dari sebuah perubahan yang terencana
berdasarkan ilmu prilaku secara kontinu dan sesuai dengan kondisi yang berlaku,

17
untuk mencapai tingkat efektivitas organisasi (Pudjosumedi, 2010). Tujuan
pengembangan organisasi adalah sebagai berikut (Thoha M, 2002):
1. Meningkatkan kepercayaan dan dukungan diantara paraanggota organisasi.
2. Meningkatkan kesadaran berkonfrontasi dengan masalahmasalah organisasi
baik dalam kelompok ataupun diantara anggota-anggota kelompok.
3. Meningkatkan suatu lingkungan “kewenangan dalam tugas” yang didasarkan
atas tugas pengetahuan dan ketrampilan.
4. Meningkatkan derajat keterbukanaan dalam berkomunikasi baik vertikan,
horizontal maupun diagonal.
5. Meningkatkan tingkat kesemangatan dan kepuasan orang-orang yang ada di
dalam organisasi.
6. Mendapatkan pemecahan yang sinergetik terhadap masalah-masalah yang
mempunyai frekuensi besar.
7. Meningkatkan tingkat pertanggungjawaban pribadi dan kelompok baik di dalam
pemecahan masalah maupun di dalam pelaksanaan.
Untuk lebih memaknai arti dan tujuan dari pengembangan organisasi, perlu
juga dipahami bagaimana sifat-sifat dasar yang terdapat pada pengembangan
organisasi tersebut. Berikut sifat dasar dalam pengembangan organisasi
(Gunawan, 2009):
1. Pengembangan organisasi merupakan suatu strategi terencana dalam
mewujudkan perubahan organisasional, perubahan yang dimaksud harus
mempunyai sasaran yang jelas dan didasarkan pada suatu diagnosis yang tepat
mengenai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi.
2. Pengembangan organisasi harus berupa kolaborasi antara berbagai pihak yang
akan mengalami dampak perubahan yang akan terjadi, keterlibatan dan
partisipasi para anggota organisasi harus mendapat perhatian.
3. Program pengembangan organisasi menekankan cara-cara baru yang
diperlukan guna meningkatkan kinerja seluruh anggota organisasi.
4. Pengembangan organisasi mengandung nilai-nilai humanistic dalam arti bahwa
dalam meningkatkan efektifitas organisasi, potensi manusia harus menjadi
bagian yang penting.

18
5. Pengembangan organisasi menggunakan pendekatan kesisteman yang berarti
selalu memperhitungkan pentingnya inter relasi, interaksi dan inter dependensi.
6. Pengembangan organisasi menggunakan pendekatan ilmiah untuk mencapai
efektivitas organisasi.2

H. Perubahan organisasi
Organisasi menghadapi lingkungan yang selalu berubah dan dinamis. Untuk
dapat bertahan organisasi itu harus menyesuaikan dengan lingkungan. Perubahan
merupakan suatu modifikasi ataupun berubahnya suatu sistem dalam sebuah
organisasi. Perubahan organisasi artinya perubahan dalam organisasi seperti
menambahkan orang baru, memodifikasi suatu program, merubah misi, susunan
dan sistem-sistem dalam sebuah organisasi.Istilah perubahan (change) bukan lagi
istilah yang biasa dalam kehidupan sehari- hari. Disini perubahan merupakan
membuat sesuatu menjadi lain. Dan perubahan dapat juga diartikan membawa ke
arah penyempurnaan dan berbeda dengan keadaan sebelum terjadi perubahan.
Perubahan yang tidak mengarah ke kemajuan dan masih mempertahankan sikap
dan caracara yang tidak efisien,perubahan semacam ini bukan merupakan
pembinaan organisasi.

I. Penyebab Perubahan Organisasi


Berikut beberapa penyebab perubahan organisasi :
1. Faktor Internal
Perubahan yang disebabkan karena faktor dari dalam atau faktor internal dalam
suatu organisasi. Perubahaan ini terjadi karena adanya konflik/permasalahan
internal seperti : perubahan tujuan, perubahan jumlah personel, menurunnya
semangat kerja. Permasalahan tersebut dapat di atasi dengan cara
pengambilan keputusan dari seorang pemimpin organisasi, menentukan
kebijakan baru dalam suatu organisasi untuk mengatasi masalah tersebut.

2
Arifin, S. dkk (2016). Buku Ajar Dasar-Dasar Manajemen Kesehatan. Banjarmasin : Pustaka Buana

19
2. Faktor Eksternal
Perubahan organisasi yang disebabkan oleh faktor dari luar organisasi, seperti :
regulasi pemerintah, Kondisi ekonomi, tindakan pesaing. Perubahan eksternal
ini akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisasi dalam
mewujudkan tujuan – tujuan dan cita – cita organisasi . Faktor ini dapat di atasi
dengan cara kerjasama antar organisasi untuk mewujudkan cita – cita bersama
dengan adanya kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

J. Jenis Perubahan Organisasi


Berikut beberapa jenis perubahan organisasi
1. Perubahan tidak terencana (unplanned change)
Perubahan bersifat spontan, tanpa ada arahan dari agen perubahan. Jenis-
jenis perubahan yang tidak dapat diantisipasi oleh organisasi . Contohnya
pemogokan liar yang membuat pabrik tutup, atau konflik interpersonal yang
menghasilkan prosedur baru dalam hubungan antar departemen.
2. Perubahan terencana(planed change)
Perubahan ini dihasilkan oleh usaha-usaha yang dilakukan oleh agen
perubahan. Perubahan ini merupakan respon dari adanya perbedaan antara
apa yang diharapkan dan kondisi aktual. Contonhnya dalam suatu organisasi
yang menerapkan teknologi informasi dalam organisasinya sehingga dapat
membantu organisasi dalam mewujudkan tujuan dan cita – cita organisasi.

K. Tahapan Perubahan Organisasi


Model manajemen perubahan menurut Kurt Lewin dalam Wibowo (2012:77),
bahwa perubahan terdiri dari proses unfreezing (mengenal perlunya perubahan),
changing (berusaha untuk menciptakan kondisi baru), dan refreezing
(menggabungkan, menciptakan, dan memelihara perubahan).
TAHAP LANGKAH STRATEGI
UNFREEZING Mempersiapkan kesediaan dan · Memanfaatkan ketidakpuasan
Pencairan kesiapan seluruh elemen dengan sistem yang berlaku
kebekuan lama perusahaan untuk meyakini bahwa sekarang
perubahan memang diperlukan · Membangun hubungan yang
efektif dengan orang yang

20
terlibat dalam perubahan
· Meminimalisir adanya
resistensi
CHANGE OF Mempengaruhi gerak perubahan · Mulai melakukan perubahan
MOVEMENT pada sistem yang tidak seimbang · Menerapkan gaya manajemen
Gerakan menuju menuju arah baru yang diinginkan yang baru
perubahan bersama · Memberi pelatihan pola-pola
Tahapan implementasi perubahan, yang baru
orang mulai mencoba perilaku baru
dengan harapan akan menaikkan
efektifitasnya
REFREEZING Terjadi ketika pola perilaku baru · Meneyediakan dukungan
Pembekuan sudah stabil sumber daya yang diperlukan
kembali Tahapan dimana orang · Membuat kebijakan baru
equilibrium baru memandang bahwa perilaku baru dalam merekrut anggota yang
yang telah dicobanya selama sesuai dengan budaya
periode “changing” menjadi bagian organisasi yang baru dan
dari orang tersebut bekerja sesuai sistem
manajemen yang baru

Menurut Kasali ( 2005 ), untuk melakukan perubahan dalam organisasi, perlu


dilakukan dalam bentuk proses yang berurutan sebagai berikut:
1. Penelitian pasar internal dan ekternal untuk perubahan;
2. Antisipasi perlawanan;
3. Mengembangkan visi yang terbagi;
4. Mobilisasi kesempatan;
5. Menyiapkan sebuah rencana perubahan;
6. Memperkuat perubahan.
Demikian juga perubahan terhadap keorganisasian dapat dilakukan terhadap hal-
hal sebagai berikut :
1. Perubahan terus menerus (Preventive maintenance atau Kaizen). Perubahan
ini berisiko kecil, kurang intensif dan umum dilakukan.
2. Adaptasi. Perubahan ini bersifat inkremental, baik pada masalah eksternal dan
tekanan yang dihadapi organisasi.
3. Reorientasi. Perubahan ini bersifat antisipatoris (investasi) dan dengan ruang
lingkup strategi (fokus)
4. Rekreasi. Perubahan ini bersifat intensif dan penuh risiko

21
L. Strategi Perubahan Organisasi
1. Force-Coercion Strategy
Perubahan dilakukan melalui wewenang formal dan/atau penggunaan reward &
punishment. Perubahan diperoleh dengan cepat namun cenderung dilakukan
karena adanya rasa takut terhadap hukuman atau keinginan mendapatkan
reward, pengaruhnya bersifat temporer. Sesuai untuk digunakan pada tahap
unfreezing, yaitu meninggalkan pola lama dan mendorong terbentuknya pola
baru.
2. Rational Persuasion Strategy
Perubahan dilakukan melalui pengetahuan, data empiris maupun argumen
rasional. Manajer harus menggunakan pendekatan rasional bahwa perubahan
akan memberikan manfaat yang besar dibandingkan pola sebelumnya.
Argumen bisa disampaikan oleh agen perubahan, ahli dari luar maupun melalui
demonstrasi. Perubahan yang terjadi lebih lambat dari strategi force-coercion,
namun hasilnya lebih “tahan lama” dan terinternalisasi dalam diri individu.
3. Shared Power Strategy
Strategi yang melibatkan partisipasi dari pihak-pihak yang terlibat untuk
melakukan perubahan sesuai dengan nilai, kebutuhan maupun tujuan
individu/kelompok. Manajer memerlukan reference powerdan ketrampilan untuk
bekerja efektif bersama berbagai pihak. Perubahan ini memerlukan waktu yang
cukup lama, namun perubahan tersebut akanlebih tahan lama dan
terinternalisasi dalam diri masing-masing.

M. Masalah Dalam Perubahan


Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah
yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”.
Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya
penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang
standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya

22
mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa
juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi
berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi
meningkat, dan lain sebagainya.

23
BAB II

PENERAPAN

A. STUDI MANAJEMEN PERUBAHAN ORGANISASI POST-TRANSFORMASI PT


ASKES (PERSERO) MENJADI BPJS KESEHATAN PADA KCU SEMARANG
1. Pendahuluan
Penyelenggara jaminan sosial sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 6 Tahun 1992 yang mengamanatkan perubahan atas Perusahaan
Umum (Perum) Husada Bhakti menjadi PT Askes (Persero). PT Askes (Persero)
menyelenggarakan jaminan kesehatan melalui mekanisme asuransi sosial
kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), penerima pensiun, veteran dan pegawai
swasta yang mendaftarkan diri. Sementara untuk masyarakat miskin dan tidak
mampu diberikan fasilitas pelayanan melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian,
skema-skema jaminan tersebut masih terfragmentasi. Biaya kesehatan dan
mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, pada tahun 2004 pemerintah menerbitkan UU Nomor 40 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU Nomor 40 Tahun 2004
mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk, termasuk
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Pelayanan jaminan kesehatan diselenggarakan melalui
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan per 1
Januari 2014 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012
tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan
Kesehatan Nasional).
Sementara secara organisasi pelaksana JKN, UU Nomor 24 Tahun 2014
juga mengatur adanya perubahan PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan
melalui transformasi. Transformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan pada dasarnya hanya bersifat structural change. Perubahan tersebut
membawa dampak perubahan organisasi hingga tingkat kantor cabang yang

24
meliputi perubahan struktur, strategi, sumber daya manusia (SDM) dan
tekhnologi informasi.
2. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkanbahwa perubahan struktur meliputi
perubahan nama unit, penambahan unit dan satu staf khusus serta dua kantor
perwakilan. Perubahan strategi meliputi intensifikasi sosialisasi, penambahan
jumlah SDM kontrak, dan tata-kelola tertib pembayaran premi. Perubahan SDM
mencakup penambahan jumlah SDM. Sedangkan perubahan tekhnologi
informasi meliputi perubahan software menu kepesertaan dan pembuatan
aplikasi P-Care.
Manajemen perubahan yang dilakukan terbagi menjadi tiga tahapan
yaitu tahap persiapan, tahap transisi dan tahap keberlanjutan. Manajemen
perubahan organisasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan cukup
berhasil karena lebih menggunakan pendekatan koersifkekuasaan, di mana
kantor pusat BPJS Kesehatan dan pemerintah Indonesia mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang membantu organisasi mengantisipasi resistensi dan
kesulitan adaptasi karyawan.
3. Pembahasan
Perubahan struktur organisasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan, secara mendasar, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam
Bab Hasil, adalah perubahan bentuk badan hukum organisasi penyelenggara
jaminan sosial kesehatan tersebut. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero menjadi Badan Hukum Publik
(BHP). Semula, sebagai BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial
kesehatan, PT Askes (Persero) adalah badan privat yang terdiri dari persekutuan
modal dan bertanggung jawab kepada pemegang saham. Sebagai BUMN
Perseroan, semula PT Askes (Persero) bertindak sesuai dengan kewenangan
yang diberikan oleh dan sesuai dengan keputusan pemilik saham yang
tergabung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sebagai badan
hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh penguasa Negara dengan
UndangUndang, melainkan ia didirikan oleh perseorangan selayaknya

25
perusahaan umum lainnya, didaftarkan pada notaris dan diberi keabsahan oleh
Kementerian Hukum dan HAM. Menteri mendirikan persero setelah berkonsultasi
dengan Presiden dan setelah dikaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
Sebaliknya, pendirian BPJS Kesehatan dilakukan oleh penguasa Negara dengan
Undang-undang, yaitu UU No.40 Tahun 2004 dan UU No.24 Tahun 2011.
Pendirian BPJS Kesehatan tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu
pengabsahan dari lembaga pemerintah. Sebagai perbandingan, dalam BUMN
Persero dikenal RUPS yang adalah organ Persero yang memegang kekuasaan
tertinggi wewenang lain yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris.
Transformasi kelembagaan mengeluarkan BPJS Kesehatan dari tatanan Persero
PT Askes yang berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS
menuju tatanan badan hukum publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan
peraturan perundangan sebagaimana disinggung di atas. Maka RUPS tidak
dikenal dalam organ BPJS.
Organ BPJS Kesehatan selanjutnya terdiri dari Dewan Pengawas dan
Direksi. Dewan Pengawas mempunyai fungsi melakukan pengawasan atas
pelaksanaan tugas BPJS Kesehatan, sedangkan Direksi mempunyai fungsi
melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS. Anggota Direksi
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan Dewan Pengawas
BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan ditetapkan oleh Presiden.
Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh Presiden dan DPR. Presiden
memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pemerintah, sedangkan DPR
memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja dan
unsur tokoh masyarakat.
Sebagai badan hukum privat, PT Askes (Persero) tidak memiliki
kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan penyelenggara jaminan
sosial. Hambatan utama yang dialami PT Askes (Persero) adalah
ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan
untuk mengatur, mengawasi maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta.
Sebaliknya, BPJS Kesehatan selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan
dan kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat

26
peraturanperaturan yang mengikat publik. Sebagai badan hukum publik, BPJS
Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
tugasnya kepada pejabat publik yang diwakili oleh Presiden. BPJS Kesehatan
menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan
laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan public kepada
Presiden, dengan tembusan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN),
paling lambat pada tanggal 30 Juni setiap tahunnya. Perubahan terakhir dari
serangkaian proses transformasi badan penyelenggara jaminan sosial adalah
perubahan budaya organisasi. Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan
dana dalam tatanan penyelenggaraan jaminan sosial mengubah perilaku dan
kinerja badan penyelenggara. BPJS Kesehatan wajib memisahkan asset BPJS
dan aset Dana Jaminan Sosial. Hal ini karena aset Dana Jaminan Sosial bukan
merupakan aset BPJS Kesehatan. Penegasan ini untuk memastikan bahwa
Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang tidak
merupakan aset BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan mengalami perubahan
nama unit-unit sebagai berikut:
a. Unit Manajemen Provider dan Utility (MPU) menjadi Unit Manajemen
Pelayanan Kesehatan Primer (MPKP).
b. Unit Manajemen Klaim (MK) menjadi Unit Manajemen Pelayan Rujukan
(MPKR).
c. Unit Kepesertaan menjadi Unit Kepesertaan dan Pelayanan Pelanggan.
d. Unit Keuangan menjadi Unit Keuangan dan Penagihan Premi.
Adapun penambahan unit dan organ lain sebagai berikut:
a. Penambahan Unit Pemasaran
b. Penambahan Staff Kepatuhan dalam Unit Umum, SDM dan TI.
c. Penambahan dua liason officer di bawah Unit Pemasaran.
Sebagai catatan, dua organ disebutkan paling terakhir adalah buah kebijakan
perubahan struktur di tingkat kantor cabang, di mana adalah bagian dari upaya
pada tingkat cabang untuk menyelesaikan masalah perubahan yang ada.
Perubahan Unit MPU menjadi Unit MPKP, Unit MK menjadi Unit MPKR, Unit
Kepesertaan menjadi Unit Kepesertaan dan Pelayanan Pelanggan, dan Unit

27
Keuangan menjadi Unit Keuangan dan Penagihan Premi adalah kebijakan kantor
pusat BPJS Kesehatan. Sebagai kebijakan kantor pusat, perubahan unit-unit ini
seragam dilakukan di seluruh kantor cabang yang ada di Indonesia.
Sebagaimana dinyatakan informan penelitian, perubahan unit-unit ini tidak
membawa dampak perubahan terhadap aspek-aspek pembentuk struktur
organisasi. Sebagaimana empat unit tersebut di atas, pembentukan Unit
Pemasaran juga merupakan kebijakan kantor pusat BPJS Kesehatan.
Unit Pemasaran adalah unit yang samasekali baru atau belum pernah ada
pada bentuk organisasi terdahulu (PT Askes). Pembentukan unit ini ditujukan
untuk melakukan fungsi sosialisasi komunikasi dan jejaring kepesertaan dengan
Badan-Badan Usaha yang ada di wilayah kerja KCU Semarang. Unit ini praktis
tidak dimiliki oleh PT Askes (Persero) yang pesertanya adalah individu atau
perorangan. Penambahan Staf Kepatuhan dalam Unit Umum, SDM dan TI serta
pembentukan dua liason officer di bawah Unit Pemasaran adalah kebijakan
kantor cabang yang diambil untuk menyelesaikan masalah di tingkat lokal-
regional. Staf Kepatuhan dibentuk untuk melakukan fungsi penertiban
administrasi pembayaran premi oleh peserta, berkoordinasi dengan Unit
Keuangan dan jika dibutuhkan petugas pada organ ini dapat menggunakan cara-
cara keras yang dibenarkan. Sementara dua liason officer di bawah Unit
Pemasaran dibentuk untuk optimalisasi jejaring kepesertaan dari unsur Peserta
Pemberi Upah, dalam hal ini badan-badan usaha. Penempatannya, liason officer
ditempatkan terkonsentrasi pada Kawasan industri Kota Semarang, yaitu di
kawasan Kaligawe, Semarang Timur dan di kawasan Tugurejo, Semarang Barat.
Manajemen perubahan organisasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan pada KCU Semarang dilakukan dengan tiga tahapan yaitu fase
persiapan, fase transisi dan fase keberlanjutan. Keterangan yang didapat dari
informan menyatakan bahwa proses perubahan organisasi pada KCU Semarang
BPJS Kesehatan dimulai dari fase persiapan. Fase ini berlangsung selama 6
bulan terhitung mundur dari tanggal 1 Januari 2014. Dalam fase ini, pimpinan
melakukan indoktrinasi kepada para bawahan mengenai pentingnya perubahan
organisasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan. Organisasi juga

28
menjalankan fase penting di mana seluruh hasil-hasil perubahan yang dapat
dinilai dewasa ini direncanakan dan dipersiapkan. Antara lain, diselenggarakan
pelatihan-pelatihan dan simulasi sistem kerja yang baru lengkap berikut sumber-
sumber konflik dalam pekerjaan yang memungkinkan seperti misalnya, ledakan
jumlah pendaftar pada loket pendaftaran.
Fase berikutnya adalah fase transisi, yaitu fase di mana, menurut
keterangan informan, para karyawan KCU Semarang BPJS Kesehatan
melakukan penyesuaian terhadap praktek langsung sistem kerja baru setelah
tanggal 1 Januari 2014. Fase ini diwarnai dengan kendalakendala karena pekerja
masih menyesuaikan dengan sistem kerja dan ritme kerja baru. Peningkatan
jumlah peserta membuat beban kerja juga meningkat yang meniscayakan
meningkatnya tugastugas dan ritme kerja para pekerja. Fase terakhir adalah fase
keberlanjutan di mana para pekerja sudah dapat menguasai sistem kerja baru
dan mulai terbiasa dengan ritme kerja yang meningkat sejurus peningkatan
jumlah peserta. Fase ini dimulai dari bulan April tahun 2014 dan pada saat
penelitian ini dilakukan, informan menyatakan bahwa organisasi sudah dalam
kondisi mapan. Dalam menjalankan manajemen perubahan, Kepala Cabang
Utama Semarang tentu berpegang terhadap kebijakan tersebut meskipun secara
taktis, pola-pola manajerial yang diterapkan dapat berbeda-beda. Dalam
penelitian ini, terungkap bahwa sebagaimana telah dijelaskan, pendekatan
manajemen perubahan organisasi yang digunakan oleh KCU Semarang adalah
pendekatan koersif kekuasaan. Pendekatan ini pada dasarnya mengetengahkan
kepatuhan, sehingga memanfaatkan pimpinan. Pendekatan ini efektif jika
karyawan mengakui kepakaran dan keabsahan pihak yang menjalankan
kekuasaan. Butuh pemimpin yang tegas, adil dan mampu mengayomi bawahan.
Manajemen perubahan organisasi KCU Semarang, dengan merujuk keterangan
informan penelitian, dapat dijelaskan dengan model teori John. P. Kotter yaitu:
a. Menetapkan makna urgency
b. Membentuk koalisi Pengarah
c. Mengembangkan visi dan strategi
d. Mengkomunikasikan visi perubahan

29
e. Memberdayakan banyak orang untuk melakukan Tindakan
f. Menghasilkan keuntungan jangka pendek.
g. Mengkonsolidasikan pencapaian-pencapaian dan menghasilkan lebih
banyak perubahan.
h. Mencanangkan pendekatan-pendekatan baru dalam kultur.
Pada hakikatnya, manajemen perubahan KCU Semarang BPJS
Kesehatan dapat dijelaskan melalui pendekatan-pendekatan dan modelmodel
yang beririsan. Benang merah yang dapat ditarik dari penjelasan tersebut adalah
bahwa perubahan yang terjadi pada KCU Semarang BPJS Kesehatan dikelola
dengan manajemen yang mempunyai pola pola khas disesuaikan dengan
masalah dan tantangan perubahan pada tingkatan kantor cabang BPJS
Kesehatan. Selanjutnya, penulis melakukan identifikasi faktor pendorong dan
faktor penghambat perubahan organisasi KCU Semarang BPJS Kesehatan.
Sebagaimana keterangan informan dan pengamatan penulis, terdapat beberapa
faktor yang merupakan kekuatan perubahan organisasi KCU Semarang BPJS
Kesehatan, yaitu:
a. Faktor pendukung perubahan organisasi PT Askes (Persero) menjadi
BPJS Kesehatan pada KCU Semarang dapat dikategorikan menjadi faktor
internal dan factor eksternal. Faktor internal antara lain adalah:
1) Perubahan produk layanan,
2) Perubahan struktur organisasi KCU Semarang, dan
3) Penggunaan tekhnologi baru.
b. Sedangkan faktor eksternal antara lain:
1) Kebijakan pemerintah, dalam hal ini terkait dengan tidak adanya
pemutusan hak kerja (PHK) bagi karyawan lama KCU Semarang PT
Askes (Persero), dan
2) Kemajuan tekhnologi yang memungkinkan penggunaan tekhnologi
informasi bagi organisasi.
c. Adapun faktor penghambat perubahan organisasi PT Askes (Persero)
menjadi BPJS Kesehatan pada KCU Semarang, antara lain adalah
resistensi sebagian karyawan pada saat permulaan perubahan karena

30
adanya kebingungan serta kesulitan penggunaan system informasi baru
yang dicanangkan organisasi.

4. Simpulan
a. Transformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan membawa
dampak perubahan organisasi hingga tingkat kantor cabang yang meliputi
perubahan struktur, strategi, sumber daya manusia (SDM) dan tekhnologi
informasi.
b. Manajemen perubahan organisasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan pada KCU Semarang dilakukan dengan tiga tahapan yaitu fase
persiapan, fase transisi dan fase keberlanjutan.
c. Faktor pendukung perubahan organisasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan pada KCU Semarang dapat dikategorikan menjadi factor
internal dan faktor eksternal.
d. Faktor penghambat perubahan organisasi PT Askes (Persero) menjadi
BPJS Kesehatan pada KCU Semarang, adalah resistensi sebagian
karyawan pada saat permulaan perubahan karena adanya kebingungan
serta kesulitan penggunaan sistem informasi baru.

31

Anda mungkin juga menyukai