Anda di halaman 1dari 33

ERIKSON: POST-FREUDIAN THEORY

Larry A. Hjelle & Daniel J. Ziegler


Jess Feist & Gregory J. Feist
• Lahir 15 Juni 1902 di Jerman
Selatan, dibesarkan oleh ibu kandung
dan ayah tirinya dan ia tidak yakin
akan identitas ayah kandungnya.
• Ia menghabiskan hampir seluruh
hidupnya dalam berusaha mencari

BIOGRAFI
jati dirinya
• Erikson keluar dari rumah menjelang
akhir masa remajanya dan menjalani
SINGKAT gaya hidup nomanden ala seniman
dan penyair. Setelah 7 tahun kembali
ke rumah dalam keadaan bingung,
lelah, depresi, dan tidak mampu
membuat sketsa ataupun melukis.
• Peristiwa yang mengubah hidupnya
ketika temannya mengundangnya
untuk mengajar anak-anak di Wina.
▪ Salah seorang pendiri sekolah adalah Anna
Freud, yang bukan saja menjadi atasannya
namun juga psikoanalisnya. Masalah yang
dianggap tersulit yang ia sampaikan adalah
mencari identitas ayah biologisnya.
▪ Walaupun Anna F. menyuruhnya berhenti
berfantasi tentang ayah biologisnya yang
tidak pernah hadir, ia tidak dapat
menjalankan nasihat tersebut. Pencarian

BIOGRAFI jati dirinya membuat ia mengalami


berbagai peristiwa sulit di tahap
perkembangan dewasanya.

SINGKAT ▪ Memiliki 4 orang anak (3 laki-laki dan 1


wanita), anak laki-lakinya yang merupakan
anak bungsunya lahir dengan Down
Syndrome dan ketika istrinya masih dalam
pengaruh bius ia menitipkan putranya tsb.
pada sebuah institusi dan mengabarkan
kepada ke 3 anaknya bahwa adiknya
meninggal pada saat dilahirkan. Ia
membohongi ketiga anaknya seperti ibunya
telah membohonginya perihal ayah
biologisnya.
▪ Erikson mencari jati diri dengan cara
sangat sering berganti pekerjaan dan
tempat tinggal. Pada tahun 1933
meninggalkan Wina menuju Denmark,
ketika ia ditolak pihak keimigrasian
Denmark ia berimigrasi ke Amerika dan
mengubah namanya dari Homburger
menjadi Erikson. Perubahan ini adalah titik

BIOGRAFI
balik yang penting di dalam hidupnya
karena hal ini mencerminkan penguburan
identitas Yahudinya walaupun ia
menyangkal tuduhan tersebut.
SINGKAT ▪ Tanpa latar belakang pendidikan medis
ataupun sarjana ia bekerja sebagai peneliti
di beberapa RS
▪ Di Kalifornia ia perlahan-lahan membentuk
teori kepribadian yang walaupun berbeda
namun selaras dengan teori Freud. Bukunya
memenangkan Pulitzer Prize dan National
Book Award.
Perbedaan Teori Erikson dengan Psikoanalisis

Erikson Psikoanalisis
• Penekanan pada ego • Penekanan pada id
• Ego merupakan sistem mandiri yg • Ego harus berjuang melawan
dapat berhubungan dgn realitas - konflik antara dorongan instink &
melalui persepsi, thinking, tekanan moral
attention dan memory
• Penekanan pada faktor sosial dan • Penekanan pada faktor biologis
historis
• Pentingnya relasi anak dan ortu • Pengaruh ortu pada pertumbuhan
serta konteks budaya dimana kepribadian anak
keluarga tsb berada
• Menjelaskan perkembangan ego di • Terbatas pada perkembangan 5
seluruh tahapan (bayi – masa tua) tahun pertama
• Fokus : kapasitas manusia utk • Fokus : kondisi mental yg tidak
mengatasi kesulitan psikososial dlm disadari & menjelaskan bgm
kehidupan →fokus: ego qualities trauma di masa awal akan
yang muncul pada setiap periode menyebabkan psikopatologi di
perkembangan masa dewasa
Erikson mengidentifikasi 3 aspek ego yang saling
berhubungan:
1) The body ego : merujuk pada pengalaman-
pengalaman dengan tubuh kita; suatu cara
memandang diri fisik sebagai hal yang berbeda
THE EGO dengan orang lain
2) The ego ideal : mencerminkan citra yang kita
IN POST- miliki tentang diri kita dalam perbandingan
FREUDIAN dengan suatu ideal yang kita kembangkan
THEORY 3) Ego identity : ialah citra yang kita miliki
tentang sendiri dalam beragam peran sosial
yang kita mainkan.

Meskipun masa remaja pada umumnya merupakan


saat di mana ke tiga komponen berubah dengan
pesat, perubahan ke tiga hal tersebut dapat
terjadi pada setiap tahap kehidupan
PRINSIP EPIGENETIK

▪ Erikson yakin ego berkembang melalui berbagai tahap kehidupan


sesuai dengan prinsip Epigenetik, istilah yang dipinjam dari
embriologi.
▪ Dengan prinsip Epigenetik, ego berkembang pada saat yang tepat.
Suatu tahap akan berkembang setelah dan bertumpu pada tahap
sebelumnya, tetapi tidak menyingkirkan tahap yang sebelumnya.
Prinsip ini analog dengan perkembangan fisik seorang anak, mis.
merangkak sebelum berjalan dan berjalan sebelum lari
▪ Erikson menggambarkan prinsip epigenetik dengan mengatakan
bahwa”segala sesuatu yang bertumbuh memiliki suatu rancangan
dasar, dan dari rancangan dasar ini muncul bagian-bagian, setiap
bagian memiliki waktu kemunculan yang khusus , sampai semua
bagian tumbuh untuk membentuk suatu keseluruhan yang dapat
berfungsi”.
▪ Prinsip Epigenetik diilustrasikan dalam figur 9.1
PART
STAGE A B C

3
Play Age 3A 3B 3C

2
Early 2A 2B 2C
Childhood

1
Infancy 1A 1B 1C

Figur 9.1 menunjukkan setiap bagian telah ada sebelum waktu kritisnya
(paling tidak sebagai potensi biologis), muncul pada saat yang tepat, dan
akhirnya terus berkembang selama tahap selanjutnya.
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
❖ Tiap tahap kehidupan memiliki waktu optimal (periode kritis), & bila
semua tahap dilalui sesuai rencana akan terbentuk kepribadian yg
berfungsi dgn baik akan menetap
❖ Tiap tahap memiliki “krisis” : titik balik dlm kehidupan individu yg
muncul dr kematangan fisiologis & tuntutan sosial dalam setiap
tahapnya.
❖ Tiap krisis psikososial terdiri dari komponen positif & negatif
(syntonic (harmonis) dan elemen dystonic (disruptif/mengganggu)).
Individu harus memiliki pengalaman harmonis maupun disruptif.
❖ Pada setiap tahap, konflik antar elemen dystonic dan systonic akan
menghasilkan kualitas ego atau kekuatan ego yang disebut basic
strength. Mis: konflik trust dan mistrust menghasilkan harapan
(hope), suatu kualitas ego yang memungkinkan bayi maju ke tahap
berikutnya → setiap tahap akan ditandai oleh basic strength yang
muncul dari perseteruan antara elemen-elemen harmonis dan
disruptif pada tahap tsb.
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
❖ Bila konflik diselesaikan dengan memuaskan, maka komponen positif
akan berkembang → perkembangan sehat. Jika konflik
menetap/tidak dapat terselesaikan, perkembangan ego terganggu
dan komponen negatif lebih berkembang → core pathology pada
tahap tersebut
❖ Mis: pada tahap trust vs mistrust, bila konflik diselesaikan dengan
memuaskan akan mengembangkan ego qualities “hope”, sedangkan
jika konflik menetap/tidak dapat terselesaikan maka akan
mengembangkan antitesis atau kebalikan dari hope : “withdrawal”
(core pathology pada tahap ini)
❖ Pencapaian keberhasilan atau kegagalan pada tahap sebelumnya
bukan merupakan hal yang menetap. Ego qualities yang terbentuk
dalam setiap tahap tidak resisten terhadap inner conflict yang baru.
❖ Walaupun disebut tahap perkembangan psikososial, Erikson tidak
pernah menyingkirkan aspek biologis dari perkembangan manusia.
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
PARTS
STAGE A B C D E F G H
WISDOM
Old age Integrity vs
8 despair,
disgust
CARE
Adulthood Generativity
7 Vs
Stagnation

Young LOVE
adulthood Intimacy VS
6 Isolation

FIDELITY
Adolescence Identity vs
5 Identity
Confusion

School age COMPETENCE


Industry vs
4 Inferiority

PURPOSE
Play age 3 Initiative
Vs guilt

WILL
Early childhood Autonomy
2 vs shame,
doubt

HOPE
Infancy Basic trust
1 vs basic
mistrust
8 Tahapan psikososial Erikson
Psychosocial crisis Basic strength Core pathology

Trust-mistrust Hope Withdrawal

Autonomy-shame&doubt Will Compulsion

Initiative-guilt Purpose inhibition

Industry-inferiority Competence Inertia

Ego identity-role confusion Fidelity Role repudiation

Intimacy-isolation Love Exclusivity

Generativity-stagnation Care Rejectivity

Ego integrity-despair Wisdom Disdain


TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
1. Infancy : Basic Trust versus Basic Mistrust
 Yang paling penting bagi bayi adalah relasi dengan pengasuh utamanya,
biasanya ibu. Bila bayi menyadari ibu akan memberi makanan secara
teratur-rutin, maka ia belajar trust; bila ia secara konsisten mendengar
suara yang menyenangkan dari ibu ia akan mengembangkan basic trust
lebih besar lagi.
 Basic trust pada umumnya bersifat syntonic, basic mistrust bersifat
dystonic. Pertumbuhan yang sehat : perbandingan yang tepat antara trust
dan mistrust. Anak perlu belajar “apa yang harus dipercayai, dan apa yang
tidak perlu dipercayai”.
 Terlalu tinggi trust akan membuatnya mudah tertipu dan rentan thd
keburukan dunia, terlalu rendah trust mengarah pada frustrasi, marah,
benci, sinis atau depresi
 Bila bayi berhasil mengatasi krisis ini ia akan memperoleh basic strength
yang pertama → harapan (hope). Bila gagal → core pathology : withdrawal
2. Early Childhood : Autonomy versus Shame and Doubt
 Selama tahun kedua kehidupan, penyesuaian psikososial anak ialah
anak belajar mengendalikan tubuhnya, khususnya terkait dengan
kebersihan (toilet training) dan pergerakan (berjalan, lari,
memeluk).
 Periode ini saat terjadinya kontradiksi, saat pemberontakan dan
kepatuhan
 Merupakan saat munculnya keinginan untuk melakukan eksplorasi
& berinteraksi dgn lingkungan secara mandiri. Anak merasa bangga
dapat melakukan apapun sendiri (ex: mandi, berpakaian, makan).
 Krisis psikososial tergantung pada kemauan orangtua dlm memberi
kebebasan & mengontrol aktivitas yg dpt melukai/mengganggu
orang lain.
 Shame & doubt tjd bila anak tidak diijinkan utk melatih
kemandirian & kontrol diri. Ex: ortu yg terlalu protektif.
2. Early Childhood : Autonomy versus Shame and Doubt
 Idealnya anak harus mengembangkan perbandingan yang tepat antara
autonomy dan shame-doubt, dan perbandingan ini harus lebih besar
pada otonomi, yang merupakan kualitas syntonic dari periode ini.
Sedangkan shame-doubt merupakan kualitas dystonic dan keduanya
tumbuh dari basic mistrust yang terbentuk pada masa bayi.
 Basic strength yang terbentuk pada tahap ini adalah “will”. Bila anak
lebih banyak diwarnai shame and doubt, anak tidak akan
mengembangkan secara adekuat basic strength will. Otonomi yang
terlalu rendah mengakibatkan anak akan menjumpai kesulitan pada
tahap-tahap berikutnya dan kurang memiliki basic strength bagi tahap
berikutnya.
 Will yang tidak adekuat muncul dalam bentuk compulsion yang
merupakan core pathology pada masa ini. Will yang terlalu kecil dan
kompulsitas yang terlalu besar akan terbawa sampai pada tahap play
age dalam bentuk kurangnya tujuan dan pada tahap school age
sebagai kurangnya keyakinan diri
3. Play Age : Initiative Vs Guilt
▪ Anak ditantang utk menjadi aktif, menguasai tugas & keahlian
baru. Anak mulai belajar bertanggung jawab pada diri & apa
yang dianggap sebagai dunianya (misal: mainan, hewan
peliharaan, adik).
▪ Anak mulai tertarik pada pekerjaan orang lain, mencoba
sesuatu yang baru, berpartisipasi dalam permainan sosial
diluar rumah. Permainan anak menunjukkan inisiatif dan
imajinasi. Kekuatan kehendak yang telah berkembang
sebelumnya semakin berkembang menjadi suatu kegiatan yang
memiliki tujuan (purpose)
▪ Anak semakin goal oriented dan mulai mengidentifikasi pada
orang-orang yg pekerjaan & kepribadiannya dapat dipahami &
dikagumi.
3. Play Age : Initiative Vs Guilt
▪ Anak harus memiliki kualitas syntonic yang lebih besar yaitu
Inisiatif.
▪ Anak akan memiliki inisiatif atau guilt tergantung pada cara
orangtua bereaksi pada aktivitas yg berkaitan dgn inisiatif
diri.
▪ Inisiatif yang tak terkendali akan mengarah pada kekacauan
dan rendahnya prinsip2 moral.
▪ Guilt muncul karena ortu yg tidak memberi kesempatan pd
anak utk menyelesaikan tugas sendiri. Anak yang memiliki
perasaan guilt akan merasa tidak berharga, takut
menampilkan dirinya, bergantung pada kelompok, tidak
memiliki tujuan atau semangat untuk mengejar keinginannya.
Bila rasa bersalah dominan, anak akan menjadi moralis yang
kompulsif atau sangat terhambat (inhibition)
4. School Age : Industry Vs Inferiority
 Lingkungan sosial anak meluas meliputi teman sebaya, guru dan
orang dewasa lainnya. Mulai membentuk gambaran diri sebagai
orang yang kompeten atau inkompeten → memusatkan perhatian
pd dorongan dasar untuk kompetensi mis: membaca, menulis,
berburu, mencari ikan atau mempelajari keterampilan yang
dibutuhkan sesuai dengan budayanya.
 Industry merupakan kualitas syntonic, berarti tekun, kehendak
untuk giat melakukan sesuatu dan menyelesaikan tugas.
 Pada tahap ini anak belajar bekerja & bermain yang ditujukan untuk
memperoleh keterampilan dan bekerja sama, → mengembangkan
a sense of industry.
 Bila apa yang dikerjakannya tidak dapat mencapai tujuan, ia akan
menghayati a sense of inferiority (dystonic)
 Industry harus lebih banyak, krn inferiority yang berlebihan dapat
menghambat kegiatan produktif maupun perasaan kompeten
4. School Age : Industry Vs Inferiority

 Basic strength yang dihasilkan tahap ini adalah competence:


yaitu keyakinan untuk menggunakan kemampuan fisik dan
kognitif dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi
pada masa usia sekolah.
 Bila dari konflik ini menghasilkan inferioritas atau ketekunan
berlebihan, anak cenderung akan menyerah dan regresi→
anak mungkin akan menggunakan sebagian besar waktunya
dalam kegiatan yang tidak produktif.
 Regresi ini disebut INERTIA, yang merupakan antitesis dari
competence dan merupakan core pathology pada masa usia
sekolah ini
5.ADOLESCENCE : Identity versus Identity confusion

 Adolescence merupakan suatu periode dari pubertas sampai


dewasa muda, merupakan tahap yang paling krusial karena di
akhir periode individu harus memperoleh penghayatan ego
identity yang mantap.
 Identitas muncul dari dua sumber: 1) penerimaan atau
penyangkalan identifikasi masa kanak-kanak, dan 2) konteks
sosial dan historis, yang mendorong individu untuk melakukan
konformitas terhadap standar tertentu.
 Identitas didefinisikan secara positif dan negatif, sejalan
dengan keputusan remaja tentang dirinya: “ingin menjadi apa
dan apa yang diyakininya”,yang juga sekaligus
mengungkapkan “yang tidak diinginkannya, dan yang tidak
dipercayai/diyakininya”
5.ADOLESENCE : Identity versus Identity confusion

 Kerap remaja harus memilih untuk menolak nilai2


orangtua/teman sebayanya, suatu dilema yang meningkatkan
identity confusion-nya.
 Krisis identitas dapat berlangsung beberapa tahun dan dapat
menghasilkan menguat atau melemahnya ego strength
 Teori Erikson konsisten dengan pengalaman kehidupannya,
menurutnya anak muda harus mengalami keraguan dan
kebingungan dalam derajat tertentu tentang siapa dirinya
sebelum ia dapat membangun identitas yang stabil.
 Kebingungan yang terlalu besar akan mengarah pada
penyesuaian yang patologis dalam bentuk regresi→ menunda
untuk bertanggungjawab, ganti-ganti pekerjaan, ganti
ideologi
5.ADOLESCENCE : Identity versus Identity confusion

 Sebaliknya bila remaja mengembangkan perbandingan yang


tepat antara penghayatan identitas dan kebingungan
identitas, remaja akan memiliki:
1. Keyakinan terhadap suatu prinsip ideologi tertentu
2. Kemampuan untuk dengan bebas menentukan
bagaimana harus bertindak
3. Percaya terhadap teman sebaya dan orang dewasa yang
memberi nasihat sehubungan dengan tujuan dan aspirasi
tertentu
4. Keyakinan terhadap pilihan pekerjaan
5.ADOLESCENCE : Identity versus Identity confusion

 Dari krisis ini muncul fidelity (kesetiaan) yang merupakan


basic strength dari masa ini
 Fidelity adalah keyakinan terhadap ideologi tertentu
 Setelah membangun standar internal, remaja tidak lagi
membutuhkan bimbingan orangtua tetapi memiliki keyakinan
atas ideologi, religius, politik dan sosial yang dianutnya
 Trust yang dibangun pada masa bayi merupakan dasar bagi
fidelity di masa remaja→sebenarnya basic strength pada
setiap tahap perkembangan merupakan prasyarat bagi
fidelity, seperti halnya fidelity penting bagi perkembangan
ego strengths yang berikutnya
 Core patology dari fidelity ialah role repudiation
(penyangkalan peran) , seperti ketidakpercayaan kepada diri
(diffidence) atau pemberontakan / sikap menentang
(defiance)
5.ADOLESCENCE : Identity versus Identity confusion

 Diffidence merupakan kurangnya kepercayaan diri (self-trust)


yang ekstrim atau kurangnya keyakinan diri (self-confidence)
yang ekstrim dan tampilkan sebagai sikap malu-malu atau
ragu untuk mengekspresikan diri
 Defiance ialah tindakan menentang/memberontak terhadap
otoritas. Remaja defiant secara kukuh memegang teguh
keyakinan dan tindakan yang tidak diterima secara sosial
semata-mata karena keyakinan dan tindakannya tersebut
tidak dapat diterima secara sosial
6. YOUNG ADULTHOOD : Intimacy vs Isolation
 Setelah mencapai penghayatan diri di masa remaja, individu harus
mencapai intimacy yaitu kemampuan untuk memadukan identitas
itu dengan identitas orang lain tanpa ketakutan akan kehilangan
identitas dirinya
 Pada tahap ini individu ditandai oleh pencapaian intimacy di awal
tahap ini dan perkembangan generativity di akhir masa ini
 Orang dewasa muda perlu mengembangkan genitalitas (genitality-
sikap seksual) yang mature, mengalami konflik antara intimacy
dan isolation, serta memperoleh basic strength berupa love.
 Genitality (sikap seksual) yang mature hanya dapat berkembang
pada masa dewasa muda, bila dicirikan saling percaya dan saling
berbagi kepuasan seksual dengan seseorang yang dicintai.
 Intimasi yang matang melibatkan pengorbanan, kompromi, dan
komitmen di dalam suatu relasi antara pihak-pihak yang setara→
merupakan syarat bagi pernikahan
6. YOUNG ADULTHOOD : Intimacy vs Isolation
 Intimacy tidak hanya kedekatan seksual tapi juga mencakup
empati dan keterbukaan antara teman atau dalam bentuk yang
lebih luas yaitu komitmen terhadap sesama manusia.
 Ketidakmampuan utk memiliki hubungan yg intim akan
membawa seseorang pada perasaan kesendirian, kekosongan
sosial & isolasi
 Isolasi dalam derajat tertentu diperlukan sebelum individu
mencapai cinta yang matang
 Hasil dari krisis intimacy vs isolation adalah love, yaitu
kemampuan utk berkomitmen pd diri & orang lain.
 Komitmen membutuhkan kompromi dan self-denial .
 Cinta meliputi intimasi, tetapi juga membutuhkan isolasi agar
masing-masing mitra mempertahankan identitasnya yang
terpisah
6. YOUNG ADULTHOOD : Intimacy vs Isolation

 Cinta yang matang berarti komitmen, hasrat seksual,


kooperasi, kompetisi dan persahabatan
 Antitesis dari cinta adalah exclusivity yang
merupakan core pathology pada masa dewasa
muda
 Dalam derajat tertentu eksklusivitas diperlukan,
menjadi patologis bila menghambat kemampuan
individu untuk berkooperasi, berkompetisi atau
berkompromi- yang semuanya prasyarat bagi
intimasi dan cinta
7. ADULTHOOD : Generativity vs stagnation
 Masa dewasa adalah waktu individu mulai mengambil tempat di
masyarakat dan mengambil tanggung jawab sosial
 Generativitas menunjukkan generasi lebih tua menunjukkan
perhatian utk membentuk & membimbing org muda yg akan
menggantikan mereka, juga mulai menunjukkan perhatian utk
situasi komunitas dimana generasi tsb akan tinggal & bekerja.
 Antitesis generativitas adalah self-absorption and stagnation
(perhatian yang sepenuhnya tertuju pada diri sendiri dan
stagnasi)
 Stagnasi dan self-absorption dalam derajat tertentu diperlukan.
Orang kreatif sekali-kali harus berada dalam tahap diam,
terserap dalam diri sendiri dalam rangka menghasilkan
pertumbuhan baru
 Interaksi antara generativitas dan stagnasi menghasilkan care
(kepedulian) yang merupakan basic strength masa dewasa
7. ADULTHOOD : Generativity vs stagnation
 Individu harus memiliki hope, will, purpose, competence,
fidelity, dan love untuk dapat bersikap peduli
 Antitesis dari kepedulian adalah rejectivity (penolakan) yang
merupakan core patology pada masa ini
 Penolakan adalah ketidaksediaan untuk peduli terhadap
orang/kelompok tertentu
 Penolakan diwujudkan sebagai: self-centeredness (dirinya
menjadi pusat perhatian), provincialism (sikap
primodial/kedaerahan), atau pseudospeciation yaitu belief
bahwa kelompok lain/orang lain lebih rendah dari
kelompoknya/dirinya.
 Sikap di atas mendasari kebencian antar manusia, tindakan
destruktif, kekejaman dan perang
8. OLD AGE : Integrity vs despair

▪ Waktu seseorang melihat kembali & mereview pilihan-pilihan yg


telah dibuat & berefleksi pd prestasi & kegagalan di masa
sebelumnya.
▪ Waktu yg ditandai dgn banyak tuntutan: penyesuaian diri pada
merosotnya kekuatan & kesehatan fisik, pensiun & berkurangnya
penghasilan, kematian pasangan & teman dekat.
▪ Integritas muncul dari kemampuan seseorang utk melihat kembali
pada kehidupannya dlm semua perspektif (pernikahan, anak, cucu,
karir, prestasi, hub sosial) & dgn rendah hati menyatakan “I am
satisfied”
▪ Despair → menilai kehidupan sebagai serangkaian kesempatan yg
tdk terpenuhi & salah arah; & sudah terlambat utk memulai lagi
atau mencari bentuk baru menuju integritas.
8. OLD AGE : Integrity vs despair
 Kurangnya integrasi ego membawa seseorang pada: ketakutan
pd kematian, perasaan kegagalan, perhatian terus-menerus
pada apa yg akan terjadi.
 Basic strength yg dihasilkan pada masa ini adalah “wisdom”
yang didefinisikan sebagai “perhatian yang dilandasi
pengetahuan dan berjarak terhadap kehidupan dalam
menghadapi kematian”
 Perhatian yang berjarak bukan berarti tidak memperhatikan
melainkan mencerminkan minat yang aktif namun tidak
mencekam
 Antitesis dari wisdom yang merupakan core pathology dari
tahap ini ialah disdain (remeh/hina) yang didefinisikan sebagai
”suatu reaksi merasakan (dan memandang orang lain) sebagai
suatu kondisi menuju akhir, bingung, tidak berdaya”
 Disdain merupakan kelanjutan rejectivity yang merupakan core
pathology masa dewasa

Anda mungkin juga menyukai