Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEJARAH

NAGARI 1000 RUMAH GADANG

Disusun oleh :

AUREL ANCHI SAFITRI


KELAS X. E 3

SMA N 2 PADANG
2023

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah tentang
Nagari 1000 Rumah Gadang.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari itu semua, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan,
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat dilakukan
perbaikan pada makalah.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini berguna bagi masyarakat ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Padang, 07 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................1
1. Latar Belakang......................................................................................................................1
2. Perumusan Masalah..............................................................................................................2
3. Tujuan...................................................................................................................................3
4. Manfaat.................................................................................................................................4
BAB II..............................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................5
1. Sejarah..................................................................................................................................5
2. Keserasian Alam...................................................................................................................5
3. Unsur.....................................................................................................................................6
4. Ragam Rumah Gadang..........................................................................................................7
BAB 3...............................................................................................................................................9
KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................10

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Rumah Gadang merupakan rumah komunal masyarakat Minangkabau,


rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama
Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama lain dengan Rumah
Baanjuang. Oleh karena itu, baik dari gaya, hiasan bagian dalam dan luar serta
fungsi sosial budaya Rumah Gadang mencerminkan kebudayaan dan nilai ke-
Minangkabauan. Rumah Gadang berfungsi sebagai rumah tempat tinggal bagi
anggota keluarga satu kaum, yang mana merupakan perlambangan kehadiran satu
kaum dalam satu nagari, serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan seperti
tempat bermufakat keluarga kaum dan melaksanakan upacara. Bahkan sebagai
tempat merawat anggota keluarga yang sakit.
Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga
induk di dalam suku atau kaum yang secara turun temurun dan hanya dimiliki
atau diwarisi kepada perempuan pada kaum tersebut. Di halaman depan Rumah
Gadang biasanya terdapat dua buah bangunan rangkiang, yang digunakan untuk
menyimpan padi.
Kata “Gadang” dalam bahasa Minangkabau artinya besar. Maka Rumah
Gadang biasa memiliki ukuran besar dan sering digunakan untuk menyelesaikan
urusan besar, seperti musyawarah adat dan upacara perkawinan. Rumah Gadang
memiliki bentuk seperti rumah panggung dan persegi panjang. Lantainya terbuat

dari kayu. Atapnya menonjol dan mencuat ke atas. Biasanya dicat dengan warna
coklat tua. Arsitektur Rumah Gadang yang unik ini menjadi daya tarik tersendiri
bagi wisatawan yang melihatnya.
Rumah Gadang menurut adat dimiliki oleh kaum perempuan yang akan
terus diwariskan oleh seorang ibu kepada anak perempuannya di bawah
kewenangan pemimpin kaum atau suku yang lazim disebut Mamak Kaum.
Berdasarkan adat Minangkabau, setiap Rumah Gadang didiami oleh keluarga
besar pihak istri yang terdiri atas nenek, anak-anak perempuan dan cucu
perempuan. Makanya, sistem kekerabatan suku Minangkabau adalah matrilineal.
Artinya mengikuti garis keturunan ibu.

1
Kawasan Seribu Rumah Gadang di Nagari Koto Baru Kecamatan Sungai
Pagu, Kabupaten Solok Selatan memiliki tiga unsur yang menjadi syarat mutlak
sebuah destinasi wisata berkelas dunia. Ketiga syarat tersebut yakni atraksi, akses
dan sumber daya pariwisata. Hal tersebut membuat pemerintahan Kabupaten
Solok Selatan khususnya dan Sumatera Barat umumnya merasa optimis kawasan
ini menjadi salah satu warisan dunia yang diakui UNESCO akan dapat terwujud.
Dan pada bulan november tahun 2017 Kawasan Seribu Rumah Gadang menerima
penghargaan sebagai Kampung Adat Terpopuler 2017.
Mengapa dikatakan seribu? Apakah jumlahnya seribu ? Ternyata tidak.
Sebutan ini hanya kiasan atau ungkapan yang menujukan banyaknya gonjong
rumah adat Minangkabau yang masih terjaga. Keberadaannya pun sangat
berdekatan antara satu rumah dan dengan rumah lainnya yang masih satu
kawasan. Kawasan ini meliputi empat jorong yang berada di Nagari Koto Baru.

2. Perumusan Masalah

Minangkabau sudah mengalami banyak pergeseran, bahkan bangunan


Rumah Gadang sudah banyak perubahan, di samping Rumah Gadang
ditempelkan bangunan dari beton seperti yang banyak dibangun di daerah
Kawasan Seribu Rumah Gadang. Begitu juga dengan peran Ninik Mamak
(penghulu) yang saat ini sebagian sudah menyimpan baju adatnya di rumah
istri/anaknya. Rumah Gadang di Kawasan Seribu Rumah Gadang juga sudah
banyak yang ditinggalkan penghuninya, padahal Kawasan Seribu Rumah Gadang
sudah menjadi objek wisata adat terpopuler. Selain daripada itu menurut
Koentjaraningrat (1980) rumah-rumah adat Minangkabau atau Rumah Gadang
kelihatannya akan hilang dalam waktu yang dekat, karena boleh dikatakan tidak
ada yang membangun baru lagi.
Rumah Gadang sebagai warisan budaya yang sudah menjadi objek wisata
seharusnya terlihat seperti aslinya dan terawat. Akan tetapi pada kenyataannya
banyak terdapat Rumah Gadang yang tidak sesuai dengan bentuk aslinya.
Beberapa bagian dari Rumah Gadang sudah diganti dengan beton dan semen.

Sedangkan bentuk asli Rumah Gadang tidak menggunakan bahan beton, selain
daripada itu banyak Rumah Gadang yang juga sudah ditinggalkan penghuninya.
Banyak juga Rumah Gadang yang sudah lapuk bahkan hampir roboh karena
sudah tidak dihuni. Keadaan Rumah Gadang tersebut bahkan sampai saat ini
masih banyak dibiarkan tidak terawat oleh penghuninya.

2
Kawasan Seribu Rumah Gadang disebut Seribu Rumah Gadang, apakah
karena jumlahnya seribu, atau karena begitu banyak bangunan rumah gadang di
wilayah itu sehingga orang memberi label kata “Seribu”. Pertanyaan berikutnya,
diantara sekian banyak rumah gadang tersebut, apakah seragam satu model/motif
atau ada beberapa perbedaan.
Saat ini Kawasan Seribu Rumah Gadang menjadi daerah tujuan wisata.
Sebagai tujuan wisata tentu ada berbagai upaya dari masyarakat setempat,
utamanya Ninik Mamak dan Bundo Kandung. Sementara di beberapa daerah
Minangkabau hubungan antara Ninik Mamak dan Bundo Kanduang mulai tidak
sinergi, justru di kawasan Seribu Rumah Gadang berhasil menjadikan kawasan ini
sebagai daerah tujuan wisata.
Berdasarkan kondisi di atas maka dapat dikemukakan rumusan masalah
yang akan dijadikan pokok pembahasan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana gambaran umum kondisi Rumah Gadang di Kawasan Seribu
Rumah Gadang di Nagari Koto Baru Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten
Solok Selatan?

2. Seperti apa eksistensi Ninik Mamak dan Bundo Kanduang dalam


melestarikan Rumah Gadang di Kawasan Seribu Rumah Gadang di Nagari
Koto Baru Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan?

3. Tujuan

Dari latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
b. Mendeskripsikan gambaran umum kondisi Rumah Gadang di Kawasan
Seribu Rumah Gadang di Nagari Koto Baru Kecamatan Sungai Pagu
Kabupaten Solok Selatan.
c. Mengidentifikasi eksistensi Ninik Mamak dan Bundo Kanduang dalam
melestarikan Rumah Gadang di Kawasan Seribu Rumah Gadang di Nagari
Koto Baru Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan.

3
4. Manfaat

Berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka
manfaat yang diharapkan dari penelitian ini baik dari segi akademis maupun segi
praktis, yaitu sebagai berikut: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan secara ilmiah serta dapat memperkuat teori atau konsep yang berkaitan
dengan objek penelitian. Khususnya mengenai eksistensi Ninik Mamak dan
Bundo Kanduang dalam melestarikan Rumah Gadang di Kawasan Seribu Rumah
Gadang. Penelitian ini memberikan nilai tambah kepada masyarakat pada
umumnya dan peneliti lain dalam bidang ilmu sosial pada khususnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sejarah

Rumah adat Minangkabau telah ada bersamaan dengan penataan kehidupan adat
yang disusun oleh Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang.
Khusus untuk merancang bangunan adat Minangkabau dikerjakan oleh ahli seni dan
bangunan/Arsitek yang bernama Datuak Tantejo Gurhano, Niniek Kolat namo Ibunyo,
Indo Bio namo Bapaknya. Dalam hal keahliannya mengenai bangunan diungkapkan
dalam ungkapan adat “bisa mengatap sambil duduk, menarah sambil berlari”.
Adapun rumah adat Minangkabau kalau dilihat dari bentuk atapnya, disebut Rumah
Bagonjong. Kalau dilihat dari ukurannya yang besar, disebut Rumah Gadang. Disebut
rumah adat, karena mulai dari menentukan model, membangun, penempatan,
kepemilikan dan pewarisannya diatur oleh adat Minangkabau.

2. Keserasian Alam

Bentuk keserasian dengan alam terwujud pada bentuk atap bangunan yang
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang terdapat disekitarnya terwujud
keserasian padu padan yang indah dipandang mata. Kalau kita tarik garis lurus dari
Barat ke Timur memotong pulau Sumatra tepat di wilayah Alam Minangkabau, maka
akan kita dapati tiga bagian bentuk permukaan yang mempunyai kontur tanah yang
berbeda, yaitu:
1. Pada bagian Barat, terdapat dataran agak sempit dibatasi dinding bukit Barisan
dan pantai laut Samudra Indonesia, daerah ini dinamakan Rantau Pesisir.
Rumah adat Kajang Padati adalah merupakan bentuk atap yang serasi dan
menyatu dengan kondisi lingkungan alam disekitarnya.
2. Pada bagian Tengah, permukaan tanahnya sebagian besar terdapat diantara
gugusan bukit Barisan. Dataran pemukiman terdapat disela sela perbukitan yang
tinggi menghijau, daerah ini dinamakan daerah Darek atau Luhak Nan Tigo dan
Alam Surambi Sungai Pagu. Atap rumah adat bagonjong adalah bentuk yang
serasi dan menyatu dengan kondisi lingkungan alam yang berbukit bukit
5
disekitarnya.

3. Pada bagian Timur, permukaan datarannya luas, merupakan dataran rendah yang
terdapat di daerah aliran sungai besar seperti Kampar, Kuantan dan Batanghari.
Daerah ini dinamakan Rantau di hilir. Atap rumah adat rumah Lontiek, adalah
bentuk yang serasi dan menyatu dengan kondisi lingkungan alam disekitarnya.

3. Unsur

Ada tiga unsur dominan yang terdapat di konstruksi rumah gadang yang
mengandung arti dan dapat menggambarkan asal usul, martabat, kelarasan dan tingkat
sosial pemilik rumah tersebut, seperti:
1. Gonjong, jumlah gonjong yang terdapat pada rumah adat menggambarkan asal
usul pemilik rumah.
2. Letak Tangga, posisi letak tangga yang terdapat pada rumah adat
menggambarkan paham kelarasan yang dipakai pemilik rumah.
3. Anjuang, lantai rumah adat yang sebagian ditinggikan dari lantai yang lain,
biasanya dibagian ujung dan pangkal bangunan disebut anjuang, menggambarkan
martabat atau tingkatan Penghulu adat kaum pemilik rumah.

6
4. Ragam Rumah Gadang

Di alam Minangkabau ada dua belas model rumah gadang yang diberi nama sesuai
dengan bentuk, ukurannya yang besar dan model bangunannya,

1. Rumah Gadang Gajah Maram, icon Luak Tanah Datar

2. Rumah Gadang Sitinjau Lawik, icon Penghulu Kepala di 3 Luak

3. Rumah Gadang Balenggek, icon Tuan Gadang di Batipuah Tanah Datar

4. Rumah Gadang Surambi Papek, icon Luak Agam

5. Rumah Gadang Rajo Babandiang, icon Luak Limo Puluah Koto

6. Rumah Gadang Surambi Aceh, icon Kubuang XIII Solok

7. Rumah Gadang Puncak Limo, icon Alam Surambi Sungai Pagu

8. Rumah Panjang, icon Rumah Adat milik suku bukan milik kaum

9. Rumah Kajang Padati, icon Rantau Pasisie

10. Rumah Tugkuih Nasi, icon Rantau Pasisie

11. Rumah Lontiek, icon Rantau di Ilie Kampar

12. Istano, icon Rajo Alam

7
Gambar 2.3 Ragam Gonjong Rumah Gadang
Sumber: Hasan, 2018

8
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

Beberapa kesimpulan dapat dirumuskan dalam beberapa poin, yaitu sebagai berikut.
1. Rumah Gadang Gajah Maram, sebagai objek studi yang merupakan salah
satu wujud bentuk dan kekhasan Arsitektur Nusantara, terkandung potensi
Golden Proportion yang cukup besar, yaitu nilai rata-rata 0,624 dengan
deviasi hanya 0,006 atau 0,96% terhadap konstanta Phi (0,618).
2. Potensi tersebut diperkuat dengan temuan sebesar 80,77% berada pada
toleransi kurang dari 10% dan hanya 19,23% berada pada toleransi lebih
dari 10%.
3. Golden Proportion dengan sifat ke-universal-annya memberi indikasi dapat
ditemukan pada wujud arsitektur nusantara lain.

Sebagai tindak lanjut, maka perlu disusun beberapa saran yaitu sebagai berikut.
1. Secara substansi, penelitian ini perlu diperkuat dengan penelitian terhadap
sample objek Rumah Gadang lainnya dalam kajian yang lebih detail dan
percobaan yang lebih banyak dan menyeluruh, atau diperluas pada aspek
intangible yang dikaitkan dengan pembahasan proporsi.
2. Secara prosedural, metode penelitian apabila akan digunakan untuk
penelitian berikutnya, dapat disempurnakan dengan melengkapi aspek
keruangan 3 dimensi agar hubungan antara denah dan potongan/tampak
misalnya dapat dibaca proporsinya secara utuh.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2017). Deskripsi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kabupaten Solok


Selatan Provinsi Sumatera Barat. Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera
Barat.

Adiyanto, J. (2018). Mencari DNA Arsitektur di Nusantara. Prosiding Seminar


Arsitektur Nusantara IPLBI 2018.

Astrini, W., Indyah Martiningrum, dan Muhammad Satya Adhitama. (2015). Studi
Golden Section p`ada Fasade Bangunan Di Kawasan Kayutangan, Malang.
Jurnal RUAS, Volume 13 No 1.

Ching, F D K. (2015). Architecture: Form, Space, and Order. John Wiley & Sons,
Inc., Hoboken, New Jersey

Griffing, S L. (2007). The Golden Section – An Ancient Egyptian and Grecian Proportion.
Xlibris Corporation: Bloomington, Indiana.

Hasan, H. (2018). Rumah Adat Minangkabau Falsafah, Pembangunan, dan


Kegunaan. Edisi Khusus dicetak ulang oleh Kementerian PUPR.

Hidayatun, M I. (2014). Arsitektur Nusantara sebagai Dasar Pembentuk


Regionalisme Arsitektur Indonesia. Seminar Rumah Tradisional - Transformasi
Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini.

Krier, R. (1988). Architectural Compotition. Rizolli: New York.

Livio, M. (2008). The Golden Ratio – The Story of Phi, the World’s Most
Astonishing Number. Broadway Books: New York.

10
Malik, A. dan Bharoto. (2010). Studi Eksplorasi Potensi Proporsi Golden Section
Pada Perwujudan Arsitektur Masjid Vernakular. Jurnal Local Wisdom –
Volume II Nomor 4 Halaman 20-28.

Prijotomo, J. (2002). Globalisasi dan Arsitektur Nusantara. Seminar Nasional


'Kematian Arsitektur Tradisional'. Yogyakarta: Himpunan Mahasiswa Arsitektur
Univ. Atma Jaya Yogyakarta.

Sudarwani, M M. (2017). Pendalaman Pengetahuan Arsitektur Nusantara. Pelatihan


Sertifikat Tenaga Ahli (SKA) Arsitek Muda. UKI: Jakarta.

11
12

Anda mungkin juga menyukai