Anda di halaman 1dari 4

STANDAR: Better Standard Better Living − Vol. 1 No.

6, November 2022

CERITA TAPAK

PERLUNYA STANDAR PENGELOLAAN


SILVOPASTURA DI NUSA TENGGARA TIMUR
Sejak puluhan tahun lalu, hutan di Nusa Tenggara Timur (NTT) telah
dimanfaatkan masyarakat untuk silvopastura. Kegiatan silvopastura ini sudah
menjadi budaya masyarakat NTT jauh sebelum lahan-lahan di Nusa Tenggara
Timur ditetapkan sebagai hutan. Silvopastura dilakukan di hutan konservasi,
hutan lindung, hutan produksi dan juga di hutan rakyat

Rahman Kurniadi
Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang
E-mail: rahmankurniadi@gmail.com

Silvopastura (Silvopastural systems) adalah Pengelolaan silvopastura di NTT bertujuan


Sistem agroforestri yang meliputi komponen untuk memperoleh manfaat ekonomi dan juga
kehutanan atau tanaman berkayu dengan lingkungan. Di Pulau Timor, usaha masyarakat
komponen peternakan (Muthmainnah dan untuk meningkatkan produksi pangan dilakukan
Sribianti, 2018). Sedangkan menurut Garrett dengan kegiatan silvopastura. Namun produksi
et al. 2004., Silvopastura merupakan integrasi pertanian di pulau ini terkendala oleh kondisi
pohon, pakan dan ternak dalam lokasi yang sama. iklim setempat. Sumber daya air di pulau ini
Di NTT, silvopastura sudah banyak dipraktikkan sangat terbatas sehingga produktivitas pertanian
oleh masyarakat, contohnya di Pulau Timor rendah. Sebagian besar lahan pertanian hanya
yang terdapat banyak padang rumput, tanaman dapat menghasilkan satu kali panen per
tahunan dan ternak yang berada dalam satu tahun pada musim hujan, sehingga produksi
hamparan. Di Pulau Timor beberapa kawasan pertanian tidak dapat dijadikan sandaran
hutan digunakan untuk penggembalaan ternak. pendapatan masyarakat. Sebagai salah satu
Selain ditempat tersebut, silvopastura juga solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut,
dilakukan di Sumba, karena di sana terdapat masyarakat melakukan usaha peternakan yang
hutan penggembalaan dengan nama lokal Pada diintegrasikan dengan kehutanan, sehingga
Mbanda (Sumba; sama dengan padang, ada kali hasil usaha silvopastura yang berupa produksi
kering atau mata air). ternak dapat dijual untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya.
Beberapa daerah di Indonesia yang memiliki
potensi pakan ternak pada hutan, silvopastura
banyak dilakukan, karena berdampak baik Pemantauan Silvopastura di Desa Netpala
terhadap lingkungan, apalagi jika dilakukan Tahun 2022 BPSI LHK Kupang telah melakukan
sesuai dengan standar pengelolaannya. Selain pemantauan di beberapa kawasan hutan.
memberikan manfaat ekologi, silvopastura juga diantaranya adalah pemantauan silvopastura
memberikan pendapatan kepada masyarakat di Desa Netpala, Kecamatan Molo Utara,
sekitar hutan. Namun demikian sebagian besar Kabupaten Timor Tengah Selatan yang terletak
praktik silvopastura di Pulau Timor dilakukan di hutan lindung. Kawasan hutan ini dikelola
secara ilegal, yaitu dengan cara pengembalaan oleh KPH Timor Tengah Selatan.
liar di hutan dengan areal yang tidak terbatas,
Pada Gambar 1, terlihat silvopastura di Desa
selain itu juga dilakukan tanpa batas waktu. Hal
Netpala. tampak dalam gambar adanya
ini menyebabkan pemanfaatan silvopastura di
rumput di dalam kawasan hutan Mahoni yang
Pulau Timor tidak maksimal dan kurang efisien,
dimanfaatkan untuk pakan ternak. Pakan
sehingga perlu pengembangan silvopastura
ternak tersebut merupakan hasil budidaya
untuk perbaikan praktik silvopastura yang ada.

51
STANDAR: Better Standard Better Living − Vol. 1 No.6, November 2022

Gambar 1. Kawasan hutan yang dipakai silvopastura di Desa Netpala

masyarakat setempat. Ada dua pola silvopastura Silvopastura tersebut terjadi karena adanya
di Desa Netpala, yaitu pola di kandang dan budaya masyarakat setempat menggembalakan
pola digembalakan, namun para peternak lebih ternak di hutan. Pihak pengelola cagar alam
menyukai pola penggembalaan di hutan karena yaitu BBKSDA NTT belum dapat menghentikan
mengurangi biaya tenaga kerja. Walaupun silvopastura di Cagar Alam Gunung Mutis.
demikian pola ini tetap dapat merusak kawasan Gambar 2 memperlihatkan silvopastura di Cagar
hutan, sehingga masyarakat melakukan alam Gunung Mutis.
penggembalaan ternak secara terkontrol untuk
Cagar Alam Gunung Mutis memiliki luas +
mencegah kerusakan hutan.
12.000 ha. Kawasan ini telah lama digunakan
Silvopastura di Desa Netpala dilakukan melalui masyarakat setempat untuk silvopastura.
pola Hutan Kemasyarakatan. Masyarakat sekitar Pemerintah Indonesia menetapkan kawasan
hutan memperoleh izin perhutanan sosial dan hutan tersebut sebagai cagar alam tetapi
mereka menggunakan hutan tersebut untuk silvopastura pada cagar alam tersebut tidak
menanam rumput gajah. Silvopastura di Desa dapat dihentikan.
Netpala juga merupakan salah satu contoh
Silvopastura di di Desa Netpala dan Cagar
silvopastura pada hutan lindung. Silvopastura ini
alam Gunung Mutis terbagi dalam 3 metode,
telah mendatangkan manfaat ekonomi dengan
yaitu : 1) Metode pengembalaan liar; 2) Metode
masyarakat. Rata-rata tiap hektar hutan lindung
penggembalaan terkontrol; dan 3) Metode diikat
dapat menampung satu ekor sapi. Masyarakat
di kandang. Masing-masih metode silvopastura
terbiasa menjual sapi setelah berumur 3
memiliki keunggulan tersendiri.
tahun. Hasil penjualan sapi digunakan untuk
Daya jelajah ternak sangat tergantung
mencukupi biaya pendidikan dan perumahan.
sistem silvopastura yang dipakai. Untuk
penggembalaan liar daya jelajah ternak sampai
Pemantauan Silvopastura pada cagar alam 5 km, dan untuk mencegah penggembalaan
Gunung Mutis ternak yang terlalu jauh, masing-masing suku
Cagar alam gunung Mutis merupakan hutan membuat batas penggembalaan. Sementara
konservasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur. untuk penggembalaan terkontrol, daya jelajah
Cagar alam Mutis telah digunakan untuk ternak sekitar 100 m. Pada metode ini terdapat
cagar alam sejak puluhan tahun yang lalu penggembala yang mengawasi penggembalaan
dan terus berlangsung sampai sekarang. ternak. Sedangkan pada metode silvopastura
di kandang, para peternak mengikat ternak di
kandang sehingga tidak merusak hutan.

Peraturan terkait silvopastura


Terdapat dua peraturan terkait silvopastura
yaitu :
1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.14/Menlhk-Ii/2015 Tentang Tata Cara
Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan
Silvopastura Pada Hutan Produksi.

Gambar 2. Lokasi silvopastura di cagar alam Mutis

52
STANDAR: Better Standard Better Living − Vol. 1 No.6, November 2022

2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Dari tabel 2 tampak bahwa status kawasan hutan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor 9 di Netpala adalah hutan lindung sehingga tidak
Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan
Sosial. Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.14/Menlhk-Ii/2015 Tentang Tata Cara
Saat ini peraturan yang ada hanya bisa
Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan
mengakomodir silvopastura di hutan produksi.
Silvopastura Pada Hutan Produksi.
Sementara silvopastura untuk hutan konservasi
dilarang. Pada hutan lindung silvopastura Hutan di Gunung Mutis merupakan cagar alam.
dapat dilakukan pada areal perhutanan sosial. Silvopastura tidak dapat dilakukan di kawasan
Sedangkan pada hutan produksi dapat dilakukan hutan tersebut. Silvopastura di cagar alam
dengan mekanisme perhutanan sosial atau Izin Gunung Mutis tidak sesuai dengan Peraturan
usaha Silvopastura. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.14/Menlhk-
Tabel 1 menampilkan kesesuaian antara
II/2015 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Pemanfaatan Kawasan Silvopastura Pada Hutan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor 9
Produksi dan Peraturan Menteri Lingkungan
Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Sosial dengan silvopastura di Desa Netpala.
Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan
Hasil pemantauan menunjukan bahwa praktik
Perhutanan Sosial. Tabel 3 dan 4 menampilkan
silvopastura belum sesuai dengan peraturan
hasil pemantauan silvopastura di cagar alam
tersebut. Salah satu komponen yang tidak
Gunung Mutis dengan Permen LHK Nomor P14/
sesuai adalah perizinan. Silvopastura di Desa
Menlhk-II/2015 dan Permen LHK No.9 tahun
Netpala tidak mempunyai izin penelitian.
2021.
Hutan di Desa Netpala adalah hutan lindung.
Dari uraian di atas tampak bahwa silvopastura di
Tabel 2 menyajikan kesesuaian pratik
Desa Netpala dan di Cagar Alam Gunung Mutis
silvopastura di Desa Netpala dan Peraturan
belum sesuai dengan peraturan yang ada. Untuk
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
mengatasi permasalahan tersebut langkah yang
Republik Indonesia Nomor P.14/Menlhk-
dilakukan adalah melakukan penyuluhan agar
Ii/2015 Tentang Tata Cara Pemberian Izin
masyarakat dapat melaksanakan peraturan yang
Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvopastura Pada
ada. Atau peraturan silvopastura diubah agar
Hutan Produksi. Hasil pemantauan menunjukan
silvopastura dapat dilakukan di hutan lindung
silvopastura di Desa Netpala tidak sesuai
maupun hutan konservasi.
dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.14/
Menlhk-Ii/2015 Tentang Tata Cara Pemberian
Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvopastura
Pada Hutan Produksi.

Tabel 1. Kesesuaian PermenLHK No. 9 Tahun 2021 dan Praktik silvopastura

No. Komponen Sesuai Tidak Sesuai Keterangan


1. Status kawasan  Hutan lindung
2. Proposal teknis  Tidak ada
3. Pemohon  Kelompok Tani
4. Perizinan  Tidak ada izin

Tabel 2. Kesesuaian Praktik silvopastura dan Permen LHK No. 9 Tahun 2021

No. Komponen Sesuai Tidak Sesuai Keterangan


1. Status kawasan  Hutan lindung
2. Proposal teknis  Tidak ada
3. Pemohon  Kelompok Tani
4. Perizinan  Tidak ada izin

53
STANDAR: Better Standard Better Living − Vol. 1 No.6, November 2022

Perlunya standar silvopastura Daftar Pustaka


Saat ini belum ada standar terkait silvopastura,
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
lingkungan hidup dan pengelolaan hutan.
Republik Indonesia Nomor P.14/Menlhk-
Akibatnya para peternak melakukan silvopastura
Ii/2015 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha
tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan,
Pemanfaatan Kawasan Silvopastura Pada Hutan
padahal kegiatan ini akan berdampak baik
Produksi.
terhadap lingkungan jika dilakukan sesuai
dengan standar pengelolaannya. Oleh karena Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
itu standar silvopastura perlu disusun agar Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021
dapat menjamin kelestarian lingkungan. Adapun Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.
komponen yang diperlukan pada penyusunan Muthmainnah, Sribianti I. 2018. Pendapatan
standar silvopastura tersebut, antara lain Masyarakat pada Komponen Silvopasture dan
: 1) Status kawasan; 2) Perizinan; 3) Pola Agrisilvikultur Kecamatan Parangloe Kabupaten
pemeliharaan ternak; 4) Pelaksana silvopastura. Gowa. Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 10 (1):
136-144, Juli 2018
Standar silvopastura yang nantinya akan dibuat,
harus bisa menjawab apakah silvopastura
bisa dilaksanakan pada hutan produksi atau
hutan lindung, karena standar tersebut sangat
diperlukan untuk memantau silvopastura di
Hutan Lindung dan cagar alam. Silvopastura
juga memberikan manfaat ekonomi dan manfaat
lingkungan bagi masyarakat. Manfaat ekonomi
berasal dari penjualan ternak sedangkan
manfaat lingkungan bagi masyarakat sekitar
yaitu dengan memanfaatkan kawasan hutan bagi
penduduk disekitarnya dalam mengembangkan
usaha perternakan, walaupun tidak memiliki
tempat pengembalaan. Untuk memperbaiki
praktik silvopastura juga perlu disusun standar
yang nantinya dapat digunakan untuk memantau
dan menjamin kelestarian hutan.

54

Anda mungkin juga menyukai