Anda di halaman 1dari 56

Edisi ke-40 Tahun ke-8, Mei 2023

Pembelajaran
Berbasis Projek
2 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Beranda
Pembelajaran Berbasis Projek
Surat Kabar Guru Belajar edisi ke-40 ini mengangkat topik “Pembelajaran
Berbasis Projek”. Topik ini merupakan turunan dari tema besar Temu Pendidik
Nusantara X, yaitu “Tumbuh Berkelanjutan: Perubahan Pendidikan
Melampaui Ruang Kelas”.

“Pembelajaran Berbasis Projek” mengangkat berbagai praktik baik


pembelajaran yang memfasilitasi murid mengenali, menganalisis, dan
mengajukan solusi bagi permasalahan atau tantangan kehidupan nyata.

Topik ini mencakup, tapi tidak terbatas pada, memfasilitasi murid


menentukan persoalan yang ingin diselesaikan, memfasilitasi murid
menentukan narasumber dan cara penggalian data, dan memungkinkan
murid mendapatkan umpan balik dari komunitas luas atas hasil karyanya.

Tentang Surat Kabar Guru Belajar

Surat Kabar Guru Belajar terbit Media Sosial


setiap dua bulan sekali,
menyuguhkan berbagai praktik
Cerita Guru Belajar
baik pembelajaran dari para guru
untuk menularkan kegemaran @gurubelajarorg
belajar kepada komunitas guru. Isi
tidak sepenuhnya mewakili redaksi.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 3

Daftar IsiMau baca praktik baik apa hari ini?

Dari Redaksi

6 Belajar Meracik, Bukan Hanya Menelan


M. Luqman Hakim
BACA

Tulisan Pengantar

8 Pembelajaran Berbasis Projek,


Belajar yang Berguna
Bukik Setiawan
BACA

Praktik Baik Pembelajaran Topik Khusus

12 Projek yang Bermakna


dan Dijamin Antibosan
Amilia Khasanah Marzuki
BACA

Praktik Baik Pembelajaran Topik Khusus

16 Menumbuhkan Inkuiri Cermin Pemahaman


Pribadi Melalui Projek Inovasi
Atik Dian Anggraeni
BACA

Praktik Baik Pembelajaran Topik Khusus

22 Risetku Sumber Belajarku


Siti Mir’atul Af’idah
BACA

Praktik Baik Pembelajaran Topik Umum

28 Praktik Pidato Berbuah Kepercayaan Diri


dan Prestasi
Evelyn Simanjuntak
BACA

Praktik Baik Pembelajaran Topik Umum

33 Drama Berbahasa Jawa Bukan Sekadar


Membuat Murid Cinta Budaya
Antin Triswanti
BACA
4 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Praktik Baik Pembelajaran Topik Umum

38 Meretas Keterbatasan Laboratorium


dengan Tetesan Betadine
Erlina Anriani Siahaan
BACA

Praktik Baik Pembelajaran Topik Umum

43 Komunikasi adalah Kunci


untuk Menemukan Solusi
Lilik Nur Indah Sari
BACA

Praktik Baik Pembelajaran Topik Umum

49 Di Kelas Saya, Murid Boleh


Melakukan Apa Saja
Suhud Rois
BACA

Profil Guru Merdeka Belajar

54 Merdekakan Diri agar Bisa Memerdekakan


Murid Kita
BACA
Tumbuh Berkelanjutan
Perubahan Pendidikan Melampaui Ruang Kelas

#TumbuhBerkelanjutan #BelajarDiTPNX
Dapatkan informasi selengkapnya
tentang Temu Pendidik Nusantara X
melalui laman :

tpn.gurubelajar.org

@temupendidiknusantara
6 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Dari Redaksi

Belajar Meracik, Bukan


Sekadar Belajar Menelan

Mari sejenak mengawali edisi ini dengan merefleksikan pengalaman kita sebagai
guru sekaligus pengalaman belajar murid-murid kita di sekolah.

Apakah murid kita belajar karena rasa ingin tahu terhadap suatu hal atau sekadar
karena perintah guru atau rutinitas bersekolah? Apakah murid kita belajar untuk
menemukan solusi atas suatu persoalan nyata di sekitarnya ataukah hanya demi
mencari nilai untuk lulus ulangan atau ujian? Apakah murid kita telah belajar
dengan mengeksplorasi dan menginvestigasi berbagai hal secara mendalam atau
sekadar menghafal materi yang disajikan guru atau buku?

Bayangkan bila murid-murid kita datang ke sekolah dengan segudang pertanyaan


karena rasa penasaran mereka akan berbagai macam hal, atau paling tidak satu hal
saja. Mereka kemudian mencari tahu jawaban atas pertanyaan mereka sendiri
melalui berbagai kegiatan eksplorasi dan investigasi. Bayangkan bila murid-murid
kita menggali beragam informasi dari berbagai sumber, lalu melakukan uji coba
untuk memvalidasi pengetahuan mereka. Lalu, ketika mereka tidak merasa puas
atas atas jawaban yang ditemukan sementara waktu, mereka
akan melanjutkan proses investigasi dan eksplorasi itu
sampai benar-benar menemukan kebenaran yang mereka
Penulis

cari.

Semua hal itu lebih mungkin terjadi dengan menerapkan


pembelajaran berbasis projek di mana murid dapat
melakukan petualangan belajar mereka sendiri. Dari satu
M. Luqman Hakim
Pemimpin Redaksi
pertanyaan ke pertanyaan lain. Dari satu masalah ke
masalah lain. Dari menemukan satu kebenaran ke
Follow @m_hakimluqman
kebenaran-kebenaran lain.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 7
Pembelajaran berbasis projek melatih murid untuk menganalisis berbagai “bahan
makanan”, meraciknya menjadi suatu “menu makanan yang lezat”, bukan sekadar
belajar “menelan” atau “mengunyah”.

Tentu membangun kebiasaan belajar dan berpikir melalui pembelajaran berbasis


projek memang tidak mudah. Mengapa? Karena kita belum terbiasa.

Murid kita telah lama dibiasakan menelan mentah-mentah suapan mata pelajaran
dari guru. Setiap pagi, murid datang ke sekolah dengan kepala kosong, bukan
dengan segudang pertanyaan atau masalah yang akan mereka selesaikan. Di
ruang kelas, murid pun hanya duduk diam mendengar ceramah dari satu guru ke
guru lain, dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran lain. Ini terjadi tidak sehari
atau dua hari, tapi bertahun-tahun!

Dengan pola pendidikan semacam itu, wajar bukan bila murid-murid kita banyak
bersekolah tapi sedikit belajar? Banyak menghafal materi, tapi tak paham untuk
apa semua yang mereka pelajari. Sampai pada akhirnya, ketika lulus pun mereka
bingung, apa sesungguhnya yang telah mereka pelajari dan berguna untuk masa
depan mereka?

Kini sudah saatnya kita berubah. Sudah waktunya kita beralih menerapkan
pembelajaran yang memungkinkan murid-murid benar-benar berpikir dan belajar
secara mendalam dan paham mengenai apa, mengapa, bagaimana, dan untuk
apa mereka belajar.

Membaca Surat Kabar Guru Belajar edisi ke-40 ini adalah awal yang tepat untuk
memulai perubahan itu. Dalam edisi ini, Anda dapat menemukan sejumlah praktik
baik mengenai pembelajaran berbasis projek yang dapat Anda jadikan referensi
atau inspirasi, lalu buatlah praktik baik Anda sendiri sesuai dengan kebutuhan kelas
Anda masing-masing.

Selamat membaca! Salam Merdeka Belajar!


8 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Tulisan Pengantar

Pembelajaran Berbasis
Projek, Belajar yang
Berguna

Bagaimana menyajikan pengetahuan agar efektif dipelajari murid?

Kebanyakan dari kita jarang memikirkan pertanyaan tersebut. Karena sering kali
kita menganggap pengetahuan sebagai makanan siap saji. Tanpa perlu banyak
diolah, pengetahuan bisa disajikan dan dicerna murid. Tidak heran, penyajiannya
pun persis menyajikan makanan siap saji, penyampaian materi melalui ceramah
satu arah.

Konsekuensi jangka panjangnya, murid kehilangan makna pengetahuan yang


dipelajarinya. Belajar tereduksi sebatas untuk menghadapi ujian, setelah itu
dilupakan. Setelah lulus, banyak murid yang bertanya-tanya. Belajar rumus
algoritma buat apa? Apa gunanya belajar metamorfosis? Apa pelajaran sekolah
yang berguna di dunia nyata?

Sekarang, bayangkan kita menjadi pengunjung restoran.


Katakanlah, restoran khas Solo. Ketika kita memilih dan
masuk restoran tersebut, tentu kita punya harapan dan
Penulis

bayangan yang akan kita santap. Apakah itu selat solo,


timlo, sate buntel, tengkleng, tongseng, bakmi, ketoprak,
serabi atau makanan khas Solo lainnya.

Bukik Setiawan
Ternyata, Anda mengalami pengalaman yang berbeda di
Ketua Yayasan Guru Belajar restoran yang satu ini. Alih-alih mendapatkan sajian yang
siap santap, Anda justru dihadapkan dengan sajian berupa
Follow @bukik
garam, rempah, tepung, ikan, dan bahan mentah lainnya.
Anda
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 9
Anda datang dalam kondisi lapar dan siap makan, kok justru mendapat sajian
bahan mentah.

Kira-kira apa respons Anda menghadapi sajian bahan mentah tersebut? Pilih salah
satu respons berikut ini: Protes, pergi, diam, atau mencoba memasak bahan
mentah tersebut. Dugaan saya, sih, kebanyakan dari kita akan memilih respons
protes atau pergi. Kita protes mempertanyakan apa gunanya koki dan juru masak
kalau pengunjung disajikan bahan mentah. Kita pergi karena apa gunanya kita
tetap berada di restoran tersebut.

Proses serupa sebenarnya terjadi juga pada murid-murid kita di kelas ketika
mendapatkan sajian “bahan mentah” pengetahuan. Pada awalnya mungkin murid
kita tertarik dengan garam, rempah, tepung, ikan dan bahan mentah lainnya yang
baru pertama mereka lihat. Tapi lama-kelamaan, mereka akan mempertanyakan,
buat apa bahan mentah tersebut, terutama ketika mereka masuk di jenjang
pendidikan menengah. Seringkali mereka tidak pergi semata karena butuh ijazah
untuk melamar kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.

Sudah waktunya kita menghentikan pembelajaran tekstual yang menyajikan


bahan mentah buat murid-murid kita. Sudah waktunya kita memperbanyak
pembelajaran berbasis projek. Pembelajaran berbasis projek adalah sebuah cara
untuk menyajikan pengetahuan pada suatu konteks yang membuat pengetahuan
lebih relevan, cara belajar lebih bervariasi, penguatan kepemimpinan murid dan
pembelajaran yang lebih utuh.

Pengetahuan lebih relevan berarti murid mempelajari pengetahuan yang memang


dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu projek. Murid langsung tahu guna suatu
pengetahuan. Cara belajar lebih bervariasi berarti murid bisa mempelajari
pengetahuan melalui cara yang berbeda-beda sesuai karakteristik pengetahuan
dan kapasitas murid. Penguatan kepemimpinan murid berarti murid aktif
menentukan pilihan dan mengambil keputusan terkait tujuan, cara dan penilaian
pembelajarannya. Pembelajaran yang lebih utuh berarti murid belajar melakukan
penalaran terhadap suatu pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan hidup
yang penting seperti penyelesaian persoalan, kreativitas, komunikasi dan
kolaborasi.

Pembelajaran berbasis projek bukan mengabaikan pengetahuan bidang keilmuan.


Pembelajaran berbasis projek justru mengoptimalkan pengetahuan bidang
keilmuan. Pembelajaran berbasis projek membuat pengetahuan bidang keilmuan
disajikan lebih renyah dan lebih bermakna. Pembelajaran berbasis projek justru
membuat murid lebih menghargai dan bersemangat mempelajari pengetahuan
bidang keilmuan. bidang keilmuan. bidang keilmuan.
10 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Manfaat pembelajaran berbasis projek adalah murid mendapat asupan gizi


(konsep kunci) secara memadai dan berimbang dengan variasi tampilan dan rasa
yang memikat (pedagogik). Kecintaan pada suatu bidang keilmuan bukan berarti
mendorong kita untuk menjejalkan mentah-mentah konten pengetahuan pada
murid dengan pembenaran untuk pembelajaran.

Sekali lagi, pembelajaran tekstual berarti mencekoki murid dengan bahan mentah.
Pembelajaran berbasis projek, menyajikan menu belajar yang beragam dengan
menggunakan bahan mentah yang mau diajarkan.

Tidak mudah memang melakukan perubahan dari pembelajaran tekstual menjadi


pembelajaran kontekstual seperti pembelajaran berbasis projek. Meski begitu,
perubahan tersebut sudah tidak terelakkan lagi. Selain tuntutan Kurikulum
Merdeka, tantangan kehidupan yang terus berkembang juga menuntut
pembelajaran kontekstual yang bisa menyiapkan murid-murid kita. Apa yang bisa
dilakukan?

Tidak bisa langsung sempurna, mulai dulu saja, refleksi dan perbaiki. Jadi alih-alih
diam dalam keraguan, mulai saja dulu melakukan pembelajaran berbasis projek.
Berubahlah. Berusahalah berubah hingga kita benar-benar bisa menjalankan
perubahan tersebut. Tidak harus sempurna. Lakukan, refleksi, dan perbaiki secara
berkala. Niscaya kualitas pembelajaran berbasis projek yang kita lakukan terus
meningkat.

Tidak langsung membuat RPP, merancang kurikulum operasional satuan


pendidikan. Berbeda dengan pembelajaran tekstual yang cenderung linear
sehingga guru bisa langsung merancang RPP. Pembelajaran berbasis projek akan
lebih efektif bila sekolah/madrasah merancang kurikulum operasional satuan
pendidikan. Dengan kurikulum tersebut, maka semua tujuan pembelajaran bisa
didistribusikan secara berimbang pada semua kegiatan intrakurikuler, kokurikuler
dan bahkan ekstra kurikuler. Ini adalah kesempatan bagi guru untuk
mengembangkan kariernya sebagai desainer kurikulum operasional satuan
pendidikan.

Tidak bisa guru seorang diri, berkolaborasi antarguru, orang tua dan tenaga
kependidikan. Perubahan pembelajaran kontekstual akan terasa berat bila
ditanggung guru secara individual. Kolaborasi dalam komunitas belajar menjadi
kunci agar beban perubahan bisa diatasi bersama. Merancang, membagikan, dan
merefleksikan praktik perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran
secara kolaboratif. Jangankan pembelajaran, makanan yang disajikan di restoran
pun hasil kolaborasi banyak pihak.secara
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 11
Guru bukan pelaksana teknis kurikulum yang hanya menjalankan instruksi dari
“pusat”. Guru adalah pelaksana kreatif kurikulum yang menghubungkan tuntutan
kurikulum dengan kondisi murid dan satuan pendidikan. Mari jadi guru merdeka
belajar yang berkreasi menyajikan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.

Sekali merdeka, tetap merdeka belajar!


12 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Praktik Baik Pembelajaran


Topik Khusus: “Pembelajaran Berbasis Projek”

Projek yang Bermakna


dan Dijamin Antibosan

Saya mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris, Informatika, dan Kewirausahaan


di SMP Taruna Jaya 1 Surabaya.

Murid-murid saya memiliki kecenderungan untuk mencoba berbagai hal yang


sedang tren di media sosial. Hal tersebut memengaruhi cara mereka bersikap,
bertutur, dan berpakaian.

Suatu ketika, beberapa murid saya mengeluh dengan jenuhnya mereka


mengerjakan projek yang itu-itu saja. Mereka bilang malas mengerjakan karena
tidak ada tantangan dalam projek tersebut. Mereka juga bilang tidak
mendapatkan manfaat berarti dari projek yang mereka kerjakan. Sekadar
presentasi, lalu selesai.

Saya merasa tersentil dengan apa yang mereka katakan. Muncul berbagai
pertanyaan dalam benak saya: Apakah saya membuat murid-murid merasa
terbebani dengan projek? Apakah projek yang saya berikan sia-sia saja karena
ternyata tidak memberikan manfaat bagi mereka?

Saya berusaha untuk menelaah kembali tujuan


pembelajaran berbasis projek yang sudah saya lakukan.
Penulis

Kemudian saya korelasikan dengan apa yang menjadi


minat murid, termasuk melakukan penelitian kecil di media
sosial yang sering murid gunakan.

Diskusi saya lakukan bersama dengan rekan sejawat untuk


Amilia Khasanah Marzuki
memantik ide atau inspirasi projek yang berdampak. Saya
SMP Taruna Jaya 1 Surabaya.
juga melakukan diskusi bersama wali murid tentang apa
Follow @amiliamarzuki yang menjadi keinginan dan kendala murid selama berada
di rumah.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 13
Akhirnya saya sampai pada suatu kesimpulan bahwa murid membutuhkan
tantangan dalam mengerjakan projek. Bukan hanya membuat karya, mendapat
nilai, lalu selesai begitu saja.

Saya merancang projek yang memanfaatkan teknologi sederhana dari


bahan-bahan bekas yang memberikan manfaat bagi lingkungan sekolah. projek ini
memang membutuhkan riset dan pemahaman konsep yang cukup kompleks,
tetapi akan membawa tantangan baru. Ide-ide kreatif dari murid akan
bermunculan.

Langkah awal yang saya lakukan adalah menjelaskan konsep projek kepada murid,
yaitu melakukan penelitian kecil tentang masalah apa yang ada di lingkungan
sekitar sekolah. Murid saya bagi menjadi kelompok kecil untuk melakukan
pengamatan lingkungan sekolah, mencari ide inovasi dan kreatif untuk
memecahkan masalah lingkungan sekolah.

Kemudian saya menjelaskan langkah-langkah dalam melakukan penelitian dan


membuat laporan penelitian sederhana. Ini tujuannya supaya kerangka berpikir
murid terarah.

Saya memberikan waktu 2 minggu kepada murid untuk menemukan pemecahan


masalah dan membuat laporan penelitian yang kemudian akan dipresentasikan di
depan kelas. Saat saya memberikan projek tersebut, banyak murid yang terdiam,
seolah berpikir apa yang harus mereka lakukan. Namun, ada juga yang antusias
karena projek kali ini berbeda dan sepertinya menantang bagi mereka.

Selanjutnya saya membuka sesi bimbingan kecil per kelompok untuk


mengarahkan ide mereka dan memvalidasi ide apakah sudah sesuai dengan
ketentuan yang saya berikan.

Hari pengumpulan produk hasil pembelajaran berbasis projek pun tiba. Semua
kelompok antusias untuk mempresentasikan hasil penelitian mereka dan laporan
penelitian yang mereka buat selama 2 minggu.

Saya terkejut melihat hasil penelitian mereka. Kelompok 1 menampilkan alat untuk
mengukur kesuburan tanah yang terbuat dari pipa pralon bekas, lampu bekas, dan
kabel bekas. Cara kerjanya sederhana. Begini. Ambil sampel tanah di kebun
sekolah. Kemudian alat tersebut ditancapkan di atas tanah. Kalau lampunya
menyala terang maka tanah tersebut subur. Semakin redup nyala lampunya maka
semakin tidak subur tanahnya.
14 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Kelompok 2 membuat sebuah akuarium sederhana dari wadah plastik bekas yang
diberi lampu bekas dan ikan hias kecil. Sungguh menarik. Kelompok lain memberi
tanggapan dan saran. Hal ini membuat produk yang mereka hasilkan bermanfaat
dalam jangka panjang. Murid juga menjadi kritis dalam berpikir dan berinovasi
dalam mengerjakan projek.

Setelah presentasi produk dilakukan, saatnya pameran karya yang rutin dilakukan
di sekolah saya setahun 2 kali, yaitu setiap akhir semester saat acara penerimaan
rapor semester tiba. Pameran karya di sekolah saya dihadiri oleh wali murid semua
jenjang dan semua murid.

Pengunjung bisa berkeliling melihat hasil projek yang sudah dilakukan selama 1
semester dan bisa bertanya tentang detail karya murid dan manfaatnya. Jadi,
seperti simulasi kecil untuk menguji kemampuan public speaking murid sekaligus
pemahaman konsep dan inovasi yang mereka tuangkan dalam projek tersebut.

Tanggapan dari pengunjung pameran karya beragam. Beberapa wali murid takjub
dan mengapresiasi penelitian yang dilakukan dan berharap ke depannya ada
inovasi yang lebih menarik. Beberapa rekan guru merasa terinspirasi dan ingin
melakukan hal serupa dengan tema penelitian yang lebih mendalam sesuai minat
murid per kelas.

Akhirnya, projek (dalam pembelajaran) harus berdampak kepada murid untuk


mengembangkan kemampuan berpikir dan kreativitas mereka di masa depan. Ke
depan, saya berencana membuat penelitian berbasis teknologi informasi yang
lebih menantang murid untuk berpikir kritis.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 15


“Projek (dalam pembelajaran) harus
berdampak kepada murid untuk
mengembangkan kemampuan
berpikir dan kreativitas mereka
di masa depan.”

— Amilia Khasanah Marzuki —


16 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Praktik Baik Pembelajaran


Topik Khusus: “Pembelajaran Berbasis projek”

Menumbuhkan Inkuiri Cermin


Pemahaman Pribadi Melalui
Projek Inovasi
Tidak sekali atau dua kali, saya selalu berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan
setiap kali mengajarkan sebuah konsep atau pemahaman atas sebuah
permasalahan di sekitar lingkungan murid-murid saya. Tidak hanya di awal, saat
proses pembelajaran, pertanyaan itu berkembang.

Bagaimana cara saya membuat mereka bisa menyadari permasalahan yang terjadi
di sekitarnya? Apa yang harus saya lakukan untuk memfasilitasi keingintahuan
mereka? Apa cara tepat yang bisa saya terapkan untuk menarik keingintahuan
mereka akan suatu permasalahan yang bisa jadi berhubungan dekat dengan
kehidupan sehari-hari mereka? Apakah mereka akan paham ataukah justru
kesulitan dengan metode pembelajaran dan pengajaran yang saya terapkan?
Bagaimana membuat mereka terlibat secara aktif, senang, dan paham dengan
pembelajaran tersebut?

Dari berbagai pertanyaan tersebut, saya ingin sekali mengajarkan dan


mengembangkan ranah profil mandiri, peduli, kolaboratif, inovatif, dan
kemampuan berpikir kritis mengenai permasalahan lingkungan, serta menipisnya
kelangsungan kelangsungan sumber daya alam melalui pembelajaran
berbasis projek dengan metode siklus inkuiri.
Penulis

Saat menjadi mentor untuk PYP Exhibition kelas 5 dan 6,


saya mencoba menggunakan pendekatan pembelajaran
inkuiri yang berpusat pada proses bertanya dan
bereksperimen yang dilakukan murid secara mandiri.
Meskipun topik yang mereka ambil berbeda, saya mencoba
Atik Dian Anggraeni,
Sekolah Cikal Surabaya untuk mengimplementasikan pendekatan ini ke dalam
projek exhibition mereka.
Follow @atikdianggraeni
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 17
Kebetulan, tujuan objektif pembelajaran ini adalah agar mereka dapat
memahami bahwa keberlangsungan masa depan bumi dan makhluk hidup
merupakan tanggung jawab yang harus dipikirkan dan dipikul bersama. Dari
permasalahan tersebut mereka dapat menciptakan sebuah solusi alternatif
sebagai aksi nyata mereka melalui sebuah hasil karya inovasi, buah dari
pemikiran mereka sendiri sebagai pemecahan permasalahan yang dapat
memberikan manfaat bagi kebaikan serta keberlangsungan makhluk hidup dan
lingkungannya. Tentunya melalui pengalaman belajar yang terarah dan
berkelanjutan dari umpan balik dan refleksi bersama.

Ternyata untuk dapat melakukannya, saya membutuhkan strategi pembelajaran


yang mampu memberikan arahan yang tepat dan akurat. Saya merasa perlu
memberi pemahaman kepada murid secara konstruktif dalam alur pembelajaran
berbasis projek ini menggunakan metode pembelajaran inkuiri.

Sebelum kegiatan dimulai, saya membangun pemahaman mereka terhadap


makna dan tujuan belajar melalui tema menjaga kelestarian sumber daya alam
dan keberlangsungan makhluk hidup. Saya belum tahu banyak tentang
ketertarikan akan masalah lingkungan dan keberlangsungan sumber daya alam.
Saya mengajak mereka untuk bersama-sama melakukan curah ide dan
pendapat sebelum melakukan penyelidikan akan masalah yang akan mereka
angkat.

Ternyata mereka memiliki ide, pendapat, dan ketertarikan yang beragam. Saya
kesulitan untuk menggiring mereka kepada satu topik yang ingin mereka bahas
bersama-sama. Hal ini terjadi pada murid kelas 6 yang beranggotakan 4 orang
dengan minat yang bervariasi.
18 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Sedangkan murid kelas 5, yang memang dilakukan secara individu, memiliki


banyak ide dan keinginan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Ini
membuat mereka kurang fokus dengan topik yang ingin digali lebih dalam.

Kondisi tersebut membuat saya harus mencari strategi pengajaran yang efektif
untuk membantu mereka dalam memahami topik permasalahan, membangun
pertanyaan berdasarkan masalah yang ada di sekitar, dan melakukan
perencanaan penyelidikan.

Dalam proses pembelajaran projek ini, saya mengikuti alur siklus inkuiri untuk
menjawab kondisi-kondisi yang saya hadapi dalam membimbing dan
memfasilitasi murid agar lebih mandiri dan konstruktif selama mengerjakan
projek mereka. Tentunya tidak sedikit tantangan yang harus saya lewati agar
murid saya memahami tujuan dan target pelajarannya. projek

Permasalahan yang saya hadapi selama melakukan pendampingan adalah


membangun pemahaman mereka mengenai permasalahan lingkungan yang
berdampak pada keberlangsungan makhluk hidup dan sumber daya alam, di
mana latar belakang pengetahuan mereka akan hal tersebut masih sangatlah
kurang. Kemudian, yang paling menantang, adalah saat membimbing dalam
membuat dan menemukan pertanyaan yang segaris dengan inkuiri yang ingin
mereka jawab. Sebab, melalui pertanyaan-pertanyaan inilah mereka akan
melakukan kegiatan investigasi dan pemecahan masalah. mana
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 19
Bagi saya, yang tidak kalah sulitnya dalam proses pengalaman belajar itu adalah
mencari narasumber yang berhubungan langsung dengan topik yang ingin
mereka gali. Hal ini juga merupakan salah satu proses kegiatan yang sangat
signifikan karena murid harus melakukan pengumpulan data dan informasi yang
nyata dan akurat untuk membantu mereka membuktikan pernyataan atas
jawaban yang mereka ajukan.

Selain itu, hal yang paling mendasar, seperti membuat jadwal dan rencana target
penyelesaian projek, juga merupakan salah satu permasalah yang saya hadapi
bersama murid dan partner pembimbing karena situasi yang saat itu hybrid dan
perbedaan jadwal belajar dan mengajar.

Untuk dapat melakukan kegiatan exhibition ini, saya menggunakan pendekatan


berbasis projek melalui proses pembelajaran inkuiri, yang memfokuskan kepada
kebebasan murid dalam merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan projek
secara kolaboratif, mandiri dalam menentukan ide untuk dapat menghasilkan
produk karya inovatif yang dapat dipresentasikan kepada komunitas luas atau
umum. Di dalam prosesnya, saya memberikan bimbingan, arahan, dan fasilitas
bagi murid melalui rangkaian alur pembelajaran inkuiri, yaitu mulai dari orientasi
masalah, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, eksplorasi, menguji
hipotesis, hingga membuat kesimpulan.

Sebelum melakukan prosedur pembelajaran inkuiri, saya dan murid


bersama-sama membuat sistem peran kerja kelompok dan jadwal kegiatan
pembelajaran melalui kesepakatan bersama dengan penuh komitmen.

Dalam tahap mengenali permasalahan, saya mengajak mereka melakukan


diskusi dan curah ide. Saya awali dengan memancing pre-knowledge mereka
mengenai topik besar menggunakan pertanyaan provokasi melalui mindmap
atau KWL chart untuk menampung semua pengetahuan awal mereka. Dari
pengetahuan yang sudah pernah mereka dapatkan, saya mengajak murid untuk
mencari satu isu permasalahan di kehidupan nyata yang menarik rasa
kekhawatiran dan perhatian mereka melalui artikel, jurnal, dan media berita
lainnya. Isu tersebut yang kemudian menjadi fokus utama mereka dalam
membuat rumusan masalah dan solusi apa yang akan mereka ambil.

Agar dapat lebih fokus, terarah, dan bermakna kepada pemecahan masalah, saya
membimbing mereka untuk dapat membuat pertanyaan inkuiri terkait isu yang
mereka ambil dengan cara mengaitkan 8 kunci konsep pemahaman dengan isu
tersebut.
20 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Tahap selanjutnya, mereka berdiskusi mengenai jawaban sementara atas


pertanyaan inkuiri yang sudah dibuat. Untuk bisa membuktikan jawaban yang
mereka lontarkan, saya membebaskan mereka untuk mencari berbagai macam
informasi terkait isu yang mereka ingin pecahkan mulai dari cara penyelidikan
hingga bentuk eksperimen yang mereka lakukan.

Saya dan rekan pembimbing hanya mengawal mereka dalam menentukan


narasumber terpercaya yang dapat memberikan masukan dalam memperkuat
pernyataan mereka dengan menghubungi berbagai pihak terkait seperti
organisasi lingkungan hidup, pemerintah setempat, bahkan lembaga konservasi.

Setelah mencari tahu banyak informasi dan mengumpulkan data yang


diperlukan melalui survei dan laporan tertulis (membuat review dan rangkuman),
murid membuat kesimpulan hasil materi yang sudah diperolehnya.

Tahap akhir dari rangkaian pembelajaran projek yang paling menyenangkan


adalah tahap aksi nyata karena mereka dapat membuat suatu inovasi dari hasil
pemikirannya sendiri dan pemilihan cara dalam menjawab pertanyaan inkuiri
mereka melalui presentasi projek karya di PYP Exhibition.

Rangkaian tahap pembelajaran dengan metode inkuiri yang saya terapkan


dalam projek PYP Exhibition ini membuat saya sadar bahwa setiap murid
memiliki banyak pertanyaan atas kekhawatiran mereka terhadap
keberlangsungan masa depan. Yang mereka butuhkan adalah kesempatan
mengembangkan rasa keingintahuan mereka untuk lebih memperlihatkan
kepeduliannya terhadap permasalahan sekitar melalui karya inovasi.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 21

“ “Saya membutuhkan strategi


pembelajaran yang mampu
memberikan arahan yang tepat dan
akurat. Saya merasa perlu memberi
pemahaman kepada murid secara
konstruktif dalam alur
pembelajaran berbasis projek ini
menggunakan metode
pembelajaran inkuiri.”

— Atik Dian Anggraeni —


22 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Praktik Baik Pembelajaran


Topik Khusus: “Pembelajaran Berbasis projek”

Risetku Sumber Belajarku


Tahun ini saya mendapatkan kesempatan mendampingi kelas TK B Sekolah Islam
Umar Harun. Pembelajaran di sekolah kami berbasis riset, dengan harapan
murid-murid bisa belajar secara kontekstual dan mendalam serta
mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya.

Sebagai pendamping belajar, saya berharap murid-murid bisa berkontribusi dalam


mengatasi permasalahan di lingkungan sekitarnya. Namun, bukan hal yang
mudah mencapainya karena permasalahan di lingkungan sekitar sangat beragam.
Selain itu, yang lebih menantang adalah menyadarkan murid akan permasalahan
yang ada dan butuh diselesaikan.

Saya punya inisiatif mengajak murid-murid melakukan observasi langsung di


lingkungan sekolah dan sekitarnya. Saya ajak mereka menemukan permasalahan
yang ada.

Mereka menemukan sampah yang berserakan. Selanjutnya, mereka


mengidentifikasi dampak buruk dari sampah berserakan.

“Kalo buang sampah sembarangan, nanti jadi gunung sampah, Bu!”

“Nanti bisa banjir!”

“Nanti banyak semut.”


Penulis

Mereka saling bersahutan.

Untuk memperdalam pengetahuan tentang sampah, cara


pengolahan, dan dampak buruk membuang sampah
sembarangan, murid-murid melakukan observasi dan
Siti Mir’atul Af’idah
Sekolah Islam Umar Harun wawancara di Pusat Pengelolaan Sampah Al-Anwar 3,
Sarang.
Follow @mira.mere
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 23

Mereka antusias bertanya dan berdiskusi dengan narasumber. Di sana, mereka


belajar tentang macam-macam sampah (organik dan non-organik) beserta cara
pengolahannya.

Murid-murid juga melihat sampah dipilah sesuai jenisnya agar memudahkan


saat pengolahan. Untuk sampah non-organik plastik keras, nantinya dicacah
menggunakan mesin pencacah. Sedangkan sampah plastik lunak, dibakar di
tempat khusus. Abu hasil pembakaran tersebut diolah lagi menjadi paving.

Keren sekali! Mengubah barang yang dianggap tak berguna menjadi sebuah
produk yang bisa dimanfaatkan.

Sedangkan sampah organik biasanya dijadikan sebagai makanan hewan ternak,


seperti ayam dan bebek.

Selain menemukan permasalahan kebersihan lingkungan, murid-murid juga


diajak menemukan serta menyadari permasalahan terkait kebersihan diri. Seperti
kuku panjang dan kotor, berjalan di tanah tanpa alas kaki, dan tidak mencuci
tangan sebelum makan. Murid-murid melakukan pendataan kebersihan diri di
setiap kelas. Mereka mengecek murid dan guru satu per satu.

Ternyata banyak temuan tentang kurangnya kesadaran murid-murid dalam


menjaga kebersihan diri.
24 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Untuk menggali informasi lebih detail, mereka melakukan wawancara dengan


salah seorang wali murid TK B Islam Umar Harun yang berprofesi sebagai
apoteker. Mereka belajar cara menjaga kebersihan diri, seperti memotong kuku
dan mandi secara rutin, mencuci tangan dan kaki setelah bermain, mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan. Selain itu, mereka juga belajar mengetahui
dampak buruk jika tidak menjaga kebersihan diri.

Dengan menggunakan media belajar yang menarik, murid-murid semangat dan


aktif berdiskusi.

Menariknya, mereka mampu menyampaikan informasi dan data-data hasil


wawancara terkait dengan usaha menjaga kebersihan diri dan lingkungan secara
detail dan bisa dipahami. Hal ini membuktikan pemahaman yang didapatkan
selama proses wawancara.

Data-data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis. Hasil analisis


tersebut menjadi ide-ide solusi dalam bentuk projek riset dan produknya.

Ada tiga macam projek riset yang menjadi pilihan murid, yaitu riset
menggambar, mewarnai, dan membuat cerita.

Dari pilihan riset tersebut, murid-murid memiliki produk riset yang beragam. Ada
poster, kaos, background photo booth, dan buku cerita bergambar.

Meski pilihan riset dan produknya bervariasi, semuanya memiliki tujuan yang
sama, yaitu mengampanyekan gerakan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Sasarannya adalah seluruh warga Sekolah Islam Umar Harun.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 25
Setiap murid berkesempatan melakukan uji coba riset berulang kali tanpa
melupakan refleksi.

Murid-murid yang memilih riset menggambar dan mewarnai, mereka terlebih


dahulu menentukan objek uji coba dan produk akhirnya. Objek yang dipilih
tentunya yang berkaitan dengan tema riset menjaga kebersihan diri dan
lingkungan.

Sedangkan untuk murid yang memilih riset membuat cerita, tema ceritanya
seputar menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Setelah melewati serangkaian
uji coba, dilanjutkan dengan presentasi hasil ujicoba dan refleksinya.

Tak sekadar presentasi, produk-produk risetnya juga dikampanyekan kepada


warga Sekolah Islam Umar Harun. Ada yang kampanye melalui poster, kaos, dan
background photo booth berupa gambar berisi ajakan menjaga kebersihan diri
dan lingkungan.

Ada juga yang berkampanye melalui buku cerita bergambar yang


diperjualbelikan. Harapannya, semakin banyak yang tergerak untuk menjaga
kebersihan.

Melalui rangkaian dan tahapan belajar riset, murid-murid lebih peka terhadap
kebersihan diri dan lingkungan. Mereka bersemangat mengingatkan orang tua,
teman, bahkan guru yang belum menjaga kebersihan.

"
26 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

“Cuci tangan dulu, kan mau makan."

"Hayo, jangan buang sampah sembarangan. Jaga kebersihan."

Kalimat-kalimat seperti itu seringkali saya dengar dari lisan murid-murid TK B.


Mereka lebih antusias menerapkan pemilahan sampah dengan membuang
sampah pada tempatnya sesuai kategorinya.

Duh, senangnya hati ini. Anak seusia mereka bisa berkontribusi dalam
menyelesaikan permasalah di lingkungannya dan mengajak orang lain
melakukan perubahan.

Saya merasa bahwa pembelajaran berbasis projek sangat efektif dan berdampak.
Murid terlibat langsung dalam setiap proses, diajak berempati terhadap
lingkungan dengan mengidentifikasi dan memahami permasalahan yang ada,
lalu menentukan solusi. Sejak dini murid sudah terbiasa menyelesaikan
permasalahan.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 27

“ “Duh, senangnya hati ini. Anak


seusia mereka bisa berkontribusi
dalam menyelesaikan permasalah
di lingkungannya dan mengajak
orang lain melakukan perubahan.”

— Siti Mir’atul Af’idah —


28 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Praktik Baik Pembelajaran


Topik Umum

Praktik Pidato Berbuah


Kepercayaan Diri
dan Prestasi
Pada era digital saat ini, keterampilan berbahasa Inggris sangat diperlukan untuk
mempelajari banyak hal. Oleh karena itu, saya ingin murid-murid terampil
berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Sejak pertama masuk, saya menilai murid Kelas IX SMP Negeri 5 Kintap memiliki
keinginan kuat untuk dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan
orang-orang di sekitarnya. Mereka terpukau ketika saya kali memperkenalkan diri
saya dengan bahasa inggris yang menurut mereka sangat fasih. Mereka ingin fasih
berbahasa Inggris, tetapi kemampuan yang mereka miliki sangat minim karena
kegiatan belajar yang tidak rutin dan ketiadaan guru yang membersamai mereka
berbahasa Inggris.

Saya tergerak untuk mengakomodasi keinginan mereka. Pada tahap awal, saya
berharap murid dapat menggunakan bahasa Inggris ketika berkomunikasi dengan
orang lain.
Untuk mencapai hal itu, saya mempersiapkan beberapa
contoh pidato pendek berisi pesan moral yang baik;
mendiskusikan tema-tema yang murid sukai; berlatih
pidato di depan teman sekelas, di kelas-kelas lain, juga di
depan komite dan orang tua murid saat rapat komite, serta
Penulis

berbicara di depan umum.

Pada awalnya, murid-murid mengalami kesulitan karena


hal ini tidak pernah dilakukan. Apalagi sebagian pendengar
Evelyn Simanjuntak
mengolok-olok cara mereka berpidato. Hal ini tentunya
SMP NEGERI 5 KINTAP menjadi tantangan bagi saya untuk memaksimalkan
Follow
potensi murid dan untuk meyakinkan bahwa mereka akan
@evelynn_simanjuntak mampu mengatasi hambatan tersebut.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 29
Ketika masuk kelas, saya mengawali proses pembelajaran dengan menceritakan
betapa menyenangkannya berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Selain itu, saya
juga menekankan bahwa kemampuan tersebut memberi banyak manfaat dalam
pergaulan, dunia kerja, pencarian informasi-informasi secara digital, dan pencarian
informasi teknologi lainnya

Wah, murid yang mendengar mulai tertarik. Mereka semakin termotivasi saat
melihat contoh-contoh orang yang berpidato dalam bahasa Inggris. Ternyata,
banyak sekali hal-hal menarik yang bisa dilakukan bila seseorang terampil
berbahasa Inggris.

Keinginan murid untuk mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris menjadi


penyemangat bagi saya untuk mengajak murid melakukan kegiatan berpidato
bahasa Inggris. Saya memberikan contoh berpidato dengan tema “Peran Generasi
Muda Mengisi Kemerdekaan Indonesia.” Saat saya memberikan contoh pidato dan
meminta mereka menirukan beberapa istilah bahasa Inggris, banyak dari mereka
merasa asing dengan kata-kata yang saya ucapkan. Bahkan, mereka
menertawakan cara saya berbicara. Namun, ada beberapa murid yang tertarik dan
bersungguh-sungguh menirukan cara saya mengucapkan. Mereka mau mencoba
mempraktikkan pidato dengan cara mereka.

Memang, banyak kesalahan yang mereka lakukan. Wajar. Hal ini menjadi tahap
awal yang menggembirakan karena sudah ada keinginan untuk mencoba.
Beberapa murid yang sudah mulai fasih berpidato, berkeliling ke kelas lainnya
untuk tampil dan memberikan motivasi kepada teman di luar kelas mereka.
30 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Beberapa murid kelas yang lain merasa takjub dengan kemampuan teman
mereka. Tentu saja rasa takjub tersebut memotivasi murid untuk semakin
mengasah kemampuan mereka.

Setelah itu, saya memanfaatkan aset lingkungan sekolah yang dikelilingi beberapa
perusahaan besar yang juga mengadakan kelas bahasa Inggris. Kami berbagi ilmu.
Saat mereka belajar bahasa Inggris, murid saya yang telah fasih berpidato tampil di
kelas bahasa Inggris yang diadakan oleh perusahaan tersebut.

Hal itu sangat membanggakan kami‒guru dan orang tua murid. Di kelas tersebut,
murid saya berkomunikasi dalam bahasa Inggris, berbagi pengalaman belajar
bahasa Inggris, dan belajar mengungkapkan pendapat kepada orang yang lebih
tua dengan cara yang santun.

Teknik berlatih pidato di depan umum membuahkan hasil yang tidak


mengecewakan. Dengan sering berlatih, murid menjadi semakin percaya diri
berbicara di depan umum. Bahkan, meraih prestasi dalam kejuaraan berpidato
bahasa Inggris di tingkat kabupaten.

Kemampuan berkomunikasi tersebut berimbas juga kepada keterampilan


bercerita dalam bahasa Indonesia. Mereka berpartisipasi dalam lomba berbalas
pantun dan meraih prestasi dalam lomba bercerita tingkat kabupaten.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 31
Prestasi tersebut memberi motivasi yang luar biasa kepada murid-murid lainnya
dan membuat para orang tua murid bangga dengan kepercayaan diri murid-murid
dalam berkomunikasi.

Langkah-langkah kecil yang telah


dilakukan beberapa murid
membawa dampak yang
mengundang prestasi-prestasi yang
belum pernah diraih selama ini.
Kegiatan berpidato di lingkungan
sekolah membuahkan hasil yang
menggembirakan. Para murid
berani berkomunikasi dalam bahasa
Inggris dengan orang-orang di
sekitarnya. Kepercayaan diri murid
meningkat dalam menyampaikan
pendapat didepan orang banyak.

Dampak kedua yang juga sangat


membanggakan adalah murid
terbiasa berbagi cerita tentang
tantangan-tantangan yang mereka
hadapi dalam berlatih bahasa
Inggris. Mereka bercerita bagaimana
mengatasi kesulitan-kesulitan
dalam hal pengucapan, kosakata,
dan tata bahasa Inggris dengan
orang-orang di sekitarnya.

Ketiga, murid dapat menjalin komunikasi dengan orang yang lebih dewasa di
lingkungan perusahaan sekitar sekolah. Hal tersebut sangat penting untuk
memupuk kepercayaan diri murid dalam berkomunikasi dengan orang yang lebih
dewasa dengan cara yang santun.

Berdasarkan pengalaman tersebut, potensi murid dalam bidang lain, seperti


bercerita, bermain peran, dan berbagai bentuk komunikasi lainnya juga dapat
dikembangkan bila dibiasakan tampil di depan umum. Hal tersebut akan semakin
berkembang bila terjadi kesepakatan antara murid untuk mengekspresikan
keterampilannya dalam bentuk yang disukai murid. Semoga praktik baik ini
menjadi inspirasi bagi guru lainnya untuk dapat menumbuhkan kemampuan
berkomunikasi murid di sekolah masing-masing.
32 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8


“Murid terbiasa berbagi cerita tentang
tantangan-tantangan yang mereka
hadapi dalam berlatih bahasa Inggris.
Mereka bercerita bagaimana
mengatasi kesulitan-kesulitan dalam
hal pengucapan, kosakata, dan tata
bahasa Inggris dengan orang-orang di
sekitarnya.”

— Evelyn Simanjuntak —
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 33
Praktik Baik Pembelajaran
Topik Umum

Drama Berbahasa Jawa


Bukan Sekadar Membuat
Murid Cinta Budaya
Di SMP Negeri 4 Pemalang, tempat saya bertugas, sebagian besar muridnya
menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Saya ingin mereka
dalam menggunakan ragam bahasa Jawa (ngoko dan krama) dalam pergaulan di
sekolah maupun di masyarakat. Bahkan, saat pembelajaran berlangsung.

Saya berharap, ketika terbiasa menggunakan ragam bahasa Jawa di sekolah dan di
lingkungan masyarakat, mereka dapat melestarikan bahasa ibu serta tidak malu
lagi karena dibilang udik atau kampungan.

Saya membuat kelompok. Satu kelas saya bagi menjadi 4 kelompok. setiap
kelompok terdiri dari 7 atau 8 murid. Tujuan saya adalah mereka dapat mencari,
menulis, serta menggunakan bahasa ibu dalam praktik berbicara sebagai wujud
murid yang memiliki karakter dan sopan santun beretika dalam pergaulan atau
bermasyarakat.

Dalam setiap kelompok terdapat murid yang sama sekali tidak dapat
menggunakan bahasa ibu. Salah satunya Sheysha.

Maklum, dia pindahan dari Jakarta.


Ketika kelompoknya mendapat giliran ke depan kelas,
Penulis

Sheysha melangkah ragu-ragu. Dia beralasan tidak


mengikuti latihan bersama teman-temannya di depan
kelas.

Kemudian saya mendekati Sheysha dan mengajaknya


Antin Triswanti maju. Dia tidak sendirian, ada teman sekelompok yang
SMP Negeri 4 Pemalang
akan membantunya. Apabila teman dalam kelompoknya
Follow @antinnovia tidak bisa membantu, akan saya bantu.
34 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Sheysha maju dengan muka pucat pasi. Dia terbata-bata dalam berucap sehingga
sempat menimbulkan keriuhan di kelas.

Saya ingin semua murid dapat berdialog menggunakan bahasa Jawa, setidaknya
bahasa ngoko, termasuk Sheysha. Saya berusaha semaksimal mungkin agar setiap
murid mampu menggunakan bahasa Jawa walaupun secara minimal. Setidaknya
mereka mengerti, syukur-syukur dapat berdialog dalam wadah drama tradisional
berbahasa jawa.

Selain Sheysha, ada Diandro, yang walaupun dapat menggunakan bahasa Jawa,
tetapi masih ragu-ragu dalam mengucapkannya karena takut salah. Konsentrasi
yang lemah membuatnya lamban dalam melakukan praktik tersebut. Bahkan, dia
sering tersenyum sambil berkata atau berperan dalam memainkan salah satu
tokoh drama tersebut.

Sheysha, menurut guru lainnya, memiliki rasa kepercayaan dirinya yang lemah
dibandingkan dengan teman-temannya. Apabila ada kendala, dia malu bertanya
kepada teman maupun guru mapelnya.

Tentu saja menangani kedua murid ini memiliki tantangan tersendiri. Oleh
karenanya, saya terus berupaya untuk mencari ide-ide kreatif agar mereka terlibat
dalam proses pembelajaran.

Saya mulai dengan pendekatan personal kepada Sheysha dan Diandro. Saya
menyempatkan diri mengajak mereka berdiskusi tentang kebiasaan yang mereka
lakukan saat berada di rumah serta menanyakan apa yang mereka senangi saat
pulang dari sekolah.

Untuk mengetahui informasi lebih banyak, saya berbicara dengan orang tua
mereka dan berdiskusi dengan wali kelas serta guru BK yang menanganinya.

Agar memahami lebih jauh tentang cara meningkatkan kemampuan murid


menggunakan bahasa Jawa melalui praktik berbicara dalam drama tradisional
jawa, saya belajar melalui berbagai sumber dan beberapa kamus berbahasa Jawa
yang ada di perpustakaan untuk memperdalam kosakata bahasa ibu. Saya juga
banyak membaca majalah Panjebar Semangat dan Cerita Rakyat yang tersedia di
perpustakaan sekolah kami.

Akhirnya, saya menemukan ide untuk melakukan kegiatan praktik berbicara


dalam drama tradisional jawa sebagai strategi agar murid dapat menggunakan
bahasa ibu di depan kelas, di lingkungan sekolah, bahkan di rumah dan
lingkungan masyarakat. lingkungan masyarakat.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 35
Setiap jam pertama pelajaran Bahasa Jawa, saya meminta ketua kelas memimpin
doa dan memberi salam menggunakan bahasa Jawa. Saat jam terakhir pun
demikian. Hal ini saya lakukan agar murid terbiasa mendengar dan berbicara
dengan ragam bahasa ibu.

Awalnya, semua secara bergiliran memerankan tokohnya masing-masing. Ternyata,


banyak murid yang merasa senang dengan perannya. Setiap kelompok
menampilkan drama dengan kisah yang berbeda-beda. Mulai dari drama keluarga
sehari-hari sampai dongeng dan legenda. Ada yang menjadi raja, prajurit, tukang
sayur, kakek, mbok randha yang membuat mereka tampil tidak seperti biasanya.
Banyak yang merasa bahagia dan terhibur. Mereka menantikan jadwal tampil
dengan rasa antusias dan bahagia karena setiap murid ingin menampilkan yang
terbaik. Semua murid senang dan menikmati kegiatan tersebut.

Ketika giliran kelompoknya tampil, Sheysha menggeleng sambil tersipu malu.


Walau sudah saya bujuk, dia tetap tidak mau.

Saya beralih ke Diandro yang belum bisa menguasai dirinya sendiri untuk lebih
percaya diri tampil di depan teman-temannya. Akhirnya saya memberikan
kesempatan untuk tampil berikutnya agar mempersiapkan dengan sempurna dan
mengurangi rasa groginya.

Dokumentasi penampilan drama dari salah satu kelompok

Beberapa kelompok sudah menampilkan dramanya. Ada yang hafal dialognya, ada
pula yang setengah-setengah sehingga membuat gelak tawa di ruang kelas.
36 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Melihat murid antusias dengan praktik drama tersebut, saya menyiapkan 2 jam
pelajaran untuk melakukan penilaian praktik tersebut.

Ketika jam pelajaran hampir berakhir, saya bertanya, apakah mereka senang
dengan praktik drama itu. Mereka menjawab dengan jawaban yang: senang
dengan kegiatan praktik drama tradisional.

Saya mengajak mereka berdiskusi mengenai waktu yang dibutuhkan untuk


kegiatan tersebut karena ada beberapa kelompok yang belum sempat tampil.
Akhirnya, mereka menyepakati pertemuan selanjutnya untuk praktik tanpa naskah,
harus dihafalkan.

Setelah berjalan 2 minggu, semua murid terbiasa tampil di depan kelas dan
berdialog menggunakan bahasa Jawa dengan baik. Murid yang awalnya kurang
percaya diri dan tidak antusias menjadi lebih tertantang dalam menggunakan
bahasa ibu.

Sheysha, murid yang awalnya tidak bisa menggunakan bahasa Jawa, kini rajin
bertanya kosakata bahasa Jawa. Bahkan, mencobanya saat kegiatan di sekolah dan
dengan keluarganya. Sejak saat itu, jika saya atau temannya bertanya, Sheysha
bisa menjawab dengan beberapa kata, bahkan kalimat dalam bahasa Jawa.

Mendampingi murid yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang
berbeda serta kurang memiliki rasa kepercayaan memberi pelajaran yang sangat
berharga bagi saya. Pertama, seorang guru harus tetap positive thinking kepada
muridnya. Tidak boleh berputus asa. Apalagi mengambil kesimpulan bahwa murid
susah diatur.

Kedua, melalui kegiatan praktik berbicara dalam drama tradisional Jawa, banyak
hal yang dapat murid pelajari. Di antaranya, murid tanpa terasa belajar kosakata
baru dari temannya, cara berkomunikasi, belajar menyimak, dan menghargai
teman yang sedang berbicara. Ternyata, belajar dari teman sebaya juga lingkungan
keluarga sangat berpengaruh.

Ketiga, ketika kita memberi kepercayaan, murid akan merasa dibutuhkan dan
bertanggung jawab dengan sepenuhnya melaksanakan kegiatan belajar. Ketika
mengalami kegagalan atau ada masalah dalam pembelajaran, kita harus banyak
belajar memahami karakter murid serta menerapkan pembelajaran yang menarik
agar murid merasa tertarik, bahkan antusias saat kegiatan pembelajaran.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 37

“ “Ketika kita memberi


kepercayaan, murid akan
merasa dibutuhkan dan
bertanggung jawab dengan
sepenuhnya melaksanakan
kegiatan belajar.”

— Antin Triswanti —
38 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Praktik Baik Pembelajaran


Topik Umum

Meretas Keterbatasan Laboratorium


dengan Tetesan Betadine
Persoalan terbesar di ruang kelas adalah ketika murid tidak merasa belajar
apa-apa, sementara guru merasa sudah mengajar—bahkan dengan performa
terbaik.

Permasalahan di kelasku, aku sering melihat tatapan-tatapan kosong murid


ketika aku masuk. Apakah mereka merasa sekolah adalah hukuman? Ah, sering
ini menjadi hal yang membuatku serba salah. Sungguh, ini dilematis sekali!

Sebagai guru IPA yang harus mumpuni mengajar pasca-pandemi


COVID-19—yang tentu belum sembuh dengan segala fenomena menjengkelkan
learning loss yang masih akut diidap murid—aku harus mampu menemukan
pemahaman konsep di tengah keterbatasan selama proses belajar. Sekolah
negeri di daerah, dengan latar belakang murid menengah ke bawah memang
menghadirkan pengalaman ngeri-ngeri sedap yang mau tak mau harus
kunikmati. Harus!

Pengalaman belajar uji makanan sering kulewatkan karena keterbatasan alat dan
bahan di laboratorium IPA. Indikator tidak tersedia. Tentu saja bukan pilihan bijak
jika membebankannya kepada murid. Namun, kerinduan terbesarku sebagai
seorang guru adalah menghadirkan kelas yang tidak sekadar menyenangkan,
tetapi juga memberi pengalaman belajar bermakna yang memantik growth
mindset dan proses berpikir kritis pada murid.

Aku tertantang untuk menghadirkan materi tersebut


dengan pembelajaran kontekstual. Aku menilik apa
Penulis

saja benda-benda atau bahan-bahan di lingkungan


sekitar yang dengan mudah ditemukan murid untuk
kami pergunakan sebagai bahan, bahkan tanpa harus
keluar rumah.
Erlina Anriani Siahaan
SMP Negeri 4 Kota Pematang Siantar

Follow @erlina__siahaan
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 39
Aku mendapat pencerahan ketika menceritakan keresahanku tersebut kepada
seorang rekan guru—kakak seniorku lebih tepatnya—Kak Imelda Sianipar. Aku
kemudian mengaitkan kebutuhan belajar muridku dan apa yang ada di sekitar
rumah yang dengan sangat mudah ditemukan murid.

Aku memulai dengan pembelajaran sederhana. yakni mengadakan uji karbohidrat


pada makanan dengan menggunakan Betadine. Ya, Betadine.

Mengapa Betadine? Iodine adalah bahan yang dijadikan sebagai indikator bahan
makanan yang mengandung karbohidrat. Betadine yang menjadi obat luka dapat
diadopsi sebagai pengganti iodine.

Pemilihan bahan makanan kupilih berdasarkan hasil asesmen murid. Mayoritas


mereka tahu dengan baik nasi mengandung karbohidrat, tetapi tidak demikian
dengan kentang dan biskuit. Ini persoalan yang harus dipecahkan lewat
pengalaman belajar mereka.

Dokumentasi saat melakukan uji kandungan makanan bersama dengan murid-murid.

Ketika aku menawarkan akan menguji kandungan makanan tersebut dengan


melakukan uji karbohidrat, murid sangat tertarik. Mereka kemudian memilih gula,
telur, dan tahu sebagai bahan makanan yang akan kami teliti, apakah
mengandung karbohidrat atau tidak.
40 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Pemantik pembelajaran tetap pada porosku, tetapi soal proses, aku


memerdekakan murid. Ketika mereka memilih bahan makanan tersebut, why
not?

Aku memberi lembar penuntun praktikum setelah murid memahami teori


fenomena perubahan warna pada iodine ketika bertemu karbohidrat akan
berubah menjadi ungu kehitaman. Tidak akan berubah warna jika bahan
makanan yang ditetesi iodine tidak mengandung karbohidrat sama sekali.

Meski ini penemuan konsep, aku justru lebih menekankan pembelajaran yang
bermakna yang melibatkan murid. Tidak semata menyelesaikan tagihan tujuan
pembelajaran, tetapi juga menajamkan cipta, menghaluskan rasa, menguatkan
karsa, dan membuat mereka bangga pada hasil pemikiran dan kreativitasnya.
Selain itu, juga menguatkan bonding antar-sesama murid dan denganku.

Ah, Kurikulum Merdeka memang sangat memberi ruang itu lewat pemangkasan
materi yang tidak tanggung-tanggung.

Meski percobaan sederhana dengan menggunakan irisan tahu, kentang, telur,


sebuah biskuit, sesendok gula pasir, dan sesendok nasi ini kami lakukan di atas
selembar kertas HVS, yang lantas ditetesi Betadine, tetapi mereka sangat
menikmati detik-detik ketika warna Betadine berubah. Sebelum perubahan itu
terjadi, mereka tampak menatap dengan fokus pada tiap bahan uji makanan di
atas kertas HVS kelompok mereka masing-masing.

Ketika akhirnya mereka menyerahkan lembar pengamatannya dengan gagah


dan mata berbinar, aku merasa percaya diri bahwa mereka sudah benar-benar
belajar di kelasku. Sesederhana itu dan itu cukup memekarkan dadaku.

Apalagi ketika mereka dengan percaya diri membacakan hasil pengamatan


mereka dan berdiskusi bersama-sama antarkelompok untuk menentukan
apakah bahan makanan tersebut mengandung karbohidrat atau tidak.

Sungguh, aku melihat ketika muridku yang semula acuh tak acuh di kelas, yang
menatap dengan kosong, yang kurang peduli dengan kelas, yang sepertinya
merindukan tempat tidurnya, hari itu mereka tampak bernyawa di kelasku.
Bahkan, muridku yang masih tergagap-gagap membaca, berani menyampaikan
pertanyaannya meski dengan malu-malu. “Gula, telur, dan tahu tidak mengalami
perubahan warna, Bu. Apakah artinya tidak mengandung karbohidrat?”
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 41
Aku mengelus punggungnya, memberi penguatan dan berbisik, “Kamu keren,
Sayang.”

Ia menarik kedua sudut bibirnya ketika teman sebangkunya mengacungkan


tangan dan menjawab pertanyaannya dengan antusias.

Hal yang kupelajari hari itu, selain harus kreatif dalam menciptakan ruang kelas
yang mampu mengakomodasi kebutuhan belajar setiap murid, guru juga harus
mampu menjadikan pelajaran itu dalam daily circle, bukan sesuatu yang jauh dari
keseharian. Pembelajaran kontekstual tentu akan menyisakan pengalaman
bermakna yang jauh lebih dalam dan bermakna.

Aku juga semakin memahami, pembelajaran di ruang kelas bukan semata


berbicara mengajarkan konsep, tetapi bagaimana mencintai, mendengarkan,
melibatkan, bahkan mempercayakan keputusan kelas kepada murid. Kelas yang
tidak semata berpusat kepada murid, tetapi juga menciptakan support system
yang bernyawa.

Murid tidak butuh guru hebat, tetapi mereka butuh guru yang mengamongi tanpa
tedeng aling-aling.

Ini sebuah kisah yang akan terus mengamini—meski dengan segala


kekurangannya—bahwa guru tidak akan pernah berhenti menjadi guru belajar
sepanjang hayat demi ruang-ruang kelas yang menghadirkan murid yang mampu
mencerminkan Profil Pelajar Pancasila.

Panjang umur perjuangan! Guru belajar sampai akhir.


42 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

““Pembelajaran di ruang kelas


bukan semata berbicara
mengajarkan konsep, tetapi
bagaimana mencintai,
mendengarkan, melibatkan,
bahkan mempercayakan
keputusan kelas kepada murid.”

— Erlina Anriani Siahaan —


Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 43
Praktik Baik Pembelajaran
Topik Umum

Komunikasi adalah Kunci


untuk Menemukan Solusi
Saya adalah guru kelas 1 SD. Tahun pelajaran ini merupakan kali kedua saya
mendapatkan amanah menjadi guru kelas 1 SD. Saya pikir, tahun kedua lebih
mudah karena saya sudah memiliki pengalaman padai tahun sebelumnya.
Ternyata saya melupakan variabel penting yang sangat membedakan tahun ini
dan tahun sebelumnya. Tahun ini, murid-murid masuk seratus persen setelah
pandemi mewabah di Indonesia. Sedangkan tahun sebelumnya, murid-murid
belajar secara daring dari rumah.

Apa bedanya? Saat pembelajaran secara daring, wali murid banyak membantu
dalam mendampingi belajar. Sedangkan saat belajar di sekolah, murid-murid
belajar mandiri, tanpa pendampingan wali murid. Tentu menjadi tanggung jawab
dan tantangan yang lumayan besar bagi guru kelas. Saya ingat betul, betapa
stresnya saya pada minggu pertama sekolah. Saya merasa perlu lebih banyak
belajar untuk menyesuaikan diri menjadi guru kelas 1 SD.

Kondisi murid sebelum dan sesudah pandemi juga sangat berbeda. Mayoritas
murid sudah akrab dengan gawai, berbeda dengan sebelum adanya pandemi. Apa
akibatnya? Banyak perilaku, perkataan, dan tingkah yang dipengaruhi apa yang
mereka saksikan melalui gawai.

Di sekolah saya, guru kelas juga merangkap sebagai guru


bidang. Selain sebagai wali kelas satu, saya juga mengajar
literasi di fase A, yang terdiri dari kelas 1 dan 2. Jadi, tidak
Penulis

setiap hari mengajar di kelas saya sendiri. Ada juga


guru-guru bidang lain yang mengajar di kelas saya.

Suatu hari, murid sedang belajar Pendidikan Agama Islam


(PAI). Dalam proses belajar, murid dibagi dalam beberapa
Lilik Nur Indah Sari
kelompok belajar. Murid diberi kesempatan untuk
SD Islam Nurul Hikmah
memilih ingin bersama siapa, sesuai dengan yang mereka
Follow @liliknis kehendaki.
44 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Sebenarnya hal ini bukan masalah. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika
jumlah anggota kelompok timpang. Ada yang bergerombol penuh, ada yang
sedikit. Bahkan, ada yang tidak mendapatkan teman.

Dalam kondisi ini, guru PAI merasa perlu membangun komunikasi untuk
mengatur komposisi kelompok. Ternyata, setelah adanya komunikasi, ada murid
yang merasa ditolak oleh temannya. Teman yang diinginkan untuk belajar bersama
tidak mau. Lalu murid ini emosi dan meluapkannya dengan menangis. Sambil
menangis, di lari ke luar gerbang dan bersembunyi di tempat jualan kelapa muda.
Dua bangunan dari sekolah kami ada tukang jualan kelapa muda.

Kondisi ini membuat rencana belajar PAI menjadi kacau. Beruntungnya di kelas
satu ada guru pendamping. Guru PAI bisa melanjutkan proses belajar. Guru
pendamping membujuk murid yang lari itu untuk kembali ke kelas dan mengikuti
proses belajar.

Sebagai wali kelas, saya mendapatkan laporan tentang dinamika yang terjadi di
kelas saat itu.

"Saya tidak tenang, Ustazah. Hati saya sakit ditolak ingin belajar sama dia," tutur
salah satu anak.

Saya merasa kaget dengan kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan


perasaannya. Terinspirasi dari mana? Sesaat kemudian saya tersadar bahwa kalimat
mereka terinspirasi dari gawai.

Yang saya lakukan saat itu adalah menenangkan murid-murid terlebih dahulu
sehingga suasana belajar menjadi lebih kondusif. Selanjutnya, saya berencana
untuk membicarakan kejadian ini keesokan harinya. Saya fokus menyelesaikan
bagaimana bersikap terlebih dahulu karena menyangkut keamanan jika terus
berulang keluar gerbang sekolah. Tentang pilihan diksi dan kalimat, bisa di lain
waktu dan dijadikan rangkaian projek pembelajaran setelah masalah pertama
selesai. Sejauh yang saya dengar masih aman, meskipun terdengar kurang pas
untuk murid kelas 1 SD.

Tibalah hari untuk membicarakan permasalahan yang terjadi. Saya mengajak


murid-murid untuk duduk melingkar di lantai. Dengan posisi yang nyaman dan
suasana yang hangat, saya memulai kelas dengan menanyakan kabar mereka
terlebih dahulu. Tepuk-tepuk untuk mencairkan suasana dan sedikit permainan
juga saya lakukan. Setelah itu, saya bertanya kepada mereka, apakah sudah siap
untuk belajar projek atau belum. Semua menjawab siap. Saya langsung masuk ke
inti masalah yang akan dibahas.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 45

"Anak-anak, kemarin Ustazah mendapatkan laporan ada di antara kalian yang


menangis lalu kabur keluar gerbang dan bersembunyi di tukang jualan kelapa.
Apakah betul demikian?" tanya saya.

"Betul, Ustazah," jawab mereka kompak.

"Oke. Siapa yang mau memulai bercerita?" ajak saya.

Satu per satu menceritakan kronologi kejadian, saling memberikan koreksi, dan
menguatkan cerita. Persis seperti laporan yang saya terima dari guru PAI dan guru
pendamping kelas.

Keberanian mereka untuk menceritakan kronologi secara jujur layak untuk diberi
apresiasi.

"Anak-anak, terima kasih, ya. Kalian mau menceritakan dengan jujur dan jelas.
Ustazah mengerti dan paham cerita kalian. Tepuk tangan dulu, yuk, buat kita
semua!" ajak saya.

Setelah semua dalam kondisi nyaman, perasaan tenang, saya kembali mengajukan
pertanyaan.

"Menurut kalian, berantem dengan teman lalu nangis dan lari keluar gerbang itu
baik apa tidak?"

"Tidak baik, Ustazah," jawab mereka kompak.


46 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

"Kenapa?" tanya saya lagi

"Karena tidak aman. Bagaimana kalau ketabrak saat keluar gerbang? Juga bikin
belajar jadi tidak nyaman kalau pada berantem," jawab mereka saling menimpali.

"Nah, betul. Itu kalian tahu. Lalu … apa, ya, yang harus kita lakukan agar tidak
terjadi lagi?"

"Kita perbarui kesepakatan kelas kita saja, Ustazah," jawab salah satu murid yang
disetujui oleh murid lain.

Murid-murid sudah akrab dengan kesepakatan kelas karena sudah saya


perkenalkan sebelumnya. Kami sudah memiliki kesepakatan kelas, tetapi belum
ada poin yang menyatakan harus bersikap bagaimana kalau berantem atau
merasa kecewa.

Lalu, hasil diskusi kami menghasilkan satu poin untuk ditambahkan dalam
kesepakatan kelas, yaitu tidak akan lari keluar gerbang sekolah jika berantem atau
kecewa dengan teman. Jika melanggar, konsekuensinya akan mendapatkan
catatan dari wali kelas tentang perilaku yang tidak sesuai dengan kesepakatan
bersama.

Satu jam pembelajaran projek menghasilkan solusi yang disepakati bersama untuk
menjadi pijakan berperilaku di kelas.

Sebagai wali kelas, saya senang dan bangga bisa memandu anak-anak untuk
melihat permasalahan secara utuh lalu merumuskan solusi bersama. Solusinya
sederhana karena memang yang merumuskan murid-murid kelas 1 SD. Bisa
merumuskan solusi dengan tenang dan menyepakatinya bersama adalah
pencapaian yang luar biasa untuk mereka.

Lalu, apa tugas saya sebagai guru? Saya membantu mengawasi dan mengontrol
pelaksanaan kesepakatan yang sudah mereka rumuskan. Proses belajar ini tidak
selesai hanya dengan merumuskan kesepakatan. Hal yang menjadi inti dari
pembelajarannya adalah bagaimana mematuhi kesepakatan yang sudah disetujui
bersama.

Pelajaran yang saya dapatkan dalam setiap proses belajar bersama murid adalah
pentingnya memberikan ruang kepada mereka untuk menyampaikan.
Mendengarkan dengan sepenuh hati, sepenuh tubuh. Bukan untuk menjawab
atau menyanggah.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 47
Membiasakan murid untuk berani menyampaikan adalah langkah awal
membangun regulasi diri mereka, yang tentu saja membangunnya tidak instan.
Perlu dikenalkan sejak dini. Caranya bagaimana? Dengan selalu memberi
kesempatan kepada mereka untuk terlibat. Merumuskan kesepakatan kelas
bersama merupakan salah satu contoh melibatkan murid. Mereka belajar untuk
melihat permasalahan secara menyeluruh, merumuskan solusi, melakukan uji coba
terhadap solusi yang disepakati, dan merefleksikan pelaksanaannya.
48 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

““Membiasakan murid untuk


berani menyampaikan adalah
langkah awal membangun
regulasi diri mereka.”

— Li’lli Nur Indah Sari —


Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 49
Praktik Baik Pembelajaran
Topik Umum

Di Kelas Saya, Murid Boleh


Melakukan Apa Saja

Belasan tahun saya mengajar, ada banyak hal yang membuat saya begitu terpukau
dengan dunia tersebut. Salah satunya adalah bagaimana kita “menertibkan” (baca:
mengajarkan berlaku tertib) murid. Peraturan adalah sarana yang dipandang
efektif dan paling sederhana untuk mencapai tujuan tersebut. Maka tak
mengherankan ketika masuk ke sebuah kelas di suatu sekolah, saya menemukan
ada 36 butir peraturan berikut konsekuensi. Jidat saya berkerut, dan tentu saja
bengong setelahnya.

Namun, akhirnya saya merasa geli setelah sejenak menenangkan diri dan mencoba
berpikir jernih. Bukan bermaksud menertawakan. Bagi saya semakin banyak
peraturan bagi murid, berarti semakin lucu diri kita ini.

Misalnya begini, di kelas kita bikin peraturan dengan lima belas poin larangan.
Suatu ketika ada murid yang melakukan sebuah tindakan tidak patut (indispliner)
yang belum ter-cover dalam peraturan yang dibuat, apakah murid tersebut
dinyatakan melanggar peraturan? Peraturan mana yang dilanggar? Kan tidak ada
ada dalam poin‐poin peraturan yang dibuat. Apakah
kemudian kita akan menambahkan poin baru?
Itu berarti kita tidak antisipatif.
Penulis

Inilah yang saya sebut lucu dan membuat saya geli.


Peraturan di mana‐mana pasti disertai sanksi.
Peraturan pasti bersifat membatasi. Di satu sisi, dunia
murid (dunia anak) adalah tempat yang begitu
Suhud Rois
SD Peradaban Insan Mulia
dinamis. Mereka butuh banyak mencoba dan
bereksplorasi. Peraturan yang ketat dengan ancaman
Follow @suhudrois
sanksi akan membatasi ruang geraknya.
50 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Ingat, kan, bahwa pendidikan itu tujuannya mengembangkan murid? Kalau


ternyata kita sendiri yang membatasi mereka untuk berkembang, bukankah itu
sesuatu yang lucu?

Inilah tantangannya, bagaimana membiasakan murid berlaku sesuai norma dan


nilai kesantunan tanpa terkekang kebebasan ekspresi dan eksplorasinya.

Itu yang pertama. Kedua, bagaimana membuat sebuah peraturan yang bisa
melatih keterampilan berpikir murid. Kebanyakan peraturan dibuat dalam kalimat
yang tegas. Maksudnya tidak untuk ditafsirkan. Tidak ada kesempatan melatih
murid berpikir.

Ketiga, bagaimana membuat peraturan yang sederhana, mudah dipahami dan


diterima murid, tapi mampu meng‐cover semua perilaku yang tidak diharapkan.
Benar sekali, kita harus mengajarkan anak untuk tahu aturan, tidak berlaku
seenaknya sendiri, dan menghargai orang lain. Kalau tanpa peraturan, lalu dengan
apa?

Momen ketika saya membangun kesepakatan dengan murid

Beruntung saya menemukan jawabannya. Tidak usah bikin peraturan! Setiap awal
tahun pelajaran, saat kali pertama masuk kelas, saya ajak murid-murid
menyebutkan peraturan di kelas. Saya tulis semua usulan mereka. Setelah tidak
ada lagi yang memberi pendapat, saya bacakan draft peraturan yang mereka
usulkan.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 51
“Wow, ternyata banyak, ya,” komentar saya.

Lalu saya kasih contoh perbuatan yang tidak semestinya dilakukan, tapi belum ada
peraturan yang melarangnya.

“Bagaimana kalau ada yang melakukannya?” tanya saya.

“Tambah lagi peraturannya, Pak.” Begitu biasanya jawaban mereka.

Saya sebutkan lagi banyak contoh perbuatan yang belum ada aturannya.

“Apakah semuanya akan dimasukkan ke dalam peraturan?” tanya saya. “Memang


kalau banyak aturan, kalian suka?”

Pada akhirnya saya katakan, “Kalian boleh melakukan apa saja asal tidak
merugikan diri sendiri dan orang lain.”

Sudah, cukup itu saja. Pendek, simpel, jelas, dan antisipatif. Di samping itu juga
tidak membuat murid takut. Justru mereka merasa aman dan nyaman. Kan boleh
melakukan apa saja.

Tidak merugikan diri sendiri dan


orang lain. Itu kuncinya. Saya ajak
murid-murid memahami betul
kalimat tersebut dengan contoh
perbuatan. Akhirnya mereka sadar
bahwa apa pun yang bersifat
merugikan tidak boleh dilakukan. Apa
saja itu? Banyak, dan tentu saja tidak
akan cukup untuk menuliskan
daftarnya. Selain itu, memang tidak
perlu didaftar.

Tentu saja hal ini tidak otomatis


membuat murid jadi tertib seratus
persen. Justru, ketika mereka
melakukan tindakan yang merugikan,
itulah saatnya menyadarkan dan
membelajarkan bahwa hal tersebut
Dokumentasi ketika saya membangun tidak perlu dilakukan. Ketika hal itu
kesepakatan dengan murid terjadi, murid saya
52 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

murid saya minta untuk menilai apakah perbuatannya merugikan atau tidak.
Merugikan siapa? Apa kerugiannya? Harusnya bagaimana? Terus, apa yang akan
dilakukan selanjutnya?

Misalnya ada murid yang berkata dengan suara yang keras. Murid tersebut tidak
langsung saya tegur, tetapi saya nyatakan apa yang saya lihat atau dengar. Saya
akan katakan begini, “Pak Suhud dengar kamu tadi berkata keras. Apakah benar
seperti itu?”

Murid tidak disalahkan, tapi dimintai konfirmasi. Saya cukup mengatakan faktanya
saja dulu. Setelah itu barulah saya sampaikan apa yang saya rasakan. “Pak Suhud
kecewa dan tidak suka kamu berteriak ketika berbicara.”

Kemudian saya ajak anak tersebut memikirkan akibat dari perbuatannya.


“Menurut kamu, ketika kamu tadi berteriak, ada yang terganggu enggak?”

Pada saat inilah saya punya kesempatan untuk mengajak dia berpikir dan
menyadari perbuatan dan akibatnya, terutama bagi orang lain. Biasanya akibat
sebuah perbuatan diibaratkan bola salju yang menggelinding. Artinya, tidak hanya
merugikan satu orang saja, tetapi banyak orang yang dirugikan.

Jadi, sebenarnya bukan tanpa aturan, tapi peraturan yang dibuat sangat cair
sehingga apa pun perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan dapat dikategorikan
sebagai sesuatu yang merugikan dan tidak boleh dilakukan. Dengan demikian,
murid belajar berempati. Tindakannya bisa saja merugikan orang lain. Dirugikan itu
tidak enak, lo.

Di samping itu, murid juga terbiasa melakukan introspeksi. Murid berlatih


menemukan dan menyadari kesalahan tanpa dipersalahkan. Hal ini membuat
harga diri murid terjaga, yang ujungnya akan membuat mereka kian nyaman di
kelas.
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 53

“ “Ketika mereka melakukan


tindakan yang merugikan, itulah
saatnya menyadarkan
dan membelajarkan bahwa hal
tersebut tidak perlu dilakukan.”

— Suhud Rois —
54 Surat Kabar Guru Belajar | Edisi ke-40 Tahun ke-8

Profil
Guru Merdeka Belajar

Merdekakan Diri agar Bisa


Memerdekakan Murid Kita
Guru Merdeka Belajar adalah guru yang memiliki komitmen kuat untuk terus
berubah, untuk terus berkembang menjadi lebih baik. Untuk berubah, guru
perlu memerdekakan diri terlebih dahulu. Ketika guru telah mampu
memerdekakan diri, barulah ia bisa menjadi Guru Merdeka Belajar
bagi muridnya.

Bu Nurul Kiptiyah, seorang Kepala RA TaaT Qurrota A’yun,


Kota Blitar, Jawa Timur sangat meyakini hal tersebut.
Untuk menjadi Guru Merdeka Belajar, guru pertama-tama
perlu memerdekakan diri. Caranya adalah dengan terus
merefleksikan pengalaman mengajarnya.

Pada awalnya ia menjalani rutinitas sebagai guru


sebagaimana guru pada umumnya. Setiap hari ia
datang ke sekolah, menyampaikan materi pelajaran
kepada murid, mengajak murid ulangan,
lalu pulang. Begitu seterusnya.

Namun, ada sesuatu yang meresahkannya


saat ia mulai merefleksikan pembelajarannya
di kelas. Ternyata, murid belum begitu
Memahami apa yang ia sampaikan di kelas.
Hal ini mendorong Bu Nurul untuk terus belajar
dengan berkomunitas dan berkolaborasi
dengan guru-guru lain.

Mari simak wawancara Tim Redaksi SKGB


dengan Bu Nurul Kiptiyah!
Surat Kabar Guru Belajar | Pembelajaran Berbasis Projek 55
Mengapa menerapkan Merdeka Belajar?

“Dengan memberikan kemerdekaan dalam belajar sesungguhnya kita sebagai


guru tidak hanya menemukan potensi murid, tetapi juga akan turut sebagai
pembelajar karena guru pun dapat belajar dari murid.”

Bagaimana proses menjadi Guru Merdeka Belajar? Adakah


kesalahan dari praktik mengajar di masa lalu yang tidak
ingin diulang?

“Awalnya saya tidak merasakan keresahan dalam menjalani profesi guru. Datang
pagi, sampaikan materi pelajaran, ajak murid ulangan, kasih soal, dan begitu
seterusnya hingga jam pulang sekolah. Pola ini terulang terus selama
bertahun-tahun. Kemudian, saya mulai resah saat merasa ada yang perlu
diperbaiki dalam cara saya mengajar. Sebab, ternyata murid saya tidak benar-benar
paham atas pembelajaran yang saya berikan. Sejak itulah saya mulai belajar,
mencari teman dalam komunitas, dan berupaya berkolaborasi.

Pengalaman masa lalu yang tidak akan saya ulang adalah memaksa murid belajar
dengan cara saya sebagai guru, bukan melihat ketertarikan dan kemampuan
murid.”

Apa yang dirasakan setelah menerapkan Merdeka Belajar?

“Sangat luar biasa. Saya justru belajar banyak hal dari murid saya. Saya tidak
tertekan dengan target. Murid pun menikmati petualangan belajar bersama saya.”

Apa dampak terbesar bagi murid?

“Dengan diberikan kemerdekaan memilih area bermain dan belajarnya, murid


semakin maksimal dalam mengerahkan kemampuannya, pemahaman mereka
terhadap materi dapat terukur dengan beragam asesmen.”

Apa pesan untuk para guru?

“Jangan pernah takut keluar dari zona nyaman karena zona nyaman tak selalu
aman. Merdekakan diri sebagai guru untuk bisa memerdekakan murid dari
penjajahan belajar.”
MAU
KAUS
INI?
TELAH HADIR!

Dapatkan Info
Pembelian Kaos
#TumbuhBerkelanjutan
melalui:

@temupendidiknusantara

@gurubelajaresensial

Anda mungkin juga menyukai