Anda di halaman 1dari 41

BAB III

TEORI DASAR

Pemboran berarah (directional drilling) adalah suatu seni untuk

membelokan lubang sumur untuk kemudian diarahkan ke target yang sudah

direncanakan sebelumnya dan diinginkan seperti di dalam formasi yang tidak

terletak vertikal di bawah kepala sumur. Saat mengebor suatu formasi sebenarnya

dapat diharapkan lubang yang vertikal, karena dengan lubang yang vertikal

umumnya biaya yang dibutuhkan lebih murah dibandingkan pemboran berarah dan

juga untuk pengoperasiannya lebih mudah dibandingkan pemboran berarah. Jadi

pemboran berarah hanya dilakukan karena alasan-alasan terntentu dan keadaan

yang khusus saja karena biaya yang lebih mahal jika dibandingkan dengan

pemboran secara vertikal.

Berdasarkan lintasan lubang bor terdapat tiga macam jenis pemboran, antara

lain yaitu :

 Vertical Drilling (Pemboran Vertikal)

Pemboran yang memiliki lintasan bor menembus secara tegak lurus

terhadap tempat dan kedudukan menara bor.

 Directional Drilling ( Pemboran Berarah)

Teknik pemboran dimana teknik pemboran ini tidak dapat dilakukan untuk

pemboran vertical. Teknik pemboran dimana arah pemboran tersebut dapat

dibelokkan mengikuti lintasan yang telah direncanakan sebelumnya untuk

mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya.

14
ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
15

 Horizontal Drilling

Pemboran dengan merupakan pengembangan dari teknologi directional

drilling dengan kemiringan hingga mendekati 90 deg, atau sejajar formasi, dan

memiliki inklinasi 85 sampai 105 deg.

3.1 Tujuan dan Alasan Penggunaan Pemboran Berarah

Pemboran berarah dilakukan dengan tujuan memudahkan kita

mencapai formasi yang dituju tanpa harus menembus formasi yang tidak ingin

dilewati. Dimana mengatasi keadaan disaat sasaran atau target tidak mungkin

dicapai dengan pemboran vertikal dengan berbagai alasan. Penggunaan sumur

berarah diharapkan dapat menjangkau zona produktif yang lebih luas dibandingkan

dengan sumur vertikal, sehingga produksi hidrokarbon akan meningkat, meskipun

dilakukan dengan resiko dan biaya yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan

sumur vertikal.

3.1.1 Alasan Topografis

Directional driliing atau biasa disebut dengan pemboran berarah dilakukan

apabila keadaan di permukaan yang tidak memungkinkan untuk mendirikan lokasi

pemboran, dan biasanya alasan topografis menjadi salah satu alasan yang paling

umum untuk mencapai lapisan yang tidak dapat dicapai dengan cara-cara yang

biasa atau umum. Contoh alasan topografis akan dijelaskan di bawah ini seperti

berikut :

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
16

a. Formasi produktif terletak di bawah paya-paya atau sungai

Terdapatnya formasi produktif yang terletak di bawah sungai mengharuskan

kita menggunakan metode directional drilling. Karena tidak memungkinkan untuk

memasang platform di atas sungai. Pertimbangan topografis dapat dilihat pada

gambar 3.1

Gambar 3.1

Pertimbangan Alasan Topografis

b. Formasi produktif terletak di bawah bangunan pemukiman atau

perkantoran.

Terdapatnya formasi produktif yang terletak di bawah bangunan atau

perkantoran mengharuskan kita menggunakan metode directional drilling atau

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
17

biasa disebut dengan pemboran berarah. Karena tidak memungkinkan untuk

mengebor di pertengahan bangunan pemukiman atau gedung-gedung perkantoran.

Gambar 3.2

Pertimbangan Alasan Topografis

3.1.2 Alasan Geologis

Pemboran berarah atau biasa disebut dengan directional drilling pada

kondisi ini yang sepertinya biasanya dilakukan untuk menghindari kesulitan-

kesulitan atau masalah yang dapat dihadapi apabila dilakukan pemboran dengan

cara pemboran vertikal, contoh dari alasan geologi ada beberapa hal yaitu seperti

berikut :

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
18

a. Adanya kubah garam atau saltdome

Pemboran berarah yang dilaksanakan pada reservoir yang terletak di bawah

lapisan kubah garam (saltdome), teknik-teknik pengeboran berarah digunakan

untuk mengarahkan sudut-sudut sulit yang biasanya mengandung cadangan minyak

atau gas. Kalau dilakukan pemboran vertikal dari permukaan sampai ke target,

maka akan menembus kubah garam yang beresiko akan membuat garam akan larut

dan dinding lubang nantinya akan runtuh. Selain itu juga pengeboran melalui suatu

kubah garam dapat juga menimbulkan berbagai macam masalah seperti contohnya

adalah washout, lost circulation, dan masalah korosi. Dalam situasi seperti ini akan

lebih baik untuk menghindari formasi garam tersebut. Pada gambar 3.3 di bawah

ini merupakan gambar dari pemboran dengan adanya kubah garam.

Gambar 3.3

Pertimbangan Alasan Geologis

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
19

b. Adanya patahan

Patahan yang ada sebaiknya dihindari karena akan mengakibatkan

terjadinya kehilangan lumpur (loss circulation), akan memasuki formasi yang

bertekanan tinggi atau juga dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan arah

dan sudut kemiringan terhadap lubang bor pada pemboran berarah.

Gambar 3.4

Pertimbangan Alasan Geologis

3.1.3 Alasan Ekonomi

Dalam beberapa hal pelaksanaan pemboran berarah relatif lebih

menguntungkan dibandingkan dengan pemboran vertikal, yaitu apabila lapangan

tersebut terletak pada daerah pegunungan atau pada lapangan dengan kondisi

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
20

seperti yang disebutkan pada alasan geografis dengan memperhitungkan faktor-

faktor sebagai berikut,

a. Biaya pembebasan lahan

b. Pemindahan peralatan

c. Pengolahan limbah

3.1.4 Alasan Lainnya

Alasan lain dalam penggunaan pemboran berarah ada beberapa macam.

Beberapa contoh alasan tersebut akan diterangkan di bawah ini.

a. Pemboran dengan Cluster System

Pemboran yang dilakukan dengan sistim gugusan sumur (cluster system)

untuk menghemat luasnya lokasi pemboran. Seperti di lepas pantai. Di permukaan

dibuat beberapa sumur, kemudian di bawah permukaan lubang sumur tersebut

menyebar. Sistim ini juga dapat dilakukan pada pemboran di daratan.

Gambar 3.5

Pertimbangan Alasan Cluster System

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
21

b. Mengatasi semburan liar ( blowout) dengan relief well

Teknik pemboran berarah juga digunakan untuk mematikan sumur blow out

(relief well) dengan cara membuat lintasan ke arah terjadinya blow out kemudian

dipompakan lumpur berat ke dalam reservoir agar tekanan reservoir dapat

terkendali.

c. Sidetrack

Pada waktu pelaksanaan pemboran suatu sumur, rangkaian pemboran (drill

string) mungkin saja terjepit (stuck) di dalam lubang sumur. Apabila rangkaian

yang terjepit itu terputus dan tidak dapat diambil melalui fishing job, maka peralatan

yang terputus tersebut ditinggalkan di dalam lubang dan meneruskan pemboran

dengan membelokan arah lubang baru. Hal tersebut lebih ekonomis jika

dibandingkan dengan meninggalkan sumur dan memulai pemboran baru.

Rangkaian pipa pemboran yang tertinggal di dalam lubang bor ditutup dengan

menggunakan semen. Semen tersebut dijadikan bantalan tuntuk membelokan

lubang. Alat lain yang biasa juga digunakan untuk membelokan lubang adalah

whipstock.

Pemboran sidetrack dapat juga dilaksanakan untuk pemboran ulang. Jika

sumur yang dibor tidak terletak di formasi yang diinginkan atau produksi dari suatu

zona telah menurun bahkan habis, lubang dapat disumbat dan kemudian dilakukan

sidetrack ke target baru. Jika titik belok terletak di bagian lubang yang tertutup

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
22

casing maka suatu jendela atau window harus dibuat pada casing tersebut agar

pekerjaan sidetrack dapat dilakukan.

Ada dua jenis sidetrack antara lain:

 Open hole sidetrack

 Cased hole sidetrack (dimana casing harus dibor dengan menggunakan miling

assembly)

3.2 Tipe – Tipe Pemboran Berarah

Pemboran berarah memiliki beberapa jenis lintasan sesuai dengan kondisi

formasi yang akan dituju. Tipe-tipe dari lintasan pemboran berarah antara lain,

adalah :

3.2.1 Build Up and Hold Trajectory

Pembentukan sudut dilakukan setelah kick off point, pemboran dilakukan

dengan dua lintasan, lintasan pertama dilakukan dengan membangun sudut hingga

besar sudut yang diinginkan (build up section) dan lintasan kedua dilakukan dengan

mempertahankan sudut yang telah dicapai hingga ke sasaran. Pemboran tipe ini

dibagi dua jenis, yaitu:

a.Shallow deviation type

Pada tipe ini titik belok (kick-off point) terletak pada kedalaman yang tidak

terlalu jauh dari permukaan tanah atau biasa kita sebut dengan surface.

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
23

Pembentukan sudut dilakukan sampai besar yang diinginkan, setelah itu dilakukan

pertambahan sudut sampai ke target yang sudah terlebih dahulu direncanakan.

Keuntungan dari pemboran tipe ini adalah:

 Meminimalisasikan dogleg

 Meminimalisir terjadi stuck

 Meminimalisasi adanya drag

b. Deep deviation type

Tipe pemboran ini tidak jauh berbeda dengan shallow deviation type, perbedaan

pada tipe ini hanya pada pembelokannya dimana, pembelokan dilakukan lebih

dalam dibandingkan shallow deviation type. Pemboran ini biasanya digunakan

untuk pemboran berarah dimana target pemboran terletak di bawah kubah garam.

3.2.2 Return to vertical (“S” type)

Tipe pemboran jenis ini biasa disebut pemboran tipe S. Hal ini disebabkan

karena bentuknya menyerupai dengan huruf S. Setelah titik belok (Kick Off Point

atau KOP) dilakukan build up hingga inklinasi tertentu dan kemudian dilakukan

pemboran dengan mempertahankan sudut inklinasi ini. Pada kedalaman tertentu

kemudian dilakukan drop off (mengurangi inklinasi) hingga akhirnya inklinasi

lubang kembali vertikal.

Tipe pemboran ini digunakan untuk lapangan-lapangan yang mempunyai

kedalaman cukup dalam. Pemboran ini akan memberikan jarak yang lebih daripada

lainnya.

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
24

3.2.3 Modified “S” type

Pada tipe pemboran ini, setelah titik belok (KOP) dilakukan build up hingga

sudut inklinasi tertentu dan kemudian pemboran dilanjutkan dengan

mempertahankan sudut inklinasi tersebut. Pada kedalaman tertentu kemudian

dilakukan drop off hingga inklinasi tertentu kemudian pemboran dilanjutkan

kembali dengan membor tangent section kedua.

3.3 Peralatan Pemboran Berarah

Dalam melakukan pemboran berarah (directional drilling) digunakan

peralatan khusus agar lubang bor dapat mengikuti pola lintasan yang dirancang.

Ada beberapa jenis peralatan pemboran yang memiliki kemampuan dan fungsi

masing-masing.

3.3.1 Alat-alat Pembelok

Setalah kedalaman titik belok ditentukan, maka mulai dari titik tersebut kita

mengarahkan lubang bor ke sasaran tertentu dengan membelokan lubang bor

dengan sudut kemiringan terntentu. Alat-alat pembelok yang digunakan antara lain:

a. Badger bit

Prinsip kerja alat ini adalah adanya saah satu nozzle pada bit yang ukurannya

lebih besar dari yang lainnya. Hal ini akan menyebabkan semburan lumpur yang

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
25

lebih besar sehingga lubang akan membelok ke arah dimana ukuran nozzle lebih

besar.

b. Spud bit

Alat ini merupakan bit tanpa roller, betuknya seperti baji dan mempunyai

nozzle. Cara kerja dari alat ini sama dengan badger bit hanya di sini ditambahkan

dengan tumbukan.

c. Knuckle join

Knuckle join merupakan suatu drill string yang diperpanjang dengan sendi

peluru, sehingga memungkinkan putaran bersudut antara drill string dan bit.

d. Turbo Drill

Turbo drill adalah down hole mud turbin yang dapat memutar bit tanpa harus

memutar rangkaian bor (drill string). Kecepatan putaran sangat tergantung pada

volume lumpur dan tekanan sirkulasi di permukaan. Adanya bent sub pada turbo

drill menyebabkan membeloknya lubang sumur.

e. Dyna drill

Dyna drill adalah down hole mud motor. Seperti juga turbo drill, alat ini dapat

memutar bit tanpa harus memutar rangkaian bor (drill string). Adanya bent sub

pada dyna drill menghasilkan lengkungan yang halus (smooth).

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
26

f. Jetting bit

Jetting bit digunakan untuk formasi yang soft dengan nozzle yang besar dan ada

sebagian yang kecil. Keuntungannya secara geologi sangat bagus untuk sandstone

dan oolitic limestone. Baik untuk unconsolidated sandstone dan batuan yang sangat

halus, dan buruk untuk batuan erode yang terlalu banyak. Jetting Bit diperlihatkan

pada Gambar 3.6 berikut ini

Gambar 3.6

Jetting Bit

Jetting bit memiliki keuntungan dan kerugian, keuntungan dari jetting bit ini

adalah merupakan metode yang simple dan murah untuk formasi yang soft, dogleg

severity dapat dikontrol dari permukaan setiap waktu, peralatan survey tidak jauh

di belakang bit, dan Orientasi dengan alat permukaan mudah. Sedangkan untuk

kerugiannya berupa hanya dapat digunakan pada formasi yang soft dengan

kedalaman yang rendah dan juga dogleg yang cukup besar sering terjadi.

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
27

3.3.2 Bottom Hole Assembly

Bottom Hole Assembly (BHA) adalah rangkaian peralatan bawah

permukaan yang dipasang pada rangkaian drill string agar dapat diatur

kelenturannya sehingga dapat mengikuti pola lintasan yang direncanakan. Susunan

BHA dapat terdiri dari : bit, reamer, down hole motor, drill collar, non magnetic

drill collar, bent sub, heavy weight drill pipe, dan drilling jar dengan pola susunan

tertentu mengikuti prinsip fulcrum atau pendulum.

Bagian pada prinsip Bottom Hole Assembly yang meliputi dari horizontal

drilling adalah,

 Prinsip Fulcrum

Cenderung menaikkan inklinasi dan Rearbit stabilizer diletakkan dekat

dengan pahat. Dapat dilihat pada gambar 3.7 di bawah ini.

Gambar 3.7

Prinsip Fulcrum

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
28

 Prinsip Pendulum

Cenderung mengurangi inklinasi dan nearbit stabilizer diletakkan jauh dari

pahat. Dapat dilihat pada gambar 3.8 di bawah ini

DROP ANGLE

Gambar 3.8

Prinsip Pendulum

 Prinsip Stabilisasi

Mempertahankan inklinasi, membuat rangkaian menjadi kaku atau rigid, dan

memasang stabilizer serapat mungkin. Gambar 3.9 dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 3.9

Prinsip Stabilisasi

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
29

3.3.3 Whipstock

Whipstock merupakan alat pembelok yang paling tua dan digunakan

pertama kali secara luas untuk membuat sudut. Whipstock harus ditempatkan pada

dasar yang keras agar tidak ikut berputar selama drill string berputar. Cara kerjanya

adalah pahat yang ukurannya lebih kecil dipasang bersama dengan whipstock.

Kemudian alat ini diturunkan sampai kedalaman titik KOP. Setelah itu berat

rangkaian pipa bor digunakan untuk mematahkan shear pin yang menahan

whipstock, sehingga pahat tadi membelok sesuai dengan kemiringan whipstock.

Gambar 3.10

Whipstock

3.3.4 Bent Sub

Peralatan ini adalah pembentuk survey yang pertama ditemukan sebelum

lahirnya teknologi stator dan rotor pada turbin. Alat ini merupakan alat utama untuk

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
30

mengarahkan pemboran yang dipasang di atas conventional mud motor. Rangkaian

pipa yang menggunakan bent sub akan diturunkan sampai dasar lubang di tempat

defleksi tersebut dibutuhkan. Defleksi lubang bor dapat ditingkatkan dan dikontrol

dengan menggunakan bent sub yang berbeda-beda sudutnya.

3.3.5 Down Hole Mud Motor

Peralatan ini merupakan alat pemutar pahat yang berfungsi menggerakkan

pahat tanpa harus memutar rangkaian pipa pemboran. Penggerak utama pada motor

adalah fluida pemboran atau lumpur pemboran yang dipompakan dari permukaan

menuju motor melalui drill string. Fluida tersebut menggerakkan mekanisme

motor. Pada motor tersebut dilengkapi dengan bent sub atau bent housing untuk

membelokkan lintasan sumur dengan lengkungan yang halus.

Ada dua macam downhole mud motor. Yaitu :

a. Turbine motor

Motor hidrolik dengan multi stage yang terdiri dari rotor dan stator. Metode

yang digunakan turbin motor adalah menciptakan kekuatan putaran pada pahat

yakni dengan menggunakan momentum fluida. Strator berada pada bagian motor

yang diam dan berfungsi sebagai pengarah aliran fluida pemboran ke rotor. Akibat

adanya aliran fluida pemboran yang menumbuk rotor, maka rotor akan menjadi

berputar. Putaran ini akan diteruskan ke pahat melalui batang penggerak.

Jumlah stage tergantung pada besarnya torsi atau kekuatan yang diinginkan.

Turbin motor membangkitkan tenaga dengan menggunakan momentum fluida,

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
31

maka tekanan sepanjang motor relatif konstan pada saat operasi untuk suatu laju

aliran tertentu. Turbin motor mempunyai beberapa keuntungan, yakni baik

digunakan pada temperatur tinggi ( di atas 300° F ) dan pada bagian oil basemud.

Gambar 3.11

Turbin

b. Positive Displacement Motor

Alat ini digerakkan oleh pompa dengan rotor yang berbentuk helisiodal yang

berperan sebagai rotor tersekat di dalam stator. Jika fluida nantinya dialirkan, rotor

akan bergerak memberikan jalan kepada fluida untuk mengalir.

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
32

Rotor bergerak karena adanya perbedaan tekanan di dalam motor yang dapat

dihasilkan oleh lumpur. Sehingga kemudian rotor dapat bekerja.

Gambar 3.12

PDM

3.3.6 Crossover

Crossover adalah alat yang digunakan untuk menyambung dua jenis pipa

yang berbeda draft atau diameternya. Dalam prakteknya yang disambung adalah,

a. Drill Collar dengan drill collar.

b. Drill Collar dengan tubing.

c. Drill Collar dengan bit.

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
33

d. Drill Pipe dengan HWDP/HWDC.

e. Drill Collar dengan HWDP/HWDC.

3.3.7 Drill collar

Drill Collar adalah pipa baja yang berfungsi sebagai penerus gerak putar

dari drill pipe ke pahat dan pemberat pada pahat untuk laju penembusan dan

meluruskan rangkaian pipa permboran atau rangkaian drill string.

3.3.8 Drill pipe

Drill pipe adalah pipa baja yang ukuran dan beratnya lebih ringan

dibandingkan dengan drill collar, drill pipe ini berfungsi untuk :

a. Menghubungkan kelly dengan drill collar.

b. Memperpanjang string untuk memungkinkan penembusan lebih dalam.

c. Meneruskan tenaga putar dari rotary table ke pahat.

d. Memungkinkan pahat bor dinaik-turunkan.

e. Menjadi media untuk aliran fluida lumpur bor dari swivel ke pahat bor.

3.3.9 Stabilizer

Stabilizer adalah alat yang digunakan untuk menengahkan mensentralkan

drill string sehingga mengurangi friksion atau gaya gesekan antara drill string

dengan dinding lubang bor pada saat proses pemboran berlangsung.

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
34

3.3.10 Float Sub

Float sub adalah sub penyambung yang dipasang bit sub dan drill colar.

Float sub berfungsi untuk menutup semburan atau tekanan formasi ke dalam

rangkaian pemboran secara otomatis.

3.4 Peralatan Survey Pemboran Berarah

Selama operasi pemboran berarah, setiap telah dicapai titik-titik di kedalaman

tertentu kita mengukur sudut kemiringan dan sudut arah lubang bor (melakukan

survey). Dari pengukuran ini dapat diketahui penyimpangan sudut dari sasaran yang

direncanakan sehingga dari setiap titik pengukuran ini kita dapat mengkoreksi

penyimpangan bila arah dan kemiringan telah menyimpang dan mengarahkan

kembali ke sasaran semula. Tujuan dilakukan survey pada directional drilling

adalah :

 Untuk memonitor lintasan sumur sehingga dapat dibandingkan dengan lintasan

yang direncanakan.

 Untuk mencegah “collision “ dengan “ existing well “ di sekitarnya.

 Untuk menentukan orientasi yang diperlukan untuk menempatkan alat

pembelok (deflection tools) pada arah yang tepat.

 Untuk menentukan lokasi yang tepat dari surface atau dasar sumur (koordinat

dasar sumur).

 Untuk menghitung dogleg serivity.

Peralatan yang digunakan terbagi dalam beberapa macam, yaitu :

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
35

a. Magnetic Single Shot

Peralatan survey ini mencatat inklinasi sumur dan arah utara magnet dari lubang

sumur. Prinsip alat ini adalah berupa pemotretan dimana sebuah kompas dan unit

pencatat sudut yang berbentuk cakram dipotret bersama oleh sebuah kamera dan

didapat penyimpangan. Alat ini tidak mengukur arah jika ditempatkan di dalam

pipa baja atau casing. Biasanya peralatan ini ditempatkan pada non magnetic drill

collar.

Gambar 3.13

Magnetic Single Shot

b. Multishot

Peralatan survey ini berguna untuk merekam sejumlah atau beberapa data

inklinasi dan arah azimuth lubang sumur pada berbagai kedalaman yang dilakukan

dalam beberapa kali pengukuran. Peralatan ini akan diturunkan dengan

menggunakan alat yang bernama wireline dari permukaan atau surface dan

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
36

pencatatan hasil surveinya diperoleh ketika pemakaian rangkaian pipa bor ditarik

keluar dari lubang sumur.

Gambar 3.14

Multishot

c. MWD (Measurement While Drilling)

Merupakan suatu teknik pencatatan variasi pengukuran dalam lubang bor dan

hasil pengukuran ditransmisikan ke permukaan dengan memanfaatkan sirkulasi

lumpur saat pemboran berlangsung. Alat ini digunakan untuk mengontrol sudut

kemiringan dan sudut arah, selain itu MWD juga berfungsi mendeteksi zona

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
37

bertekanan abnormal, korelasi logging, memonitoring beban gaya serta torsi di

pahat bor.

d. LWD (Logging While Drilling)

Merupakan suatu peralatan yang diletakkan pada rangkaian di dekat pahat bor,

untuk mengukur data dari formasi yang sedang dibor dan mengirimkannya ke

permukaan secara langsung, ketika proses pemboran sedang berjalan.

3.5 Sistem Pemboran Berarah

Pada sistem pemboran berarah dalam melakukan pembelokkan ke arah

lintasan lubang bor menuju target, yang harus diperhatikan adalah,

3.5.1 Pengarahan lubang bor

Sewaktu membelokkan lubang bor dengan alat - alat pembelok, lubang bor

harus selalu berarah kemana sudut tersebut dapat mencapai sasaran. Pengarahan ini

dapat dilakukan pada titik belok atau setelah titik belok apabila ternyata lubang

yang dibuat telah menyimpang dari sasaran yang dikehendaki.

3.5.2 Faktor–faktor yang mempengaruhi kemiringan dan arah lubang bor

Baik pemboran vertikal maupun pemboran berarah biasanya lubang bor yang

dihasilkan menyimpang dari sudut yang diinginkan. Hal ini dapat disebabkan

karena lubang bor yang terjadi berbengkok-bengkok dengan sendirinya. Hal

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
38

semacam ini disebut Crooked hole (lubang bor pada pemboran berarah disebut

Slant hole). Penyebab Crooked hole terdiri dari 2 faktor, yaitu :

a. Faktor Formasi

Pada formasi yang berlapis-lapis dengan bidang perlapisan yang miring maka

lubang bor akan cenderung untuk tegak lurus pada bidang perlapisan. Penembusan

bit pada formasi akan meninggalkan suatu baji kecil yang dapat bertindak sebagai

whipstock kecil yang dapat membelokkan lubang sumur. Teori ini disebut miniature

whipstock theory.

Gambar 3.15

Miniature Whipstock Theory

Pada formasi dengan perlapisan yang berganti-ganti dari lunak ke keras dan

sebaliknya akan menyebabkan bit ditahan dengan berat sebelah pada kedua sisinya,

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
39

sehingga bit akan terperosok kesalah satu sisi dan mengakibatkan bengkoknya

lubang bor. Teori ini dinamakan formation drillability theory (Gambar 3.16)

Gambar 3.16

Formation Drilability Theory

Pada formasi dimana kemiringan bidang perlapisan lebih besar dari 45 deg,

maka bit akan cenderung mengikuti bidang perlapisan. Gambar 3.17 dapat dilihar

di bawah ini.

Gambar 3.17

Formasi Dengan Bidang Perlapisan > 45 deg

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
40

b. Faktor Mekanis

Faktor – faktor ini menyangkut pada :

1) Drill collar yang tidak cukup kekar sehingga tidak mudah melengkung.

2) Beban pada bit yang berlebihan sehingga drill collar melengkung.

3) Perubahan bottom hole assembly akan memberikan bentuk lubang berlainan.

3.6 Perencanaan Lintasan Pemboran Berarah dan Perhitungan Titik

Survey Pemboran Berarah

Didalam perencanaan suatu pemboran berarah atau biasa disebut dengan

directional drilling, lubang bor yang sudah terlebih dahulu direncanakan dibuat

pada suatu bidang datar dengan sudut arah dan perubahan sudut kemiringan

tertentu. Tetapi lubang bor tidak akan terletak pada satu bidang disebabkan

pengaruh dari berbagai banyak faktor. Beberapa faktor tersebut dapat berupa, sudut

kemiringan maupun sudut arah lubang bor yang akan selalu berubah-ubah

menyimpang dari yang telah direncanakan. Sehingga pada praktek langsung suatu

pemboran berarah, setelah dicapai kedalaman-kedalaman pemboran tertentu

(biasanya setiap 50 – 100 ft kedalaman), dapat dilakukan pengukuran sudut

kemiringan dan sudut arah (dilakukan survey). Apabila terjadi penyimpangan,

lubang bor tadi diarahkan kembali ke arah yang ditetapkan semula sehingga

nantinya penyimpangan yang terjadi dapat diatasi, dan tidak menjadi penghalang

saat pengeboran berlangsung dan menimbulkan berbagai macam masalah lainnya

yang dapat terjadi.

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
41

3.6.1 Build Up and Hold Trajectory

Pada gambar berikut ini menunjukkan build and hold trajectory,

Gambar 3.18

Build Up and Hold Trajectory

Gambar diatas berikuat meruapakan gambar dari build up and hold dimana

dapat kita ketahui bahwa :

D1 : TVD kick point

DΝ : TVD build up section

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
42

XN : Horizontal departure

Pada gambar berikut di bawah ini gambar yang ditunjukan adalah build and

hold trajectory,

Gambar 3.19

Build and Hold Trajectory

Dari gambar tersebut dapat diperkirakan,

1. Radius of curvature, r1 adalah :

5730
R
BUR …………..………..……………………………….(3.1)

BUR : Build up rate

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
43

2. Maximum inclination angle

Tahap yang dilakukan adalah,

a. Mencari jarak displacement dari jarak vertikal titik bor permukaan sampai

dengan titik target

X3  x2  x1 2   y2  y1 2 …………..…………………………………….(3.2)

b. Menentukan I maksimal

b.1. Jika X3 < R maka

 
Im ax  arcsin
R   arctan R  x3 
  D D 
 R  x3 2  D3  D1 2   3 1 
…………….….(3.3)

b.2. Jika X3 > R maka

 D  D1   R    D  D1  
Im ax  180  arctan 3   arccos  sin arctan 3  
    
 3
x R   3
D D1    3
x R  

3. Panjang lintasan sepanjang bagian pertambahan sudut (L build up section)

I . max  I .KOP
Lbuildup sec tion  …………………………………….…….(3.4)
BUR

4. Panjang TVD dari titik awal mulai bor sampai dengan L build up section

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
44

∆ TVD = R (sin maximum inclination angle – sin KOP angle)

5. Panjang displacement dari jarak vertikal titik bor sampai dengan titik akhir L

build up section

∆D = R (cos maximum inclination angle – cos KOP angle)............................(3.5)

6. Measured depth pada akhir build up section

MD build up = TVD KOP + L Build up Section...................................(3.6)

7. TVD akhir build up section

TVD build up section = TVK DOP + R sin I max.................................(3.7)

8. Horizontal departure pada akhir build up section

Horizontal departure build up section = R ( 1 – cos I max ) .................(3.8)

9. Panjang lintasan sepanjang hold section (setelah build up section)

D3  D2
L tan section = ....................................................(3.9)
CosI . max

10. Total measured depth dari titik mulai bor hingga target

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
45

Total measured depth = TVD KOP + L build up section + L tan section

3.6.2 Build Up Hold and Drop Off (“S”) Trajectory

Pada gambar berikut menunjukkan gambaran tipe build up hold and drop

off (“S”) trajectory.

Gambar 3.20

Build Hold and Drop (“S”) Trajectory

Dari gambar tersebut yang dapat diperkirakan adalah,

b. Maximum inclination angle

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
46

Untuk kondisi r1 + r2 > X4

 D  D1   r  r    D  D1  
  arctan 4   arccos 1 2  x sin arctan 4  
 r1  r2  X 4   D4  D1    r1  r2  X 4   …...….(3.10)

Untuk kondisi r1 + r2 < X4

 D4  D1   r  r     D4  D1  
  180  arctan   arccos 1 2  sin  arctan  
 X 4  r1  r2   D  D1   
 4  X 4  r1  r2   
………(3.11)

Perhitungan yang lainnya sama seperti tipe sebelumnya. Yang membedakan

hanyalah sudut yang mempengaruhi bentuk lintasan pemboran.

3.6.3 Build Hold Partial Drop and Hold ( Modified-S) Trajectory

Pada gambar berikut menunjukkan gambaran tipe build hold partial

dropand hold (modified S) trajectory.

Gambar 3.21

Build Up Hold Partial Drop Off and Hold (Modified-S) Trajectory

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
47

3.7 Metode – Metode Perhitungan Hasil Survey Pemboran Berarah

Setelah perencanaan dibuat dan praktek pemboran terarah dilaksanakan,

pada setiap kedalaman tertentu dilakukan pengukuran sudut kemiringan dan arah

lubang bor (dilakukan survey) jika terjadi penyimapangan maka lubang bor

diarahkan kembali kearah yang ditetapkan.

Ada beberapa metode yang dapat menentukan koordinat titik-titik survey.

Dalam menganalisa persoalan, semua metode yang akan dibicarakan mendasarkan

perhitungannya kepada pengukuran 3 besaran, yaitu kedalaman sumur (MD),

perubahan sudut kemiringan (I), dan sudut arah (A) yang dicatat oleh alat-alat

survey.

3.7.1 Metoda Tangential

Prinsip dari metode ini adalah menggunakan sudut inklinasi dan azimuth

dari titik awal interval yang menghitung “vertical depth”, “departure”, dan posisi.

Prinsip metode tangential ditunjukkan oleh gambar di berikut ini,

Gambar 3.22

Tangential Method: (a) Vertical Section (b) Plan View

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
48

Dari gambar diatas dapat mengetahui rumus-rumus untuk menghitung

dimana rumus tersebut dapat dilihat dibawah ini :

∆ TVD = ∆ MD cos I2 ........................................................................(3.12)

∆H = ∆ MD sin I2 .........................................................................(3.13)

∆E = ∆ D sin A2 = ∆ MD sin I2 sin A2 ........................................(3.14)

∆N = ∆ D cos A2 = ∆ MD sin I2 cos A2 ......................................(3.15)

Dimana dapat dilihat dari rumus-rumus diatas ada sebuah simbol-simbol

yang artinya dapat dilihat di bawah ini:

∆ MD = pertambahan measured depth

∆ TVD = pertambahan TVD

∆H = pertambahan departure

∆N = pertambahan koordinat arah utara

∆E = pertambahan koordinat arah timur

3.7.2 Metode Balanced Tangential

Metode balanced tangential ini merupakan metode yang mempunya dua

interval. Kedua interval ini dibagi menjadi interval pada bagian pertama untuk

bagian atas, yang interval tersebut digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik

awal interval dan untuk interval pada bagian kedua terdapat pada bagian bawah,

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
49

yang pada bagian ini interval digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik akhir

interval. Prinsip dari metoda ini ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 3.23

Balanced Tangential Method : (a) Vertical Section (b) Plan View

 MD 
H 1    sin I 1 .................................................................................(3.16)
 2 

 MD 
H 2    sin I 2 ................................................................................(3.17)
 2 

MD
H  H1  H 2  sin I1  sin I 2  ................................................(3.18)
2

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
50

 MD 
TVD1    cos I 1 ...........................................................................(3.19)
 2 

 MD 
TVD1 2    cos I 2 ........................................................................(3.20)
 2 

MD
TVD  TVD1  TVD 2 
2
cos I1  cos I 2  ................................(3.21)

MD
N  N1  N 2  H cos A1  H cos A2  sin I1 cos A1  sin I 2 cos A2 
2

MD
E  E1  E2  H1 sin A1  H 2 sin A2   sin I1 sin A1  sin I 2 sin A2 
2

3.7.3 Metoda Angle Averaging

Prinsip dari metode ini adalah menggunakan rata-rata sudut inklinasi dan

rata-rata sudut azimuth dalam menghitung “vertical depth”, “departure”, dan

posisi. Perhitungan dengan metode ini hampir sama dengan metode tangential.

I I 
H  MD sin 1 2  ..........................................................................(3.22)
 2 

I I 
TVD  MD cos 1 2  .....................................................................(3.23)
 2 

 I  I2   A1  A2 
E  MD sin  1  sin   ....................................................(3.24)
 2   2 

 I  I   A  A2 
N  MD sin 1 2  cos 1  ...................................................(3.25)
 2   2 

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
51

3.7.4 Metoda Radius of Curvature

Metode ini menganggap bahwa lintasan yang melalui dua stasion berbentuk

kurva yang mempunyai radius of curvature tertentu, dengan prinsip,

Gambar 3.24

Metoda Radius of Curvature

360MD
TVD  cos I1  cos I 2 
2I 2  I 1 
..........................................................(3.26)

360MD
H  cos I1  cos I 2  ................................................................(3.27)
2I 2  I1 

360 2 MD cos I 1  cos I 2 sin A2  sin A1 


N  ........................................(3.28)
4 2  A2  A1  I 2  I 1 

3602 MD cos I 1  cos I 2 cos A1  cos A2 


E  .........................................(3.29)
4 2  A2  A1 I 2  I 1 

MD  STL
N  sin I1 cos A1  sin I 2 cos A2   STL sin I 2 cos A2 ............(3.30)
2

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
52

MD  STL
E  sin I1 sin A1  sin I 2 sin A2   STL sin I 2 sin A2 ............(3.31)
2

3.7.5 Metode Minimum of Curvature

Persamaan metode minimum of curvature hampir sama dengan persamaan

metode balanced tangential, kecuali data survey dikalika dengan faktor RF.

 2   2 
RF    tan  ......................................................................(3.32)
 DL  radian  DL 

DL = Dogleg angle

cos DL  cosI 2  I1   sin I1 sin I 2 1  cos A2  A1  ................................(3.33)

I
Atau, Dogleg (˚/100 ft) =
MD

MD
TVD  cos I1  cos I 2 RF ............................................................(3.34)
2

InklinasiB  InklinasiA
Measured Depth (ft) = ......................................(3.35)
BUR

V sec = cos ( Azimuth b – Azimuth a) x closure distance .......................(3.36)

2
Closure distance = N2  E .....................................................................(3.37)

MD
N  sin I 1 cos A1  sin I 2 cos A2 RF ..............................................(3.38)
2

MD
E  sin I 1 sin A1  sin I 2 sin A2 RF ..............................................(3.39)
2

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
53

3.7.6 Metode Mercury

Metode mercury adalah metode perbaikan dari metode balanced

tangential dengan memasukkan faktor koreksi panjang dari alat survey yang

dipergunakan.

 MD  STL 
TVD   cos A1  cos A2   STL cos A2 .............................(3.40)
 2 

 MD  STL 
N   sin I1  cos A1   sin I 2 CosA2  STL sin I 2 cos A2 .......(3.41)
 2 

 MD  STL 
E   sin I1  cos A1   sin I 2 CosA2  STL sin I 2 cos A2 .......(3.42)
 2 

Gambar 3.25

Metode Mercury

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
54

 MD  STL 
VD   cos A2  cos A1   STL cos A2 ...............................(3.43)
 2 

 MD  STL 
N   sin I 2 cos A2  sin I1 cos A1   STL sin I 2 cos A2 .........(3.44)
 2 

 MD  STL 
E   sin I 2 sin A2  sin I1 sin A1   STL sin I 2 sin A2 .........(3.45)
 2 

STL = Panjang peralatan survey

Dari semua metode tersebut. Metode minimum of curvature dan radius of

curvature merupakan metode yang paling umum digunakan dan dalam Tugas Akhir

ini penulis menggunakan metode minimum of curvature.

ANALISA LINTASAN PEMBORAN BERARAH ANTARA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PADA SUMUR X DAN SUMUR Y
DI LAPANGAN Z, Ari Dwi Sadewo
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2015, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194

Anda mungkin juga menyukai