Anda di halaman 1dari 6

Artikel Bebas

Oleh: Ode Pamungkas

SALAM UNTUK GEREJAKU

Lagu Salam untuk Gerejaku mengumandang di malam pergantian tahun di gedung gereja GKJ Nehemia
dibawakan oleh Paduan Suara Paguyuban Warga GKJ asal Wonogiri diiringi Keroncong Suara Nada
Nehemia yang malam itu kehilangan gregetnya karena personilnya tidak lengkap.
Bait pertama dari lagu itu berbunyi :

“ salam untuk gerejaku, apa kabar sayangku . . .


umurmu bertambah-tambah, apa yang telah kau buat
sampai hari ini apa yang telah kau hasilkan,
buah kasih atau cuma daun . . . apa jawabmu sayang”.

Syair di atas seolah mengingatkan pada kita bahwa ternyata umur gereja kita sudah genap lima windu alias
empat puluh tahun.
Dalam kurun waktu 40 tahun ini apa saja yang telah diperbuat oleh gereja, dalam hal ini para pengelola
kebijakan termasuk para majelis, komisi, bebadan dan demikian juga dengan apa yang telah diperbuat oleh
jemaatnya.

Sejak diresmikannya gedung gereja kita pada tgl. 29 Nopember 1985 yang berarti gedung gereja kita itu
sudah berumur 25 th sudah terjadi beberapa perubahan dan perbaikan antara lain tempat duduk majelis dan
paduan suara yang diperluas, pemasangan akustik di langit-langit serta perlengkapan sound system serta
multi media yang cukup canggih. Semua itu tentu dimaksudkan untuk kenyamanan jemaat dalam beribadah
yang rata-rata 800-1000 orang untuk kebaktian jam 08.00 wib. Khusus untuk kebaktian Perjamuan Kudus
biasanya masih harus ditambah tenda di samping kanan dan kiri, apalagi kalau Paskah dan Natal mesti
ditambah lagi tenda di halaman depan gereja karena biasanya jemaat “kapal selam” ikut hadir sehingga
kadang jemaat jadi membludak.
Layar lebar yang menampilkan teks lagu-lagu mempermudah jemaat untuk memuji Tuhan sekaligus
mengurangi beban karena tidak perlu lagi membawa Kidung Jemaat, PKJ, KPK dan NKB yang cukup
merepotkan kalau harus dibawa semua, walau kadang ada teks yang salah ketika kebaktian pada jam 09.30
yang menggunakan bahasa jawa. Di samping itu lagu-lagu untuk kebaktian minggu berikutnya sudah
tertulis dalam warta jemaat, untuk mempermudah jemaat menyanyikannya karena di layar lebar tanpa not.
Musik pengiring sudah lebih dari memadai seperti organ, keyboard, ansamble guitar dan musik tradisionil
seperti gamelan, keroncong, kentrung dan angklung.
Tercatat hampir 20 paduan suara, vocal group, kwartet, trio, duet, solist dan para pemandu lagu. Jadi sudah
cukup meriahlah sebenarnya gereja kita ini.

Gedung Serba Guna yang diresmikan pada tgl, 1 Januari 1990 bertepatan dengan ulang tahun ke 19 GKJ
Nehemia itu kini sudah berumur 20 th bagaikan seorang remaja yang tampil semakin gagah dan cantik,
apalagi setelah selesainya renovasi gedung itu termasuk pembangunan gedung baru untuk Sekolah Minggu
4 lantai yang dilengkapi dengan lift dan penyejuk ruangan hasil kerja keras Team Pengembangan Sarana
Pelayanan (PSP) yang dibantu seluruh jemaat tentunya. Belum lagi pembangunan 2 buah pastori (rumah
dinas pendeta) yang cukup megah untuk ukuran gereja jawa komplit dengan perabot rumah tangganya. Di
samping itu seluruh Pendeta sudah mendapatkan mobil dinas untuk membantu kelancaran tugasnya
melayani jemaat.
Penyediaan teh dan kopi serta makanan kecil untuk jemaat yang beribadah paling pagi pada jam 06.00
cukup membantu karena mungkin tidak sempat sarapan terutama jemaat yang tempat tinggalnya cukup
jauh dari gereja.
Disamping itu sudah ada Tim Ibadah yang bekerja sama dengan komisi-komisi yang lain untuk menyusun
liturgi. Sementara untuk para Pendeta juga diberi kemudahan dengan perlengkapan berupa laptop di atas
mimbar yang berisi teks kotbah sehingga kalau toh kotbahnya harus membaca teks tidak kentara banget.
Untuk ilustrasi dalam menunjang kotbahnya agar lebih mudah dipahami oleh jemaat bisa menggunakan
perangkat multi media canggih yang sudah tersedia. Dengan demikian sebenarnya sarana peribadatan kita
memang sudah lebih dari memadai.

Majelis, Komisi dan Bebadan

Majelis terdiri dari Pendeta, Penatua dan Diaken.


Jabatan majelis mendapat tempat yang sungguh penting dalam gereja karena jabatan majelis merupakan
“panggilan batin” oleh kuasa Roh Kudus dalam diri seseorang dan “panggilan lahir” melalui pemilihan
oleh jemaat. Di sini harus diyakini bahwa Roh Kudus memberikan karunia dan memanggil seseorang
melalui pemilihan untuk melayani dan memimpin jemaatNya.
Keterpanggilan dalam kebersamaan ini harus dipahami bukan atas dasar sukarela atau terpaksa tetapi
karena memang merupakan misi Tuhan Yesus untuk mempersatukan para pejabat gereja yang ada.
Kebersamaan ini harus terwujud dalam tindakan nyata yaitu bekerja, berbuat, bergumul, bermusyawarah
dalam mengisi persekutuan untuk melayani dan bersaksi.

Dalam memenuhi keterpanggilan ini peranan kebersamaan majelis sangat penting dan sangat menentukan
terhadap pertumbuhan jemaat sesuai dengan visi dan misi gereja.
Tanggung jawab pekerjaan majelis di dalam jemaat mencakup bidang yang cukup luas.
Luasnya cakupan ini membutuhkan adanya kesadaran panggilan dan motivasi yang sungguh agar
pelayanan dapat menumbuh kembangkan kedewasaan iman jemaat.
Tanggung jawab itu meliputi pimpinan, pengawasan, penggembalaan, perkunjungan dan pelayanan.
Tidak boleh terjadi penyalah gunaan jabatan gerejawi untuk kepentingan tertentu, apapun dalihnya. Karena
hal itu bisa saja terjadi dengan dalih untuk membela diri maka posisi itu digunakan dengan mengatakan : “
Saya kan Pendeta,” atau “ Saya kan Majelis.” Kalau hal ini sampai terjadi maka yang berlaku dalam gereja
bukan “Kristokrasi” lagi tetapi “Pendetakrasi” atau “Majeliskrasi”.
Dalam buku Pedoman Pelayanan bagi Majelis dan Badan Pembantu Majelis yang diterbitkan oleh GKJ
Nehemia hal. 14, tugas umum Majelis Gereja adalah menjadi penanggungjawab segala kegiatan Gereja
baik di bidang pemberitaan penyelamatan Allah, pemeliharaan iman maupun organisasi gereja.
Struktur Majelis gereja yang mempunyai masa kerja 3 tahun terdiri dari Ketua, Wakil Ketua Bidang
Persekutuan, Wakil Ketua Bidang Kesaksian dan Pelayanan, Wakil Ketua Bidang Ibadah dan Pembinaan
Fungsional, Wakil Ketua Bidang Penatalayanan, Sekretaris dan Bendahara. Seluruh kegiatan Majelis ini
dibantu antara lain oleh segenap karyawan gereja.

Pendeta
Selain tugas umum sebagai majelis seperti di atas maka pendeta mempunyai tugas khusus seperti
memimpin pelayanan sakramen (Baptis dan Perjamuan Kudus), pengakuan percaya (sidi), pengakuan
pertobatan, penahbisan dan atau peneguhan pejabat gerejawi serta pelantikan Badan Pembantu Majelis
Gereja, peneguhan dan pemberkatan pernikahan gerejawi. Pendeta pada hakekatnya adalah pelayan penuh
waktu yang bisa ditafsirkan melayani warga jemaat selama 24 jam. Dan itu merupakan tugas yang sangat
berat bila harus betul-betul dijalankan. Maklum, menurut laporan majelis jumlah jemaat yang harus
dilayani oleh 3 orang pendeta itu hampir 3 ribu orang. Yang lebih repot lagi misalnya kalau jumlah jemaat
yang karena sesuatu dan lain hal tidak bisa mengikuti perjamuan kudus di gereja dan minta dilayani di
tempat, sementara tempat tinggalnya berjauhan. Pelayanan bisa saja dilakukan namun ditentukan oleh
jarak dan waktu.

Oleh karena itu dalam menjalankan tugasnya para Pendeta ini harus diberikan fasilitas yang memadai oleh
jemaatnya antara lain biaya hidup, tunjangan keluarga untuk isteri dan 2 anak serta tunjangan fungsional,
tunjangan kesejahteraan keluarga seperti pastori, tunjangan kesehatan, tunjangan natal, tunjangan hari tua,
beras, pakaian, buku, telepon, listrik dan pendidikan anak. Disamping itu juga kendaraan dan tunjangan
bahan bakar serta komputer.

Pendeta juga mendapat cuti tahunan, cuti melahirkan untuk pendeta perempuan dan cuti karena sakit.
Merekapun diberi kesempatan untuk melanjutkan studi, baik S2 maupun S3 sesuai kesepakatan majelis
gereja.
Jabatan Pendeta berlaku seumur hidup, kecuali jabatan Pendeta itu ditanggalkan karena mengundurkan
diri, pindah ke gereja lain di luar Sinode, tidak taat pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja
dan Tata Laksana Gereja serta berperilaku yang menyebabkan kehidupan pribadi dan atau Gereja tidak
mencerminkan kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. Pendeta dinyatakan dan diberi status Emeritus jika sudah
berusia 60 tahun dan tidak diperpanjang lagi masa tugasnya oleh majelis gereja yang bersangkutan.
Kita mempunyai 3 orang Pendeta yang relatif masih muda kecuali Pdt Samuel yang sudah berusia 53 th.
Namun kami percaya para pendeta itu masih cukup enerjik untuk memberikan pelayanan yang terbaik buat
jemaat.

Penatua
Pada dasarnya tugas utama Penatua adalah melaksanakan pemerintahan Gereja demi terlaksananya tugas
panggilan Gereja. Tapi Penatua juga punya tugas umum seperti melayankan Firman Tuhan bersama
Pendeta, memeriksa orang-orang yang mau masuk Kristen (pastoral), mempersiapkan orang-orang yang
mau menikah, baptis dan sidi, membina kehidupan iman warga gereja untuk menuju kepada
kedewasaannya, memelihara/menjaga kekudusan jemaat Tuhan, memberikan penghiburan pada warga
yang sedang kesusahan. Memang banyak juga tugasnya sehingga Penatua harus mempunyai waktu yang
cukup untuk melayani jemaat.
Gereja kita mempunyai 27 Penatua untuk melayani 11 wilayah, sementara nyaris semua Penatua ini masih
menjadi pekerja aktif sehingga waktu yang didapatnya di luar jam kerjanya hanya pada malam hari saja. Ini
tentu saja menyulitkan mereka untuk bisa melayani jemaat dengan baik dan sepenuh hati, berbeda dengan
Pendeta yang memang sepenuh waktunya untuk melayani jemaat dan tidak perlu bekerja di tempat lain.
Oleh karena itu janganlah kita suka menyalahkan majelis kalau pelayanannya tidak maksimal. Pulang dari
bekerja sudah malam dan tentu capai pula, belum urusan dengan keluarganya, bagaimana mungkin
Penatua dituntut untuk bisa melayani dengan baik.
Fasilitas yang diberikan kepada para Penatua ini adalah doa dari seluruh jemaat agar diberi kesehatan,
kesejahteraan dan kedamaian dalam melayani jemaat.

Diaken
Diaken mempunyai tugas utama memelihara iman jemaat dengan cara memperhatikan kesejahteraan hidup
warga jemaat dan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat umum. Jadi disamping melayani warga
gereja sendiri juga memberikan pelayanan kepada masyarakat umum yang tentu sebagian besar justru
bukan warga gereja
Disamping itu sebagai tugas umumnya Diaken menjalankan pelayanan kasih kepada warga gereja yang
membutuhkan pertolongan, melakukan pelayanan sosial ekonomi baik yang bersifat konsumtif,
pemberdayaan dan penyadaran, melakukan pekerjaan sosial bagi sesama dan ikut memperhatikan
peningkatan dan pembangunan persekutuan warga gereja. Gereja kita dilayani oleh 18 Diaken yang
sebagian besar juga masih pekerja aktif di kantor masing-masing.

Kalau mau jujur, waktu yang dibutuhkan untuk melayani warga jemaat harus lebih banyak dibanding
Penatua. Karena Diaken harus melihat sendiri kehidupan rumah tangga jemaat dilihat dari segi ekonomi
dan kesehatan, bahkan kalau perlu mendatangi rumah warga yang diduga kurang mampu, untuk
mengetahui apa yang semestinya diberikan oleh gereja untuk membantu jemaat ini.
Oleh karena itu fasilitas yang diberikan sama dengan Penatua namun masih ditambah doa orang “sekeng”
termasuk warga di luar gereja.

Yang agak sulit adalah mencari Majelis Pendamping Komisi dan Bebadan, karena setiap Komisi atau
Bebadan harus didampingi oleh 2 orang majelis. Repotnya kalau majelis ini orang yang sangat awam
terhadap jenis kegiatan komisi yang harus didampinginya, sehingga tugas pendampingannya nyaris tidak
berjalan dan diserahkannya saja kepada pengurus komisi.
Komisi yang mempunyai massa seperti Komisi Anak, Pemuda, Wanita dan Adiyuswa harus lebih sering
didampingi Majelis karena kegiatannya lebih banyak.

Komisi dan Bebadan


Majelis gereja dibantu oleh 11 Komisi yang terkoordinasi dalam 4 bidang dan 2 bebadan yaitu Balkesmas
dan Perkumpulan IKA. Untuk menunjang kelancaran tugas mereka, dulu pernah diusulkan agar pada waktu
sensus jemaat dicantumkan juga latar belakang pendidikan atau profesinya agar dalam menunjuk Ketua
Komisi atau bebadan tidak mengalami kesulitan. Sehingga dalam menjalankan tugas, para ketua komisi
maupun bebadan ini merasa nyaman karena bidang yang digelutinya tidak asing lagi. Komisi kesenian
termasuk komisi yang cukup repot karena harus mengurusi hampir 20 Paduan Suara dan vocal group,
belum kesenian tradisionil sehingga sering mengalami kesulitan dalam menyusun jadwal dalam mengisi
kebaktian. Hal ini sebenarnya juga menyulitkan grup-grup tersebut karena jadwal yang mendadak dan tiba-
tiba minggu berikutnya harus ngisi dalam ibadah sehingga harus latihan mendadak pula yang tentu saja
hasilnya tidak maksimal. Di sini Majelis pendamping dituntut untuk lebih aktif mendampingi demi
mengurangi tingkat kerepotan yang dialami pengurus komisi.

Masih sering terjadi kekurangserasian dalam menyusun acara agar jalannya ibadah bisa berlangsung lancar
dan tertib, terutama bila berkaitan dengan hari-hari besar Kristiani. Sering kali Panitia tidak melibatkan
komisi-komisi dan bebadan yang ada untuk membantu kelancaran tugas. Kadang jumlah panitia namanya
terpampang sampai 2 halaman penuh tetapi lebih sering yang bekeja orangnya hanya itu-itu saja. Pola
seperti ini sudah waktunya diubah karena dengan melibatkan komisi dan bebadan dalam kepanitiaan tentu
akan mempermudah dan memperlancar tugas panitia. Redaksi Majalah Gembala sering mengalami
kesulitan untuk membuat laporan suatu kegiatan karena lebih sering tidak dilibatkan dalam kegiatan
tersebut sehingga banyak kegiatan yang tidak bisa dimuat atau ditampilkan dalam majalah milik jemaat itu.

Karyawan Gereja
Beberapa waktu yang lalu pada Kebaktian jam 08.00 banyak jemaat yang terharu bahkan berlinang air mata
ketika mendengar Paduan Suara Karyawan yang diiringi Keroncong Pemuda “Sinten Purun” melantunkan
sebuah lagu yang sangat menyentuh dengan judul “Kula niki sinten”. Dengan pakaian dinas kerja sesuai
dengan bidang masing-masing para karyawan ini dengan mimik yang rada memelas namun dengan mantap
dan tegar menyanyikan lagu dengan lirik seperti berikut :

“ kula niki asli saking pundi, saking ndesa nglembara teng kutha
sesarengan kerja wonten niki, Greja Kristen Jawa Nehemia
sampun dados kewajiban kula, angladosi Gusti lan sesami
namung mawon nggen kula leladi, mbokmenawi kirang tata-krami
lha sumangga, pasamuwan kersa lenggah sing prayogi
sami sowan angabekti, tuwin asung puja-puji
nuwun sewu saget kula niki, mugi ndika mboten lajeng cuwa
nggih ngapunten kula niki sinten, mila kula ampun disiya-siya”

Lirik lagu di atas merupakan cetusan dari keluhan mereka yang selama ini dirasakan ada saja jemaat yang
tidak “nguwongke” pada mereka.
Kadang memang ada juga jemaat yang menyuruh sesuatu kepada mereka dengan cara memperlakukan
koster seperti pembantu mereka di rumah. Securiti sering mengeluh kalau ada jemaat yang marah-marah
tentang parkir yang tidak nyaman, sementara sudah dianjurkan untuk parkir gratis di Carefur bila ada
kebaktian khusus Natal misalnya.
Demikian juga terhadap karyawan yang lain yang mungkin memang pelayanan mereka kurang memuaskan.
Karena dirasakan tidak ada saluran untuk menyampaikan uneg-uneg dan keluhan mereka itu, maka
kemudian seseorang yang ikut merasa prihatin terhadap nasib mereka ini lalu menganjurkan untuk
disampaikan lewat lagu saja.
Ketika Pdt. Agus yang kebetulan waktu itu memimpin ibadah menghimbau kepada jemaat untuk meminta
maaf pada karyawan, awalnya ada yang tertawa karena dianggap lelucon. Tetapi ketika Pdt. Agus bilang
bahwa ini serius barulah mereka sadar bahwa ada sesuatu yang keliru selama ini yaitu perlakuan terhadap
karyawan gereja.

Jemaat
Seperti disampaikan di atas bahwa jumlah jemaat di GKJ Nehemia ini hampir 3.000 orang. Menurut
laporan tahunan majelis, jumlah jemaat dewasa 2.263 orang dan anak-anak 667 orang sehingga total 2.930
orang.
Program majelis memang memberikan pelayanan yang terbaik untuk jemaat, dan itu memang hak jemaat
untuk dilayani. Walaupun kadang pelayanannya tidak bisa merata betul sehingga kadang ada juga keluhan
dari jemaat.
Harapan jemaat terhadap majelis yang penting dalam melayani jangan sampai ada istilah “jemaat
istimewa” dan jemaat “jelata” sehingga jemaat merasa nyaman terlayani. Tetapi kadang jemaat juga sering
lupa bahwa disamping mereka punya hak, mereka juga punya kewajiban terhadap gereja. Jangan lupa syair
di atas, “apa yang telah engkau buat dan engkau sembahkan untuk gerejamu”. Jadi jemaat jangan hanya
minta dilayani saja tetapi juga harus saling melayani sesuai Hukum Kasih.

Lalu apa saja kewajiban jemaat yang sudah dipenuhi ?


Menurut laporan tahunan majelis, rata-rata ibadah pada hari Minggu dihadiri oleh 1.500 jemaat dewasa,
sementara jumlah jemaat dewasa ada 2.263 orang. Jemaat yang 700 orang lagi kemana atau kebaktian
dimana? Rasanya tidak mungkin kalau yang 700 orang itu sedang dinas luar kota atau sakit. Perlu upaya
majelis untuk mencari cara yang tepat untuk mengetahui “hilang”nya ratusan jemaat itu setiap minggu.

Mungkin banyak jemaat yang tidak tahu bahwa disamping kolekte pada setiap ibadah ada juga
persembahan khusus pada waktu Baptis/Sidi, Pemberkatan Pengantin, Perjamuan Kudus, undhuh-undhuh
Natal dan Ulang tahun gereja ada juga persembahan bulanan yang disampaikan setiap bulan melalui
amplop persembahan bulanan untuk warga yang sudah Sidi atau Baptis Dewasa.

Menurut sebuah artikel di majalah Gembala beberapa bulan yang lalu, Persembahan Bulanan oleh jemaat
hanya mencapai 60% dari total jemaat. Yang 40% lagi kemana? Mungkin banyak jemaat yang tidak tahu
masalah ini, dikiranya persembahan itu ya kolekte itu. Pada tahun 2010 diperkirakan persembahan bulanan
mencapai 470 juta rupiah. Kalau seluruh jemaat dewasa memberikan persembahan bulanan maka akan
diperoleh dana sekitar 700 juta-an rupiah, sebanding dengan persembahan mingguan atau paling tidak 1/3
dari seluruh anggaran tahunan.

Suatu saat ada salah seorang jemaat awam yang menyampaikan keluhan yang berkaitan dengan Perjamuan
Kudus. Kenapa kok ada persembahan khusus dalam perjamuan kudus itu. Seperti di warung saja katanya.
Sesudah makan dan minum lalu membayar. Dia bilang sesudah minum anggur dan makan roti lalu
memasukkan persembahan di genthong, rasanya kok darah dan tubuh Tuhan Yesus kita beli dengan uang.
Majelis tidak usah tersinggung, ini kan keluhan jemaat yang wajar dan sah-sah saja.

Cobalah direnungkan, apakah keluhan jemaat ini ada benarnya atau tidak, atau kurang sosialisasi termasuk
juga sosialisasi seperti persembahan bulanan itu?
Untuk “rumah masa depan” atau Perkumpulan IKA yang mengurusi kematian, masih 20% yang belum
mendaftar menjadi anggota. Sebaiknya mereka segera mendaftar saja agar di kemudian hari tidak
merepotkan yang masih hidup.
Jadi sebenarnya setiap warga jemaat GKJ Nehemia itu mempunyai tanggung jawab, hak dan kewajiban
masing-masing seperti yang tertulis dalam Tata Gereja.

Selamat bergereja, Salam untuk Gerejaku !


Gunungsindur, awal Januari ‘11

Anda mungkin juga menyukai