Pendahuluan
Anastesi umum pada pembedahan pertama kali di demonstrasikan pada tahun 1846 yang
biasa dianggap sebagai awal era baru anastesia.
Keadaan neurofisiologik yang ditimbulkan oelh anastesia ditandai oleh 5 efek primer :
Ketidak sadaran
Amnesia
Analgesia
Inhibisi reflek otonom
Relaksasi rangka
Namun belum ada satupun obat anastesi saat ini yang dapat mencapai kelima efek tersebut
bila digunakan secara tunggal
Anastesi ideal juga harus dapat menginduksi kehilangan kesadaran dengan cepat dan mulus,
cepat reversibel setelah dihentikan dan memiliki batas keamaanan yang luas.
Praktek modern anasetesi mengandalkan kombinasi obat intravena dan inhalasi (balanced
anasthesia technique) untuk mendapatkan hasil yang paling baik dan efek samping yang
minimal
Pemilihan teknik anastesi bergantung pada jenis intervensi, terapeutik dan jenis bedah yang
akan dilakukan.
Untuk bedah superfisial minor atau tindakan diagnostik invasif, dapat digunakan sedatif oral
atau parentral dikombinasi dengan anastesi lokal ( teknik monitored anastesia care) teknik
ini menghasilkan anastesi yang kuat, sementara pasien tetap mampu mempertahanan
kepatenan saluran nafas dan berespon terhadap perintah lisan.
Untuk tindakan bedah yang lebih ekstensif anastesia dapat dimulai dengan benzodiazepin
praoperasi, induksi dengan obat intravena (tiopental atau proprofol) dan pemeliharaan
oleh kombinasi dengan obat inhalan (nitrosa oksida) atau intravena (propofol, analgesik
opioid) atau kedaunya.
Mekanisme Kerja Anastesi Umum
Obat anastesi mempengaruhi neuron di berbagai lokasi di dalam sel, tetapi fokus primernya
ada di sinaps. Suatu efek presinaps mungkin mengubah pelepasan neurotransmiter, sementara
efek presinaps dapat berupa perubahan frekuensi atau amplitudo impuls yang keluar dari
sinaps.
Ditingkat organ efek obat anastesi terjadi mungkin karna penguatan inhibisi atau
berkurangnya eksitasi (lebih dominan) didalam SSP
Saluran klorida (reseptor asam 𝛾-aminobutirat A (GABAa) dan glisin) dan saluran kalium (
saluran K2P, KV, KATP) masih merupakan saluran ion inhibitorik utama yang dianggap sebagai
efek dari anastesi.
Saluran ion eksitatorik yang merupakan sasaran mencakup saluran yang diaktifkan oleh
asetilkolin (reseptor nikotinik dan muskarinik) oleh asam amino eksikatorik (reseptor asam amino-
3-hidroksi-5-metil-4-isoksazol-propionat (AMPA), kainat, dan N-metil-D-asparat (NMDA)), atau
oleh seretonin (reseptor 5-HT2 dan 5-HT3).
Kemungkinan sasaran efek anastesi. Obat anastestetik mungkin meningkatkan aktivitas
sinaps inhibitorik atau mengurangi aktivitas eksikatorik.
Meskipun secara kimia berbeda, semua
anestesi ini bertindak sebagai modulator
alosterik positif dari reseptor GABAA
(GABAAR).
Reseptor GABAA terdiri dari pengatur
pentamerik subunit yang diatur di sekitar
pori saluran ion. Subunit utama dalam
korteks serebral adalah 2a: 2b: g. Setiap
subunit mengandung sekitar 450 residu
asam amino yang diduga membentuk
empat domain transmembran. Domain
transmembran kedua (TM2) dari masing-
masing subunit menghadap ke saluran ion.
Ikatan GABA ke residu pada antarmuka
subunit a dan b menginduksi perubahan
konformasi dalam wilayah TM2 untuk
membuka pori saluran ion. Residu asam
amino utama (digambarkan sebagai
lingkaran tertutup) pada ujung ekstraseluler
dari domain transmembran dari subunit a
dan b sangat penting untuk anastesi volatil
dan i.v. aktivitas anestesi.
Anestesi umum memodulasi aktivitas saluran
ion yang untuk meningkatkan penghambatan,
atau menghambat neurotransmisi rangsang.
Pada konsentrasi yang relevan secara klinis,
sebagian besar anestesi umum menambah
aktivitas reseptor GABAA.
Secara tradisional, efek anastetik pada otak menimbulkan 4 stadium atau tingkat
kedalaman depresi :
Stadium 1 - analgesia : mengalami analgesia tanpa anastesi yang dilanjutkan dengan amnesia
Stadium 2 - excitement : pasien tampak delir, mungkin bersuara namun tetap amnesia,
pernafasan cepat, kecepatan jantung dan tekanan darah meningkat
Stadium 3 – anastesia bedah : dimulai dengan melambatnya pernafasan dan kecepatan
jantung serta meluas ke tahap apnea (penghentian pernapasan spontan).
Stadium 4 – depresi medula : terjadi depresi berat pada SSP termasuk pusat vasomotor di
medula dan pusat pernafasan batang otak.
Anastesi Inhalan
Pemakaian propofol untuk induksi anastesi umum biasanya dengan injeksi bolus 1-2,5
mg/kg IV. Pada usia lanjut denga pramedikasi benzodiazepin dan opioid dosisnya
diturunkan sedangkan pada anak dosis yang di perlukan lebih tinggi (2,5-3,5 mg/kg IV)
Konsntrasi plasma terapetik untuk pemeliharan anastesi berkisar 3 dan 8 mcg/mL jika
dikombinasikan dengan nitrosa oksida atau opioid.
Dosis subanastetik propofol dapat digunakan untuk mengobati mual munta pascaoprasi
(10-20 mg IV atau 10 mcg/kg/mnt sebagai infus)
FOSPROPOFOL
Efek lain
Meskipun kadang terjadi pelepasan histamin saat induksi barbiturat namun reaksi alergi yang
mengancam nyawa sangat jarang terjadi (1:30.000 pasien)
Pemakaian klinis
Pemakaian klinis utama tiopental (3-5 mg/kg IV) atau metoheksital (1-1,5 mg/kg IV)
adalah untuk induksi anastesia (ketidak sadaran) yang biasanya terjadi dalam waktu
kurang dari 30 detik. Metoheksital (20-30 mg/kg) dapat diberikan per rektum untuk
mempermudah induksi anastesia pada pasien pediatrik.
Jika ditujukan untuk neuroproteksi perlu digunakan EEG isoelektrik untuk menunjukan
reduksi maksimal CMRO2.
BENZIDIAZEPIN
Golongan benzodiazepin yang sering digunakan dalam periode perioprasi adalah
midazolam, lorazolam dan yang lebih jarang diazepam. Efek yang paling diinginkan
adalah ansiolitik dan amnesia retrogard, yang sangat berguna untuk pramedikasi.
Golongan ini juga sangat larut lemak sehingga mudah mencapai SSP. Meski begitu
midazolam memiliki waktu keseimbangan ditempat efek lebih lambat dibanding propofol
dan tiopental.
Midozolam memiliki waktu waruh paling singkat sehingga dianggap menjadi golongan
benzodiazepin yang paling cocok untuk infus kontinu.
Efek pada Sistem Organ
Efek lain
Nyeri pada saat penyuntikan biasa terjadi karna rendahnya kelarutan benzodiazepin
dalam air. Reaksi alergi terhadap benzodiazepin jarang terjadi
Pemakaian Klinis
Benzodiazepin biasa digunakan untuk obat praoprasi, sedasi intravena dan menekan
aktivitas kejang karena efek amnestik, ansiolitik dan sedatif . Mekipun jarang midazolam
dan diazepam juga digunakan untuk induksi anastesi umum.
Midazolam (1-2 mg IV) efektif untuk pramedikasi, sedasi selama anestesia regional dan
prosedur terapetik singkat. Midazolam oral (0,5 mg/kg) diberikan pada anak 30 menit
sebelum induksi anastesia mengasilkan sedasi dan ansiolisis yang baik pada anak tanpa
memperlambat pemulihan.
Anestesi umum dengan midazolam (0,1-0,3 mg/kg IV) berefek ketidaksadaran yang
lambat dibanding tiopental, propofol atau etomidat. Namun efek sinergistiknya dengan
obat lain terutama opioid dan propofol dapat digunakan untuk mencapai efek sedasi
dan analgesik yang lebih baik meskipun efek memperkuat efek depresi pernafasan dan
menyebabkan obstruksi saliran nafas atau apnu.
Etomidat
Etomidat adalah suatu anastetik intravena dengan efek hipnotik tanpa analgesik dan sering dipilih
karena efeknya yang minimal pada hemodinamika pasien. Meskipun efek farmakokinetiknya baik
namun efek samping pada endokrin (penekanan adrenokorteks) membatasi pemakaiannya
sebagai infus kontinu.
Etomidat memiliki efek mirip GABA dan mingkin bekerja terutama malalui penguatab arus klorida
yang diperantarai oleh GABAA.Metabolisme utama oleh hidrolisis ester menjadi metabolit inaktif,
yang kemudian diekrkresikan di urin (78%) dan empedu (22%). Etomidat akan terikat ke protein
plasma (77%) terutama oleh albumin.
Efek pada Sistem Organ
Etomidat digunakan sebagai alternatif terutama pada pada pasien dengan ganguan
kontraktilitas miokardium. Setelah dosis induksi baku (0,2-0,3 mg/kg IV), awitan
ketidaksadaran setara dengan yang dicapai oleh tiopental dan propofol.
Akan menyebabkan nyeri saat penyuntikan IV yang mungkin diikuti oleh iritasi vena.
Setelah penyuntikan dosis tunggal intravena pasien pulih cepat, dan sedikit tanda-tanda
efek depresan sisa.
Etomidat tidak menghasilkan analgesia dan mual-muntah pasca oprasi akan terjadi lebih
sering.
Ketamin
Ketamin adalah turunan fensiklidin yang larut air parsial dan mudah larut lemak serta
berbeda dari kebanyakan anastesi intravena karena menghasilkan analgesia yang
signifikan.
Keadaan khas yang diamati setelah induksi adalah anastesia disosiatif ( mata pasien
tetap terbuka dengan tatapan nistagmus lambat. Mekanisme kerja ketamin kompleks,
tetapi efek utama melalui inhibisi kompleks reseptor NMDA.
Metabolisme utama terjadi di hati dan berupa N-demetilasi oleh sistem sitokrom P-450.
norketamin adalah metabolit aktif primer kurang poten dan kemudian mngalami
hidroksilasi dan konjugasi menjadi metabolit-metabolit inaktif larut-air yang diekskresikan di
urin. Ketamin sedikit terikat ke protein plasma (12%)
Ketamin bertindak terutama pada reseptor
NMDA glutamat sebagai antagonis non-
kompetitif
Ketamine adalah blocker saluran terbuka) yang
berarti dapat mengikat reseptor NMDA hanya
dalam keadaan terbuka, mencegah aliran ion
Ketamine memberikan sifat-sifatnya terutama
melalui reseptor NMDA, tetapi ia juga bekerja
pada tipe-tipe reseptor lain.
Aplikasi ketamin menyebabkan penurunan
aktivitas sinaptik, dan pembentukan sinapsis
baru melalui pemberian sinyal BDNF dan mTor.
Efek pada Sistem Organ
Sifat uniknya sebagai analgesia kuat, stimulasi susunan saraf simpatis, bronkodilatasi dan
jarang menekan pernafasan menyebabkan ketamin menjadi alternatif yang penting
serta adjuvan. Selain itu ketamin dapat diberikan melalui berbagai ruta (intravena,
intramuskulus, oral, rektum, epirural) sehingga pilihan yang berguna untuk pramedikasi
khususnya pada anak.
Induksi anastesia dapat dicapai dengan 1-2 mg/kg IV atau 4-6 mg/kg intra muskulus.
Ketamin menghasilkan analgesia tanpa menggangu jalan nafas. Pemakaian ketamin
selalu dibatasi oleh efek psikomimetik yang tidak menyenangkan.
DEKSMEDETOMIDIN