Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Konsep Strategi

Strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu

organisasi untuk mencapai suatu sasarannya melalui hubungannya yang efektif

dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan (Wibowo, 2019).

menjelaskan mengenai strategi menurut Itami, strategi merupakan penentuan

kerangka kerja dari aktivitas bisnis perusahaan dan memberikan pedoman untuk

mengordinasikan aktivitas sehingga perusahaan dapat menyesuaikan dan

mempengaruhi lingkungan yang selalu berubah. Strategi mengatakan dengan jelas

lingkungan yang diinginkan oleh perusahaan dan jenis organisasi seperti apa yang

hendak dijalankan. Konsep strategi pada penelitian ini antara lain pencegahan,

penanganan, dan pasca bencana kebakaran hutan dan lahan.

2.1.2. Konsep Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup

keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber

daya untuk mencapai tujuan-tujuan. (Rahmad, 2022). Menurut (Wibowo, 2019)

mendefinisikan perencanaan sebagai suatu cara bagaimana mencapai tujuan

sebaik-baiknya (maksimum output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih

efisien dan efektif. Selanjutnya dikatakan bahwa, perencanaan merupakan

29
penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana,

bilamana dan oleh siapa.

Menurut Terry (1960) dalam Rahmad (2022), perencanaan diartikan

sebagai suatu proses pemilihan dan menghubung-hubungkan fakta, serta

menggunakannya untuk menyusun asumsi-asumsi yang diduga bakal terjadi di

masa datang, untuk kemudian merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan

demi tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan. Perencanaan juga diartikan

sebagai suatu proses pengambilan keputusan yang berdasarkan fakta, mengenai

kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan yang

diharapkan atau yang dikehendaki. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25

Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup lima pendekatan yaitu: (1) politik,

(2) teknokratik, (3) partisipatif, (4) atas-bawah (top-down), (5) bawah-atas

(bottom-up).

Ahli-ahli teori perencanaan publik mengemukakan beberapa proses

perencanaan yakni : perencanaan teknokrat, perencanaan partisipatif, perencanaan

top-down, perencanaan bottom up (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 1996 dalam

Pradipta 2019).

a. Perencanaan teknokrat
Menurut Wibowo (2019) adalah proses perencanaan yang dirancang

berdasarkan data dan hasil pengamatan kebutuhan masyarakat dari pengamat

professional, baik kelompok masyarakat yang terdidik yang walau tidak

mengalami sendiri namun berbekal pengetahuan yang dimiliki dapat

30
menyimpulkan kebutuhan akan suatu barang yang tidak dapat disediakan pasar,

untuk menghasilkan perspektif akademis pembangunan. Pengamat ini bisa pejabat

pemerintah, bisa non-pemerintah, atau dari perguruan tinggi. Menurut penjelasan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, “perencanaan teknokrat dilaksanakan dengan

menggunakan metoda dan kerangka pikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja

yang secara fungsional bertugas untuk itu”.

b. Perencanaan partisipatif
Menurut Wrihatnolo dan Wibowo (2019) adalah proses perencanaan yang

diwujudkan dalam musyawarah ini, dimana sebuah rancangan rencana dibahas

dan dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholders). Pelaku

pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara negara

(eksekutif,legislatif, dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan, dunia usaha,

kelompok profesional, organisasi-organisasi non-pemerintah. Menurut Sumarsono

(2010), perencanaan partisipatif adalah metode perencanaan pembangunan dengan

cara melibatkan warga masyarakat yang diposisikan sebagai subyek

pembangunan. Menurut penjelasan UU. 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional: “perencanaan partisipatif dilaksanakan

dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan.

Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa

memiliki”. Dalam UU No. 25 Tahun 2004, dijelaskan pula “partisipasi

masyarakat” adalah keikutsertaan untuk mengakomodasi kepentingan mereka

dalam proses penyusunan rencana pembangunan.

31
c. Perencanaan top down
Menurut Suzetta (1997) adalah proses perencanaan yang dirancang oleh

lembaga/departemen/daerah menyusun rencana pembangunan sesuai dengan

wewenang dan fungsinya.

d. Perencanaan bottom up
Menurut Ekowati (2009) bottom-up merupakan perencanaan yang berasal

dari bawah menuju ke atas. Hjern menjelaskan bahwa Perencanaan bottom–up

memberikan ruang bagi para implementator untuk dapat menyesuaikan strategi

yang direncanakan dengan kondisi rill yang dihadapi, lalu dapat disebut juga

planning approach starting at the lowest hierarchical level and working upward

(pendekatan perencanaan yang dimulai dari tingkatan hirarkis paling rendah

menuju ke atas). Selain itu, menurut penjelasan UU 25 Tahun 2004, pendekatan

atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up) dalam perencanaan

dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses diselaraskan

melalui musyawarah yang dilaksanakan di tingkat Nasional, Provinsi,

Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa.

2.1.3 Konsep Mitigasi


Menurut Sularso (2021) Mitigasi (penjinakan) adalah segala upaya dan

kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir dampak bencana

dengan melakukan perencanaan yang tepat. Mitigasi adalah tindakan-tindakan

untuk mengurangi atau meminimalkan dampak dari suatu bencana terhadap

masyarakat (Noor, 2014). Menurut (Pasal 1 ayat 6 PP No 021 Tahun 2008

Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Mitigasi bencana adalah

32
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan

fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman

bencana.

2.1.4 Bencana

Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa

bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu,

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai

bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah

bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh alam antara lain berupa kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami,

gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non-

alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa

non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,

dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi

konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Kejadian

Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal

33
kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi

bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka

dihitung sebagai satu kejadian.

2.1.5 Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan merupakan kebakaran permukaan dimana api

membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan (hutan, semak, dll), kemudian

api yang membakar lapisan organik yang dibawah lantai hutan, terutamanya lahan

gambut. (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2019).

2.1.5.1 Kebakaran

Menurut BAPPENAS-ADB (1999) dalam Ertika (2021) Kebakaran hutan

dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan

bakar yang ada di atas permukaan (misalnya: serasah, pepohonan, semak, dll),

kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan

(ground fire), membakar bahan organik melalui pori-pori gambut dan melalui

akar semak belukar/pohon yang bagian atasnya terbakar. Dalam

perkembangannya, api menjalar secara vertikal dan horizontal berbentuk seperti

kantong asap dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga

hanya asap yang berwarna putih saja yang tampak diatas permukaan. Mengingat

peristiwa kebakaran terjadinya di dalam tanah dan hanya asapnya saja yang

muncul ke permukaan, maka kegiatan pemadaman akan mengalami banyak

kesulitan.

34
2.1.5.2 Hutan

Menurut Fathiah (2021), hutan merupakan beraneka ragam jenis tumbuhan

dan hewan yang bersekutu dalam asosiasi biotis dimana asosiasi tersebut bersama

lingkungan di sekitarnya membentuk sistem ekologis dan organisme yang saling

mempengaruhi sehingga terbentuk siklus energi yang kompleks.

Lalu Pengertian hutan menurut ahli ekologi terdapat beberapa pandangan,

antara lain:

1. Menurut ahli ekologi, hutan merupakan masyarakat dari tumbuh-tumbuhan

yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda-beda dengan lingkungan

sekitarnya.

2. Menurut ahli atau komunitas yang menekankan pengertian hutan pada konsep

ekologi adalah sebagai berikut:

3. Hutan merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan dengan mayoritas pohon-

pohon berkayu yang tumbuh secara bersamaan dan berjajar rapat.

4. Hutan merupakan suatu ekosistem yang terbentuk dari penutupan pepohonan

secara luas dan berjajar rapat. Selain itu, terdiri atas ekosistem berupa

tegakan-tegakan yang terdiri atas aneka ragam sifat baik struktur, kelas umur,

komposisi, jenis serta beberapa proses tertentu yang saling terkait. Hutan juga

terdiri atas sungai, ikan, satwa liar dan padang rumput bahkan hutan terbentuk

dari bentukan khusus, seperti hutan tanaman, hutan publik, hutan lindung,

hutan kota bahkan hutan industri maupun hutan milik non-industri.

35
5. Hutan merupakan ekosistem yang terdiri atas liputan pohon baik yang

tumbuh secara lebat atau kurang lebat di area yang cukup luas.

2.1.5.3 Lahan

Lahan adalah permukaan bumi yang berupa tanah, batuan, mineral dan

kandungan cairan yang terkandung didalamnya yang memiliki fungsi tersendiri

yang dapat dimanfaatkan manusia. Kesesuaian lahan dalam permukaan bumi

berfungsi beraneka ragam seluruh penjuru bumi, sebagai sumber daya alami,

dengan adanya campur tangan manusia mempengaruhi dinamika tersebut secara

luas dan waktu tertentu, baik secara menetap maupun secara berpindah – pindah.

Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan

kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat

dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun

spiritual (Asfiati, zurkiyah, 2021).

2.1.6 Strategi Perencanaan Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

Strategi mitigasi bencana kebakaran hutan menurut Saharjo

(Adinugroho:2015) merupakan semua aktivitas untuk melindungi hutan dan

lahan. Mitigasi bencana kebakaran hutan mencakup tiga komponen kegiatan

yaitu:

2.1.6.1. Pencegahan

Terjadinya kebakaran hutan Pencegahan kebakaran hutan merupakan

kegiatan awal yang paling penting dalam pengendalian kebakaran dan merupakan

pekerjaan yang harus dilakukan secara terus-menerus. Pencegahan kebakaran

36
merupakan cara yang lebih ekonomis untuk mengurangi kerusakan dan kerugian

yang ditimbulkan oleh kebakaran, tanpa harus menggunakan peralatan yang

mahal. Adapun strategi yang dapat dijadikan acuan dalam usaha pencegahan

terjadinya kebakaran meliputi:

a. Pendekatan Sistem Informasi, merupakan salah satu strategi yang digunakan

dalam pengendalian hutan dan lahan, secara konvensional sistem informasi ini

dilakukan dengan pemantauan langsung di lapangan (lokasi rawan kebakaran),

penggunaan peta dan kompas , pengambilan data melalui web LAPAN fire

HotSpot serta penggunaan peta sebagai alat untuk menginformasikan kepada

warga masyarakat tentang kemungkinan terjadinya kebakaran.

b. Pendekatan Partisipasi dan Integrasi, merupakan pendekatan sosial ekonomi

melalui peran masyarakat lokal dalam mitigasi bencana kebakaran hutan dan

lahan dengan cara penggalangan, pelatihan gabungan dan penyuluhan gabungan

antara Masyarakat Peduli Api (MPA), Satuan Tugas BPBD Kabupaten OKI, dan

Manggala Agni.

c. Identifikasi Pengelolaan Hutan dan lahan, penentuan tindakan pengelolaan

hutan dan lahan (persiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan) yang tepat akan

dapat mengendalikan terjadinya peristiwa kebakaran. Dalam penyiapan lahan,

dengan alasan ekonomis dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, sebagian besar

masyarakat dan perusahaan kehutanan/perkebunan melakukan penyiapan lahan

dengan teknik pembakaran, dimana akhirnya pembakaran ini tidak terkendali,

merembet dan terjadi kebakaran.

2.1.6.2 Penanganan

37
kebakaran hutan Tindakan pemadaman secepat mungkin harus dilakukan

jika terjadi kebakaran hutan dan lahan, adapun strategi pemadaman yang dapat

dilakukan dalam melakukan kegiatan operasi pemadaman agar kegiatan

pemadaman berjalan dengan efektif (lancar, cepat, aman dan tuntas), yaitu :

a. Penggalangan Sumber Daya Manusia, Keterlibatan berbagai unsur

masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Instansi dan Dinas terkait dan

lain-lain, dalam tindakan pemadaman sangat diperlukan mengingat dalam

tindakan pemadaman dibutuhkan sumber daya manusia yang cukup banyak.

Keberadaan tim pengendalian kebakaran akan sangat membantu dalam

tindakan pemadaman.

b. Identifikasi dan Pemetaan Sumber Air, merupakan identifikasi dan

pemetaan sumber air pada areal hutan dan lahan yang rawan terbakar perlu

dilakukan. Identifikasi biasanya dilakukan pada saat musim kemarau

sehingga pada saat terjadi kebakaran, sumbersumber air yang telah

terindentifikasi masih terisi air. Ini digunakan untuk mempermudah petugas

pemadam kebakaran dalam proses pemadaman, karena air merupakan faktor

utama yang harus ada dalam pemadaman api di hutan dan lahan.

c. Sarana dan Prasarana Pendukung, Pelaksanaan kegiatan mitigasi bencana

kebakaran harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai

2.1.6.3 Pasca Bencana

Tindakan Pasca Kebakaran Hutan meliputi:

a. Penilaian Dampak Kebakaran, dilakukan setelah terjadinya kebakaran,

dengan tujuan untuk mengetahui dampak yang merugikan bagi manusia

38
dan lingkungan dari berbagai sudut pandang, baik dari segi ekonomi,

ekologi, sosial maupun kesehatan.

b. Upaya Yuridikasi, dilakukan untuk mengetahui siapa penyebab kejadian

kebakaran, bagaimana prosesnya dan berapa besar kerugian yang

diakibatkan dan selanjutnya melakukan upaya yuridikasi

c. Rehabilitasi, Menurut peraturan menteri kehutanan No.

P.12/Menhut-II/2009 tentang pengendalian kebakaran hutan. Pengendalian

kebakaran hutan adalah semua usaha, pencegahan, pemadaman,

penanganan pasca kebakaran hutan dan penyelamatan. Dalam peraturan

menteri kehutanan ini mencangkup

3 komponen sebagai berikut:

1. Pencegahan Kebakaran Hutan Pencegahan kebakaran hutan adalah semua

usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau

mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Pencegahan

kebakaran hutan dan lahan tingkat kabupaten/kota meliputi:

a. Evaluasi lokasi rawan kebakaran hutan

b. Penyuluhan

c.Pembuatan pentunjuk teknis pelaksanaan pemadaman

d. Pengadaan sarana prasarana mitigasi bencana kebakaran

e. Pelaksanaan pembinaan

f. Pengawasan

2. Pemadaman Kebakaran Hutan Pemadaman kebakaran hutan adalah semua

usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan atau

39
mematikan api yang membakar hutan. Pelaksanaan kegiatan pemadaman

kebakaran hutan pada masing masing wilayah dilakukan melalui tahapan

kegiatan:

a. Pemadaman awal, dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya kebakaran

yang lebih besar saat ditemukan titik api (kejadian kebakaran) oleh regu

patroli yang bertugas dan atau yang ditugaskan melakukan pengecekan

lapangan terhadap titik panas melalui pemadaman seketika tanpa

menunggu perintah dari posko daerah operasi (Daops) setempat.

b. Pemadaman lanjutan, dilakukan dalam rangka menindaklanjuti upaya

pemadaman yang tidak dapat dipadamkan pada saat pemadaman awal,

dengan memobilisasi regu pemadaman kebakaran pada daops setempat

dan atau regu dari Daops lain dan atau instansi lain yang terkait.

c. Pemadaman mandiri, dilakukan dalam rangka pemadaman kebakaran yang

dilaksanakan secara mandiri dengan menggunakan personil, sarana

prasarana dan dukungan logistik yang berada pada wilayah kerja Daops

setempat.

d. Pemadaman gabungan, dilakukan dalam rangka pemadaman kebakaran

yang dilaksanakan dengan menggunakan personil, sarana prasarana dan

dukungan logistik yang berada pada daops setempat dan atau regu dari

Daops lain dan atau instansi lain yang terkait.

e. Pemadaman dari udara, dilakukan dalam rangka pemadaman kebakaran

baik pada pemadaman awal maupun pemadaman lanjutan dan atau

40
pemadaman dengan menerapkan teknologi modifikasi cuaca oleh tim

operasi yang menggunakan pesawat terbang.

3. Penanganan Pasca Kebakaran Penanganan pasca kebakaran adalah semua

usaha, tindakan atau kegiatan yang meliputi inventarisasi, monitoring dan

evaluasi serta koordinasi dalam rangka menangani suatu areal setelah

terbakar. Penanganan pasca kebakaran hutan dilakukan melalui kegiatan:

a. Pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket), dilakukan melalui pengecekan

lapangan pada areal yang terbakar dengan menggunakan data titik panas

yang terpantau, pengumpulan contoh tanah, tumbuhan, dan bukti lainnya

di areal yang terbakar.

b. Identifikasi, dilakukan untuk mengetahui penyebab kebakaran, luas

kebakaran, tipe vegetasi yang terbakar, pengaruhnya terhadap lingkungan

dan ekosistem.

c. Monitoring dan evaluasi, dilakukan untuk memantau kegiatan

pengendalian kebakaran yang telah dilakukan dan perkembangan areal

bekas kebakaran.

d. Rehabilitasi, dilakukan dalam rangka merehabilitasi kawasan bekas

kebakaran dengan mempertimbangkan rekomendasi dan atau masukan

berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi.

41
2.2 Variabel Penelitian

N
PEMBAHASAN VARIABEL INDIKATOR
O

1. Pendekatan informasi dan


peringatan dini kebakaran
1. Pencegahan 2. Pendekatan partisipasi dan
integrasi
3. Identifikasi pengelolaan kebun
dan lahan

STRATEGI
PERENCANAAN 1. Identifikasi dan pemetaan
MITIGASI sumber air
1. BENCANA 2. Penanganan 2. Sarana dan prasarana
KARHUTLA DI pendukung
DESA CINTA 3. Penggalangan sumber daya
JAYA manusia
PEDAMARAN

1. Penilaian dampak kebakaran


3. Pasca Bencana 2. Upaya yuridikasi
3. Rehabilitasi

(Sumber : Penyusun, 2022)

42

Anda mungkin juga menyukai