Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORITIS MENGENAI PENATAAN RUANG DAN

BANGUNAN GEDUNG DI KAWASAN PESISIR

A. Hukum dalam konsep Pembangunan Berkelanjutan

Lingkungan hidup di Indonesia kini banyak mengalami

kerusakan dan pencemaran. Perusakan kawasan lindung oleh

pembangunan seperti kawasan hutan dan pesisir mengakibatkan

rusaknya kemampuan lingkungan hidup. Bagaimanapun

pentingnya pembangunan itu tidak akan berarti apabila lingkungan

hidup menjadi sedemikian rusaknya. Oleh karena itu pelaksanaan

pembangunan harus sekaligus berarti pengamanan lingkungan

agar tujuan pembangunan sendiri mencapai sasaran yang

diinginkan. Lingkungan hidup merupakan sumber daya dan sumber

sarana yang mutlak bagi pembangunan yang berarti sumber itu

harus tetap ada agar pembangunan berkesinambungan. Hal itu

pula berarti, bahwa apabila sumber daya dan sumber sarana itu

telah rusak maka pembangunan akan terhenti. Untuk itu

memberikan kepastian agar pembangunan dan perlindungan

lingkungan hidup tetap berjalan di perlukan peranan hukum.36

36
https://www.researchgate.net/publication/318650120_Hukum_dan_Konsep_Pembangunan_B
erwawasan_Lingkungan oleh Manahan Natipulu diakses pada 18 November 2018 pukul 17.00

25
26

Peranan dan fungsi hukum dalam masyarakat merupakan

ukuran, kriteria, dalam bertingkah laku, tingkah laku mana yang

patut dan tidak patut, baik dan buruk, benar atau salah, adil atau

tidak adil. Dari kriteria itu dapatlah masyarakat secara keseluruhan

atau warganya sebagai individu melakukan kontrol sosial baik

preventif maupun refresif. Dalam konteks hukum merupakan alat

kontrol atau pengawasan dalam pelaksanaan pembangunan,

pembangunan yang dilaksanakan harus mengikuti ketentuan yang

sudah di gariskan oleh hukum. Apabila terjadi penyimpangan, maka

hukum akan hadir sebagai pemberi sanksi.37

Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa tujuan pokok

penerapan hukum apabila hendak direduksi pada satu hal saja

adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah tujuan pokok dan

pertama dari segala hukum, kebutuhan akan ketertiban ini,

merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat

teratur: di samping itu tujuan lainnya adalah tercapainya keadilan

yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat pada

zamannya.

Lebih lanjut teori hukum yang di kemukakan Mochtar

Kusumaatmadja adalah hukum sebagai sarana pembangunan dan

pembaharuan masyarakat dapat dianggap sebagai gagasan awal

perkembangan pembangunan berkelanjutan. Ketika konsep

37
ibid
27

pembangunan berkelanjutan di evaluasi sebagai sarana

pembaharuan di negara berkembang seperti Indonesia, masalah

lingkungan menjadi isu pembangunan. 38 Pembangunan

berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan

aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi

pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta

keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup

generasi masa kini dan generasi masa depan. 39 Hal tersebut

menyatakan bahwa pembangunan haruslah memperhatikan fungsi

lingkungan hidup agar dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan

generasi yang akan datang.

Word submit on Sustainable Development (WSSD) yang

memuat prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai

pendekatan baru berdasarkan pertimbangan keterkaitan dan saling

ketergantungan pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan

pembangunan lingkungan. 40 Pembangunan berkelanjutan

menghendaki adanya pendistribusian hak-hak atas sumber daya

alam dan lingkungan hidup secara adil baik bagi generasi saat ini

maupun masa datang. Konsep pembangunan berkelanjutan

38
Mochtar Kusumaatmadja yang membahas peranan hukum sebagai alat atau sarana
pembaharuan/pembangunan masyarakat, bandingkan dengan teori hukum R. Pound yang
membahas law as tool of social engineering. Juga dengan tulisan Daud Silalahi, yang berjudul,
Perkembangan hukum Lingkungan Indonesia: Tantangan dan Peluangnya, UNPAD, 2003.
39
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
40
Deklarasi Johannesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan, Rencana Pelaksanaan KTT
Pembangunan Berkelanjutan, Direktoral PELH PBB DITJEN MULTILATERAL EKUBANG DEPLU, 2002
28

menghendaki pembangunan yang mengintegrasikan kepentingan

ekonomi, sosial, dan perlindungan daya dukung lingkungan hidup

secara seimbang dan berkeadilan. Diperlukan perubahan

paradigma pembangunan menuju pembangunan yang

berkelanjutan, berbasis rakyat, dan berkeadilan.41

Pembangunan tidak hanya semata-mata pasar atau

pertumbuhan ekonomi, akan tetapi mencakup berbagai aspek lain

seperti identitas kultural, kepercayaan diri serta kemerdekaan diri.

Dalam pandangan ini pembangunan hanya akan bermakna bila

menghasilkan teknologi tepat guna, yaitu yang tidak merusak

manusia dan lingkungan, hanya membutuhkan konsumsi energi

kecil, tidak hanya paten atau royalti yang tinggi serta tidak

menghasilkan ketergantungan terhadap pihak luar.42

Pembangunan berkelanjutan mengharuskan kita mengelola

sumber alam serasional mungkin. Ini berarti bahwa kawasan

lindung yang telah di tetapkan dalam Undang-Undang Penataan

Ruang seperti kawasan pesisir dan sempadan pantai dikelola

secara rasional dan bijaksana. Untuk ini diperlukan pendekatan

pembangunan dengan pengembangan lingkungan hidup, yaitu eco-

development. Pendekatan ini tidak menolak diubah dan diolahnya

sumber alam untuk pembangunan dan kesejahteraan manusia.

41
Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. hlm.
58-59
42
N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, edisi kedua, Erlangga, Jakarta,
2004. hlm.61
29

Tetapi “kesejahteraan manusia” mengandung makna luas,

mencakup tidak hanya kesejahteraan material, pemenuhan

kebutuhan generasi hari kini, tetapi juga mencakup kesejahteraan

nonfisik, mutu kualitas hidup dengan lingkungan hidup yang layak

dihidupi (liveble environment) dan jaminan bahwa kesejahteraan

terpelihara kesinambungannya bagi generasi yang akan datang,

dalam pendekatan ini berlaku dalil “apa yang diambil dari alam

harus kembali kepada alam, sekurang-kurangnya diganti dengan

hal berperan serupa kepada alam”.43

Kebijakan dan penegakan kebijakan (enforcement) dengan

contoh kawasan lindung dan pariwisata menunjukkan bahwa kita

masih terlalu berat sebelah pada aspek-aspek ekonomi, tetapi pada

pengaruh sampingannya belum kita konsepkan jelas dalam kaitan

kebijakan maupun dalam ketegasannya. Ambisi-ambisi

pembangunan seharusnya jangan hanya didasari pada angka-

angka pertumbuhan yang bermotif ekonomi, tetapi semua faktor

kepentingan yang masih bersinggungan dengan aspek-aspek

kehidupan, termasuk tata ekologi, tetap menjadi perhitungan dan

pertimbangan terpadu satu dengan lainnya. Politik pembangunan

harus pula diikuti dengan politik lingkungan yang konkret dan

terpadu.44

43
Emil Salim, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3ES, Cetakan ke-1, Jakarta, 1986, hlm.
184
44
N.H.T. Siahaan, op.cit.,hlm.73
30

B. Konsep Penataan Ruang dalam Kerangka Perspektif Hukum

1. Penataan Ruang dalam Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Hukum tata Ruang secara substansial merupakan bagian

dari hukum lingkungan dalam arti luas, dapat diartikan sebagai

aspek khusus dalam hukum lingkungan yang mengatur tentang

peruntukan dan pemanfaatan sumber daya alam dalam

lingkungan hidup secara spasial. Menurut Hardjasoemantri,

bahwa hukum lingkungan yang mengatur penataan lingkungan

guna mencapai keserasian hubungan manusia dalam

lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun

lingkungan sosial budaya. Meliputi tata ruang, tata guna tanah,

tata cara peran serta masyarakat, tata cara peningkatan upaya

pelestarian kemampuan lingkungan dan ganti kerugian.45

Hukum lingkungan sendiri pada hakikatnya adalah sarana

penunjang bagi pengelolaan lingkungan hidup. Dalam kaitannya

ini, menurut Danusaputro bahwa hukum lingkungan sebagai

sarana penunjang itu merupakan hukum yang baik yang bukan

hanya bergerak sebagai sarana belaka. Agar kebaikan dapat

terlaksana secara nyata, sarana yang baik perlu diterapkan dan

digunakan setepat tepatnya. Salah satu sarana yang dapat

45
Hardjasoemantri, Koesnadi, 1999, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, hlm. 42 - 45
31

dipandang penting guna mendukung upaya tersebut adalah tata

ruang yang kemudian diatur dalam hukumnya.46

Adapun mengenai istilah atau konsep yang digunakan dalam

Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup seperti lingkungan hidup, perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup, daya dukung lingkungan hidup,

daya tampung lingkungan hidup, baku mutu lingkungan,

pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup,

sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 tentang ketentuan

umum. Khusus mengenai tata ruang tidak di berikan definisi

dalam undang-undang ini, namun undang-undang ini mengakui

pentingnya kegunaan atau fungsi tata ruang ini dalam upaya

pelestarian fungsi kemampuan lingkungan hidup sebagai tujuan

utama dari Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Keterkaitan antara tata ruang dan lingkungan hidup secara

tegas dirumuskan bahwa untuk menjaga kelestarian lingkungan

hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata

ruang wilayah wajib didasarkan pada kajian lingkungan hidup

strategis (KLHS). Lebih lanjut di tegaskan bahwa perencanaan

tata ruang wilayah dengan tetap memperhatikan daya dukung

dan daya tampung lingkungan hidup. 47 Penegasan di atas

46
Danusaputro, St. Munadjat, 1984, Bunga Rampai Binamulia Hukum dan Lingkungan, Binacipta,
Bandung, hlm. 87
47
Pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
32

menempatkan tata ruang sebagai instrumen mendasar kedua

setelah KLHS yang harus menjadi dasarnya. Hal ini

mengandung makna bahwa secara hierarkis, penetapan KLHS

harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan penataan

ruang.

2. Asas dan Tujuan Penataan Ruang

Adapun asas penataan ruang secara tegas tertuang dalam

Undang-Undang Penataan Ruang, yang dapat di jelaskan

sebagai berikut :48

a. Asas tanggung jawab negara “negara menjamin

pemanfaatan sumber daya alam memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu

hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi

masa depan”, Negara menjamin hak warga negara atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat”, Dan :negara

mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber

daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup”.

b. Asas kelestarian dan keberlanjutan “bahwa setiap orang

memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap

generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam

satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya

48
Pasal 2 Undang –Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
33

dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan

hidup.

c. Asas keserasian dan keseimbangan “bahwa

pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan

berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial

budaya, dan perlindungan serta pelestarian”.

d. Asas kehati-hatian “bahwa ketidakpastian mengenai

dampak usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan

penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan

merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah

meminimalisasi atau menghindar ancaman terhadap

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup”.

e. Asas keadilan “bahwa perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas

daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.

f. Asas pencemar membayar “bahwa setiap penanggung

jawab usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib

menanggung biaya pemulihan lingkungan”.

g. Asas partisipatif “bahwa setiap anggota masyarakat

didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan

keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan


34

pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung

maupun tidak langsung”.

h. Asas kearifan lokal “bahwa dalam perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan

nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan

masyarakat”.

i. Asas tata kelola pemerintahan yang baik “bahwa

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai

oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas,

efisiensi, dan keadilan”.

j. Asas otonomi daerah “bahwa pemerintah dan pemerintah

daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan

dan keragaman daerah dalam bingkai negara kesatuan

republik Indonesia”.

Tujuan penataan ruang yang di tegaskan dalam Undang-

Undang Penataan Ruang menyatakan bahwa

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan

ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan

berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan

ketahanan Nasional dengan terwujudnya keharmonisan antara

lingkungan alam dan lingkungan buatan, terwujudnya


35

keterpaduan dalam penggunaan sumber daya buatan dengan

memperhatikan sumber daya manusia, terwujudnya

perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif

terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.49

Jadi, menurut rumusan isi pasal 3 Undang-Undang

Penataan Ruang tersebut, tujuan utama penataan ruang

pokoknya ada empat, yaitu:50

a. Mewujudkan wilayah nasional yang aman, maksudnya

situasi masyarakat dapat menjalankan aktivitas

kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai

ancaman.

b. Mewujudkan wilayah nasional yang nyaman, yakni

keadaan masyarakat dapat mengartikulasikan nilai sosial

budaya dan fungsinya dalam suasana yang tenang dan

damai.

c. Mewujudkan wilayah nasional yang produktif,

maksudnya proses produksi dan distribusi berjalan

secara efisien sehingga mampu memberikan nilai

tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat

sekaligus meningkatkan daya saing.

49
Pasal 3 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
50
Yunus Wahid, 2014, Pengantar Hukum Tata Ruang, Prenadamedia group, Jakarta, hlm. 23
36

d. Mewujudkan wilayah nasional yang berkelanjutan,

maksudnya adalah kondisi kualitas lingkungan fisik

dapat dipertahankan dan bahkan dapat di tingkatkan,

termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan

orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber

daya alam tak terbarukan.

3. Penyelenggaraan Penataan Ruang

Penataan ruang berasal dari kata tata dan ruang. Tata

memiliki arti kaidah, aturan, dan susunan; cara menyusun;

sistem; penataan proses, cara, perbuatan menata; pengaturan;

penyusunan. Ruang dapat dipahami sebagai wadah, konsep,

dan pengertian dengan penekanan tertentu. Ruang sebagai

wadah, yang juga dikenal dengan ruimte (Belanda), space

(Inggris), raum (Jerman), dan spatium (Latin) mula-mula

diartikan sebagai bidang datar (planum-planologi) yang dalam

perkembangannya kemudian mempunyai dimensi tiga dan

berarti tempat tinggal (dwelling house) yang harus ditata sebaik-

baiknya demi kebahagiaan, kesejahteraan, dan kelestarian

umat manusia. Ruang sebagai pengertian (conseptio) terdiri dari

unsur: bumi, air, dan udara, mempunyai tiga dimensi.51

Ruang merupakan salah satu sarana yang sangat

menunjang terwujudnya masyarakat adil dan makmur,

51
Yunus Wahid, Op.Cit., hlm 1.
37

mengingat segala aktivitas kehidupan masyarakat akan selalu

membutuhkan ruang dan sebaiknya ruang itu sendiri

merupakan tempat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya

untuk melangsungkan kehidupannya. 52 Jadi, penataan ruang

adalah sistem proses perencana tata ruang, pemanfaatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.53

Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi

utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan

nilai strategis kawasan.54 Dalam kerangka wilayah administratif

menjelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat

pusat maupun tingkat daerah, harus sesuai dengan rencana

tata ruang yang telah ditetapkan. Kondisi wilayah Indonesia

yang terdiri dari wilayah nasional, provinsi, kabupaten dan/kota,

yang masing-masing merupakan subsistem ruang menurut

batasan administrasi, dan di dalam subsistem tersebut terdapat

sumber daya manusia dan berbagai macam kegiatan

pemanfaatan sumber daya alam buatan dengan tingkat

pemanfaatan ruang yang berbeda-beda. Penataan ruang

diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan,

52
Hasni, Op.cit.,hlm.23.
53
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
54
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
38

wilayah administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai strategis

kawasan.55

Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Dalam kata

teratur tercakup pengertian serasi dan sederhana sehingga

mudah dipahami dan dilaksanakan. Dalam pengertian ini,

penataan ruang terbagi dari tiga kegiatan utama, yaitu,

perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan

pengendalian tata ruang.56

a. Perencanaan Tata Ruang

Perencanaan tata ruang adalah suatu proses

untuk menentukan struktur dan pola ruang yang meliputi

penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

Rencana tata ruang disusun dengan perspektif menuju

keadaan masa depan yang diharapkan, bertitik tolak dari

data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang

dapat digunakan, serta memperhatikan keragaman

wawasan kegiatan di setiap sektornya.57

Salah satu bentuk rencana yang dilakukan

pemerintah dalam penataan ruang yaitu dengan

dibuatnya sebuah rencana tata ruang wilayah yang

bertujuan menjaga keselarasan, keserasian,

55
Nur Anwar, Sutrisno Anggoro, Dwi P Sasongko, Evaluasi Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan
Pesisir Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Semarang, 11 September 2012, hlm.3
56
M. Daud Silalahi, Op. Cit., hlm. 80
57
Rinaldi Mirsa, Elemen Tata Ruang Kota, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012, hlm.40
39

keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antara

pusat dan daerah, antar sektor dan antar pemangku

kepentingan. Demikian pula halnya mengenai penataan

ruang kawasan pesisir yang juga diatur di dalam RTRW.

Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

(RTRWN) dilaksanakan dengan peraturan pemerintah

(PP). Dengan penetapan ini, maka seluruh wilayah

nasional telah ditentukan peruntukannya berdasarkan

fungsi utama kawasan dan aspek lain yang juga dijadikan

dasar kriteria dalam penataan ruang.

Garis besar Rencana Tata Ruang dibagi dalam dua

kelompok, yaitu : pertama, Rencana Umum Tata Ruang

(RUTR) yang secara hierarkis terdiri atas : RTRW

Nasional, RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota.

Kedua, Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) terdiri atas:

RTR Pulau / Kepulauan dan RTR Kawasan Strategis

Nasional, RTR Kawasan Strategis Provinsi, Rencana

Detail Tata Ruang (RDTR) Kota / Kabupaten dan RTR

Strategis Kota / Kabupaten. Dalam hal ini, RRTR

merupakan penjabaran dari RUTR yang bersangkutan.58

Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan

merumuskan dan menetapkan manfaat ruang dan

58
Pasal 14 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
40

kaitannya atau hubungan antara berbagai manfaat ruang,

berdasarkan kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat

dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di

masa yang akan datang.59

Perencanaan tata ruang sering dipandang sebagai

titik signifikansi bagi pencapaian keberhasilan

pembangunan. Dikatakan signifikan karena dengan

adanya suatu perencanaan akan membawa pada suatu

pilihan berhasil atau tidaknya kegiatan dalam mencapai

tujuan pembangunan.60

Tujuan perencanaan tata ruang adalah untuk dapat

menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan antar

sektor dalam pembangunan daerah, sehingga dalam

pemanfaatan ruang dan lahan dapat dilakukan seoptimal

dan seefisien mungkin. Dan tujuan dari dilaksanakannya

suatu perencanaan tata ruang adalah untuk

mengarahkan struktur dan lokasi pembangunan yang

serasi dan seimbang dalam rangka pemanfaatan sumber

daya alam dan sumber daya manusia, sehingga dapat

tercapainya suatu pembangunan yang optimal dan

berkelanjutan. Selain hal tersebut, perencanaan tata

59
M. Daud Silalahi, Op.Cit., hlm 81.
60
Juniarso Ridwan, Achmad Sodik, Op Cit, hlm 85
41

ruang dapat mencegah kegiatan pembangunan yang

akan merusak lingkungan hidup.

b. Pemanfaatan Ruang

Menurut Peraturan Pemerintah tentang

penyelenggaraan penataan ruang menyebutkan bahwa

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan

struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana

tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan

program beserta pembiayaannya.61 Sedangkan di dalam

Undang-Undang tentang Penataan Ruang menyebutkan,

pemanfaatan tata ruang merupakan aktivitas

pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah

maupun masyarakat untuk mewujudkan rencana tata

ruang.

Pemanfaatan ruang yang dimaksud yaitu harus

mengacu kepada fungsi ruang yang sudah ditetapkan

dalam rencana tata ruang dan dilaksanakan dengan

mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan

air, penatagunaan udara dan penatagunaan sumber

daya alam lainnya. Pemanfaatan ruang harus

dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

minimal bidang penataan ruang, standar kualitas

61
Pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang
42

lingkungan dan daya dukung serta daya tampung

lingkungan hidup.62

c. Pengendalian Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui

penetapan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan

disinsentif, serta pengenaan sanksi.63

Agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata

ruang dilakukan pengendalian melalui kegiatan

pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang.

Pengawasan yang dimaksud adalah usaha untuk

menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi

ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Penertiban dalam ketentuan ini adalah usaha untuk

mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang

direncanakan dapat terwujud sesuai dengan ketetapan.64

Aktivitas pengendalian salah satunya meliputi tahap

perizinan yang menyangkut masalah izin lingkungan, izin

lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin penggunaan

bangunan. 65 Sehingga bangunan gedung merupakan

salah satu objek yang sangat penting dalam penataan

ruang.

62
Rinaldi Mirza, Op.cit., hlm.45.
63
Pasal 35 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
64
Ibid., hlm.52.
65
M. Daud Silalahi, Op. Cit. hlm.32
43

Selanjutnya arahan pengendalian pemanfaatan ruang

dalam rangka penegakan hukum terhadap ruang adalah

instrumen sanksi. Arahan sanksi merupakan arahan

ketentuan pengenaan sanksi administratif kepada

pelanggar pemanfaatan ruang, yang akan menjadi acuan

bagi pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota.

Paradigma penataan ruang yang selama tiga dekade

terakhir belum juga menghasilkan tata ruang yang dapat

dijadikan pedoman dan memberikan kepastian hukum

serta keadilan atas manfaat ruang. Atas semua itu perlu

dicari solusi berupa strategi pembangunan nasional

dalam perspektif ekologis yang merupakan sebuah

sistem saling terkoneksi dan dinamis. Dengan demikian,

setiap aspek dari pembangunan sampai pada skala

terkecil akan dilihat sebagai sebuah sistem yang terbuka,

sehingga akan siap mengantisipasi perubahan zaman.66

4. Penataan Ruang dalam Penatagunaan Tanah

Menurut Juniarso Ridwan konsep dasar hukum penataan

ruang, tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4

yang berbunyi: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

66
Iskandar, Kebijakan Perubahan Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Berkelanjutan, UNPAD
Press, Bandung, 2010, hlm. 18
44

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut serta melaksanakan ketertiban dunia..”

Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 amandemen ke

empat, berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”67

Menurut M. Daud Silalahi salah satu konsep dasar pemikiran

tata ruang menurut hukum Indonesia terdapat dalam UUPA No.

5 Tahun 1960. Sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945,

tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep

tata ruang, Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk mengatur

dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan,

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa, menentukan

dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan

bumi, air, dan ruang angkasa dan menentukan dan mengatur

hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-

perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang

angkasa.68

Konsep tata ruang dalam tiga dimensi tersebut di atas terkait

dengan mekanisme kelembagaan dan untuk perencanaannya

diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang menyatakan

67
Juniarso Ridwan, Hukum Tata Ruang, Nuansa, Bandung, 2008. hlm. 23.

68
M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan: dalam sistem penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,
Edisi Revisi, Alumni, Bandung, 2001. hlm. 78-79
45

pemerintah dalam rangka membuat suatu rencana umum

mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air

dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terdapat di

dalamnya untuk kepentingan umum dan negara. Dan kemudian

pemerintah daerah mengaturnya kembali sesuai dengan

keadaan daerah masing-masing. 69 Selanjutnya pengaturan

tentang pemeliharaan tanah, termasuk menambah

kesuburannya serta mencegah kerusakannya yang merupakan

kewajiban setiap orang, badan hukum, atau instansi yang

mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan

memperhatikan pihak ekonomi lemah.70

Ketentuan tersebut memberikan hak penguasaan kepada

negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia, dan

memberikan kewajiban kepada negara untuk menggunakan

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kalimat tersebut

mengandung makna, negara mempunyai kewenangan untuk

melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber

daya alam guna terlaksananya kesejahteraan rakyat yang di

kehendaki. Untuk dapat mewujudkan tujuan negara tersebut,

khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa berarti negara harus dapat

melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam


69
Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria
70
Pasal 15 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
46

tercapainya tujuan tadi dengan suatu perencanaan yang cermat

dan terarah. Apabila dicermati dengan seksama, kekayaan alam

yang ada dan dimiliki oleh negara, yang kesemuanya itu

memiliki suatu nilai ekonomis, maka dalam pemanfaatannya

pun harus diatur dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang

terkoordinasi, sehingga tidak akan adanya perusakan terhadap

lingkungan hidup.

C. Kawasan Pesisir dan Wilayah Sempadan Pantai

1. Pengertian wilayah dan kawasan pesisir

Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara

ekosistem daratan dan laut yang ditentukan oleh 12 mil batas

wilayah ke arah perairan dan batas kabupaten/kota ke arah

pedalaman. Menurut Kesepakatan umum di dunia bahwa

wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

dan lautan.71

Menurut Munadjat Danusaputro, Hukum lingkungan berguru

kepada ekosistem. Suatu kawasan yang didalamnya terdiri atas

unsur-unsur hayati dan unsur-unsur non hayati, serta unsur-

unsur tersebut terjadi hubungan timbal balik yang di kenal

dengan ekosistem. 72

71
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil
72
Soedjiran Resosoedarmo, Pengantar ekologi, Remadja Karya, Bandung, 1987, hlm. 7
47

Ekosistem adalah tatanan unsur-unsur lingkungan hidup

yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling

mempengaruhi dalam bentuk kesimbangan, stabilitas, dan

produktifitas lingkungan hidup. Lingkungan sebagai ekosistem

terdiri dari berbagai sub system, yang mempunyai aspek social,

budaya, ekonomi, budaya, ekonomi dan geografi, dengan corak

ragam yang berbeda, yang mengakibatkan daya tampung, daya

dukung dan daya lenting lingkungan yang berlainan. 73 Unsur-

unsur lingkungan tidak dapat berdiri sendiri, namun berinteraksi

membentuk suatu sumberdaya. Interaksi antar unsur-unsur

lingkungan membentuk sumber daya manusia, sumber daya

alam, dan sumber daya buatan / budaya.

Adapun wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan

geografis beserta segenap unsur terkait, yang batas dan

sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau

fungsional. Definisi diatas memberikan makna bahwa ekosistem

pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai

kekayaan habitat yang beragam, didarat maupun dilaut, serta

saling berinteraksi antara habitat tersebut.

Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih

ekosistem. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami atau buatan.74

73
Amiruddin A. Dajaan & Maret Priyanta , Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan di
Bidang Penataan Ruang Kawasan Pesisir Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan di Jawa
Barat, Laporan penelitian di Universitas Padjajaran, Bandung, 2009, hlm. 8
74
Soedjiran Resosoedarmo, Op. Cit, hlm. 11
48

Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain :

terumbu karang, hutan bakau, padang lamun, pantai berpasir,

formasi pes-caprea, formasi baring tonia, estuaria, laguna dan

delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa :

tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan

industry, dan kawasan permukiman.75

Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan

kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk

dipertahankan keberadaannya.76

Kawasan pesisir merupakan wilayah yang unik karena

merupakan percampuran antara daratan dan lautan, hal ini

berpengaruh terhadap kondisi fisik pada umumnya di daerah

yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar.

Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah

pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan

wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukkan garis batas nyata

wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis

khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi

setempat. Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar,

garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di

75
Amiruddin A. Dajaan Imami, Hukum Penataan Ruang Kawasan Pesisir, Bandung, logoz
publishing, 2014, hlm. 47.
76
Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
49

tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan

laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit.

Kawasan pesisir sangat rentan terkena dampak kegiatan-

kegiatan manusia. Hal ini dikarenakan besarnya sumber daya

yang dimilikinya yang berfungsi untuk memenuhi taraf

kehidupan manusia. Sumber daya di pesisir juga dapat

diklasifikasikan ke dalam sumber daya alam yang dapat pulih

dan sumber daya alam yang tidak dapat pulih. Sumber daya

alam yang dapat pulih yaitu sumber daya perikanan (plankton,

benthos, ikan, moluska, krustasea, mamalia laut), rumput laut,

hutan mangrove, terumbu karang, dan sumber daya alam yang

tidak pulih mencakup minyak dan gas, biji besi, pasir, timah,

bauksit, mineral dan bahan tambang lainnya.77 Suatu ekosistem

memiliki nilai manfaat berupa jasa ekosistem. Jasa ekosistem

adalah proses ekologi atau komponen ekosistem yang

berpotensi memberikan aliran manfaat bagi masyarakat.

Millenium Ecosystem Assessment (2005) mengklasifikasikan

jasa ekosistem dalam empat kategori utama yaitu provisioning

services/jasa penyedia barang dan jasa (sumber makanan, air,

udara), supporting services/jasa pendukung (sebagai produksi

primer dan pembentukan tanah), regulating services/jasa

pengaturan (pengaturan sistem dan proses yang terjadi di alam,

77
Amiruddin A. Dajaan Imami, Op. Cit., hlm. 58
50

termasuk di dalamnya bencana alam) dan cultural services/jasa

kebudayaan (nilai-nilai spiritual dan rekreasi).78

2. Wilayah Sempadan Pantai

Wilayah sempadan pantai termasuk kedalam kawasan

perlindungan setempat. Sempadan pantai adalah daratan

sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan

bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik

pasang tertinggi ke arah darat. Batas sempadan pantai adalah

ruang sempadan pantai yang ditetapkan berdasarkan metode

tertentu.79

Status hak tanah yang berada di dalam radius sempadan

pantai bukan objek hak atas tanah dan tidak dapat dijadikan

sertipikat. Menurut Dr. Gunanegara, tanah yang masih berada

di dalam daerah sempadan pantai atau wilayah pesisir, apalagi

tanah yang masih berupa laut, bukan objek hak atas tanah.

Tanah yang masuk di daerah sempadan pantai dapat diberikan

sertifikat Hak Pakai jika peruntukannya untuk usaha tambak

yang memang harus di pantai tepi laut, tentu harus ada izin

lokasi dari Bupati/Walikota. Bisa juga diberikan HGB atau Hak

Pakai jika tanah-tanah yang diperuntukkan sebagai pelabuhan.

Pengaturan pemilikan tanah sempadan pantai bukan instrumen

78
Chrisna Satriagasa, “Analisis Jasa Ekosistem Kawasan Kepesisiran Daerah Istimewa Yogyakarta
dalam Pengurangan Risiko Bencana”, Tesis Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Universitas Gadjah Mada Fakultas Geografi Yogyakarta, 2015, hlm. 96.
79
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
51

hukum untuk pengambilalihan kepemilikan orang atau tanah

yang sudah ada sebelumnya, akan tetapi pengaturan

penggunaan dan pemanfaatan tanah sempadan pantai dan

kepemilikan baru.80

Sempadan pantai dapat berfungsi sebagai:81

a. perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;

b. perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;

c. perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai,

banjir, dan bencana alam lainnya;

d. perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan

basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun,

gumuk pasir, estuaria, dan delta;

e. pengaturan akses publik; dan

f. pengaturan untuk saluran air dan limbah.

D. Bangunan Gedung dalam pemanfaatan Ruang Kawasan

Pesisir

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan

konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian

atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau

air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan

kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan

80
https://dunianotaris.com diakses pada 17 Oktober 2018 pukul 22.17
81
Pasal 6 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 51/2016 tentang Batas Sempadan Pantai
52

keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun

kegiatan khusus.82

Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas

kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian

bangunan gedung dengan lingkungannya. 83 Berdasarkan

penjelasan di atas adanya hubungan yang nyata antara bangunan

gedung dengan prinsip prinsip lingkungan hidup yang harus serasi

dan terpadu. Berdasarkan fungsinya bangunan gedung

diklasifikasikan sebagai berikut:84

1. Bangunan Rumah Tinggal

Pembuatan bangunan rumah tinggal bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan manusia akan papan/tempat tinggal.

Oleh karena itu, pembuatan bangunan ini harus

memperhatikan faktor keamanan dan kenyamannya.

Contoh-contoh bangunan rumah tinggal antara lain rumah,

perumahan,rumah susun, apartemen, mess, kontrakan, kos-

kosan, asrama.

2. Bangunan Komersial

Bangunan komersial didirikan untuk mendukung aktivitas

komersial meliputi jual, beli, dan sewa. Bangunan komersial

ditujukan untuk keperluan bisnis sehingga faktor lokasi yang

82
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
83
Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
84
repository.usu.ac.id diakses pada 20 Oktober 2018 pada pukul 22. 00
53

strategis memegang peranan penting bagi kesuksesan

bangunan tersebut. Contoh-contoh bangunan komersial di

antaranya pasar, supermarket, mall, retail,

pertokoan,perkantoran, dan komplek kios.

3. Bangunan Fasilitas Penginapan

Bangunan penginapan tercipta dari kebiasaan manusia yang

kini beraktivitas dengan berpindah-pindah tempat secara

mobilitas. Keberadaan bangunan ini memungkinkan

seseorang bisa menyewa bangunan untuk sementara waktu

dengan keperluan menginap. Adapun contoh bangunan

penginapan yaitu motel, hotel, cottage, dan wisma tamu.

4. Bangunan Fasilitas Pendidikan

Bisa ditebak, ini merupakan bangunan yang difungsikan

sebagai sarana pendidikan, di mana aktivitas utama di

dalamnya yaitu belajar. Dalam penjabarannya, belajar

merupakan kegiatan untuk mendapatkan ilmu dan

pengetahuan yang baru. Contoh dari bangunan pendidikan

misalnya sekolah, universitas, perpustakaan, sanggar, dan

laboratorium.

5. Bangunan Fasilitas Kesehatan

Kesehatan merupakan anugerah yang luar biasa bagi setiap

manusia. Oleh karena itu, guna menunjang kesehatan


54

tersebut maka lahirlah bangunan kesehatan ini. Contohnya

rumah sakit, puskesmas.

6. Bangunan Fasilitas Peribadatan

Masjid, gereja, kelenteng, pura, dan vihara ialah contoh-

contoh dari

bangunan fasilitas peribadatan. Semua bangunan ini

ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan batin manusia sebagai makhluk yang

memiliki

Tuhan. Bangunan peribadatan biasanya digunakan sebagai

tempat

beribadah dan upacara keagamaan.

7. Bangunan Fasilitas Transportasi

Ada pula bangunan fasilitas transportasi, yakni bangunan

yang dibuat sebagai pusat dari alat transportasi tertentu.

Misalnya terminal untuk tempat berhentinya bis, pelabuhan

sebagai tempat menepinya kapal, stasiun untuk

pemberhentian kereta api, dan bandara sebagai tempat

mendaratnya pesawat. Di bangunan fasilitas transportasi ini

juga umumnya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas layanan

yang menunjang alat transportasi tersebut.

8. Bangunan Budaya dan Hiburan


55

Bangunan budaya merupakan bangunan yang dipakai untuk

melestarikan dan atau mempertunjukkan kebudayaan.

Sedangkan bangunan hiburan adalah bangunan yang

dipakai sebagai tempat menciptakan hal-hal yang

menghibur. Pada bangunan, hubungan antara faktor budaya

dan faktor hiburan ini saling merekat dan mendukung satu

sama lain. Sebagai contoh gedung pertunjukan yang

menampilkan drama sarat budaya yang dapat menghibur

penonton. Begitu juga dengan bioskop, museum, dan

perpustakaan.

9. Bangunan Pemerintahan dan Layanan Publik

Bangunan pemerintahan adalah bangunan yang digunakan

oleh pemerintah untuk menunaikan tugas dan kewajibannya.

Di samping itu,

bangunan pemerintah ini juga dipakai sebagai bangunan

layanan publik, misalnya dalam pengurusan data

kependudukan, berkas-berkas resmi, surat perizinan,

laporan pengaduan, dan lain-lain. Itu sebabnya, pembuatan

bangunan ini harus dirancang sedemikian rupa agar dapat

mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Adapun contoh-

contoh bangunan pemerintahan dan layanan publik yaitu

kantor polisi, kantor perizinan, kantor dinas, dan Mess

pemerintahan.
56

Dalam pelaksanaan bangunan gedung berdasarkan Undang-

Undang Bangunan gedung menyatakan :85

1. Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui

tahapan perencanaan dan pelaksanaan beserta

pengawasannya.

2. Pembangunan bangunan gedung dapat dilakukan baik di

tanah milik sendiri maupun di tanah milik pihak lain.

3. Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik pihak lain

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan berdasarkan

perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemilik bangunan

gedung.

4. Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah

rencana teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah

Daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan, kecuali

bangunan gedung fungsi khusus.

85
Pasal 35 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Anda mungkin juga menyukai