Anda di halaman 1dari 3

Yohanes 3 : 30 Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.

a. Dikisahkan bahwa Yesus dan murid-murid-Nya membaptis di dekat


tempat Yohanes Pembaptis juga membaptis (ay. 23). Yohanes 4:2
menegaskan bahwa yang membaptis adalah murid-murid Yesus. Mereka
melanjutkan tradisi pembaptisan yang dilakukan oleh Yohanes
Pembaptis, yaitu memisahkan Israel sejati yang akan dipersiapkan
menantikan kedatangan Sang Mesias, memisahkan mereka dari
kebanyakan Israel yang tidak hidup secara benar.

Tetapi Yohanes 4:2 mengingatkan bahwa Yesus tidak membaptis dengan air.
Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus ketika waktunya tiba, yaitu ketika
Dia sudah mempersembahkan diri-Nya di hadapan Bapa setelah mengadakan
penyucian dosa (Ibr. 1:3, Yoh. 16:7-13). Dia tidak membaptis dengan air.
Murid-murid-Nyalah yang membaptis dengan air.

Tetapi di dalam ayat 26, setelah ada perdebatan tentang baptisan dengan
orang-orang Yahudi, mereka memberitahukan Yohanes Pembaptis bahwa
murid-murid Yesus juga membaptis.

Banyak kelompok mengadakan pembaptisan di daerah itu.

b. Ketika murid-murid Yohanes berdebat dengan orang Yahudi,


mereka bisa mengklaim keabsahan baptisan Yohanes Pembaptis
karena Yohanes memperoleh murid jauh lebih banyak daripada
orang-orang Yahudi lain yang juga membaptis di sana. Yohanes
Pembaptis jauh lebih berkuasa dan jauh lebih didengar dan diikuti
dibandingkan dengan pengajar-pengajar Yahudi lain.

Maka kemungkinan yang terjadi pada ayat 25 adalah murid-murid Yohanes


membanggakan gurunya dengan membandingkan jumlah pengikut
Yohanes dengan orang Yahudi yang mendebat mereka. Tetapi, walaupun
mereka menang atas orang Yahudi itu berdasarkan standar mereka,
mereka menyadari satu hal, yaitu ternyata ada yang lebih banyak
pengikut dibandingkan Yohanes Pembaptis, yaitu Yesus. Yesus
memperoleh murid lebih banyak daripada Yohanes Pembaptis (Yoh. 4:1).

c. itulah sebabnya setelah berdebat dengan orang Yahudi di ayat 25, tiba-
tiba mereka membahas tentang Yesus kepada Yohanes Pembaptis di
ayat 26. “Rabi, orang yang engkau tunjuk sebelumnya, sekarang
mempunyai murid lebih banyak daripada engkau… ”

d. Yohanes menegur konsep dari murid-muridnya. Murid-muridnya masih


memiliki pengertian duniawi. Mereka ingin menjadi hebat. Mereka ingin
berada di dalam kelompok terhebat. Mereka ingin membandingkan guru
mereka dengan guru-guru lain dan berbangga dengan jumlah murid yang
diperoleh guru mereka itu. Mereka akan menjadi sombong jikalau guru
mereka lebih baik, tetapi mereka akan terganggu jikalau guru mereka
dikalahkan orang lain. Betapa rusak pengertian para murid ini.
E. Yohanes mengoreksi mereka dengan mengingatkan di ayat 27 bahwa
segala sesuatu diberikan oleh Tuhan. Tidak ada yang dengan kekuatan
sendiri mencapai apa pun yang dicapai di dalam pelayanannya. Tuhanlah
yang memberikan kepada Yohanes apa yang Tuhan mau berikan. Tuhan
memercayakan kepada Yohanes apa yang menjadi milik Tuhan, bukan
milik Yohanes. Ukuran bagi hamba Tuhan yang melayani Tuhan adalah
menjalankan bagian yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Yohanes
mengajarkan murid-muridnya bahwa panggilan dia adalah
mempersiapkan jalan bagi Sang Mesias.

F. Berarti dia harus mempersiapkan orang-orang untuk mengikut Yesus, bukan


mengikut dirinya. Sukacita Yohanes adalah melihat Yesus semakin besar dan
semakin ditinggikan. Sukacita dia adalah melihat Yesus dan mendengar suara-
Nya memanggil murid-murid-Nya datang kepada Dia. Yohanes hanyalah suara
yang perlahan-lahan akan hilang. Suara yang mengarahkan setiap
pendengarnya untuk memberikan fokus pandangan kepada Yesus, bukan
kepada dirinya sendiri. Kalimat yang sangat indah diucapkan Yohanes di
dalam ayat 30, “Yesus Kristus harus semakin besar dan aku harus semakin
kecil.”

Siapa sih orang muda hari ini yang tidak mempunyai salah satu akun media sosial
seperti berikut: Instagram, TikTok, YouTube, Facebook, atau Twitter? Kebanyakan
dari kita pasti mempunyai salah satu akun tersebut. Dengan jumlah pengguna yang
sangat banyak, media sosial tersebut memang menjadi wadah yang sangat cocok
untuk menampilkan diri kita kepada orang lain. Kita berlomba-lomba untuk membuat
postingan agar kita mendapatkan followers yang banyak dan dikenal oleh banyak
orang, atau setidaknya untuk mengekspresikan diri sendiri, “This is me.”

Semangat “This is me” atau semangat untuk eksis inilah yang menjadi kerinduan
banyak orang muda hari ini. Banyak yang ingin tampil di depan, tetapi sedikit yang
bisa menahan diri untuk tetap stay low. Banyak yang ingin menjadi terkenal, tetapi
sedikit yang rela bekerja behind-the-scene dan rela tidak dipandang oleh orang lain.
Loh, emang salah ya untuk menjadi eksis dan dikenal oleh banyak orang? Bukannya
nanti kalau sudah terkenal dan punya banyak followers kita justru bisa bikin
postingan tentang Tuhan Yesus supaya orang lain mengenal Dia?

Masalah utamanya bukan terletak pada “dikenal oleh banyak orang,” melainkan pada
alasan di baliknya, yaitu “This is me”-nya. Sebagai pemuda-pemudi Kristen, kita tidak
dipanggil untuk menunjukkan siapa kita atau apa kehebatan kita. Inilah yang menjadi
kesulitan dan godaan anak-anak muda, yaitu kita-kita ini. Jadi, orang Kristen itu
dipanggil untuk apa? Kita dipanggil justru untuk menunjukkan siapa Tuhan kita, sama
seperti Yohanes Pembaptis yang mengatakan, “Ia harus makin besar, tetapi aku
harus makin kecil” (Yohanes 3:30).

Ketika cahaya lampu dalam sebuah ruangan terlalu terang, orang-orang yang di
dalam ruangan tersebut akan protes, “Ini terlalu silau, redupkan sedikit lampunya.”
Sebaliknya, ketika cahaya lampu dalam sebuah ruangan remang-remang, orang juga
akan protes, “Ini terlalu gelap, nyalakan lebih banyak lampu.” Namun, ketika
pencahayaan lampu dalam sebuah ruangan sudah pas, orang-orang tersebut
mungkin akan menganggap sepi dan bahkan justru tidak menghiraukan keberadaan
lampu tersebut. Maukah kita menjadi lampu yang terakhir ini? Memberikan pengaruh
cahaya Kristus kepada orang-orang yang berada di ruangan gelap tersebut –
sehingga mereka dapat melihat dan merasakan manfaatnya – tetapi rela jika diri kita
tidak dianggap?

Anda mungkin juga menyukai