Anda di halaman 1dari 36

EKONOMI TEKNIK

DEPRESIASI DAN PAJAK


• Penyusutan atau penurunan nilai asset bersamaan dengan
berlalunya waktu
• Aset yang terkena depresiasi hanya fixed asset (asset tetap) yang
pada umumnya bersifat fisik
• Seperti bangunan, mesin/ peralatan, armada, dll

DEPRESIASI
Depresiasi dapat dibedakan menjadai beberapa sebab sebagai berikut:
1. Penyusutan fisik (Deterioration)
Penyusutan yang disebabkan oleh berkurangnya kemampuan fisik
(performance) dari suatu aset untuk menghasilkan produksi karena
kemerosotan dan keausan.
Mengakibatkan biaya operasional dan perawatan meningkat,
sedangkan kemampuan produksi menurun.
DEPRESIASI 2. Penyusutan Fungsional (Obsolescence)
Penyusutan dan penurunan karena kekunoan/ usang. Bentuk ini lebih
sulit ditentukan, karena penurunan nilai disebabkan berkurangnya
permintaan, tugas, atau fungsinya sebagaimana rencana semula.
Pengurangan ini bisa disebabkan antara lain: pergantian mode, pusat-
pusat kependudukan berpindah, munculnya mesin/ alat yang lebih
efisien, pasar telah jenuh, atau sebaliknya dengan meningkatnya
permintaan produk perlu mengganti mesin dengan kapasitas yang
lebih besar karena mesin lama dianggap tidak cukup lagi (inadequate)
Secara umum ada beberapa alasan dilakukannya perhitungan depresiasi
ini, yaitu:
1. Untuk menyediakan dana pengembalian modal yang telah
diinvestasikan dalam kekayaan fisik, dana ini sifatnya sebagai saving
untuk menjamin kontinuitas/ keberlanjutan usaha bila mesin habis
TUJUAN masa pakainya dan perlu diganti dengan yang baru. Secara teoritis
dana depresiasi yang telah disimpan sebelumnya dapat dibayarkan
DEPRESIASI untuk pembelian mesin baru
2. Untuk memungkinkan adanya biaya penyusutan yang dibebankan
ASET pada biaya produksi atau jasa yang dihasilkan dari penggunaan aset-
aset
3. Sebagai dasar pengurangan pembayaran pajak-pajak pendapat/
usaha yang harus dibayarkan.
Metode SLD ini adalah metode yang paling sederhana dan yang paling
sering dipakai dalam perhitungan depresiasi aset, karena metode ini relatif
sederhana.
Metode ini pada dasarnya memberikan hasil perhitungan depresiasi yang
1. Straight Line sama setiap tahun selama umur perhitungan aset.
Depreciation Maka setiap nilai nuku aset setiap akhir tahun jika dibuatkan grafik akan
membentuk garis lurus.
(SLD)/
Depresiasi
Garis Lurus
1
SLD = (𝐼 − 𝑆)
𝑁
Dimana:
SLD : Jumlah depresiasi per tahun
1. Straight Line I
n
: Investasi (nilai aset awal)
: Lamanya aset akan didepresiasi
Depreciation S : Nilai sisa aset akhir umur produktif
(SLD)/ Jumlah aset yang telah didepresiasi selama t tahun adalah:
Depresiasi 𝑡
෍ 𝐷𝑒𝑝𝑡 = (𝐼 − 𝑆)
𝑁
Garis Lurus Nilai buku (book value) tiap akhir t tahun depresiasi adalah:
𝑡
𝐵𝑉𝑡 = 𝐼 − ෍ 𝐷𝑒𝑝𝑡 = 𝐼 − (𝐼 − 𝑆)
𝑁
CONTOH:
Sebuah perusahaan angkutan mempunyai beberapa buah truk dengan
harga Rp180 juta/ buah. Berdasarkan pengalaman truk-truk yang sama
mempunyai umur produktif selama 5 tahun dan setelah itu truk dapat
dijual seharga 60 juta. Hitunglah besarnya depresiasi yang harus
1. Straight Line dikeluarkan tiap tahun, jumlah depresiasi selama 3 tahun dan nilai buku
Depreciation pada akhir tahun ketiga tersebut jika metode depresiasi yang diterapkan
adalah SLD.
(SLD)/
Penyelesaian:
Depresiasi Depresiasi per tahunan adalah:
Garis Lurus 1
SLD = (𝐼 − 𝑆)
𝑁
1
SLD = (180 − 60)
5
SLD = Rp 24 juta/ tahun
Penyelesaian:
Jumlah Depresiasi yang dibayarkan selama 3 tahun adalah:
𝑡
σ 𝐷𝑒𝑝𝑡 = (𝐼 − 𝑆)
𝑁
3
σ 𝐷𝑒𝑝3 = (180 − 60)
5
1. Straight Line σ 𝐷𝑒𝑝3 = Rp 72 juta
Depreciation Nilai buku pada tahun ketiga adalah:
(SLD)/ BV1 = I-Dep1
BV3 = 180-72
Depresiasi BV3 = Rp 108 juta
Garis Lurus Tahun ke- Nilai Buku Depresiasi 1/N(I-S) Dept
0 180 0 0
1 156 24 24
2 132 24 48
3 108 24 72
4 84 24 96
5 60 24 120
• Metode ini memiliki pola pembayaran depresiasi yang tidak sama
setiap tahunnya,
• Yaitu didasarkan pada bobot digit dari tahun pemakaian
• Pada tahun-tahun awal depresiasi yang dikeluarkan lebih besar dari
tahun berikutnya, dimana penurunannya merupakan fungsi dari
berkurangnya umur aset tersebut
2. Sum of Year • Penggunaan depresiasi ini biasanya dikenakan pada aset yang
mempunyai pola perilaku keuntungan yang besar pada awal investasi
Digits dan mengecil sesuai dengan perjalanan umur investasi
Depreciation • Metode ini sering juga digunakan dalam rangka mengantisipasi/
pengamanan cash flow masa depan yang berisiko tinggi, sehingga
(SOYD) kemungkinan terjadinya biaya pengembalian modal dapat dikurangi.

𝑈𝑚𝑢𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑒𝑡


Rumus: SOYDt= (𝐼 − 𝑆)
𝑆𝑢𝑚 𝑜𝑓 𝑌𝑒𝑎𝑟 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑠 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
Dimana:
SOYDt = Depresiasi SOYD periode ke t
Umur sisa aset = n, yaitu umur aset – jumlah periode depresiasi yang telah
dibayarkan
𝑁
Sum of Year Digits Depreciation = σ 𝑑𝑖𝑔𝑖𝑡 = (𝑁 + 1)
2
𝑛
Maka SOYDt = σ (𝐼 − 𝑆)
𝑑𝑖𝑔𝑖𝑡
𝑁− 𝑡−1
SOYDt= σ (𝐼 − 𝑆)
𝑑𝑖𝑔𝑖𝑡

2. Sum of Year
Digits
Depreciation
(SOYD)

CONTOH:
Suatu asset dengan nilai investasi Rp 120 juta, umur 7 tahun nilai sisa 20
juta rupiah akan dihitung besarnya depresiasi/ tahunan, dan nilai buku
setiap tahunnya.
Penyelesaian:

Investasi (I) = Rp 120 juta


Nilai Sisa (S) = Rp 20 juta
Umur Aset = 7 tahun

2. Sum of Year σ 𝑑𝑖𝑔𝑖𝑡 =


𝑁
2
(𝑁 + 1)
Digits σ 𝑑𝑖𝑔𝑖𝑡 =
7
2
(7 + 1)
Depreciation σ 𝑑𝑖𝑔𝑖𝑡 = 28
Angka 28 juga dapat diperoleh dari 1+2+3+4+5+6+7 = 28
(SOYD) 𝑁− 𝑡−1
SOYDt= σ (𝐼 − 𝑆)
𝑑𝑖𝑔𝑖𝑡
7− 1−1 7
t=1  SOYDt= 120 − 20 = (100)=25
28 28
7− 2−1 6
t=2  SOYDt= 120 − 20 = (100)=21,42
28 28
7− 3−1 5
t=3  SOYDt= 120 − 20 = (100)=17,857
28 28
7− 4−1 4
t=4  SOYDt= 120 − 20 = (100)=14,286
28 28
7− 5−1 3
t=5  SOYDt= 120 − 20 = (100)=10,71
28 28
Penyelesaian:
7− 6−1 2
t=6  SOYDt= 120 − 20 = (100)=7,14
28 28
7− 7−1 1
t=7  SOYDt= 120 − 20 = (100)=3,57
28 28

Dapat pula dibuat tabel seperti berikut:


2. Sum of Year
N SOYD Dep BV
Digits 0 - - 120
Depreciation 1 25 25 95
2 21,43 46,43 73,57
(SOYD) 3 17,86 64,29 55,71
4 14,29 78,58 41,42
5 10,71 89,29 30,71
6 7,14 96,43 23,57
7 3,57 100 20
• Metode ini memiliki asumsi bahwa nilai aset menurun lebih cepat pada
tahun-tahun awal daripada tahun-tahun akhir dari usia gunanya.
• Perlu diingat dalam metode ini adalah nilai jual (nilai sisa) harus lebih
besar daripada nol.
• Depresiasi dihitung berdasarkan laju/ tingkat penyusutan tetap (R)
yang dikalikan dengan nilai aset tahun sebelumnya.
3. Declining • Contohnya: jika harga awal aset 100 juta rupiah dikenakan laju
depresiasi 10%, maka besarnya depresiasi tahun pertama adalah
Balance 10%xRp100 juta= Rp 10 juta; depresiasi tahun kedua adalah
Depreciation 10%x(Rp100 juta – Rp 10 juta)= Rp 9 juta; tahun ketiga 10%x(Rp90 juta-
Rp 9 juta) = Rp 8,1 juta, dan seterusnya.
(DBD) • Secara matematis perhitungan DBD adalah sebagai berikut:
DBDt=RxBVt-1 ;dimana:
DBDt = depresiasi tahun ke -t
BVt-1 = nilai buku tahun ke-t
R = tingkat/ laju depresiasi tahunan
Jika BVt-0 = I atau harga aset awal,
maka DBD1=RxI
Jika BVt-0 = I atau harga aset awal,
maka DBD1=RxI
DBD2 = R x BV1
BV1 =I–RxI
= (I-R)I
BV2 = BV1 – R x BV1
3. Declining = (I-R)2I
Maka BVt = (1-R)tI
Balance Jika BVt = BVt-1 – DBDt
Depreciation Maka BVt = BVt-1 – R x BV1
= (1-R)BVt-1
(DBD) Jika BV0 =1
DBDt = R(1-R)t-1 x I
BVn =S
1
𝑆 𝑛
Maka R = 1 −
𝐼
CONTOH:
Suatu asset dengan nilai investasi Rp 120 juta, umur 7 tahun nilai sisa 20
juta rupiah akan dihitung besarnya depresiasi/ tahunan, dan nilai buku
setiap tahunnya.

Penyelesaian:
3. Declining 𝑆
1
𝑛 20
1
7
R=1− =1 − =0,225 = 22,5%
Balance 𝐼 120
1

Depreciation Periode (t) R=1−


𝑆 𝑛
𝐼
DBDt BVt

(DBD) 0
1
-
22,5%
-
22,5%(120)
120
92,9
2 22,5% 22,5%(92,9) 71,9
3 22,5% 22,5%(71,9) 55,7
4 22,5% 22,5%(55,7) 43,1
5 22,5% 22,5%(43,1) 33,4
6 22,5% 22,5%(33,4) 25,8
7 22,5% 22,5%(25,8) 20,0
3. Declining
Balance
Depreciation
(DBD)
• Jika metode depresiasi DBD digunakan untuk tujuan-tujuan
perhitungan pembayaran pajak, tingkatan penyusutan maksimum
yang dibenarkan dua kali tingkat penyusutan metode garis lurus (SLD)
• Jadi untuk suatu aset dengan usia pemakaian diperkirakan “n” tahun,
maka tingkat penyusutan maksimum yang diizinkan adalah 2(I/n).
4. Double • Metode penyusutan/ depresiasi semacam ini dinamakan Double
Declining Balance Depreciation (DDBD)
Declining • Dimungkinkan tingkat penyusutan sebesar 1,5 atau 1,25 kali lipat
Balance penyusutan garis lurus.
• Double Declining Balance Depreciation merukapan kelipatan 200% x
Depreciation SLD
(DDBD) Dimana: 𝑆𝐿𝐷 =
1
(𝐼 − 𝑆), jika I-S = Book valuet-1
𝑁
1
Maka 𝑆𝐿𝐷𝑡 = (𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒𝑡−1 )
𝑁
1
DDBD = 200% x SLDt = 200% x (𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒𝑡−1 )
𝑁
2
Maka DDBDt = (𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒𝑡−1 )
𝑁
Pada saat t=0, nilai buku (BV) = Investasi (I), maka:
2 2𝐼 2 0
t=1  DDBD1 = 𝐼 = 1−
𝑁 𝑁 𝑁
2 2 2𝐼 2 1
t=2  DDBD2 = 1− = 1−
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
2 2𝐼 2𝐼 2 2𝐼 2 2 2 2𝐼
4. Double t=3  DDBD3 =
𝑁
1− −
𝑁 𝑁
1−
𝑁
=
𝑁
1−2
𝑁
+
𝑁
=
𝑁
ቀ1 −
2 2
Declining 𝑛

Balance Dari persamaan di atas jika dilanjutkan ningga t ke n akan diperoleh DDBD
tahun ke-n sebagai berikut:
Depreciation DDBDn=
2𝐼
1−
2 𝑛−1
𝑁 𝑁
(DDBD)
Total depresiasi DDBD pada tahun ke-n adalah:
2𝐼 2 0 2 1 2 2 2 3
σ 𝐷𝐷𝐵𝐷𝑛 = ൤ 1− + 1− + 1− + 1− + ⋯+
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
2 𝑛+1
1− ൨ ... (1)
𝑁
2
Dikalikan dengan 1 −
𝑁
2 2𝐼 2 1 2 2 2 3 2 𝑛
σ 𝐷𝐷𝐵𝐷 1 − = 1− + 1− + 1− + ⋯+ 1 −
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
... (2)

Jika persamaan (2) – (1) akan diperoleh sebagai berikut:


4. Double σ 𝐷𝐷𝐵𝐷 1 −
2
𝑁
=
2𝐼
𝑁
−1 + 1 −
2 𝑛
𝑁
Declining
Balance ෍ 𝐷𝐷𝐵𝐷𝑛 =

Depreciation Nilai buku (Book Value) pada tahun ke-n adalah:


BV = Investasi - DDBDt
(DDBD) BVn=I-𝐼 1 − 1 −
2 𝑛
𝑁
2 𝑛
BVn=𝐼 1 −
𝑁
Catatan: kareana DBDx200% = DDBD mempunyai indeks 2/N dan DBD
sendiri dengan indeks 1/N, maka untuk DBD 150% indeks 2/N cukup
diganti dengan 1,5/N. Formula ini berlaku pula untuk faktor pengali yang
lain
Contoh:
Suatu asset dengan nilai investasi Rp 120 juta, umur 7 tahun nilai sisa 20
juta rupiah akan dihitung besarnya depresiasi/ tahunan, dan nilai buku
setiap tahunnya.

4. Double Penyelesaian:
Investasi (I) = Rp 120 juta
Declining Nilai Sisa (S) = Rp 20 juta
Balance Umur Aset = 7 tahun

Depreciation DDBDn=
2𝐼
1−
2 𝑛−1
𝑁 𝑁
(DDBD) t = 1  DDBD1=
2(120)
1−
2 1−1 240
= 0,7143 0 =34,286
7 7 7
2(120) 2 2−1 240
t = 2  DDBD2= 1− = 0,7143 1 =24,490
7 7 7
2(120) 2 3−1 240
t = 3  DDBD3= 1− = 0,7143 2 =17,493
7 7 7
2(120) 2 4−1 240
t = 4  DDBD4= 1− = 0,7143 3 =12,496
7 7 7
2𝐼 2 𝑛−1
DDBDn= 1−
𝑁 𝑁
2(120) 2 5−1 240
t = 5  DDBD5= 1− = 0,7143 4 =8,926
7 7 7
2(120) 2 6−1 240
t = 6  DDBD6= 1− = 0,7143 5 =6,376
7 7 7
4. Double t = 7  DDBD7=
2(120)
1−
2 7−1
=
240
0,7143 6 =4,554
7 7 7
Declining
Nilai buku akhir periode:
Balance 2 𝑛
BVn=𝐼 1 −
Depreciation 𝑁
2 7
BV7=120 1− =120(0,0949)
(DDBD) BV7= 11,385
7
4. Double
Declining
Balance
Depreciation
(DDBD)
Salah satu persoalan metode DDBD adalah nilai buku pada periode akhir
tidak selalu sama dengan nilai sisa. Terdapat beberapa kemungkinan dari
nilai buku akhir periode dibandingkan nilai sisa, yaitu:
• Book valuet=n > Nilai Sisa
• Book valuet=n = Nilai Sisa
• Book valuet=n < Nilai Sisa

5. DDBD to Jika BVn > S akan menimbulkan masalah dalam menetapkan nilai aset dari
Convertion perusahaan, karena akan memunculkan biaya semu (sunk cost), untuk itu
perlu dihindarkan.
SLD
Ada dua metode yang dapat dilakukan:
1. Melanjutkan perhitungan depresiasi sampai ditemukan nilai sisa
2. Menggabungkan metode DDBD dengan SLD
Metode nomor 1 tidak selalu dapat dilakukan, terutama jika umur aset
tidak mungkin lagi ditambah atau aset betul-betul tidak produktid lagi

Metode kedua, yaitu menggabungkan metode DDBD dengan SLD yang


disebut Metode DDBD to Convertion SLD

5. DDBD to
Convertion
SLD

Grafik Hubungan nilai buku dengan nilai sisa


5. DDBD to
Convertion
SLD

Masalahnya adalah kapan DDBD dikonversikan pada SLD, apakah pada


titik A, B, atau C..???
Maka dilakukan beberapa pendekatan:
a. Metode pemakaian tabel
Diberikan dalam tabel di samping, N (Umur
Tahun awal Penggunaan SLD (n)
dimana kolom tahun awal S/I 0 - S/I 0,05 - S/I 0,10 -
Aset) S/I  0,12
<0,05 <0,10 <0,12
penggunaan SLD dipandu dengan
3 3
nilai rasio antara nilai sisa dengan 4 4 4
investasi. Jika angka rasio yang 5 4 5
diperoleh 0 s.d < 0,05 dipakai 6 5 5
5. DDBD to kolom 2. Jika rasionya 0,05 s.d 7 5 6
8 6 6 8
Convertion <0,10 dipakai kolom 3. Jika
rasionya 0,10 s.d. < 0,12 dipakai
9 6 7 9
10 7 7 9
SLD kolom 4. Sedangkan jika rasionya 11 7 8 10
 0,12 dipakai kolom 5. Kolom ke- 12 8 9 11
13 8 9 11
1 menyatakan umur investasi/ aset 14 9 10 12
yang akan didepresiasikan, maka 15 9 10 13
nilai sel yang berada antara hasil 16 10 11 13
rasio dengan umur aset 17 10 11 14
18 11 12 15 18
menyatakan tahun awal
19 11 13 16 19
penggantian metode DDBD ke 20 12 13 16 19
SLD.
Contoh:
Suatu aset bernilai 900 juta rupiah mempunyai umur depresiasi 5 tahun
dengan nilai sisa ditargetkan 30 juta rupiah.
Hitung dan tentukan besarnya depresiasi dengan menggunakan metode
DDBD to Convertion SLD

5. DDBD to
Convertion
SLD

Penyelesaian:
Investasi (I) = Rp 900 juta
Umur = 5 tahun
Nilai Sisa = Rp 30 juta
Maka rasio S/I = 30/900 = 0,033  jadi rasionya berada pada kolom ke-2
Didapat dari tabel bahwa tahun peragantian metode (n) = 4, artinya
metode berubah dari DDBD ke SLD pada tahun ke-4

2(900) 2 1−1 1800


t=1 DDBD1= 1− = 0,60 0 =360
5 5 5
2(900) 2 2−1 1800
t=2 DDBD2= 1− = 0,60 1 =216
5. DDBD to 5
2(900)
5
2 3−1
5
1800
1− = 0,60 2 =130
Convertion t=3 DDBD3=
5 5 5

SLD Nilai buku pada akhir periode ke-3 adalah:


2 𝑛
BVn=𝐼 1 −
𝑁
2 3
BV3=900 1 − =900(0,216)
5
BV3 = 194
SLD untuk 2 tahun sisa ( tahun ke-4 dan ke-5)
1
𝑆𝐿𝐷𝑡 = (𝐵𝑉𝑡−1 − 𝑆)
𝑁− 𝑛−1
1
𝑆𝐿𝐷4 = (194 − 30)
5− 4−1
1
𝑆𝐿𝐷4 = (164) = 82
2
Dengan demikian, jadwal lengkap depresiasi aset adalah:
5. DDBD to
Tahun ke- Depresiasi BV Keterangan
Convertion 0 - 900 -
SLD 1
2
360
216
540
324
DDBD
DDBD
3 130 194 DDBD
4 82 112 SLD
5 82 30 SLD
b. Metode Perhitungan Langsung
Metode perhitungan langsung, di mana masing-maisng metode
menghitung depresiasi tiap tahunnya, depresiasi yang terbesar untuk
tahun yang sama dipakai sebagai pilihan. Hanya saja dalam perhitungan
SLD tidak memakai rumus 1/N(I-S), tetapi rumus yang dipakai adalah:
1
𝑆𝐿𝐷𝑡 = (𝐵𝑉𝑡−1 − 𝑆)
𝑁− 𝑛−1
5. DDBD to Dimana:
N-(n-1) = umur aset tersisa
Convertion BVt-1 = nilai buku periode tahun sebelumnya dari metode DDBD
SLD Langkah perhitungan adalah sebagai berikut
1. Hitung depresiasi dengan metode SLD dan DDBD secara bersamaan
2. Bandingkan nilai SLD dan DDBD untuk masing-maisng tahun yang
sama
3. Saat nilai SLD  DDBD, maka konversi dilakukan
Contoh:
Suatu aset bernilai 900 juta rupiah mempunyai umur depresiasi 5 tahun
dengan nilai sisa ditargetkan 30 juta rupiah.
Hitung dan tentukan besarnya depresiasi dengan menggunakan metode
DDBD to Convertion SLD

Penyelesaian:
5. DDBD to Investasi (I) = Rp 900 juta
Convertion Umur
Nilai Sisa
= 5 tahun
= Rp 30 juta
SLD
𝒏
1 2𝐼 2 𝑛−1 𝟐
t 𝑆𝐿𝐷𝑡 = (𝐵𝑉𝑡−1 − 𝑆) DDBDn= 𝑁 1 − 𝑩𝑽𝒏 = 𝟏 𝟏 − Keterangan
𝑁− 𝑛−1 𝑁 𝑵
0 900
1 2(900) 2 1−1
1 (900 − 30)=174 1− =360 540 DDBD
5− 1−1 5 5
1 2 2−1
5. DDBD to
2 5− 2−1
(540 − 30)=127,5 2(900)
5
1−5 =216 324 DDBD

Convertion
3
1
5− 3−1
(324 − 30)=98 2(900)
5
2 3−1
1−5 =130 194 DDBD

SLD 4
1
5− 4−1
(194 − 30)=82 2(900)
5
1−
2 4−1
5
=78 112 SLD
1
5 (194 − 30)=82 30 SLD
5− 4−1
• Beberapa jenis aset tidak begitu terpengaruh oleh variabel waktu, tetapi
lebih banyak ditentukan oleh produktivitas kerjanya, seperti pesawat
terbang, mesin-mesin tertentu yang sangat terpengaruh oleh aktivitas
produksinya, dan berbagai aset dalam bentuk deposit alam
• Aset-aset tersebut depresiasinya dihitung tidak selalu merupakan fungsi
waktu, tetapi berdasarkan fungsi produksinya
• Misalnya, umur pesawat terbang tersebut tidak dihitung berdasarkan
6. Unit of indikator tahun berapa dia dibuat, atau seberapa tahun dia telah
Production dioperasikan, tetapi sudah berapa lama jam terbangnya, begitu juga
untuk nilai sisa deposit yang terkandung dalam perut bumi setelah
Depreciation dieksploitasi tidak ditentukan berapa lama dieksploitasi, tetapi
sebaliknya, sudah berapa banyak deposit tersbut diambil dan seberapa
banyak yang masih tersisa.

Rumus Umum:
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖𝑡
𝑈𝑃𝐷𝑡 = 𝑛 (𝐼 − 𝑆)
σ1 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Dimana: Produksi = jumlah produksi pada tahun dimaksud
Produksi = jumlah produksi keseluruhan (sesuai estimasi)
Contoh:
Suatu mesin ekskavator yang dibeli dengan harga Rp 700 juta digunakan
untuk menambang pasir/ kerikil. Berdasarkan spesifikasinya ekskavator
tersebut mampu menambang pasir sebanyak 50.000m3 dan setelah itu
masih mempunyai nilai sisa 150 juta rupiah. Jika jadwal kerja penambangan
seperti tabel di bawah, hitunglah depresiasi tahunan ekskavator tersebut.

6. Unit of Tahun Kebutuhan Pasir/ Kerikil


Production 1 4.000m3
Depreciation 2
3
6.000m3
10.000m3
4 10.000m3
5 15.000m3
6 5.000m3
 50.000m3
Penyelesaian:
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖𝑡
𝑈𝑃𝐷𝑡 = 𝑛 (𝐼 − 𝑆)
σ𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
4.000𝑚3
t=1  𝑈𝑃𝐷1 = (𝑅𝑝 700 − 𝑅𝑝 150) = Rp 44 juta
50.000𝑚3
6.000𝑚3
t=2  𝑈𝑃𝐷2 = (𝑅𝑝 700 − 𝑅𝑝 150) = Rp 66 juta
50.000𝑚3
10.000𝑚3
6. Unit of t=3  𝑈𝑃𝐷3 =
50.000𝑚3
(𝑅𝑝 700 − 𝑅𝑝 150) = Rp 110 juta
10.000𝑚3
Production t=4  𝑈𝑃𝐷4 =
50.000𝑚3
(𝑅𝑝 700 − 𝑅𝑝 150) = Rp 110 juta
15.000𝑚3
Depreciation t=5  𝑈𝑃𝐷5 =
50.000𝑚3
(𝑅𝑝 700 − 𝑅𝑝 150) = Rp 165 juta
5.000𝑚3
t=6  𝑈𝑃𝐷1 = (𝑅𝑝 700 − 𝑅𝑝 150) = Rp 55juta
50.000𝑚3
Penyelesaian:

Jadi jadwal pembayaran depresiasi adalah:

Tahun Skedul Produksi Depresiasi


1 4.000m3 Rp 44 juta
6. Unit of 2
3
6.000m3
10.000m3
Rp 66 juta
Rp 110 juta
Production 4
5
10.000m3
15.000m3
Rp 110 juta
Rp 165 juta
Depreciation 6 5.000m3 Rp 55 juta
 50.000m3 Rp 55 juta

Anda mungkin juga menyukai