Anda di halaman 1dari 5

Gitelman Syndrome

Hannie Qalbina Syaiful, Syaiful Azmi*, Harnavi Harun*


*
Sub Bagian Ginjal Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RS. Dr. M. Djamil Padang

Abstrak

Pendahuluan

Gitelman syndrome disebut sebagai hypokalemia-hypomagnesemia familial, merupakan kelainan


tubular dengan kekurangan kadar garam dalam tubuh yang ditandai dengan alkalosis metabolik,
hipomagnesemia, dan hipokalsiuria. Angka kejadian kasus gitelman syndrome 1-10 per 40.000,
dan berpotensi lebih tinggi di Asia.

Metode : Laporan kasus

Hasil

Laki-laki 22 tahun dengan keluhan utama lemah pada keempat anggota gerak sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga merasakan poliuri dan polidipsi. Keluhan telah dirasakan
berulang sejak 5 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik : pasien sadar, tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 98x/i, frekuensi nafas 20x/i. Pemeriksaan motoric : tetraparesis. EKG : sinus rhythm dengan
gelombang T inverted dan gelombang U. Hasil laboratorium: kalium serum; 1,4 mmol/L
Dilakukan pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit serum dan urin didapatkan hasil alkalosis
metabolik, hipokalemia, hipomagnesemia, dan hipokalsiuria. Pada pasien diberikan
penatalaksanaan berupa koreksi kalium dan magnesium intravena. Setelah diberikan terapi
intravena, didapatkan kelamahan kedua tungkai mulai berkurang dan keluhan lemah pada kedua
tungkai menghilang pada hari ketiga rawatan.

Kata kunci: gitelman syndrome, hipokalemia, hipokalsiuria

Abstract

The incidence rate of gitelman syndrome 1-10 per 40,000, and potentially higher in Asia, gitelman
syndrome is the most common hereditary tubular disease. Gitelman syndrome is referred to as
familial hypokalemia-hypomagnesemia, a tubular disorder with a deficiency in salt levels in the
body characterized by metabolic alkalosis, hypomagnesemia, and hypokalsiuria. It was reported
that a 22-year-old male case came with weakness in both legs. Weakness in both legs has been
felt since 3 months ago and often recurs, especially after the patient has done strenuous activities.
An examination of blood gas, serum electrolytes and urine analysis results in metabolic alkalosis,
hypokalemia, hypomagnesemia, and hypokalsiuria. The patient is treated with intravenous
potassium and magnesium correction. After being given intravenous therapy, it was found that the
weakness of both legs began to decrease and complaints of weakness in both legs disappeared
on the third day of treatment.

Keywords: gitelman syndrome, hypokalemia, hypokalsiuria

Pendahuluan

Gitelman syndrome disebut sebagai hypokalemia - hypomagnesemia familial, merupakan


kelainan tubular dengan kekurangan kadar garam dalam tubuh yang ditandai dengan alkalosis
metabolik, hipokalemik, dengan hipomagnesemia dan hipokalsiuria. Penyakit ini disebabkan oleh
mutasi inaktivasi pada gen SLC12A3 yang mengkode ko-transporternatrium klorida (NCC) yang
sensitif terhadap tiazid yang diekspresikan dalam membran apikal sel yang melapisi tubulus distal.
Saat ini lebih dari 350 mutasi gen SLC12A3 diidentifikasi pada pasien gitelman
syndrome. Sebagian besar pasien adalah heterozigot gabungan untuk mutasi SLC12A3, tetapi
sejumlah besar pasien gitelman syndrome ditemukan hanya membawa mutasi SLC12A3 tunggal.3

Kondisi hipokalsiuria dan hipomagnesemia sangat prediktif untuk diagnosis klinis


gitelman syndrome, meskipun hipokalsiuria sangat bervariasi dan hipomagnesemia mungkin tidak
ada. Pemeriksaan klinis dan biologis untuk membedakan dari nefropati kehilangan garam lainnya
sulit dilakukan dalam beberapa kasus.1 Fenotip seperti gitelman syndrome, termasuk
hipomagnesemia dan hipokalsiuria, juga telah dikaitkan dengan mutasi pada gen CLCNKB yang
menyandikan saluran klorida ClC-Kb, penyebab klasik sindrom Bartter. Lokalisasi ClC-Kb dalam
tubulus distal menjelaskan tumpang tindih fenotipik dengan gitelman syndrome.4

Sebagian besar masalah klinis pada gitelman syndrome terkait dengan gangguan
elektrolit, khususnya kehilangan garam kronis, hipokalemia, atau hipomagnesemia, atau
kombinasi dari semuanya. Karena gitelman syndrome berasal dari tubulus distal, kehilangan
garam dan air pada pasien gitelman syndrome kurang menonjol dibandingkan pada bartter
syndrome karena kemampuan berkonsentrasi urin sebagian besar masih utuh. Pasien gitelman
syndrome sering tanpa gejala atau datang dengan gejala seperti kelemahan otot, kelelahan, haus,
nokturia, konstipasi, kram, kejang otot, atau episode tetanik yang dipicu oleh hypomagnesemia.
Tekanan darah biasanya rendah, terutama untuk pasien dengan hipokalemia berat dan
hipomagnesemia.5

Gitelman syndrome biasanya ditatalaksana dengan asupan garam (NaCl), bersama


dengan suplemen magnesium dan kalium. Obat antiinflamasi nonsteroid terkadang digunakan.
Namun, bukti yang mendukung kemanjuran dan keamanan dari opsi perawatan inI pada pasien
gitelman syndrome terbatas.1

Ilustrasi Kasus

Seorang laki-laki berusia 22 tahun datang dengan keluhan utama lemah pada kedua
tungkai yang semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu. Lemah juga dirasakan pada kedua tangan
sejak 2 hari yang lalu. Keluhan lemah pada tangan dan kaki dirasakan perlahan-lahan. Awalnya
pasien merasakan lemah pada kedua kaki sehingga pasien sulit berjalan. Kemudian, lama-
kelamaan pasien sulit menggerakkan kedua kakinya. Lemah dirasakan sepanjang hari. Awalnya,
keluhan lemah pada kedua tangan dan kaki sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan
pasien muncul terutama setelah melaksanakan aktifitas berat. Lemah tidak dipengaruhi oleh
makanan. Keluhan diikuti kram pada kedua kaki dan tangan. Keluhan tidak diikuti dengan mulut
mencong. Nyeri pada kaki dan tangan tidak ada.
Buang air kecil banyak sudah dialami oleh pasien sejak 3 bulan yang lalu, minum air 10 –
12 gelas perhari, frekuensi buang air kecil 8-10 kali perhari, riwayat sering bangun tengah malam
karena buang air kecil ada, pasien buang air kecil saat malam hari sebanyak 3-4 kali. Riwayat
nyeri saat berkemih tidak ada, rasa tidak puas setelah berkemih tidak ada. Riwayat buang air kecil
keruh atau memerah seperti air cucian daging tidak ada, riwayat buang air kecil berpasir tidak ada.
Buang air kecil banyak sudah dialami oleh pasien sejak 3 bulan yang lalu, minum air 10 – 12 gelas
perhari, frekuensi buang air kecil 8-10 kali perhari, riwayat sering bangun tengah malam karena
buang air kecil ada, pasien buang air kecil saat malam hari sebanyak 3-4 kali. Riwayat nyeri saat
berkemih tidak ada, rasa tidak puas setelah berkemih tidak ada. Riwayat buang air kecil keruh
atau memerah seperti air cucian daging tidak ada, riwayat buang air kecil berpasir tidak ada.
Pada pemeriksaan vital sign ditemukan dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan reflek fisiologis dan pemeriksaan motorik yang menurun pada keempat ekstrimitas.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan analisis gas darah , elektrolit serum, dan elektrolit
urin. Diperoleh hasil alkalosis metabolik, hipokalemia, hipomagnesemia, dan hipokalsiuria.
Pemeriksaan urinalisis pasien didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan ekg ditemukan sinus
rythme dengan gelombang T yang mendatar. Dilakukan pemeriksaan osmolalitas urin dan serum
didapatkan hasil nilai osmolalitas urin dan serum yang rendah.
Pada pasien diberikan koreksi kalium dan magnesium secara intravena. Setelah
pemberian koreksi kalium dan magnesium secara intravena keluhan lemah pada kedua tungkai
dan tangan menghilang. Pada pasien diberikan kalium dan magnesium secara peroral agar
keluhan pasien tidak berulang.

Pembahasan

Telah dirawat seorang pasien laki-laki, usia 22 tahun, di bangsal penyakit dalam RSUP
dr. M. Djamil dengan diagnosis tetraparese ec periodik paralisis ec hipokalemia ec gitelman
syndrome.
Diagnosis gitelman syndrome pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pasien ini datang dengan keluhan lemah pada
kedua tungkai meningkat sejak 2 hari yang lalu. Lemah juga dirasakan pada kedua tangan sejak 2
hari yang lalu. Keluhan lemah pada tangan dan kaki dirasakan perlahan-lahan. Gejala ini
seringkali menjadi gejala utama pasien dengan hipokalemia. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan penurunan kadar kalium serum 1,4 mmol/L, peningkatan ekskresi kalium urin 61
mmol/hari (K+ > 15 mEq/L), osmolalitas urin 246 mOsm/kgH 2O, dengan TTKG = 34,26 yang
menunjukkan adanya kebocoran kalium pada ginjal. Gitelman disebabkan oleh mutasi pada gen
SLC12A3 yang mengkode ko-transporter Na-Cl sensitif tiazid yang berada di tubulus distal.3
Prevalensi gitelman syndrome adalah 1 : 40.000, dan menurut Anna pada kebanyakan
kasus belum menunjukkan gejala sebelum usia 6 tahun dan sering terdiagnosis pada remaja. 2
Pada hasil pemeriksaan kalsium urin menunjukkan bahwa adanya hipokalsiuria sehingga
mengarahkan diagnosis kepada gitelman syndrome. Sebagian besar masalah klinis pada gitelman
syndrome terkait dengan gangguan elektrolit, khususnya hipokalemia atau hipomagnesemia, atau
kombinasi dari keduanya. Kelainan pada gitelman syndrome berasal dari tubulus distal, sehingga
kehilangan garam dan air pada pasien gitelman syndrome kurang menonjol dibandingkan pada
bartter syndrome karena kemampuan berkonsentrasi urin sebagian besar masih utuh. Menurut
Luthy, pasien gitelman syndrome sering tanpa gejala atau datang dengan gejala seperti
kelemahan otot, kelelahan, haus, nokturia, konstipasi, kram, kejang otot, atau episode tetanik yang
dipicu oleh hipomagnesemia.5 Pada pasien ini didapatkan riwayat sering bangun tengah malam
karena buang air kecil. Pasien buang air kecil saat malam hari sebanyak 3-4 kali.
Kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome merupakan
gejala pada otot yang timbul pada kadar kalium kurang dari 3 mEq/L. Aritmia berupa fibrilasi
atrium, takikardi ventrikular merupakan efek hipokalemia pada jantung. Efek hipokalemia pada
ginjal dapat berupa timbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal dan distal. Juga terjadi
gangguan pemekatan urin sehingga menimbulkan poliuria dan polidipsia. Hipokalemia dapat
menimbulkan alkalosis metabolik akibat peningkatan produksi NH4 dan bikarbonat di tubulus
proksimal.1
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada hipokalemia adalah pemeriksaan kadar
elektrolit plasma. Kadar kalium yang kurang dari 3,5 mEq/L merupakan tanda utama hipokalemia.
Pada keadaan normal hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium melalui ginjal turun hingga
kurang dari 25 mEq per hari. Adanya eksresi kalium dalam urin lebih dari 40 mEq per hari
menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal. Penilaian ekskresi kalium
dalam urin dapat juga dinilai dengan Trans Tubular Potassium concentration Gradient (TTKG).
Pada pasien ini didapatkan TTKG 34,26. TTKG menunjukkan estimasi kadar kalium dalam cairan
tubulus tepatnya pada akhir duktus koligentes bagian kortikal. Nilai normal TTKG adalah 8 – 9.
TTKG > 11 menunjukkan peningkatan ekskresi kalium urin, sedangkan TTKG < 11 menunjukkan
peningkatan ekskresi kalium ektrarenal pada kasus hipokalemia.13
Tahapan untuk diagnostik hipokalemia adalah pertama dengan menilai ekskresi kalium
dalam urin dan penilaian terhadap status asam-basa. Kedua adalah menilai ekskresi kalium
apakah ekskresi berlebihan melalui renal atau ekstrarenal. Sementara itu untuk indikasi koreksi
kalium dibagi dalam indikasi mutlak, pada pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien
dengan ketoasidosis diabetik, pasien dengan kelemahan otot pernafasan dan pasien dengan
hipokalemia berat ( < 2 meq/l ). Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu yang tidak
terlalu lama yaitu pada keadaan insufisiensi koroner/ iskemia otot jantung, ensefalopati hepatik,
dan pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra ke
intrasel. Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada hipokalemia ringan ( 3-
3,5 meq/l ).
Pada pasien ini didapatkan kalium 1,4 mmol/L sehingga merupakan indikasi mutlak untuk
diberikan koreksi kalium. Pada pasien sudah bermanifestasi pada gambaran ekg dengan
gelombang T mendatar. Setelah pemberian terapi intravena pada pasien ini Dilanjutkan terapi
substitusi oral. Hal ini untuk menjaga kadar kalium pada pasien agar tetap stabil. Pada pasien ini
kita memberikan terapi substitusi tersebut seumur hidup untuk mencegah terjadinya episode
serangan berulang. Pemberian kalium oral 40-60 meq dapat meningkatkan kadar kalium 1-1,5
meq/l dan pemberian 135-160 meq dapat meningkatkan kadar kalium 2,5-3,5 meq/l. 13
Analisa genetik tidak rutin dilakukan, tetapi mutasi gen SLC12A3 berhubungan dengan
mutasi ko transporter NA-Cl sensitif thiazid. Fenotip seperti gitelman syndrome, termasuk
hipomagnesemia dan hipokalsiuria, juga telah dikaitkan dengan mutasi pada gen CLCNKB yang
menyandikan saluran klorida ClC-Kb, penyebab klasik sindrom Bartter. Lokalisasi ClC-Kb dalam
tubulus distal menjelaskan tumpang tindih fenotipik dengan gitelman syndrome.11

Pasien dengan gitelman syndrome dapat diterapi dengan diet tinggi kalium, suplemen
kalium, menghindari faktor pencetus seperti konsumsi alkohol dan karbohidrat, pembatasan
garam, dan mengonsumsi obat yang dapat menurunkan ekskresi kalium seperti agen yang
melepas kalium dan ACE inhibitor.2

Daftar Pustaka

1. Blanchard Anne. Gitelman syndrome: consensus and guidance from a Kidney Disease:
Improving Global Outcomes (KDIGO) Controversies Conference. Kidney International
2017; 24-33.
2. Fremon, T. Oliver. Understanding Bartter syndrome and Gittelman syndrome. World
J.Pediatr. Vol.8 No.1. Portland:2012.
3. Knoers NV, Levtchenko EN. Gitelman syndrome. Orphanet journal of rare diseases
2008;3:22.
4. Simon DB, Nelson-Williams C, Bia MJ, et al. Gitelman's variant of Bartter's syndrome,
inherited hypokalaemic alkalosis, is caused by mutations in the thiazide-sensitive Na-Cl
cotransporter. Nat Genet 1996;12:24-30.
5. Luthy C, Bettinelli A, Iselin S, et al. Normal prostaglandinuria E2 in Gitelman's syndrome, the
hypocalciuric variant of Bartter's syndrome. American journal of kidney diseases : the official
journal of the National Kidney Foundation 1995;25:824-8.
6. Monnens L, Bindels R, Grunfeld JP. Gitelman syndrome comes of age. Nephrol Dial
Transplant 1998;13:1617-9.
7. Emmett, M. Bartter and Gitelman syndromes. In: UpToDate, Post TW (Ed), UpToDate,
Waltham, MA.
8. Vargas-Poussou R, Dahan K , Kahila D, et al. Spectrum of mutations in Gitelman syndrome.
J Am Soc Nephrol. 2011;22:693-703.
9. Colussi G, Bettinelli A, Tedeschi S, et al. A thiazide test for the diagnosis of renal tubular
hypokalemic disorders. Clin J Am Soc Nephrol. 2007;2:454-460.
10. Jeck N, Schlingmann K P , Reinalter SC, et al. Salt handling in the distal nephron: lessons
learned from inherited human disorders. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol.
2005;288:782-795.
11. Zelikovic I, Szargel R, Hawash A . A novel mutation in the chloride channel gene,
CLCNKB, as a cause of Gitelman and Bartter syndromes. Kidney Int. 2003 ; 63 : 24-32.
12. Colussi G, Rombola G, De Ferrari ME, Macaluso M, Minetti L. Correction of hypokalemia with
antialdosterone therapy in Gitelman's syndrome. American journal of nephrology
1994;14:127-35.
13. Siregar. P. Gangguan Keseimbangan cairan dan Elektrolit. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Edisi VI. : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2018; 2248-2249.

Anda mungkin juga menyukai