Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia upaya pemberantasan Filariasis 1975 terutama di

daerah endemis tinggi Filariasis. Pada 1997, World Health Assembly

menetapkan resolusi “Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health

Problem”, kemudian thn 2000 diperkuat WHO mendeklarasikan “The

Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health

Problem by the Year 2020”.

Filariasis penyakit menular menahun disebabkan cacing filaria

menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Merusak sistem limfe,

pembengkakan tangan, kaki, glandula mammae, dan scrotum, cacat

seumur hidup serta stigma sosial penderita dan keluarganya. Secara

tidak langsung, ditularkan semua jenis nyamuk berdampak penurunan

produktivitas kerja penderita, beban keluarga, dan menimbulkan kerugian

ekonomi bagi negara yang tidak sedikit. Hasil penelitian Dep.Kes, FKM,

Universitas Indonesia tahun 1998, bahwa biaya perawatan diperlukan

seorang penderita Filariasis per tahun sekitar 17,8% dari seluruh

pengeluaran keluarga atau 32,3% dari biaya makan keluarga

Di Indonesia, sampai 2014 terdapat lebih dari 14 ribu orang

menderita klinis kronis Filariasis (elephantiasis) yang tersebar di semua

provinsi. Secara epidemiologi, lebih dari 120 juta penduduk Indonesia

berada di daerah yang berisiko tinggi tertular Filariasis. Sampai akhir

tahun tahun 2014, terdapat 235 Kabupaten/Kota endemis Filariasis, dari

511 Kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Jumlah kabupaten/kota

endemis Filariasis ini dapat bertambah karena masih ada beberapa

kabupaten/kota yang belum terpetakan.

1
Data WHO bahwa Filariasis telah menginfeksi 120 juta penduduk di

83 negara di seluruh dunia, terutama negara-negara di daerah tropis dan

beberapa daerah subtropis. Di Regional South-East Asia (SEAR) terdapat 3

jenis parasit Filariasis, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia

timori yang terdapat di 9 negara, yaitu Banglades, India, Indonesia,

Maldive, Myanmar, Nepal, Sri Langka, Thailand, dan Timor Leste.

B. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS

1. Tujuan Umum

untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat

penyakit filariasis

2. Tujuan Khusus

a.Terlaksananya proses pengelolaan program filariasis mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi

b. Tersosialisasinya program filariasis ke masyarakat

c. Terpenuhinya sarana dan prasarana kegiatan program filariasis

d. Memberikan pedoman bagi petugas filariasis dalam pengelolaan

program

C. SASARAN PEDOMAN

1. Penderita filariasis

2. Keluarga Penderita

3. Masyarakat

D. RUANG LINGKUP

1. Penemuan pasien terduga filariasis

2. Pemeriksaan

3. Penatalaksanaan awal

4. Pencatatan dan pelaporan

5. Monitor dan evaluasi

6. Rujukan ke jejaring Puskesmas

2
E. BATASAN OPERASIONAL

Pencegahan dan penatalaksanaan filariasis meliputi upaya kesehatan

perorangan dan masyarakat, dimana setiap kegiatan dilaksanakan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menanggulangi timbulnya masalah kesehatan khususnya akibat penyakit

filariasis dengan sasaran individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat

F. LANDASAN HUKUM

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1582/MENKES/SK/XI/2005 tentang Pedoman Pengendalian Filariasis

(Penyakit Kaki Gajah); Nomor 1582/MENKES/SK/XI/2005 tentang

Pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah);

2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 94 Tentang Penanggulangan

Filariasis.

3
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Kualifikasi sumber daya manusia dalam pelaksanaan program P2

Filariasis meliputi :

1. Dokter Penanggung jawab pelayanan medis

2. Petugas paramedis yang sudah pernah mendapatkan pelatihan atau

sosialisasi penanganan filariasis

B. Distribusi Ketenagaan

Pengaturan dan penjadwalan Penanggung jawab P2 di Puskesmas di

koordinir oleh penanggung jawab masing masing program sesuai dengan

kesepakatan

Kegiatan Petugas Kualifikasi Pendidikan

Filariasis Mulidar S, Kep Sarjana Keperawatan

C. Jadwal Kegiatan

Kegiatan Sasaran Target Jadwal

Pelacakan Hasil Reaksi


Januari s/d
Minum Obat Pada POPM 2 Kasus 1 Kasus
Desember
Filariasis

Pemberian Obat

Pencegahan ( Individu
Januari s/d
atau massal, termasuk 2 Kasus 3 Kasus
Desember
bulan eliminasi kaki gajah

(Belkaga)

4
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah
Kamar Pintu
Perawat masuk IGD

Bed Bed
meja
Pasien Pasien
pera
wat

Bak penampung Troli

Toilet

Toilet

B. STANDAR FASILITAS

Secara standar, fasilitas yang harus ada dalam pelayanan pencegahan

dan penatalaksanaan filariasis antara lain :

1. Ruang pelayanan dengan ventilasi yang cukup

2. Buku register pelayanan gawat darurat, rekam medis pasien beserta

ATK

3. APD

4. Sabun

5. Antiseptik

5
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan

Adapun lingkup kegiatan upaya pencegahan dan penatalaksanaan

penyakit filariasis UPTD Puskesmas Langsa Barat dilaksanakan setiap

ada kasus

B. Metode

Metode tata laksana filariasis , meliputi :

1. Penemuan kasus kronis filariasis

2. Pemetaan endemisitas

3. Mensosialisasikan program filariasis ke masyarakat

4. Monitoring dan evaluasi

C. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

Penanggulangan Filariasis merupakan upaya upaya dalam

mencapai eliminasi filariasis, yang terdiri dari

1. Surveilans Kesehatan

a. Penemuan Penderita

b. Survey data dasar prevalensi mikrofilaria

c. Survey evaluasi prevalensi mikrofilaria

d. Survey evaluasi penularan filariasis ( TAS )

2. Penanganan penderita

Penanganan penderita bertujuan untuk :

a. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas, penderita

filariasis dan keluarga dalam penatalaksanaan penderita secara

mandiri

b. Menurunkan jumlah serangan akut pada penderita kronis


6
c. Mencegah dan membatasi kecacatan

d. Tindakan medik (bedah) pada penderita filariasis hidrokel

3. Pengendalian Faktor resiko sumber penularan filariasis utama

adalah manusia terinfeksi cacing filaria. selanjutnya untuk

menentukan adanya penularan dapat diidentifikasi berdasarkan hal

hal berikut

a. adanya penderita filariasis klinis (akut atau kronis)

b. adanya orang yang ditemukan positif mikrofilaria dalam

darahnya

c. nyamuk penular

d. lingkungan menjadi faktor penentu identifikasi daerah yang

terdapat penularan filariasis

4. Komunikasi, informasi dan edukasi sasaran komunikasi, informasi,

dan edukasi dalam penanggualangan filariasis terbagi menjadi

a. sasaran primer yakni kelompok masyarakat yang diharapkan

mau melaksanakan program penanggulangan filarisasis, yaitu

minum obat pen!egahan filariasis sesuai dosis sekali setahun

selama minimal 5 tahun berturut-turut, penatalaksanaan diri

bagi penderita kronis dan mencegah gigitan nyamuk.

b. sasaran sekunder yaitu kelompok yang mempunyai pengaruh,

baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap sasaran

primer dalam pelaksanaan Program eliminasi Filariasis.

c. sasaran tersier yaitu para pengambil keputusan, penentu

kebijakan dan penyandang dana yang diharapkan memberikan

dukungan baik secara politik, kebijakan maupun dana untuk

mewujudkan Program Penanggulangan Filariasis di wilayahnya.

7
D. LANGKAH KEGIATAN

1. Pemberian obat Pencegahan massal (POPM) Filariasis Kegiatan POPM

Filaiasis dilaksanakan sekali setahun selama minimal lima tahun

berturut-turut, kemudian diikuti dengan evaluasi dampak setelah

POPM Filariasis dihentikan serta menerapkan sueveilans ketat pada

periode stop POPM Filariasis.

a. Persiapan pelaksanaan Kegiatan POPM Filariasis terdiri dari

1. Perlu sosialisasi dan mengikutsertakan masyarakat dalam

perencanaan dan pelaksanaan POPM Filariasis.

- Pelaksana yaitu kader Filariasis

- Kegiatan penyiapan dilakukan dengan mengunjungi warga

dari rumah ke rumah di Wilayah binaan kader dimana satu

kader membina 20-30.

- Mengisi kartu pengobatan dan Formulir sensus penduduk di

Wilayah binaan kader Filariasis

- Menyeleksi dan mencatat penduduk yang ditunda

pengobatannya

- Pendataan penderita filariasis klinis kronis.

2. Penyediaan bahan, alat dan obat

- bahan dan alat yakni kartu pengobatan, formulir pelaporan

pengobatan kader filariasis, formulir sensus, formulir pendataan

penderita filariasis kronis, media penyuluhan dan alat tulis

menulis

- obat DEC, Albendazole dan obat yang dipersiapkan untuk

Kejadian ikutan Pas!a Pemberian obat pencegahan secara massal

Filariasis.

8
3. Antisipasi kejadian Ikutan Pasca Pemberian obat pencegahan

massal Filariasis

- masyarakat perlu mengetahui kemungkinan reaksi, gejala dan

tanda pengobatan, Puskesmas, Rumah Sakit yang menjadi

rujukan dan tindakan pencegahan kejadian ikutan pasca

pemberian obat pencegahan massal filariasis.

- Puskesmas memiliki stok obat yang cukup untuk kejadian

ikutan Pasca Filariasis, mempersiapkan doker dan petugas

paramedis yang dapat dijangkau selama 5 hari sejak masa

pengobatan, kenali dengan baik rujukan penderita,

mengingatkan masyarakat minum obat sesudah makan serta

jangan memberikan obat pada sasaran yang ditunda.

- Kabupaten menyiapkan rumah sakit rujukan, dan membentuk

tim ahli kejadian pasca pengobatan untuk mengantisipasi

kejadian ikutan POPM Filariasis.

9
BAB V
LOGISTIK

Logistik Program Penanganan filariasis merupakan komponen penting

agar kegiatan program dapat dilaksanakan. Jenis-jenis logistik Filariasis adalah

sebagai berikut :

1. Obat antibiotik untuk filariasis

2. logistik habis pakai antara lain :

a. Sarung Tangan

b. Sabun

c. Antiseptik ( Alkohol 70% atau Povidon Iodine )

d. Penyediaan baliho atau poster

e. Rekam medis Pasien

Logistik tidak habis pakai seperti : peralatan pelayanan gawat

darurat.

10
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN

Setiap lkegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau

dampak, baik resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan

maupun resiko yang terjadi pada petugas sebagai pelaksana kegiatan.

Keselamatan pada sasaran harus diperhatikan karena masyarakat tidak hanya

menjadi sasaran satu kegiatan saja melainkan menjadi sasaran banyak program

kesehatan lainnya. Tahapan-tahapan dalam mengelola keselamatan sasaran

antara lain :

1. Identifikasi Resiko

Penanggung jawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus

mengidentifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi

pada saat pelaksanaan kegiatan. Identifikasi resiko atau dampak dari

pelaksanaan kegiatan dimulai sejak membuat perencanaan. Hal ini

dilakukan untuk meminimalisasikan dampak yang ditimbulkan dari

pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan resiko terhadap sasaran harus

dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan di laksanakan

2. Analisis Resiko

Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau

dampak dari pelaksanaan kegiatan yang sudah diidentifikasi. Hal ini perlu

dilakukan untuk menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam

menangani resiko yang terjadi.

3. Rencana Pencegahan Resiko dan Meminimalisasi Resiko

Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah

menentukan rencana yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya

11
resiko atau dampak yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk

mencegah atau meminimalkan resiko yang mungkin terjadi

4. Rencana Upaya Pencegahan

Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan

untuk mengatasi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang

dilakukan. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat

dalam mengatasi resiko atau dampak yang terjadi.

5. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan

sedang berjalan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan

sudah berjalan sesuai dengan perencanaan, apakah ada kesenjangan atau

ketidaksesuaian pelaksanaan dengan perencanaan, sehingga dengan segera

dapat direncanakan tindak lanjutnya. Tahap yang terakhir adalah

melakukan evaluasi kegiatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah

tujuan sudah tercapai.

12
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari- hari

sering disebut safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan

upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun

rohani petugas dan hasil kegiatannya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai

suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan.

Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan

suasana kerja yang aman, kondisi keselamatan yang bebas dari resiko

kecelakaan dan kerusakan serta penurunan kesehatan akibat dampak dari

pekerjaan yang dilakukan, bagi petugas pelaksana dan petugas terkait.

Keselamatan kerja disini lebih terkait pada perlindungan fisik petugas terhadap

resiko pekerjaan.Dalam penjelasan Undang – Undang nomor 23 Tahun 1992

tentang kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus

melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan

pada pekerja, keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.

Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya sarana dan

prasarana kesehatan, maka resiko yang dihadapi petugas kesehatan semakin

meningkat. Petugas kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan

masalah kesehatan, untuk itu semua petugas kesehatan harus mendapat

pelatihan tentang kebersihan, epidemiologi dan desinfeksi. Sebeluum bekerja

dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisi tubuh yang

sehat. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan dengan cara yang benar,

mengelola limbah infeksius dengan benar dan harus menggunakana alat

pelindung diri yang benar.


13
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang

untuk mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat

berhubungan dengan aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu

merupakan upaya untuk menjaga agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan

sesuai rencana dan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan.

Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan

indikator sebagai berikut :

1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal

2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan

3. Ketepatan metoda yang digunakan

4. Tercapainya indikator

Hasil pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta permasalahan

yang ditemukan

14
BAB IX
PENUTUP

Pedoman pencegahan dan penatalaksanaan UPTD Puskesmas filariasis

Langsa Barat ini digunakan sebagi acuan pelaksanaan pelayanan di UPTD

Puskesmas Langsa Barat diperlukan komitmen dan kerjasama semua pihak.

Hal tersebut akan menjadikan pelayanan semakin optimal dan dapat dirasakan

manfaatnya oleh masyarakat yang diwilayah kerja UPTD Puskesmas Langsa

Barat, serta dapat meningkatkan citra puskesmas dan kepuasan pasien serta

masyarakat.

15

Anda mungkin juga menyukai