Anda di halaman 1dari 20

“PERAN NORWEGIAN REFUGEE COUNCIL (NRC) DALAM MEMBANTU

CLIMATE REFUGEE DI BANGLADESH”

Oleh:
Muhammad Wira Pratama
07041281924053

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022/2023
BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Orang-orang bermigrasi biasanya memiliki 2 alasan untuk melakukan berpindah tempat,
pertama karena keinginan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kedua adalah terpaksa berpindah
karena adanya diskriminasi ataupun merasakan adanya ancaman di tempat asalnya. Akan tetapi,
dengan meningkatnya intensitas bencana alam, fenomena tersebut dapat menjadi faktor pendorong
migrasi. Fenomena alam ini biasanya berbentuk seperti erosi laut, serial badai/angin topan,
kekeringan, ataupun kenaikan air laut (IOM, 2019). Migrasi iklim ‘climate migration’ merupakan
istilah yang dipakai pertama kali oleh El-Hinnawi (1985) untuk mendefinisikan kelompok yang
terpaksa meninggalkan tempat asalnya; baik permanen atau sementara karena kerusakan
lingkungan yang mengancam kualitas hidup mereka sebagai manusia. Ketika kondisi alam yang
menjadi faktor pendorong sebuah masyarakat untuk bermigrasi, besar kemungkinan mereka akan
dikelompokkan menjadi migran iklim ‘climate migrants’, dan bagi mereka yang sudah menetap —
baik secara permanen atau sementara disebut sebagai pengungsi iklim ‘climate refugee’. Dalam
bukunya yang bernama “Environmental Refugees”, El-Hinnawi menyebutkan ada 3 kategori yang
mendefinisikan seorang migran perubahan iklim, yakni pindah karena kerusakan lingkunga n
(bencana alam), mereka yang bermigrasi secara permanen karena kerusakan lingkungan yang
disebabkan manusia (pembangunan waduk atau infrastruktur lainnya), dan terakhir adalah mereka
yang bermigrasi secara transnasional baik permanen atau sementara untuk meningkatkan taraf
hidup. Dalam buku tersebut, Bangladesh merupakan salah satu negara yang paling sering disebut,
sehingga tidak asing lagi apabila negara tersebut merupakan salah satu negara yang rentan terhadap
ancaman bencana alam.
Secara geografis, Bangladesh terletak tepat di antara banyak objek alam yang membuat
negara tersebut rentan dengan bencana alam. Bangladesh berada tepat di antar sungai Gangga,
Brahmaputra, Meghna menyebabkan Bangladesh dikelilingi sungai yang membuat daerah pesisir
rentan akan erosi sungai. Berada di selatan benua Asia, masyarakat di daerah pesisir juga banyak
yang menggantungkan kehidupannya sebagai petani dan nelayan langsung terpapar oleh dua
perairan yang berbeda, yakni Teluk Bengal dan Samudra Hindia membuat daerah tersebut rentan
dengan fenomena salinitas, yang berarti air laut kerap berintrusif dengan air tawar yang
menyebabkan kerusakan kehidupan agraria dan tambak masyarakat pesisir, menyebabkan
kelangkaan air tawar dan makanan. Selain kondisi geografis seperti tanah rendah yang
menyebabkan salinitas, serial topan juga turut andil dalam bencana alam yang terjadi di sana,
terlebih lagi dengan banyaknya serial topan yang juga menyerang daerah pesisir di waktu yang tak
terduga. Serial topan tersebut meningkat 5 kali lipat dari 3 dekade lalu (Haque & Jahan, 2016), tak
hanya menyebabkan korban jiwa, tetapi juga merusak infrastruktur yang akumulasinya mencapai
40,7 juta Dolar AS. Intensitas bencana alam yang terjadi di Bangladesh disebabkan oleh lokasi
geografis yang rentan pula. Oleh karena itu, Bangladesh seringkali disebut sebagai negara climate
hotspot—yang berarti efek perubahan iklim berkumpul dan menyebabkan banyak dampak
lingkungan yang terjadi dengan intensitas yang tinggi seperti kenaikan air laut, serial angin topan,
dan banjir. Bencana alam tersebut merupakan contoh bencana yang paling sering terjadi di
Bangladesh (McDonnel, 2019), sehingga factor tersebut yang menyebabkan penduduk Bangladesh
melakukan migrasi internal tiap tahunnya.

Gambar 1: Data kumulatif bencana alam di Bangladesh pada 2019-2022 (IDMC, 2022b)
Menurut data yang diambil dari IDMC (2022), setidaknya ada 57 kejadian bencana alam
yang terjadi di Bangladesh—bencana alam seperti erosi, banjir, pergerakan massa basah ‘wet mass
movement’, dan badai merupakan 4 bencana utama yang terjadi selama periode 2019-2022.
Bencana alam tersebut menyebabkan 10,2 juta orang terlantar dan menjadi faktor utama terjadinya
migrasi internal di sana. Kumulatif orang yang terlantar ‘displaced person’ di Bangladesh selama
2019-2022 silih berganti tiap tahunnya (lihat gambar 2). Menurut data tersebut, jumlah displaced
person pada tahun 2019 ke 2020 meningkat sebanyak 344.000 orang dan di tahun yang sama,
warga terlantar tertinggi terjadi pada 2020 yang mencapai 4.443.000. Namun, pada 2021 turun
drastis dan naik kembali mencapai 1.524.000 orang pada 2022 yang menandakan bahwasanya
pada tahun tersebut banyak sekali terjadi bencana alam di Bangladesh. Faktor bencana alam di
Bangladesh merupakan indicator terbesar sebagai pendorong orang-orang untuk bermigras i
internal dalam mencari tempat aman.
Tahun Jenis Bencana Jumlah Insiden Jumlah Korban
Erosi 6 kali 1.200 orang
2019 - 2022 Banjir 20 kali 2.800.000 orang
Wet Mass Movement 17 kali 12.000 orang
Badai 14 kali 7.300.000 orang

Tabel 1: Data insiden dan korban bencana alam di Bangladesh (IDMC, 2022)
Gambar 2. Data korban pengungsi bencana alam ‘internally displaced person (IDP)’ di
Bangladesh dari tahun ke tahun, 2019-2022 (IDMC, 2022a)
Intensitas bencana alam yang terjadi di Bangladesh tentu menjadi faktor utama warga
Bangladesh melakukan migrasi internal di sana. Hal tersebut terbukti dengan seringnya terjadi
banjir dan badai yang paling banyak menyebabkan warga sekitar untuk berpindah mencari tempat
yang aman (lihat table 1). Ahsan (2019) menyebutkan 2 faktor migrasi yang terjadi di Bangladesh.
Salah satunya merupakan perpindahan yang disengaja untuk meningkatkan kualitas hidup dari
daerah rural ke kota Dhaka. Kedua adalah perpindahan terpaksa untuk mencari aman dari ancaman
bencana alam, yakni daerah rural yang dikelilingi oleh sungai dan pantai pesisir yang rentan
terhadap fenomena bencana alam seperti banjir, topan, erosi, dan salinitas. Menurut laporan
Rigaud (2018), pada 2050 para pengungsi bencana alam di sana diperkirakan akan mencapai
sebanyak 13,3 juta jiwa. Dilansir dari laporan NRC yang bekerja sama dengan IDMC (2021),
Bangladesh menduduki urutan ke-3 dalam permasalahan pengungsi bencana alam di dunia yang
mencapai 4,4 juta orang setelah Tiongkok dan Filipina yang menduduki posisi 1 dan 2 dan
meningkat. Di tahun yang sama, Bangladesh juga harus melalui hujan muson terpanjang sejak
1988 yang mengakibatkan banjir dan menelantarkan 5,4 juta orang pada Agustus 2020. Topan
Amphan yang terjadi pada 2021 juga menyebabkan kerusakan seperti rumah, jalanan, dan
infrastruktur lain. Menurut IDMC, topan tersebut merupakan faktor bencana perlahan ‘slow on-
set’ seperti erosi sungai. Menurut wawancara yang dilakukan, banyak pengungsi yang terpaksa
harus pindah secara “perlahan” ke kota Dhaka karena rumahnya yang tenggelam oleh laut. Salah
satu korban berkata: “Saya sudah sering mengalami bencana seperti ini sejak 1988. Semuanya
berakhir saat bencana datang, kami jatuh miskin. Putarannya hanya saya mencoba kembali
membangun, lalu bencana datang, dan hancur lagi. Begitulah berulang- ulang. Kalau pemerinta h
menyediakan tanggul yang kuat, pasti tidak akan masalah seperti ini lagi”.
Salah satu lembaga nonpemerintah yang turut andil dalam permasalahan migrasi interna l
perubahan iklimberoperasi di Bangladesh dalam membantu pengungsi di sana adalah Norwegian
Refugee Council (NRC). Norwegian Refugee Council (NRC) merupakan sebuah lembaga
nonpemerintah atau non-governmental organization yang berasal dari Norwegia. NRC memula i
operasi di Bangladesh sejak 2018 dan beroperasi di Distrik Cox Bazar. Sebagai organisasi yang
berfokus dalam melayani displaced people, NRC turut andil dalam fenomena migrasi perubahan
iklim yang terjadi di Bangladesh. Pada 2015, NRC (2015) merilis sebuah laporan yang bernama
“Community Resilience and Disaster Related Displacement in South Asia”, dalam laporan tersebut
NRC turut memberikan advokasi baik kepada organisasi humaniter dan pemerintah Bangladesh
itu sendiri. Beberapa rekomendasi berupa strategi persiapan menghadapi bencana alam melalui
strategi Disaster Risk Reduction (DRR) serta tata cara perlindungan Internally Displaced People
(IDP) kepada pemerintah Bangladesh. Menurut fact sheet yang dimiliki NRC (2018), operasi NRC
turut membantu pengungsi bencana alam Bangladesh melalui pelayanan seperti edukasi, asistensi
legal, ketahanan iklim, dan advokasi. Dengan meningkatnya pengungsi bencana alam di
Bangladesh tiap tahunnya, NRC juga menyediakan tempat berlindung dengan menyelenggaraka n
pembangunan tempat tinggal bagi para pengungsi yang dibantu oleh International Organizatio n
for Migration (IOM). Selain itu, NRC juga turut andil dalam memberikan edukasi serta konseling
bagi para kelompok rentan agar dapat terus melanjutkan kehidupan baik dengan cara yang
berkelanjutan serta dapat berguna di tahun-tahun yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Norwegian Refugee Council (NRC) berperan dalam membantu climate refugee di
Bangladesh?

1.3 Tujuan Penelitian


Naskah akademik ini bertujuan untuk mendalami fenomena climate refugee yang terjadi di
Bangladesh dan peran NGO bernama Norwegian Refugee Council yang turut andil dalam
fenomena tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian


Secara teoritis, penulis berharap naskah ini segi pemberian landasan untuk para peneliti
lain apabila ingin melakukan riset sejenis, terlebih dengan ulasan fenomena climate refugee di
Bangladesh dengan pihak luar yakni NGO Norwegian Refugee Council yang turut ikut andil dalam
membantu dan berperan dalam fenomena tersebut. Selain itu, penulis juga berharap penelitian ini
turut membantu akademisi HI apabila diadakannya riset yang serupa pula.
Secara praktis, penulis pun berharap naskah ini berguna apabila di waktu lain ketertarikan
terhadap topik yang dibahas meningkat, khususnya terkait tema migrasi dan perubahan iklim.
Setidaknya, penulis bisa berkontribusi untuk menyumbang buah pikir ataupun pandangan baru
terhadap masalah yang ingin dipecahkan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
No. Penelitian Terdahulu Keterangan
1 Nama Ahsan, R
Judul CLIMATE-INDUCED MIGRATION: IMPACTS
ON SOCIAL STRUCTURES
AND JUSTICE IN BANGLADESH (tema social)
Nama Jurnal South Asia Research
Tahun 2019
Hasil Penelitian Warga negara Bangladesh di dalam penelitian ini
percaya dan menganggap menganggap bencana alam
merupakan hal yang normatif dan wajar karena
intensitasnya yang tinggi di sana. Serial badai, banjir,
salinasi, kenaikan level polusi merupakan hal yang
biasa di sana. Secara geografis, Bangladesh
merupakan kawasan dataran rendah di daerah pesisir
yang menyebabkan banyak terjadi salinitas di sana.
Kumpulan bencana tersebut menyebabkan penduduk
Bangladesh kesusahan mengakses makanan dan
minuman, pekerjaan, bahkan lahan untuk bercocok
tanam. Ditambah lagi dengan kebijakan adaptasi
lingkungan yang masih sedikit, sistem tata kota yang
masih buruk karena kekurangan sumber daya tentu
tidak akan siap dengan meledaknya aliran migrasi ke
kota. Banyak migrasi terjadi karena 2 faktor, yakni
faktor tarik seperti peluang pekerjaan, kesehatan, dan
edukasi lebih tinggi di perkotaan. Faktor dorong
seperti kemiskinan, bencana alam, dan diskriminas i.
2 faktor tersebut menyebabkan migrasi internal
menyebabkan 300.000-400.000 orang berpindah ke
kota Dhaka. Para pengungsi dari daerah pesisir
banyak yang mengungsi—khususnya ke kota
Khulna, biasanya minim sekali yang dapat membeli
rumah yang layak sehingga daerah kumuh pun
menjadi resort terakhir. Terlebih lagi, banyak yang
terkena keadaan seperti ini harus menghadap i
preman setiap harinya jika ingin bertahan tetap
tinggal di tempat tersebut. Selain itu, migran di sana
sering terpapar kebanjiran karena pemerinta h
setempat belum memiliki strategi/kebijakan yang
dapat mewadahi para migran. Beberapa ada yang
memilih untuk tinggal di kolong jembatan, daerah
konstruksi, dll. beberapa pemilik lahan tersebut
sengaja membiarkan agar ada yang menjaga lahan
mereka. Lantas, menyimpulkan para migran internal
di Bangladesh sangat kekurangan hak-hak dasar
bukan karena kebijakan buruk, tetapi kondisi alam
yang merugikan
Perbandingan Penulis jurnal ini melakukan pendekatan antara
keadilan sosial dan kinerja pemerintah Bangladesh
yang masih bisa mewadahi para migran internal yang
bergerak dari daerah pesisir ke kota. Sistem tata kota
yang masih buruk juga memperburuk keadaan kota
Dhaka. Perbandingan jurnal dengan penelitian saya
adalah adanya perhatian khusus penulis origina l
untuk melihat keadilan sosial ‘social justice’ sebagai
cara menelik fenomena migrasi internal yang terjadi
di Bangladesh.
2. Nama Camelia Dewan
Judul CLIMATE REFUGEES OR LABOUR
MIGRANTS? CLIMATE REDUCTIVE
TRANSLATIONS OF WOMEN’S MIGRATION
FROM COASTAL BANGLADESH (thdp
perempuan)
Serial Jurnal The Journal of Peasant Studies
Tahun 2023
Hasil Penelitian Penulis menemukan bahwa Bangladesh merupakan
“titik panas iklim” yang membuat negara ini akan
terus terancam bencana alam. Terbukti dengan
adanya risiko kenaikan air laut, atau serial angin
topan yang sering terjadi di sini. Penelitian ini juga
menyebutkan bahwa kaum wanita dan anak-anak
kerap termasuk kelompok yang rentan karena adanya
kecenderungan nilai patriarki yang membuat wanita
daerah pesisir Bangladesh turut masuk status rentan
terhadap perubahan iklim yang terjadi. Kerentanan
tersebut juga disebabkan oleh nilai patriarki, di mana
perempuan tidak boleh bermigrasi seorang diri.
Masih banyak miskonsepsi yang menyebutkan juga
yang menyebut jika migrasi warga pesisir ke kota di
Bangladesh merupakan dorongan ekonomi. Padahal
migrasi tersebut disebabkan oleh kualitas air di
daerah pesisir ‘coastal’ sudah buruk sehingga
terpaksa berpindah. Daerah pesisir juga merupakan
penyumbang kesenjangan sosioekonomis terbesar di
Bangladesh. Oleh karena itu, banyak NGO yang
berlabuh di daerah pesisir karena daerah tersebut
yang paling rentan dan terdampak di Bangladesh.
Perbandingan Dalam penelitian ini, penulis menemukan jika kaum
perempuan dan anak-anak termasuk kelompok yang
rentan terhadap dampak perubahan iklim yang
terjadi di Bangladesh. Terlebih lagi, Bangladesh
merupakan salah satu negara yang nilai patriarkinya
yang masih kuat merupakan faktor pendukung yang
menyebabkan hal tersebut memburuk. Perbandinga n
yang paling terlihat ialah wanita di jurnal ini kerap
kali menjadi kepala keluarga, tetapi tidak dapat
menjalankannya sebab terikat oleh nilai patriarki
yang kuat di sana, sehingga tak dapat menghid up i
keluarganya sendiri. Perbandingan mencolok dari
jurnal ini merupakan perspektif percampuran
keadaan lingkungan, politik, etnografis yang ada di
dalamnya. Jurnal ini memperdalami dampak
bencana alam terhadap kaum perempuan yang terjadi
di Bangladesh dan cara mereka untuk bertahan
hidup.
3. Nama Md. Abul Hasnat, Md. Arif Chowdhury & M. M.
Abdullah-Al-Mamun
Judul PERCEPTION OF PEOPLE ON CLIMATE-
INDUCED MIGRATION ISSUES IN COASTAL
AREAS OF BANGLADESH (persepsi)
Nama Jurnal Migration and Development
Tahun 2022
Hasil Penelitian Penelitian khusus ini berisi persepsi masyarakat
sekitar tentang climate migration di daerah
Banshakhali Upazila, distrik Chittagong yang berada
di wilayah pesisir Bangladesh. Masyarakat dari
daerah pesisir cenderung lebih banyak terdampak
daripada daerah perkotaan karena tingkat salinitas di
sana lebih tinggi—hal itu juga menyebabkan banyak
sumber daya alam mengalami kelangkaan, sehingga
banyak warga pesisir yang memilih untuk
bermigrasi. Warga yang tinggal di daerah terpencil
yang jauh dari pesisir cenderung memiliki keadaan
sosioekonomi yang lebih baik karena mereka jauh
dari ancaman serial bencana alam yang sering terjadi
di pesisir. Selain itu, warga di sana memiliki nilai
lebih karena lahan yang dekat dengan jalan umum
dan alat komunikasi, sehingga dapat berkembang
tanpa gangguan bencana. Terlihat dari daerah
Chanua yang di pesisir lebih rentan dengan bencana
alam. Menurut survey, warga daerah pesisir masih
minim pengetahuan tentang dampak perubahan
iklim di daerahnya—79% warga tidak melek
terhadap isu tersebut. Namun, 90% warga setempat
menyadari adanya perubahan terhadap kondisi
iklim—perubahan temperature, pola musim hujan,
peningkatan bencana yang terjadi. Di daerah tepi
sungai Sangu, distrik Chittagong—faktor utama
migrasi berisikan, 40% warganya terkena kerusakan
alam di agrarian dan perikanan, 8% karena erosi
sungai. Sedangkan 15% warga dijerat kekerasan
setelah mengungsi ke sana, 40% terkena
diskriminasi. Hampir semua daerah pesisir
Bangladesh bernasib sama seperti Banshakha li
Upazila, distrik Chittagong, karena berada di daerah
pesisir.

Perbandingan Dalam jurnal ini, penulis menemukan adanya


hubungan antara kesadaran warga pesisir dan
mengapa migrasi di Bangladesh sangatlah tinggi.
Melalui survey yang dilakukan peneliti jurnal
Kurangnya pengetahuan warga pesisir turut menjadi
faktor penting karena hal tersebut membentuk
persepsi mereka terhadap perubahan iklim dan
bencana alam yang terjadi di sana. Penulis
menemukan alur pengetahuan dan cara warga pesisir
Banshakali berbanding lurus karena dampak itu
takkan seburuk yang telah terjadi apabila mereka
lebih mawas dengan sekitar.
4. Nama Megan Denise Smith & Sarah Henly-Shepard
Judul DISASTERS AND DISPLACEMENT IN
BANGLADESH: RE-CONCEPTUALISING
STRATEGIES OF RISK REDUCTION AND
RESILIENCE. (kegiatan resilien bencana)
Nama jurnal Internal Displacement Monitoring Centre
Tahun 2021
Hasil Penelitian Jurnal ini berfokus dalam ketahanan yang dilakukan
di kamp pengungsi Cox Bazar. Banyak pengungsi
yang menjadi sukarelawan untuk saling menjaga
dan membentuk perkumpulan yang mempraktikkan
Disaster Risk Reduction (DRR) untuk menjaga
ketahanan mereka sebagai masyarakat yang bersatu
di kamp pengungsi tersebut. Mereka yang berasal
dari pengungsi bencana alam dan Rohingnya turut
berpartisipasi dalam program Cyclone Preparedness
Programme (CPP) yang dikoordinasi oleh
pemerintah Bangladesh dan Palang Merah
Bangladesh bertugas untuk mengawasi dan
memberi tahu jika ada bencana datang.
Kegiatan ‘Community-Based DRR (CBDRR)
berisikan asesmen ketahanan manusia yang berada di
kamp pengungsi Rohingnya dan Cox Bazar.
Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka
menangkal situasi buruk yang akan terjadi selama
musim muson dan topan, diadakan konsultasi yang
berisikan tata cara mempersiapkan diri dan
bermitigasi, beberapa cara termasuk seperti rencana
evakuasi seperti menggunakan masjid sebagai alarm
pemberitahu dan menggambar daerah paling rentan
di kamp pengungsi tersebut. Selain itu, sosialisas i
bagi pengungsi yang buta huruf juga diajarkan sinyal
melalui bendera, logo di beberapa bagian kamp, juga
tempat berlindung dari topan
Perbandingan Melalui pendekatan teknis secara lapangan, jurnal
ini berfokus dalam melakukan asesmen ketahanan
komunitas ‘community resilience’ dalam
menghadapi bencana alam. Alhasil, dalam
melakukan perbandingan, penulis menemukan tata
cara para pengungsi dan IOM yang saling
membantu dalam melakukan strategi-strategi yang
berguna untuk ketahanan untuk bertahan secara
bersama-sama. Jurnal ini dapat memberi perspektif
terhadap penulis untuk mengetahui bagaimana
sebuah komunitas dapat bertahan hidup
menghadapi serial topan, sehingga memberikan
perspektif baru di dalamnya yang kemudian dapat
digunakan dalam penulisan skripsi ini.
5. Nama Mostafa Naser, et. al
Judul Climate change, migration and human rights in
Bangladesh: Perspectives on governance (ham)
Nama Jurnal Asia Pacific Viewpoint
Tahun 2019
Hasil Penelitian Penelitian ini percaya bahwa orang-orang yang
menjadi pengungsi bencana alam pasti mengala mi
penyalahan HAM yang serius. Bencana alam yang
terjadi di bangladesh adalah banjir dan topan yang
sering terjadi tiap tahunnya, dan bencana itu
menyebabkan orang-orang kehilangan tempat
tinggal, hak dasar manusia, dan HAM itu sekalipun.
Walaupun hingga kini, Pemerintah Bangladesh
belum memiliki aturan tertentu yang mengatur
migrasi perubahan iklim sebagai kekerasan HAM.
Pemerintah Bangladesh belum bisa menjanjika n
akhir baik yang akan didapati para pengungsi dengan
adanya bencana alam yang mengakibatkan migras i
internal di sana. Penulis menemukan adanya
beberapa kesamaan antara hukum HAM PBB,
hukum internasional, dan hukum HAM yang berlaku
di Bangladesh. Bencana alam di naskah ini
merupakan penyebab utama kehilangannya HAM
yang dimiliki warga Bangladesh. Akan tetapi,
pemerintah Bangladesh pun harus turut bertanggung
jawab kepada warganya sebab adanya hukum yang
berlaku harus dipenuhi secara menyeluruh.
Perbandingan Jurnal ini cukup mencolok karena adanya
pendekatan melalui percampuran HAM, aturan
pemerintah Bangladesh, dan bagaimana seharusnya
pemerintah bertindak. Alhasil, percampuran
kebijakan tersebut menghasilkan spektrum yang
berguna terhadap cara melihat fenomena isu
pengungsi bencana alam di sana, tetapi juga
rekomendasi bagaimana pemerintah setempat
bertindak.

2.2 Konsep Penelitian


Konsep: Peran Non-Governmental Organization
Tujil (1999) mendefinisikan sebuah lembaga non-pemerintah atau NGO (non-
governmental organization sebagai aktor yang tak terikat dengan insitusi manapun, baik
pemerintah maupun birokrasi. NGO berjalan secara independent dan nonprofit. Oleh
karena itu, program kerja mereka kerapkali bertema dan peduli terhadap kasus yang
berurusan terhadap kasus sosial, khususnya HAM, gender, dan lingkungan hidup. Dalam
hal ini, NGO merupakan sebuah aktor yang dapat menjembatani hubungan antara
pemerintah dan masyarakat dengan terus melakukan tindakan nyata, sehingga kerja sosial
yang independent tadi dapat terlaksana secara mandiri dan bersifat sosial. NGO dapat
menjalin kerjasama secara lokal maupun transnasional.
Lewis (2009) mendefiniskan NGO sebagai perkumpulan sekelompok sukarela
yang bersifat nirlaba dan bergerak baik secara internasional, nasional, bahkan lokal
sekalipun. Oleh karena itu, NGO dapat berfungsi sebagai penggerak gerakan sosial,
mengadvokasi sebuah kebijakan, bahkan menyediakan pelayanan jasa agar masyaraka t
memiliki perhatian khusus terhadap sebuah fenomena sosial. Bersama NGO, banyak
masyarakat yang dapat terbantu dari segi humaniter, seperti menyediakan analisis sebuah
fenomena yang dapat membantu kelompok marginal yang cenderung tidak terwakilkan
suaranya di sebuah daerah.
NGO dalam kata lain dapat menjadi sebuah inisiator progresif untuk perubahan
dalam skema sosial dan politik yang dapat melayani kepentingan masyarakat yang
membutuhkan advokasi bahkan detail yang berurusan dengan sosio-ekonomi atau politik,
kesehatan, bahkan pendidikan, (Teegen, 2004). Teegen juga menyebutkan, praktik NGO
terbagi dua, yakni operasional dan advokasi. Operasional di sini merupakan sebuah aksi
dalam penyediaan barang dan jasa bagi kelompok yang membutuhkan, sementara advokasi
merupakan praktik NGO yang dapat merepresentasikan masyarakat yang tidak dapat
bersuara—NGO dapat menggunakan cara seperti penasehat, melobi, meneliti, monitor,
ataupun beragenda untuk menghasilkan sebuah perubahan.
Dalam menulis dan meneliti naskah ini, penulis menggunakan konsep peran NGO
yang dikembangkan oleh Hildy Teegen (2004). Teegen menyebutkan bahwasanya, NGO
atau lembaga nonpemerintah memiliki peran untuk memberikan advokasi serta pelayanan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh penulis, Norwegian Refugee Council (NRC)
berperan besar dalam membantu para pengungsi bencana alam di Bangladesh. Bentuk
bantuan tersebut berbanding lurus dengan konsep Teegen—NRC membantu para
pengungsi di Bangladesh berupa: (1) Advokasi berbentuk perlindungan terhadap
pengungsi, yakni penyediaan perlindungan berupa asesmen pencarian donor serta
kerjasama terhadap mitra dengan lembaga pemerhati kemanusiaan, dan bantuan asistensi
dokumen legalitas. (2) Pelayanan jasa seperti penyediaan tempat tinggal layak berbentuk
bantuan forum housing, land, and property (HLP), pemberian edukasi formal dan
nonformal di kamp pengungsian Cox Bazaar tentang community strengthening dan
pemberian edukasi kesehatan/kebersihan, juga literasi dan sesi keterampilan hidup
‘lifeskills’. Selain itu, NRC juga menyediakan asesmen ketahanan bencana berbentuk
edukasi menghadapi bencana dan bantuan perbaikan kerusakan pascabencana dengan
bermitra dengan lembaga lokal dan nasional untuk menciptakan ketahanan dan pemuliha n
berencana.
2.3 Alur Pemikiran

Masyarakat Bangladesh yang


terpaksa mengungsi karena bencana
alam

Peran NRC dalam membantu


pengungsi bencana alam di
Bangladesh

Peran NRC sebagai NGO


Transnasional terhadap fenomena di
pengungsi bencana alam Bangladesh

Konsep peran NGO


menurut Hildy Teegen
(2004)

Menyediakan jasa/pelayanan
Memberikan advokasi berupa berupa tempat tinggal, edukasi,
perlindungan dan pencarian dan ketahanan bencana
donor terhadap pengungsi
2.4 Argumentasi Utama
Argumentasi utama penulis berdasarkan pada latar belakang dan teori yang digunakan dalam
naskah ini. Latar belakang penelitian yang ditelusuri oleh penulis merupakan peran Norwegian
Refugee Council yang turut berperan dalam fenomena climate refugee di Bangladesh karena
berbagai bencana alam yang terjadi dan menyebabkan migrasi internal. Selain itu, konsep yang
dipakai dalam naskah ini merupakan konsep Teegen (2004) tentang peran sebuah NGO yang
berbentuk 2 jenis dalam tingkat operasionalnya, yakni advokasi dan jasa. Oleh karena itu, penulis
ingin menjawab pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan pembuktian teori yang telah
disediakan. Kegiatan yang dilakukan oleh NRC di Bangladesh di tengah fenomena pengungs i
bencana alam yang terjadi di sana—setidaknya dapat beragumen dan menjawab bahwasanya
dalam pelaksaan operasi NRC di Bangladesh dapat memenuhi konsep yang dipakai, sehingga
dapat menjawab rumusan masalah yang dipakai di penelitian ini.
BAB III: METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah kerangka yang dipakai untuk mencari serta memberi informas i
yang diperlukan untuk memecahkan rumusan masalah dari penelitian tersebut. Dalam hal ini,
desain penelitian dapat menjadi strategi untuk menganalisis masalah secara logis dan sistematik
terhadap penelitian yang penulis pilih. Alhasil, skripsi ini diteliti menggunakan desain penelitia n
studi kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan serta menggambarkan apa dan
bagaimana fenomena yang dihadapi dalam penelitian ini. Selain itu, studi kualitatif cenderung
lebih relevan untuk menelisik isu yang dibahas dalam dinamika hubungan internasional.

3.2 Definisi Konsep


Konsep merupakan abstrak yang dapat menggambarkan bagaimana sebuah fenomena atau
peristiwa yang menyangkutpautkan seorang individu maupun kelompok. Konsep sendiri dapat
menyederhanakan banyak pemikiran dalam sebuah penelitian. Dalam naskah ini penulis pun
memilih untuk menggunakan konsep peran NGO (Non-Governmental Organization) sebagai pisau
analisis di dalamnya.

3.2.1 Konsep Peran NGO


Tujil (1999) mendefinisikan sebuah lembaga non-pemerintah atau NGO (non-
governmental organization sebagai aktor yang tak terikat dengan insitusi manapun, baik
pemerintah maupun birokrasi. NGO berjalan secara independent dan nonprofit. Oleh
karena itu, program kerja mereka kerapkali bertema dan peduli terhadap kasus yang
berurusan terhadap kasus sosial, khususnya HAM, gender, dan lingkungan hidup. Dalam
hal ini, NGO merupakan sebuah aktor yang dapat menjembatani hubungan antara
pemerintah dan masyarakat dengan terus melakukan tindakan nyata, sehingga kerja sosial
yang independent tadi dapat terlaksana secara mandiri dan bersifat sosial. NGO dapat
menjalin kerjasama secara lokal maupun transnasional.
Lewis (2009) mendefiniskan NGO sebagai perkumpulan sekelompok sukarela
yang bersifat nirlaba dan bergerak baik secara internasional, nasional, bahkan lokal
sekalipun. Oleh karena itu, NGO dapat berfungsi sebagai penggerak gerakan sosial,
mengadvokasi sebuah kebijakan, bahkan menyediakan pelayanan jasa agar masyarakat
memiliki perhatian khusus terhadap sebuah fenomena sosial. Bersama NGO, banyak
masyarakat yang dapat terbantu dari segi humaniter, seperti menyediakan analisis sebuah
fenomena yang dapat membantu kelompok marginal yang cenderung tidak terwakilkan
suaranya di sebuah daerah.
NGO dalam kata lain dapat menjadi sebuah inisiator progresif untuk perubahan
dalam skema sosial dan politik yang dapat melayani kepentingan masyarakat yang
membutuhkan advokasi bahkan detail yang berurusan dengan sosio-ekonomi atau politik,
kesehatan, bahkan pendidikan, (Teegen, 2004). Teegen juga menyebutkan, praktik NGO
terbagi dua, yakni operasional dan advokasi. Operasional di sini merupakan sebuah aksi
dalam penyediaan barang dan jasa bagi kelompok yang membutuhkan, sementara advokasi
merupakan praktik NGO yang dapat merepresentasikan masyarakat yang tidak dapat
bersuara—NGO dapat menggunakan cara seperti penasehat, melobi, meneliti, monitor,
ataupun beragenda untuk menghasilkan sebuah perubahan.

3.3 Fokus Penelitian


Variabel Dimensi Indikator Deskripsi

Memberikan tempat
Tempat tinggal tinggal layak kepada
‘settlement’ pengungsi yang
membutuhkan tempat
berlindung

Memberikan edukasi
formal dan nonformal
Operasional/Jasa Edukasi kepada pengungsi di
kamp pengungsian
baik orang dewasa
maupun anak-anak
“Peran Norwegian
Refugee Council Memberikan bantuan
(NRC) dalam berupa edukasi
Membantu Climate Ketahanan bencana tentang ketahanan
Refugee di ‘disaster resilience’ dan bantuan
Bangladesh” perbaikan
pascabencana

Penyediaan
Perlindungan perlindungan
Advokasi terhadap pengungsi terhadap pengungsi
berupa laporan,
asesmen, serta
dokumen legalitas
lainnya melalui
kerjasama mitra,
otoritas, dan donor.
3.4 Unit Analisis
Unit analisis merupakan sebuah satuan atau lebih yang digunakan untuk melakukan
analisis terhadap subjek penelitian. Barry Buzan (1995) mendefinisikan unit analis is sebagai
sesuatu yang berkaitan dengan sistem dari banyaknya perangkat unit dan sifatnya saling
membutuhkan, sehingga sebuah struktur pun terbentuk. Hubungan Internasional sendiri memilik i
tiga jenis unit analisis, yakni individu, negara, dan sistem internasional. Selain itu, Prof. Mas’oed
mendefinisikan unit analisis sebagai variable dependen yang mencakup sesuatu yang harus dapat
dijelaskan, digambar, dan meramal eksistensinya. Singkatnya, keberadaan sebuah variable
dependen dapat dipengaruhi oleh variable lain, begitupula sebaliknya.
Penelitian ini sendiri memiliki unit analisis yang terdiri dari Norwegian Refugee Council
(NRC). Selain itu, unit eksplanasinya sendiri adalah isu pengungsi bencana alam di Bangladesh

3.5 Jenis Sumber Data


Sumber data di dalam penelitian ini banyak menggunakan data kualitatif yang didapat dari
sumber sekunder. Data dan informasi tersebut berasal dari studi kepustakaan seperti jurnal, buku,
penelitian terdahulu, laporan, berita, artikel dan berbagai sumber informasi yang mendukung dan
kredibel sehingga dapat relevan terhadap penelitian yang ditulis oleh peneliti.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan sebuah proses yang digunakan sebagai cara untuk
mengumpulkan dan mengadakan data. Pengumpulan data dalam tulisan ini menggunakan metode
ilmiah dan data akurat sehingga nantinya dapat diuji dan ditelaah hipotesis yang telah dirumuska n
sebelumnya (Sugiyono, 2013). Penelitian naskah skripsi ini pun menggunakan metode
pengumpulan data kualitatif dengan studi pustaka melalui buku, laporan, laman, dan berita resmi
yang relevan pula. Pengumpulan data melalui metode tersebut dilakukan agar nantinya dapat
berguna dan mempermudah penulis untuk mengetahui batasan penelitian dan menjawab
permasalahan yang ada di penelitian ini.

3.7 Teknik Keabsahan Data


Untuk mengukur keabsahan data ini, penulis menggunakan teknik triangulasi. Menurut
Sugiyono (2013), triangulasi merupakan sebuah teknik pemeriksaan keabsaan data yang
memanfaatkan tak hanya data eksternal, tetapi juga perbandingan terhadap data yang sudah ada.
Triangulasi memiliki 2 tipe, yakni triangulasi teori dan metode. Triangulasi metode dilakukan
dengan cara membandingkan data yang didapat dari pengamatan serta hasil dari wawancara. Selain
itu, triangulasi metode juga dapat dilakukan melalui perbandingan teori yang berhubungan dengan
data sebuah dokumen dan wawancara yang berkaitan. Sementara itu, triangulasi teori dilakukan
melalui perbandingan teori-teori yang berhubungan langsung dan data yang ada dalam penelitia n.
Oleh karena itu, penelitian ini kemudian menggunakan metode triangulasi teori sebagai cara untuk
menguji keabsahan data, yakni membandingkan konsep peran lembaga nonpemerintah/no n-
governmental organization (NGO) dan banyak data yang menyangkut dengan climate migration.

3.8 Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan sebuah cara yang digunakan untuk mengukur apakah penelitia n
tersebut dapat relevan dan bekerja sesuai data yang ada, singkatnya analisis data merupakan
sebuah cara untuk mengorganisir dan memilah data yang berhubungan dengan penelitia n
(Moleong, 2010). Sementara itu, teknik analisis data diartikan sebagai sebuah instrume nt
penelitian yang digunakan untuk memahami segala data yang digunakan untuk meneliti.
Penelitian ini sendiri menggunakan analisis deskriptif kualitatif, analisis ini cenderung
dilakukan melalui pengumpulan data yang relevan dengan fenomena yang ditelisik sesuai judul
yang dipilih oleh penulis. Oleh karena itu, dalam melakukan pengolahan data—penulis harus
melakukan klasifikasi data agar memudahkan proses penelitian.
Daftar Pustaka
By Ahsan, R. (2019). Climate-Induced Migration: Impacts on Social Structures and Justice in
Bangladesh. South Asia Research, 39(2), 184–201.
https://doi.org/10.1177/0262728019842968
Buzan, B. (1995). The Level of Analysis Problem in International Relations Reconsidered.
Cambridge: Polity Press.
El-Hinnawi, E. (1985). Environmental refugees (p. 4). UNEP.
International Organization for Migration (IOM). (2019). CLIMATE CHANGE AND
MIGRATION IN VULNERABLE COUNTRIES [Ebook]. Geneva. Retrieved from
https://publications.iom.int/system/files/pdf/climate_change_and_migration_in_vulnerable
_countries.pdf
Habiba, U., R. Shaw and M.A. Abedin (2013) Community-based disaster risk reduction
approaches inBangladesh, in R. Shaw, F. Mallick and A. Islam (eds.), Disaster risk reduction
approaches in Bangladesh, pp. 259–279. Japan: Springer.
Hildy Teegen, Jonathan P. Doh, Sushil Vachani, "The Importance of Nongovernme nta l
Organizations (NGOs) in Global Governance and Value Creation: An International Business
Research Agenda", Journal of International Business Studies, Vol. 35, No. 6 (Nov., 2004),
hal. 463-465
IDMC (Internal Displacement Monitoring Centre). (2021). Internal displacement in a changing
climate (p. p. 78). IDMC & NRC. Retrieved from https://www.interna l-
displacement.org/sites/default/files/publications/documents/grid2021_idmc.pdf#page=42
IDMC (INTERNAL DISPLACEMENT MONITORING CENTRE). (2021). Global Report on
Internal Displacement 2021. IDMC. Retrieved from https://www.interna l-
displacement.org/global-report/grid2021/

IDMC. (2022a). Global Internal Displacement Database. Retrieved from https://www.internal-


displacement.org/database/displacement-data

IDMC. (2022b). Country Profile: Bangladesh. Retrieved from https://www.internal-


displacement.org/countries/bangladesh

Kartasasmita. 1977. Administrasi Internasional, Bandung: Lembaga Penerbitan Sekolah Tinggi


Ilmu Administrasi.
Lewis, David and Nazneen Kanji. Non-Governmental Organizations and Development. (New
York: Routledge, 2009).
McDonnell, Tim. 2019. “Climate Change Creates a New Migration Crisis for Bangladesh. ”
National Geographic, 9 June 2023.
https://www.nationalgeographic.com/environment/2019/01/climate-change-drives-
migration-crisis- in-bangladesh- from-dhaka-sundabans/. [Google Scholar]
Moleong, L. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
NRC, N. (2015). NRC. Retrieved from https://www.nrc.no/globalassets/pdf/reports/resilience -
and-disaster-related-displacement- in-south-asia.pdf
NRC. (2022). NRC in Bangladesh. Retrieved from https://www.nrc.no/countries/asia/nrc- in-
bangladesh/
OHCHR. (2020). Historic UN Human Rights case opens door to climate change asylum claims.
Retrieved from https://www.ohchr.org/en/press-releases/2020/01/historic-un- human-rights-
case-opens-door-climate-change-asylum-claims?LangID=E&NewsID=25482
Peter Van Tujil.NGOs and Human Right: Sources of Justice and Democrary. Dalam Jurnal of
international affairs, Vol.52. No: 2. Spring, 1999.
Raich, J. (2002). Ethical evolution of the humanitarian idea. Barcelona: MSF. www.jordi-
raich.com/Articulos/A18-Evolucion.pdf
Rigaud, Kanta Kumari; de Sherbinin, Alex; Jones, Bryan; Bergmann, Jonas; Clement, Vivia ne;
Ober, Kayly; Schewe, Jacob; Adamo, Susana; McCusker, Brent; Heuser, Silke; Midgley,
Amelia. 2018. Groundswell: Preparing for Internal Climate Migration. © World Bank,
Washington, DC. http://hdl.handle.net/10986/29461 License: CC BY 3.0 IGO.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai