1-Article Text-1-1-10-20180305
1-Article Text-1-1-10-20180305
Abstrak. Karanganyar adalah situs yang berada di lahan basah. Permasalahan yang hendak dipecahkan terkait dengan
situs ini adalah mengenai karakter situsnya, ancaman kerusakan dan upaya yang perlu dilakukan dalam rangka
mempertahankan kelestariannya. Metode yang digunakan dalam memecahkan permasalahan tersebut adalah deskriptif
dengan penalaran induktif. Metode deskriptif diimplementasikan dengan cara menggambarkan temuan yang diperoleh,
menerangkan hubungannya, memprediksi, dan menyimpulkan makna. Sementara itu, penalaran induktif digunakan untuk
menemukan sebab-sebab yang tersembunyi, yaitu dengan metode persesuaian. Hasil kajian yang dilakukan adalah
diketahuinya karakter situs, yaitu situs pemukiman. Karakter yang diketahui ditawarkan sebagai model dalam pengembangan
penelitian pemukiman lahan basah di Kalimantan Selatan. Selain itu, juga ditemukan ancaman yang selalu menghadang
kerusakan situs, yaitu kebakaran lahan gambut. Berkaitan dengan hal itu, upaya pelestarian yang dapat dilakukan adalah
agar pihak arkeologi bersikap proaktif dengan mendekati dan memberikan pandangan ke berbagai stakeholder lain yang
membidangi dan berkepentingan menggarap lahan gambut, agar mereka turut serta melestarikan tinggalan arkeologi.
Abstract. Karanganyar is a site which is located at swampy area. The research questions are character of the site,
damaged threatening and efforts for maintainance. The method used in this research is descriptive and inductive
reasoning. Descriptive method is implemented by describing the findings, explaining its relationship, predicting, and
deducing the meaning. Meanwhile, inductive reasoning is used to find the hidden causes, by conform method. It is known
that the site character is settlement. Then its character is offered as a model to study the settlements development in
wetland. It is also found that the threats caused damage which always happened is peat fire. In that regard, conservation
efforts must be proactive with approach and outlook to the various stakeholders who in charge on peat land, so they can
participate to conduct archaeological conservation.
Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 1
Sementara itu, Dahliani (2012: 99 dan 101) pada keberadaannya di wilayah Kecamatan
menyebutkan bahwa masyarakat yang bermukim Gambut, Kabupaten Banjar. Selanjutnya, dalam
di areal yang berawa memiliki kearifan lokal yang tulisan ini digunakan nama situs Karanganyar,
diwujudkan dengan mengembangkan arsitektur yang mengacu pada nama desa di mana situs
rumah panggung. Sementara itu, menurut tersebut berada. Digunakannya nama
Rapoport (1969, dalam Zubaidi 2009: 28), bentuk Karanganyar karena realitasnya penelitian hanya
rumah itu dikembangkan oleh manusia sebagai dilaksanakan di desa tersebut dan tidak termasuk
upaya untuk memperoleh keamanan dari desa-desa lain di Kecamatan Gambut.
gangguan lingkungan, alam, dan binatang buas. Faktor-faktor seperti yang diungkapkan oleh
Pernyataan tersebut senada dengan Chang dapat dimanfaatkan untuk mengkaji alasan
pemikiran Fadhila Arifin Aziz yang melihat sebaran dipilihnya lokasi tersebut sebagai tempat
pusat-pusat pemukiman, dinyatakan sebagai beraktivitas nenek moyang. Oleh karena itu,
sesuatu tempat yang dipilih tidak secara acak, pemikiran Chang tersebut akan digunakan dalam
tetapi didasarkan oleh alasan-alasan tertentu. mengkaji situs Karanganyar.
Umumnya beberapa pertimbangan yang turut Keberadaan situs tersebut diketahui berawal
menentukan pemilihan tempat bermukim adalah dari informasi penduduk. Masyarakat yang sering
kapasitas lingkungan alam yang mendukung menjelajahi wilayah tersebut sering mendapatkan
dalam penyediaan makan (Aziz 2004: 1), beberapa temuan yang terkait dengan wadah dari
merupakan tempat pertahanan yang baik guna kayu yang berbentuk seperti ember. Berdasarkan
melindungi dan memusatkan para anggota informasi yang diperoleh, Balai Arkeologi
kelompoknya dari bahaya alam maupun pihak Banjarmasin mengadakan peninjauan situs di
lain. Desa Karanganyar, Kecamatan Gambut,
Demikian juga secara teknis, pemilihan lokasi Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
pemukiman sebagai tempat tinggal juga Peninjauan dimaksudkan untuk memastikan
didasarkan oleh alasan-alasan yang dapat apakah temuan-temuan yang pernah diperoleh
mendukung keberlanjutan kehidupan dan penduduk memang benar-benar merupakan
kenyamanan hidup mereka. Pada prinsipnya temuan arkeologis atau bukan dan juga ingin
pemilihan tempat bermukim ditentukan oleh faktor memastikan sejauh mana potensi arkeologinya.
dari dalam dan luar. Faktor dari luar umumnya Dalam kesempatan tersebut tim peninjau
meliputi pemilihan lahan yang didasarkan pada berhasil mendapatkan data-data arkeologi yang
toporafi, iklim, dan potensi sumber daya alam. berupa fragmen tembikar/gerabah 1, wadah
Sedangkan faktor dari dalam diri manusia sangat berbentuk seperti ember yang terbuat dari kayu,
ditentukan oleh sistem ekonomi yang mereka beberapa potongan kayu yang berukuran kecil
anut, sejarah, perang yang melanda yang belum diketahui pasti sebagai bagian dari
kelompoknya, dan pandangan terhadap nilai-nilai bentuk apa. Namun yang bisa dipastikan adalah
budaya (Chang 1988, dalam Nitihaminoto 1996: potongan kayu tersebut sengaja dibentuk untuk
2). dirangkai dengan kayu/benda yang lain sehingga
Memperhatikan pemikiran yang demikian ini, membentuk alat tertentu. Kepastian adanya
tampaknya situs Karanganyar dipilih oleh para penyambungan dengan potongan kayu yang lain
penghuninya dengan alasan-alasan tertentu. dibuktikan oleh adanya takikan pada papan
Dalam laporan penelitian arkeologi tahun 2007, dengan tebal sekitar 1,5 cm tersebut.
lokasi ini disebut situs Gambut, yang didasarkan
1
Istilah tembikar berasal dari Bahasa Indonesia, sedangkan gerabah dari Bahasa Jawa. Keduanya digunakan untuk menyebut jenis
peralatan yang berasal dari tanah liat yang dibakar. Menurut Harry Truman Simanjuntak dkk (1999: 58-60) tembikar meliputi earthenware,
stoneware, dan porselin. Perbedaannya terletak pada bahannya, yaitu jenis tanah liat serta campurannya dan satu lagi tinggi-
rendahnya suhu pembakaran yang dilakukan. Earthenware adalah barang-barang yang dibuat dengan bahan tanah liat dengan
campuran pasir dan dibakar dengan suhu antara 350-1000º Celcius. Dalam tulisan ini digunakan istilah tembikar atau gerabah untuk
menyebut earthenware. Penggunaan istilah tersebut bisa berganti-ganti untuk menghindari kebosanan.
Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 3
menyimpulkan makna atas persoalan yang karena pernah menggunakan benda-benda
dibahas (Sumodiningrat 2007: 3). Sementara itu, seperti yang ditemukan. Data-data tersebut
menurut John Stuart Mill yang dikutip oleh Jan dimanfaatkan untuk mengetahui karakteristik situs.
Hendrik Rapar (1996: 87) penalaran induktif
biasanya digunakan untuk menemukan sebab-
sebab yang tersembunyi. Dalam hal ini ada lima HASIL DAN PEMBAHASAN
metode penalaran induktif, yaitu persesuaian,
perbedaan, gabungan antara persesuaian dan Temuan Arkeologi, Fungsi, dan Periodesasi
perbedaan, residu, dan variasi kesamaan.
Gambarannya, metode persesuaian adalah jika Temuan dan Fungsinya
dua fenomena yang diteliti memiliki satu Temuan arkeologi di situs Karanganyar ini
sirkumstansi yang bersesuaian, maka itu adalah berasal dari tim peneliti, karena aktivitas penelitian
sebab atau akibat dari fenomena yang diteliti. yang dilakukan, dan sebagian yang lain berasal
Dalam penelitian ini, penalaran yang digunakan dari temuan penduduk. Temuan arkeologi yang
untuk memahami situs dan karakternya hanya satu diperoleh penduduk berupa sendok sayur,
metode, yaitu persesuaian. sendok nasi, kemudi perahu, dan tong (ember)
Berkaitan dengan metode penelitian tersebut, kayu. Salah seorang penduduk mendapatkan
maka pengumpulan dan pencarian data dilakukan temuan arkeologi di tempat tersebut ketika ia
melalui survei dan ekskavasi. Data dari lapangan mengerjakan lahan pertaniannya di dekat Tambak
dianalisis dengan penggarapan melalui tahapan Orang Tua dan sungai mati. Tambak adalah istilah
identifikasi, klasifikasi, dan analisis (termasuk lokal untuk menyebut bukit kecil yang ada di
melalui analisis kontekstual) untuk sampai pada tengah-tengah areal rawa gambut. Memperhatikan
kesimpulan. Pengumpulan data dengan cara bentuk dan keberadaannya, tampaknya yang
survei dilakukan melalui pencarian temuan- dimaksud tambak adalah kubah gambut, yaitu
temuan permukaan di wilayah penelitian. Survei lahan gambut yang menurut Mohammad Noor
dilakukan di sungai mati di situs Karanganyar dan (2001: 4) terbentuk sejak zaman Holosen dan
di kedua pinggirannya. Sementara itu survei di menurut Tejoyuwono Notohadinegoro (1999: 7)
areal tambak dilakukan di seluruh permukaan bagian kaki kubah umumnya memiliki kesuburan
tambak kecuali bagian kaki sisi timur karena yang memadahi untuk kegiatan pertanian.
berbatasan dengan hutan galam yang sangat Tambak 2 yang oleh masyarakat disebut
lebat dan air rawa yang cukup dalam. sebagai Tambak Orang Tua, berada di Desa
Sementara itu, ekskavasi dilakukan di lokasi Karanganyar, Kecamatan Gambut, Kabupaten
yang dinilai potensial untuk mendapatkan data- Banjar, tepatnya di belakang SMPN 1 Gambut atau
data berdasarkan fenomena artefaktual yang sebelah kiri Jalan A. Yani arah ke Banjarmasin.
terlihat dari survei. Selain data artefaktual, Untuk menuju ke situs, dari SMPN 1 Gambut
dilakukan juga pengumpulan data mengenai masih dapat ditempuh dengan menggunakan
pengetahuan penduduk terkait dengan benda- sepeda motor atau mobil sejauh kurang lebih 1,5
benda yang ditemukan oleh tim peneliti maupun km. Setelah sampai di perkampungan terakhir,
penduduk. Data ini diharapkan akan menjadi yang ada hanya berupa bentangan rawa. Oleh
pembanding mengenai pengetahuan penduduk karena itu, perjalanan selanjutnya hanya bisa
tentang fungsi alat-alat tertentu yang ditemukan. ditempuh dengan berjalan kaki, yang memerlukan
Hal ini dilakukan untuk melihat kemungkinan waktu sekitar 15-20 menit.
adanya pengetahuan tentang pemfungsian alat Tambak Orang Tua berbentuk memanjang
oleh penduduk atau bahkan pengalamannya arah timur-barat, sejauh kurang lebih 250 meter.
2
Sebenarnya, tambak di sekitar Desa Karanganyar ini ada tujuh buah. Namun demikian, dalam penelitian ini hanya difokuskan pada
Tambak Orang Tua. Alasannya, waktu dan tenaga yang terbatas.
3
Temuan ini cukup banyak, tetapi setelah hasil penggalian juga ditemukan jenis temuan yang sama, maka hasil temuan penggalian itulah
yang dijadikan sampel data yang dibawa ke kantor.
Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 5
dilakukan ekskavasi di dua tempat tersebut (kaki SDP tersebut tingginya 20 cm dari permukaan
tambak sisi selatan (TP 01) dan utara (TP 03). tanah. Selanjutnya spit (1) digali sedalam 40 cm
Sementara itu, sebagai upaya untuk memastikan dari SDP atau 20 cm dari permukaan tanah
sebaran temuan arkeologi di bagian punggung tertinggi. Setelah itu, dilakukan pendalaman
tambak selatan, dilakukan ekskavasi didekat setebal 10 cm pada setiap spitnya. Penggalian
temuan pipisan (TP 02). akan dihentikan jika pada kedalaman tertentu
Proses penggalian di ketiga kotak tersebut sudah tidak ditemukan artefak ataupun ekofak
dilakukan dengan cara yang sama. Sejak awal yang berkaitan dengan data-data yang dicari
dibuat ukuran kotak yang sama, yaitu 1 x 2 m, dalam penelitian ini. Pengecualian terjadi pada
baik TP 01, 02, maupun 03. Pembuatan kotak gali kotak TP 03 yang terpaksa dihentikan
dengan ukuran 1 x 2 m (separoh, karena biasanya penggaliannya pada spit (2) karena waktu
2 x 2 m), dilakukan dengan alasan efektivitas dan penelitian telah berakhir. Lambatnya pengerjaan
untuk menfokuskan pembuktian data di dalam TP 03 juga dikarenakan padatnya temuan fragmen
tanah berdasarkan temuan permukaan. Misalnya gerabah di setiap spitnya.
kotak TP 01 dibuat tepat pada beberapa temuan Sementara itu, survei di sungai mati dilakukan
gerabah di permukaan tanah di kaki tambak sisi sepanjang 300 meter yang terbagi dalam tiga jalur,
selatan. Kotak TP 02, digali dengan ukuran 1 x 2 yaitu jalur I, tepi sungai sisi kiri (sisi utara) selebar
m di punggung tambak sisi selatan di dekat 10-15 m ke arah kiri dari tepi sungai; jalur II, tengah
temuan batu pipisan yang telah tampak sebagian sungai selebar 20-30 m; dan jalur III, tepi sungai
ujungnya. Sementara itu, kotak TP 03 digali dalam
ukuran 1 x 2 meter untuk membuktikan lebih jauh
temuan di dinding kaki tambak sisi utara yang
menunjukkan adanya fragmen gerabah dengan
teknologi pembuatan yang sederhana (tatap
pelandas) dan roda putar yang ada di permukaan.
Proses penggalian di tambak tersebut,
semuanya dilakukan dengan terlebih dulu
membuat Secondary Datum Point (SDP) dengan
menggunakan patok kayu di salah satu sudut
kotak gali yang paling tinggi posisinya. Patok
4
Pak Syahril dan Pak Daka adalah penduduk Anggana. Pak Syahril merupakan salah satu keturunan dari pemilik rumah di tepi Sungai
Mahakam yang sekarang hanya tersisa tiang-tiangnya. Tiang-tiang tersebut berasal dari kayu nibung yang banyak terdapat di
Anggana. Sementara itu, Pak Daka merupakan kemenakan jauh dari Pak Syahril. Keduanya merupakan orang Bugis yang merantau
di Anggana. Bahkan keduanya merupakan keturunan orang Bugis yang lahir di Anggana.
Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 7
sumber: dok. Balar Banjarmasin
sumber: dok. Balar Banjarmasin Gambar 5. Dayung yang terpotong bagian
Gambar 4. Tepian yang berasal dari bentuk wadah. tangkainya.
5
Menurut Harry Truman Simanjuntak dkk (1999: 58, 60-62), di Indonesia, artefak berbahan batuan (stoneware) dan porselin disebut
keramik. Stoneware merupakan barang yang dibuat dengan bahan tanah liat yang bersifat silika (kaca) yang dapat berubah fisik akibat
pembakaran. Suhu pembakarannya berkisar antara 1150-1300°Celcius. Berbeda lagi dengan porselin, benda ini berbahan tanah liat
halus yang dicampur dengan kaolin dan mineral feldspar. Suhu pembakarannya antara 1250-1350°Celcius. Selanjutnya, dalam tulisan
ini digunakan istilah keramik atau porselin untuk menyebut stoneware dan porcelain.
Penumbuk padi panjang 80 cm, temuan lesung papan kecil, batang kayu, batu pipisan, dan terak
panjang 67 cm lebar 26 tebal/tinggi 18 cm. besi. Temuan-temuan tersebut dapat dilihat pada
Temuan porselin yang diduga sebagai tabel 1.
pecahan bentuk wadah, hal itu didasarkan pada Adanya temuan yang dianggap sebagai
temuan tepian yang diameternya cukup besar. sendok nasi dan sayur merupakan nama atau
Di samping itu arah sudut leher tepian tersebut sebutan yang disematkan oleh penduduk yang
menunjukkan sebuah bentuk yang besar. menemukannya. Pernyataan tersebut sebenarnya
Memperhatikan ukuran diameter tepian dan juga masih merupakan dugaan. Alasan penemu
perkiraan bentuk berdasarkan derajat lengkung menduga yang demikian didasarkan pada
leher yang masih tersambung dengan tepian, kemiripan dengan kebiasaan orang kampung
diduga pecahan porselin tersebut merupakan tersebut sekarang ini, yaitu ketika memasak nasi
fragmen bentuk tajau. dalam jumlah besar, pengaduk nasi di panci
Berdasarkan penggalian yang telah dilakukan digunakan alat yang terbuat dari kayu, walaupun
di situs Karanganyar, temuannya antara lain berupa tidak berbentuk sendok. Pengaduk tersebut
batu, fragmen gerabah bagian tepian, badan, hanya berupa kayu panjang dan di ujungnya
dasar, tutup, badan berhias, arang, kayu atau melebar hampir menyerupai dayung perahu,
Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 9
Temuan kemudi perahu juga diasosiasikan
dengan fungsi sekarang. Masyarakat masih
mengenal bentuk seperti temuan Bapak H. Sukeri
tersebut sebagai kemudi perahu, yang fungsinya
adalah untuk mengemudikan perahu dari bagian
belakang. Pemegang ujung kemudi bertugas
menurunkan kemudi ke dalam air di sisi kanan
sumber: dok. Balar Banjarmasin
atau kiri ujung perahu bagian belakang. Cara
Gambar 7. Sendok sayur, temuan penduduk.
tersebut dilakukan sebagai upaya untuk
membelokkan perahu ke arah kanan atau kiri
seperti yang diinginkan. Cara mengemudikan
perahu yang demikian ini masih bisa kita temukan
terutama bagi perahu yang memiliki beberapa
pendayung yang duduk di perahu bagian tengah
hingga depan dan seorang pemegang kemudi
yang duduk paling belakang. Tetapi perahu yang
didayung sendiri biasanya pendayung tersebut
dengan menggunakan dayung untuk mengayuh
sekaligus sebagai alat kemudi. Sebagai
perbandingan, Priyatno Hadi (2010: 66)
memaparkan bahwa kemudi perahu bisa juga
berupa sirip kayu yang dilengkapi dengan
tangkai. Jika sirip digerakkan, maka arah gerak
perahu akan berubah sesuai dengan arah gerak
sirip kemudi. Sementara itu, ukuran tangkainya
sumber: dok. Balar Banjarmasin disesuaikan dengan jarak antara tinggi lambung
Gambar 8. Ember kayu dan tutupnya. perahu terhadap kedalaman air.
Sementara itu, mengenai temuan ember kayu
tetapi ujungnya rata, sedangkan ujung dayung ada dua bagian, yaitu badan dan tutup (gambar
berbentuk membulat. Jadi fungsi sebagai sendok 8). Tong atau ember tersebut dibuat dari kayu utuh
nasi sejauh ini masih merupakan dugaan dari yang dilubangi dan disisakan di bagian dasar dan
penemunya. Konteks yang berkaitan dengan dinding di sekelilingnya. Penyebutan tong/ember
temuan tersebut tidak diketahui sehingga tidak kayu juga merupakan hasil interpretasi
dapat diinterpretasikan lebih jauh. penemunya, yaitu karena bentuknya memang
Dugaan yang mirip juga terjadi pada temuan menyerupai tong atau ember. Dugaan tersebut
sendok sayur. Fungsi yang demikian ini juga didasarkan pada pengetahuannya bahwa dulu
berdasarkan apa yang disampaikan oleh sebagian orang Banjar menggunakan wadah
penemunya. Penemu mengatakan bahwa orang model tersebut untuk menyimpan air. Wadah
di kampungnya sekarang jika memasak sayur penyimpan air tersebut untuk saat ini disebut
dalam jumlah besar biasanya menggunakan ember. Berdasarkan alasan tersebut si penemu
sendok sayur dalam ukuran besar dan panjang. menyebut wadah kayu tersebut sebagai ember
Ukuran panjangnya kira-kira seperti sendok kayu atau tong. Namun, peninjauan ulang mengenai
yang ia temukan. Hanya saja sendok sayur yang fungsi tersebut belum dapat dilakukan. Sejauh
digunakan oleh orang sekarang berasal dari ini, data banding terkait dengan fungsi alat yang
alumunium. Jadi hanya berdasarkan ukuran yang berbentuk demikian ini tidak ditemukan di sekitar
kurang lebih sama, maka temuan tersebut diduga situs dan bahkan hingga ke daerah-daerah yang
sebagai sendok sayur (gambar 7). lebih jauh.
Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 11
demikian ini memang telah menjadi karakteristik membedakan antara yang satu dengan yang
bangunan di lahan basah. Jika diduga bangunan lainnya, tidak diterapkan kepada manusia, tetapi
tersebut berada di pinggir sebuah sungai, maka pada situs arkeologi. Selanjutnya, sifat yang
yang demikian ini juga menjadi hal biasa jika kita melekat kuat pada situs dianggap sebagai
bandingkan dengan pola bangunan rumah di karakter dari situs yang bersangkutan.
Kalimantan saat ini. Berkaitan dengan situs yang dibahas, areal
Rumah yang demikian ini tampaknya yang berawa di situs Karanganyar, diduga
merupakan model sekarang. Buktinya penduduk merupakan kondisi lahan basah sejak dulu.
di Anggana masih dapat menceritakan bahwa Dengan adanya areal rawa di situs Karanganyar,
model rumah tersebut yang dimiliki oleh komunitas yang tinggal di situs tersebut akan
kerabatnya yang masih dia kenal. Ini menunjukkan selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk
bahwa rumah tersebut belum terlalu lama dari dapat memenuhi dan menjalani hidup dengan
sekarang. Bentuknya pun jika dibandingkan semestinya. Jika kita berasumsi bahwa
dengan rumah-rumah panggung yang sekarang lingkungan situs Karanganyar merupakan areal
tidak terlalu berbeda. rawa, maka akan terdapat berbagai temuan yang
Selain itu, temuan perahu tampaknya juga terkait dengan penggunaan barang-barang atau
dapat digunakan untuk mendapatkan periodisasi peralatan yang terkait dengan lingkungan hidup
secara relatif. Dalam hal ini periodisasi yang bisa di rawa sehingga komunitas tersebut tetap dapat
diketahui adalah perkembangan perahu tingkat eksis.
awal, dan kemudian menuju pada perkembangan Dugaan akan tetap eksisnya komunitas situs
tingkat-tingkat berikutnya. Memperhatikan temuan- Karanganyar ditunjukkan oleh adanya temuan alat
temuan yang demikian ini tampaknya situs perlengkapan hidup. Temuan tersebut antara lain
Karanganyar lebih didominasi oleh peralatan yang berupa tiang-tiang sebagai sisa pondasi rumah
berumur relatif muda. Selain peralatan yang diulas panggung, ember kayu, arang, fragmen gerabah,
di atas juga terdapat peralatan lain yang fragmen papan perahu, kemudi, dan dayung.
cenderung mudah untuk disebut sebagai Bahkan juga ada temuan-temuan lain seperti batu
peralatan sekarang. Temuan-temuan tersebut asah, pipisan, fragmen genteng, dan porselin.
adalah batu pipisan, lumpang, batu asah, dan Temuan-temuan tersebut tampaknya dapat
genteng. Dengan demikian memperhatikan uraian dikelompokkan menjadi dua, yaitu papan serta
yang telah dilakukan, situs Karanganyar diduga pemenuhan kebutuhannya dan kelompok temuan
merupakan situs sejarah dengan umur yang relatif transportasi. Kelompok pertama adalah peralatan
muda. untuk papan/tinggal dan pemenuhan untuk
kebutuhan makan. Temuan-temuan untuk
Situs Lahan Basah Karanganyar: Karakter, kelompok pendukung kebutuhan tempat tinggal
Model, dan Perencanaan adalah tiang-tiang pondasi bangunan atau rumah.
Temuan peralatan sisa aktivitas pemenuhan
Karakter Situs Lahan Basah di Desa Karanganyar kebutuhan makan antara lain adalah ember kayu,
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lesung, penumbuk padi, tungku, gerabah, batu
karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak asah, batu bara, dan arang.
atau budi pekerti yang membedakan seseorang Data kelompok pertama, terutama berkaitan
dengan yang lain (Tim Penyusun Kamus 1995: dengan pengolah atau alat pemenuhan kebutuhan
445). Pengertian tersebut menunjukkan bahwa makan, dibuktikan oleh temuan penggalian kotak
karakter sangat erat kaitannya dengan sifat dan TP 01 dan 03. Temuannya berupa fragmen
perilaku manusia. Selanjutnya, dalam konteks gerabah yang berasal dari bentuk periuk. Di
tulisan ini, yang dimaksud karakter akan dikaitkan samping itu, juga ditemukan terak besi, yaitu sisa
dengan situs arkeologi. Maksudnya, sifat-sifat besi yang dipanasi dalam rangka aktivitas pandai
yang akan dicari dan kemudian dipakai untuk besi. Hal ini mengarahkan pada dugaan bahwa
Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 13
hidupnya dengan melewati rawa atau sungai. lahan rawa yang dilakukan oleh orang Banjar juga
Untuk sementara tampaknya baru sampai pada berbeda dengan penghuni lahan rawa di
dugaan yang demikian. Sumatera dan lainnya. Bahkan tidak hanya cara
bertanamnya, mereka juga berhasil menemukan
Rancangan: Pencarian dan Penyelamatan varietas tanaman yang khas yang hanya ada di
Berdasarkan temuan di sekitar Tambak Orang masyarakat Banjar.
Tua dan fenomena lingkungan yang Atas fakta temuan arkeologi dan tradisi
menyertainya, diduga keberadaan tambak (kubah masyarakat Banjar dalam memanfaatkan rawa dan
gambut) dan sungai merupakan ciri suatu lokasi lingkungannya, maka model lingkungan di situs
yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai Karanganyar yang memiliki temuan arkeologi
tempat hunian manusia masa lalu, terutama bagi pemukiman, dapat dimanfaatkan sebagai
mereka yang masih sangat tergantung dengan panduan dalam memprioritaskan fenomena
alam. Indikasi yang demikian ini terlihat pada lingkungan yang disurvei, untuk menemukan
temuan di Tambak Orang Tua. Atas fenomena situs-situs pemukiman di lahan rawa di Kalimantan
temuan data arkeologinya dan ciri lingkungan yang Selatan. Memperhatikan keberadaan temuan
menyertainya, diduga pola keberadaan kubah arkeologi di kawasan tambak, tampaknya model
gambut dan adanya aliran sungai di dekatnya, lingkungan yang dimanfaatkan untuk pemukiman
merupakan model lingkungan rawa yang cocok masyarakat masa lampau adalah kenyamanan,
atau ideal untuk tempat tinggal manusia masa lalu. sumber makanan yang memadahi, dan adanya
Dugaan yang demikian ini didukung oleh akses ke tempat lain yang lancar dan mudah.
temuan arkeologi di situs Karanganyar. Penguat Gambaran yang demikian ini terlihat pada
dugaan tersebut diperlihatkan oleh daya dukung lingkungan Tambak Orang Tua dan posisi atau
lingkungan untuk memberikan sumber makanan keletakan temuan arkeologinya.
dan kenyamanan untuk tempat tinggal. Menurut Tingkat kenyamanan di lingkungan tambak
sebagian peneliti, kubah gambut memiliki beda cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan tersedianya
ketinggian hingga 5 meter dengan lahan rawa di lahan kering. Indikasi disukainya lahan kering oleh
dekatnya, yang berarti kubah gambut sudah tidak masyarakat masa lampau dengan memperhatikan
tergenang oleh air rawa (Putra 2011: 7). mayoritas keberadaan temuan arkeologi, berada
Tampaknya, lokasi yang demikian ini sangat di areal lahan kering. Areal kering di kawasan
cocok untuk hunian, karena kondisinya yang kubah gambut sebenarnya ada dua lokasi, namun
kering. dengan kondisi kering yang tidak sama. Di areal
Sementara itu, jika menilai kesuburannya dan kubah gambut, terutama sekeliling lereng hingga
kaitannya dengan kemungkinan untuk dapat puncaknya, merupakan areal kering sepanjang
dimanfaatkan sebagai tempat bercocok tanam, tahun. Maksudnya, ketika puncak musim
lokasi kubah gambut memiliki tingkat kesuburan penghujan pun, areal itu tetap tidak tergenang air.
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Sementara itu, bagian kaki kubah dan radius
areal yang berawa dangkal, seperti rawa di sekitar sekitar 100 meter di sekeliling kubah juga kering
kaki kubah gambut (Mubekti 2011: 90). Oleh pada musim kemarau dan awal musim penghujan
karena itu, lokasi rawa dangkal yang demikian ini (bulan Desember 2007), areal itu hanya sekedar
biasanya dimanfaatkan untuk kegiatan bercocok basah, belum terjadi genangan air.
tanam. Bahkan dalam perkembangannya, orang Namun kenyataannya lahan kering sepanjang
Banjar yang menghuni areal rawa, biasa tahun di lereng hingga puncak tambak justru tidak
memanfaatkan rawa lebak dan pasang surut untuk banyak dijumpai temuan arkeologi. Tampaknya
kegiatan bercocok tanam. Karena kebiasaannya hal ini juga berkaitan dengan karakteristik tambak
yang sudah berlangsung lama dan turun-temurun, itu sendiri. Tambak Orang Tua memiliki ketinggian
akhirnya mereka memiliki budaya bercocok sekitar 5 meter, berbentuk memanjang dengan
tanam di lahan rawa yang spesifik, bahkan dalam ukuran kurang lebih 250 meter dengan lebar antara
kasus-kasus tertentu model bercocok tanam di 80-90 meter. Tingkat kemiringan lerengnya antara
Tabel 2. Model pencarian bukti aktivitas di lahan rawa kubah gambut dan aspek-aspek yang dicari.
E leme n lingkungan rawa yang L okasi pencarian bukti akt ivitas Asp ek-a spek yang dicari
harus dicari masya ra kat masa lalu
K uba h gamb ut dan sun gai K aki kubah gambut dan areal ra wa - 1 . Keg ia tan b ermukim den gan tem ua n
rawa sekitar sun gai berup a bekas rumah (bekas tiang,
gen teng dll) d an peralata n
pemenuhan kebu tuh an maka n
(p eriu k, emb er, tun gku, pipisa n,
lesung , p enumbu k padi, ara ng, bat u
asah dll).
2 . Keg ia tan t ra nsportasi (lun as kapa l,
dayu ng, kemu di, pap an bagia n dari
perah u, dll).
3 . Keg ia tan lainnya .
Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 15
fenomena yang umum, maka model lingkungan perusahaan misalnya perkebunan kelapa sawit,
untuk menemukan situs pemukiman lahan rawa selain itu juga ada dinas lingkungan hidup,
masih harus dicari lagi. kehutanan dan mungkin juga masih ada yang lain
Dalam kesempatan ini perlu ditawarkan lagi.
bahwa jika penelitian pemukiman lahan basah atau Berkaitan dengan banyaknya stakeholder
rawa di Kecamatan Gambut akan dilanjutkan, yang terlibat dalam lahan rawa gambut, maka
maka model yang ditawarkan ini dapat dijadikan dalam rangka memperjuangkan kepentingan
sebagai petunjuk dalam melakukan survei. Enam arkeologi, sudah selayaknya kita juga turut hadir
kubah gambut yang ada di sekitar Tambak Orang dalam pengelolaan lahan rawa, terutama yang di
Tua perlu disurvei untuk memastikan keberadaan dalamnya terdapat situs arkeologi. Konsep-
elemen rawa yang ideal untuk pemukiman dan konsep pelestarian temuan arkeologi perlu
kemudian menemukan bukti arkeologinya. Lebih diinformasikan dan diharapkan agar dijadikan
jauh, jika bukti-bukti arkeologi berhasil ditemukan, sebagai bagian yang diperhatikan dalam rencana
kemudian dikategorikan ke dalam aspek-aspek pengelolaan lahan gambut yang dilakukan oleh
kegiatan kehidupan manusia pendukungnya, dinas lingkungan hidup, kehutanan dan juga
misalnya artefak mana yang membuktikan adanya menjadi pengetahuan masyarakat serta
pemukiman dan mana yang membuktikan perusahaan yang menggarap langsung lahan
transortasi dan lain-lain. gambut.
Pemanfaatan model ini sedikit banyak telah Untuk mewujudkan hal itu, tampaknya perlu
diterapkan dalam suatu penelitian. Berdasarkan dibuat jaringan antarstakeholder. Misalnya
hasil diskusi menjelang dilaksanakannya dibentuk jaringan pelestarian dengan dinas atau
penelitian lahan basah di Lok Udat, Banjarbaru, instansi pemerintah yang menangani, misalnya
Sunarningsih kemudian menerapkan model ini Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian,
dalam melakukan survei. Hasilnya, ditemukan institusi arkeologi, dan lain-lain. Dalam hal ini
bukti-bukti arkeologi di bagian kaki Tambak institusi pemerintah harus bersinergi dan terlibat
Pulantan dan Kebun sayur. Tambak-tambak dalam rancangan pelestarian gambut, termasuk
tersebut juga dekat dengan sungai dan bukti sumber daya arkeologi yang ada di dalamnya.
arkeologi yang ditemukan berupa fragmen Selain itu perlu pula dibentuk kelompok
gerabah, keramik dan perahu (Sunarningsih, pelestari gambut yang anggotanya masyarakat
press.com tgl. 29 September 2015). Tampaknya sekitar. Sebagai pelestari gambut, masyarakat
temuan ini mengindikasikan kebenaran model diberi kesempatan memanfaatkan lahan gambut,
yang diajukan. tetapi pemanfaatan itu harus memiliki sifat yang
Mendasarkan temuan-temuan arkeologi berkelanjutan sehingga fungsi gambut tetap
seperti yang disebutkan di atas, tampaknya lahan lestari. Dalam kelompok tersebut, institusi
rawa, terutama kawasan kubah gambut, pemerintah perlu melibatkan diri untuk
merupakan lokasi yang memiliki potensi temuan memberikan arahan sekaligus melakukan
arkeologi. Namun, potensi arkeologi yang kontrol. Dalam kesempatan ini, institusi arkeologi
demikian ini cukup mengkhawatirkan jika melihat perlu masuk dan memperjuangkan kepentingan
adanya kebakaran yang sering terjadi di lahan arkeologi menjadi bagian yang diperhatikan
rawa gambut di Kalimantan Selatan. Oleh karena dalam strategi pelestarian yang dilakukan
itu, situs di lahan gambut layak mendapat masyarakat. Berkaitan dengan itu, pertemuan-
perhatian, terutama mengenai keamanannya dari pertemuan rutin dengan melibatkan seluruh
bahaya kebakaran. Ini berarti menyangkut stakeholder, harus diadakan secara intensif.
pelestarian situs. Hal itu merupakan permasalahan Dengan adanya jaringan tersebut diharapkan,
yang terkait dengan banyak pemangku dinas yang mengelola lahan gambut akan
kepentingan. Di situ ada masyarakat sebagai memperhatikan dan bahkan berkonsultasi dengan
penggarap lahan dan dalam skala besar ada arkeologi jika dalam pekerjaannya menemukan
DAFTAR PUSTAKA
Afif, Afthonul. 2010. “ Leluhur Orang Nias dalam Hadi, Priyatno. 2010. “Teknologi Pembuatan
Cerita-cerita Lisan Nias”. Kontekstualita Perahu Kuno Punjulharjo”. Jurnal
25 (1): 53-79. Penelitian Arkeologi 6 Perahu Nusantara.
Aziz, Fadhila Arifin. 2004. “Strategi Subsistensi Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta.
Komunitas Penghuni Gua Lawa dari Mubekti. 2011. “Studi Pewilayahan Dalam Rangka
Masa Holosen”. Amerta Berkala Arkeologi Pengelolaan Lahan Gambut
23: 1-26. Berkelanjutan di Provinsi Riau”. Jurnal
Dahliani. 2012. “Konsep Pengelolaan Tapak Sains dan Teknologi Indonesia 13 (2): 88-
Permukiman di Lahan Rawa, 94.
Banjarmasin”. Lanting Journal of Nitihaminoto, Gunadi. 1996. “Permukiman Daerah
Architecture 1 (2): 96-105. Pedalaman dan Daerah Pantai Situs
Tempursari”. Berkala Arkeologi XVI (2): 1-
11.
Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 17
Noor, Mohammad. 2001. Pertanian Lahan Sumodiningrat, Gunawan. 2007. Pemberdayaan
Gambut, Potensi dan Kendala. Sosial: Kajian Ringkas tentang
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Pembangunan Manusia Indonesia.
Notohadinegoro, Tejoyuwono. 1999. “Lingkungan Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Kalimantan Peluang dan Kendala Bagi Thufail, Fadjar Ibnu. 1993. “Metode Analisis
Pengelolaannya.” Jurnal Manusia dan Struktur Perahu”. Berkala Arkeologi XIII
Lingkungan PPLH-UGM, VI (17): 1-8 (2): 28-45.
Putra, Chandra Agung Septiadi, Solichin Manuri, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Heriyanto, dan Charles Sibagariang. Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus
2011. Pohon-Pohon Hutan Alam Rawa Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua.
Gambut Merang. Palembang: Merang Jakarta: Balai Pustaka.
REDD Pilot Project, German International Simanjuntak, Harry Truman dkk. 1999. Metode
Cooperation – GIZ. Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat
Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Logika, Penelitian Arkeologi Nasional.
Asas-asas Penalaran Sistematis. Wasita. 2007. “Ekskavasi Pemukiman Lahan
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Basah di Situs Gambut, Kabupaten
Sari, Monika. 2013. “Situs Peninggalan Banjar dan Patih Muhur, Kabupaten Barito
Kebudayaan Zaman Mesolitikum di Aceh Kuala, Kalimantan Selatan”. Laporan
Tamiang dan Upaya Pemerintah dalam Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai
Melestarikannya”. Skripsi. Medan: Arkeologi Banjarmasin.
Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Zubaidi, Fuad. 2009. “Arsitektur Kaili sebagai
Sosial Universitas Negeri Medan. Proses dan Produk Vernakular”. Jurnal
Sulistiyono, Singgih Tri. 2012. “Sumber Daya Ruang 1 (1): 27-37.
Pangan Bahari Dalam Perspektif Sejarah”.
Humanika 15 (IX): 8-26.