Anda di halaman 1dari 18

Wasita SITUS KARANGANYAR: KARAKTER SITUS LAHAN

Balai Arkeologi Banjarmasin BASAH, ANCAMAN, DAN UPAYA PELESTARIANNYA


Jl. Gotong Royong II, RT 03/06,
Banjarbaru 70711,
Kalimantan Selatan;
email: wasita6@yahoo.com KARANGANYAR: WETLAND CHARACTER SITE,
THREATS AND ITS CONSERVATION
Diterima 25 Mei 2015
Direvisi 11 Agustus 2015
Disetujui 9 November 2015

Abstrak. Karanganyar adalah situs yang berada di lahan basah. Permasalahan yang hendak dipecahkan terkait dengan
situs ini adalah mengenai karakter situsnya, ancaman kerusakan dan upaya yang perlu dilakukan dalam rangka
mempertahankan kelestariannya. Metode yang digunakan dalam memecahkan permasalahan tersebut adalah deskriptif
dengan penalaran induktif. Metode deskriptif diimplementasikan dengan cara menggambarkan temuan yang diperoleh,
menerangkan hubungannya, memprediksi, dan menyimpulkan makna. Sementara itu, penalaran induktif digunakan untuk
menemukan sebab-sebab yang tersembunyi, yaitu dengan metode persesuaian. Hasil kajian yang dilakukan adalah
diketahuinya karakter situs, yaitu situs pemukiman. Karakter yang diketahui ditawarkan sebagai model dalam pengembangan
penelitian pemukiman lahan basah di Kalimantan Selatan. Selain itu, juga ditemukan ancaman yang selalu menghadang
kerusakan situs, yaitu kebakaran lahan gambut. Berkaitan dengan hal itu, upaya pelestarian yang dapat dilakukan adalah
agar pihak arkeologi bersikap proaktif dengan mendekati dan memberikan pandangan ke berbagai stakeholder lain yang
membidangi dan berkepentingan menggarap lahan gambut, agar mereka turut serta melestarikan tinggalan arkeologi.

Kata kunci: lahan basah, karakter, ancaman, pelestarian

Abstract. Karanganyar is a site which is located at swampy area. The research questions are character of the site,
damaged threatening and efforts for maintainance. The method used in this research is descriptive and inductive
reasoning. Descriptive method is implemented by describing the findings, explaining its relationship, predicting, and
deducing the meaning. Meanwhile, inductive reasoning is used to find the hidden causes, by conform method. It is known
that the site character is settlement. Then its character is offered as a model to study the settlements development in
wetland. It is also found that the threats caused damage which always happened is peat fire. In that regard, conservation
efforts must be proactive with approach and outlook to the various stakeholders who in charge on peat land, so they can
participate to conduct archaeological conservation.

Keywords: wetlands, character, threat, conservation

PENDAHULUAN Pengelolaan tersebut misalnya terkait dengan


subsistensi dan pembangunan rumah tinggal.
Kalimantan Selatan memiliki areal rawa yang Mereka yang tinggal di areal lahan rawa akan
cukup banyak. Mereka yang tinggal di areal mengandalkan pada sumber makanan yang ada
tersebut dituntut untuk dapat mengembangkan di lingkungannya, baik nabati maupun hewani.
pola kehidupan yang paling cocok. Ketika Dugaan mengenai pola pemanfaatan jenis
kehidupan pada masa lalu dan masyarakatnya makanan, secara arkeologis dapat diduga melalui
belum mengenal teknologi maju, mereka masih peralatan yang terkait dengan subsistensi yang
sangat dipengaruhi alam. Oleh karena itu, banyak masih dapat ditemukan sekarang ini. Contoh,
aspek kehidupan masih tergantung dengan alam. kjokkenmoddinger, menunjukkan pemanfaatan
Tidak heran jika kondisi tersebut menjadikan kerang yang melimpah yang kemudian dijadikan
masyarakat selalu berusaha mengelola sumber makanan. Hal seperti ini antara lain
lingkungannya agar mendukung kelangsungan ditemukan di pantai timur Sumatera (Sulistiyono
hidupnya. 2012: 12) dan Aceh Tamiang (Sari 2012: 33).

Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 1
Sementara itu, Dahliani (2012: 99 dan 101) pada keberadaannya di wilayah Kecamatan
menyebutkan bahwa masyarakat yang bermukim Gambut, Kabupaten Banjar. Selanjutnya, dalam
di areal yang berawa memiliki kearifan lokal yang tulisan ini digunakan nama situs Karanganyar,
diwujudkan dengan mengembangkan arsitektur yang mengacu pada nama desa di mana situs
rumah panggung. Sementara itu, menurut tersebut berada. Digunakannya nama
Rapoport (1969, dalam Zubaidi 2009: 28), bentuk Karanganyar karena realitasnya penelitian hanya
rumah itu dikembangkan oleh manusia sebagai dilaksanakan di desa tersebut dan tidak termasuk
upaya untuk memperoleh keamanan dari desa-desa lain di Kecamatan Gambut.
gangguan lingkungan, alam, dan binatang buas. Faktor-faktor seperti yang diungkapkan oleh
Pernyataan tersebut senada dengan Chang dapat dimanfaatkan untuk mengkaji alasan
pemikiran Fadhila Arifin Aziz yang melihat sebaran dipilihnya lokasi tersebut sebagai tempat
pusat-pusat pemukiman, dinyatakan sebagai beraktivitas nenek moyang. Oleh karena itu,
sesuatu tempat yang dipilih tidak secara acak, pemikiran Chang tersebut akan digunakan dalam
tetapi didasarkan oleh alasan-alasan tertentu. mengkaji situs Karanganyar.
Umumnya beberapa pertimbangan yang turut Keberadaan situs tersebut diketahui berawal
menentukan pemilihan tempat bermukim adalah dari informasi penduduk. Masyarakat yang sering
kapasitas lingkungan alam yang mendukung menjelajahi wilayah tersebut sering mendapatkan
dalam penyediaan makan (Aziz 2004: 1), beberapa temuan yang terkait dengan wadah dari
merupakan tempat pertahanan yang baik guna kayu yang berbentuk seperti ember. Berdasarkan
melindungi dan memusatkan para anggota informasi yang diperoleh, Balai Arkeologi
kelompoknya dari bahaya alam maupun pihak Banjarmasin mengadakan peninjauan situs di
lain. Desa Karanganyar, Kecamatan Gambut,
Demikian juga secara teknis, pemilihan lokasi Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
pemukiman sebagai tempat tinggal juga Peninjauan dimaksudkan untuk memastikan
didasarkan oleh alasan-alasan yang dapat apakah temuan-temuan yang pernah diperoleh
mendukung keberlanjutan kehidupan dan penduduk memang benar-benar merupakan
kenyamanan hidup mereka. Pada prinsipnya temuan arkeologis atau bukan dan juga ingin
pemilihan tempat bermukim ditentukan oleh faktor memastikan sejauh mana potensi arkeologinya.
dari dalam dan luar. Faktor dari luar umumnya Dalam kesempatan tersebut tim peninjau
meliputi pemilihan lahan yang didasarkan pada berhasil mendapatkan data-data arkeologi yang
toporafi, iklim, dan potensi sumber daya alam. berupa fragmen tembikar/gerabah 1, wadah
Sedangkan faktor dari dalam diri manusia sangat berbentuk seperti ember yang terbuat dari kayu,
ditentukan oleh sistem ekonomi yang mereka beberapa potongan kayu yang berukuran kecil
anut, sejarah, perang yang melanda yang belum diketahui pasti sebagai bagian dari
kelompoknya, dan pandangan terhadap nilai-nilai bentuk apa. Namun yang bisa dipastikan adalah
budaya (Chang 1988, dalam Nitihaminoto 1996: potongan kayu tersebut sengaja dibentuk untuk
2). dirangkai dengan kayu/benda yang lain sehingga
Memperhatikan pemikiran yang demikian ini, membentuk alat tertentu. Kepastian adanya
tampaknya situs Karanganyar dipilih oleh para penyambungan dengan potongan kayu yang lain
penghuninya dengan alasan-alasan tertentu. dibuktikan oleh adanya takikan pada papan
Dalam laporan penelitian arkeologi tahun 2007, dengan tebal sekitar 1,5 cm tersebut.
lokasi ini disebut situs Gambut, yang didasarkan

1
Istilah tembikar berasal dari Bahasa Indonesia, sedangkan gerabah dari Bahasa Jawa. Keduanya digunakan untuk menyebut jenis
peralatan yang berasal dari tanah liat yang dibakar. Menurut Harry Truman Simanjuntak dkk (1999: 58-60) tembikar meliputi earthenware,
stoneware, dan porselin. Perbedaannya terletak pada bahannya, yaitu jenis tanah liat serta campurannya dan satu lagi tinggi-
rendahnya suhu pembakaran yang dilakukan. Earthenware adalah barang-barang yang dibuat dengan bahan tanah liat dengan
campuran pasir dan dibakar dengan suhu antara 350-1000º Celcius. Dalam tulisan ini digunakan istilah tembikar atau gerabah untuk
menyebut earthenware. Penggunaan istilah tersebut bisa berganti-ganti untuk menghindari kebosanan.

2 Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin


Di samping itu, tim peninjau juga dengan karakter yang sama yang ada di
berkesempatan melihat temuan penduduk (milik sekitarnya. Selain strategi pencarian situs baru,
H. Sukeri) yang berasal dari situs Karanganyar. yang tidak kalah penting adalah strategi
Temuan-temuan tersebut berupa dayung, sendok pelestarian yang perlu diperhatikan dalam
nasi, sendok sayur, ember kayu, dan kemudi kaitannya dengan kondisi di lapangan yang rentan
perahu yang semuanya berasal dari bahan kayu. kerusakan lingkungan.
Baik temuan tim peninjau dari lapangan maupun Berkaitan dengan beberapa temuan dan
yang berasal dari penduduk, tampaknya peranannya dalam kehidupan manusia
semuanya menunjukkan temuan yang berkaitan pendukungnya, maka penelitian ini dilakukan
dengan peralatan makan atau lebih luasnya sebagai upaya untuk mengungkap permasalahan:
peralatan hidup manusia dan transportasi. 1. Bagaimana karakter situs lahan basah di Desa
Dalam kehidupan manusia selalu terjadi Karanganyar berdasarkan temuan
hubungan yang dinamis antara manusia dengan arkeologinya?
lingkungan tempat hidupnya. Keduanya dapat 2. Bagaimana strategi pengembangan penelitian
saling mempengaruhi, dan upaya untuk arkeologi lahan basah, mengacu pada model
menyesuaikan dengan keadaan sekitarnya pencarian bukti aktivitas yang diciptakan
diperlukan peralatan-peralatan. Tidak jarang berdasarkan temuan arkeologi di situs
sebagian peralatan tersebut berhasil kita temukan Karanganyar?
dan dapat dipakai untuk mengidentifikasi cara- 3. Apa rencana ke depan terkait dengan
cara hidup manusia. Dalam interaksinya dengan penyelamatan dan pelestarian situs lahan
alam, menurut Afthonul Afif (2010: 57) manusia basah di sekitar Kecamatan Gambut dan
prasejarah masih sangat tergantung oleh alam. Kalimantan Selatan pada umumnya?
Namun, dalam tahap perkembangan berikutnya, Tujuan penelitian ini adalah mengungkap
Homo sapiens dapat mengelola lingkungan dan karakter situs Karanganyar berdasarkan bukti
bahkan mengubahnya untuk dapat dimanfaatkan arkeologi yang ditemukan. Pengungkapan
dalam mendukung kehidupan mereka. karakter akan menyangkut bentuk, konteks,
Berbagai macam alat yang dipergunakan fungsi, dan juga periodisasi. Pengetahuan tentang
manusia memiliki fungsi masing-masing. Ember karakter situs dapat dimanfaatkan untuk membantu
kayu sejauh ini merupakan temuan unik dan menemukan situs lain di sekitarnya. Oleh karena
bahkan mungkin merupakan temuan pertama kali itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk
di wilayah Kalimantan Selatan. Keberadaannya mendapatkan petunjuk tentang karakter
sebagai temuan arkeologi bersama artefak yang lingkungan untuk dijadikan model yang dapat
lain akan menunjukkan fungsi artefak tersebut. dimanfaatkan dalam upaya menemukan situs
Fungsi yang bisa diemban oleh setiap peralatan dengan karakter yang sama. Selain itu, penelitian
dapat membantu dalam interpretasi sebagian ini juga dimaksudkan untuk menyusun
kehidupan yang pernah dijalani oleh si pengguna perencanaan yang mestinya dilakukan dalam
alat tersebut. kaitannya dengan penyelamatan dan pelestarian
Aneka macam strategi kehidupan manusia, situs di kawasan Karanganyar dan sekitarnya yang
kiranya dapat diketahui melalui sisa peralatan memiliki karakter lingkungan yang sama.
yang ditinggalkannya. Berkaitan dengan maksud
untuk mengetahui hal tersebut, dalam METODE
kesempatan ini akan dibahas situs Karanganyar,
terutama mengenai fungsi temuan untuk dapat Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
memahami karakter situsnya. Pengetahuan metode deskriptif dan penalaran induktif. Metode
tentang karakter dan dikaitkan dengan kondisi deskriptif diimplementasikan dengan cara
lingkungan situs, diharapkan akan menunjukkan menggambarkan situasi (temuan arkeologi),
arah dan kemungkinan dalam pencarian situs menerangkan hubungannya, memprediksi, dan

Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 3
menyimpulkan makna atas persoalan yang karena pernah menggunakan benda-benda
dibahas (Sumodiningrat 2007: 3). Sementara itu, seperti yang ditemukan. Data-data tersebut
menurut John Stuart Mill yang dikutip oleh Jan dimanfaatkan untuk mengetahui karakteristik situs.
Hendrik Rapar (1996: 87) penalaran induktif
biasanya digunakan untuk menemukan sebab-
sebab yang tersembunyi. Dalam hal ini ada lima HASIL DAN PEMBAHASAN
metode penalaran induktif, yaitu persesuaian,
perbedaan, gabungan antara persesuaian dan Temuan Arkeologi, Fungsi, dan Periodesasi
perbedaan, residu, dan variasi kesamaan.
Gambarannya, metode persesuaian adalah jika Temuan dan Fungsinya
dua fenomena yang diteliti memiliki satu Temuan arkeologi di situs Karanganyar ini
sirkumstansi yang bersesuaian, maka itu adalah berasal dari tim peneliti, karena aktivitas penelitian
sebab atau akibat dari fenomena yang diteliti. yang dilakukan, dan sebagian yang lain berasal
Dalam penelitian ini, penalaran yang digunakan dari temuan penduduk. Temuan arkeologi yang
untuk memahami situs dan karakternya hanya satu diperoleh penduduk berupa sendok sayur,
metode, yaitu persesuaian. sendok nasi, kemudi perahu, dan tong (ember)
Berkaitan dengan metode penelitian tersebut, kayu. Salah seorang penduduk mendapatkan
maka pengumpulan dan pencarian data dilakukan temuan arkeologi di tempat tersebut ketika ia
melalui survei dan ekskavasi. Data dari lapangan mengerjakan lahan pertaniannya di dekat Tambak
dianalisis dengan penggarapan melalui tahapan Orang Tua dan sungai mati. Tambak adalah istilah
identifikasi, klasifikasi, dan analisis (termasuk lokal untuk menyebut bukit kecil yang ada di
melalui analisis kontekstual) untuk sampai pada tengah-tengah areal rawa gambut. Memperhatikan
kesimpulan. Pengumpulan data dengan cara bentuk dan keberadaannya, tampaknya yang
survei dilakukan melalui pencarian temuan- dimaksud tambak adalah kubah gambut, yaitu
temuan permukaan di wilayah penelitian. Survei lahan gambut yang menurut Mohammad Noor
dilakukan di sungai mati di situs Karanganyar dan (2001: 4) terbentuk sejak zaman Holosen dan
di kedua pinggirannya. Sementara itu survei di menurut Tejoyuwono Notohadinegoro (1999: 7)
areal tambak dilakukan di seluruh permukaan bagian kaki kubah umumnya memiliki kesuburan
tambak kecuali bagian kaki sisi timur karena yang memadahi untuk kegiatan pertanian.
berbatasan dengan hutan galam yang sangat Tambak 2 yang oleh masyarakat disebut
lebat dan air rawa yang cukup dalam. sebagai Tambak Orang Tua, berada di Desa
Sementara itu, ekskavasi dilakukan di lokasi Karanganyar, Kecamatan Gambut, Kabupaten
yang dinilai potensial untuk mendapatkan data- Banjar, tepatnya di belakang SMPN 1 Gambut atau
data berdasarkan fenomena artefaktual yang sebelah kiri Jalan A. Yani arah ke Banjarmasin.
terlihat dari survei. Selain data artefaktual, Untuk menuju ke situs, dari SMPN 1 Gambut
dilakukan juga pengumpulan data mengenai masih dapat ditempuh dengan menggunakan
pengetahuan penduduk terkait dengan benda- sepeda motor atau mobil sejauh kurang lebih 1,5
benda yang ditemukan oleh tim peneliti maupun km. Setelah sampai di perkampungan terakhir,
penduduk. Data ini diharapkan akan menjadi yang ada hanya berupa bentangan rawa. Oleh
pembanding mengenai pengetahuan penduduk karena itu, perjalanan selanjutnya hanya bisa
tentang fungsi alat-alat tertentu yang ditemukan. ditempuh dengan berjalan kaki, yang memerlukan
Hal ini dilakukan untuk melihat kemungkinan waktu sekitar 15-20 menit.
adanya pengetahuan tentang pemfungsian alat Tambak Orang Tua berbentuk memanjang
oleh penduduk atau bahkan pengalamannya arah timur-barat, sejauh kurang lebih 250 meter.

2
Sebenarnya, tambak di sekitar Desa Karanganyar ini ada tujuh buah. Namun demikian, dalam penelitian ini hanya difokuskan pada
Tambak Orang Tua. Alasannya, waktu dan tenaga yang terbatas.

4 Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin


Lebarnya antara 80-90 meter, dan tingginya (diukur dalam rangka penggarapan sawah. Pengeprasan
dari kaki bukit), kurang lebih 5 meter. Kondisi dilakukan untuk menghilangkan rumput sehingga
lingkungan Tambak Orang Tua berupa bukit kecil pinggiran sawah yang mereka garap tidak banyak
di tengah-tengah hamparan rawa, dan di sisi ditumbuhi rumput yang dapat mengganggu
selatannya (sekitar 10-15 meter dari kaki tambak), tanaman padi. Hasil pengeprasan ini menunjukkan
terdapat sungai mati. Pada musim penghujan, bahwa pada kedalaman sekitar 60-70 cm dari
hamparan rawa itu tergenang air setinggi lutut permukaan tanah pinggiran tambak ditemukan
hingga perut orang dewasa. Sehingga tampak banyak fragmen gerabah. Beberapa jenis,
seperti pulau di tengah perairan rawa yang luas. bagian, dan ukuran ketebalan serta warna,
Sementara itu, pada bulan Desember (tahun fragmen tersebut mirip dengan temuan gerabah
2007), hamparan rawa di belakang kampung di sisi selatan tambak. Hanya saja di beberapa
sampai sekitar Tambak Orang Tua, ada yang titik tertentu ditemukan gerabah dengan warna,
berair dan ada pula yang sekedar basah. merah dan dibuat dengan teknik roda putar.
Tambak Orang Tua merupakan bukit yang Sementara itu, tambak sisi utara bagian timur,
pada bagian punggung hingga puncaknya banyak ditemukan terak besi3. Satu lagi, yaitu kaki
ditanami pohon pisang. Pohon-pohon pisang tambak sisi timur, banyak ditumbuhi rumput dan
tersebut ditanam dengan interval 5 meter, dengan pohon galam. Di lokasi ini, ketinggian air rawanya
luasan kurang lebih 100 x 50 meter. Sementara mencapai kedalaman pinggang orang dewasa.
itu, pada bagian lereng (kaki hingga punggung) Oleh karena itu, areal itu tidak disurvei.
lebih banyak didominasi oleh rumput. Hanya di Memperhatikan temuan survei dan ekskavasi
beberapa tempat terdapat tanaman pisang, dan di tambak, tampaknya temuan baru dari titik ini
di sisi timur terdapat banyak tanaman galam, adalah batu pipisan, batu asah, gerabah dengan
tanaman rawa yang hidup subur di genangan air, teknologi roda putar, dan tatap pelandas. Temuan-
bahkan masih terdapat genangan air di musim temuan tersebut pun mendukung aktivitas hunian.
kemarau (bulan September). Batu pipisan untuk kehidupan yang lebih
Selanjutnya, guna mengetahui potensi kemudian merupakan alat untuk membuat jamu
arkeologi di areal tambak dan sungai mati, tradisional. Batu asah juga menunjukkan adanya
dilakukan pengumpulan data arkeologi di kedua alat dari besi yang sudah dikenal oleh penghuni
lokasi tersebut. Kegiatan pengumpulan data oleh situs Karanganyar. Demikian juga temuan
tim peneliti dilakukan dengan survei dan gerabah. Teknologi sederhana seperti tatap
ekskavasi (Wasita 2007: 7-17). Survei dilakukan pelandas umumnya sudah dikenal sejak zaman
sebagai upaya untuk mendapatkan gambaran prasejarah, namun ada juga masyarakat
tentang potensi arkeologi dan juga untuk tradisional yang masih menggunakan teknik ini,
menentukan kotak gali berdasarkan potensi misalnya masyarakat di Hulu Sungai Bahau,
temuan dan fenomenanya. Survei dilakukan di Kalimantan Utara. Temuan-temuan gerabah
tambak serta sungai mati dan pinggirannya. umumnya berkaitan dengan kehidupan manusia
Survei di areal Tambak Orang Tua dalam suatu pemukiman.
menghasilkan temuan fragmen gerabah Berdasarkan hasil survei di areal tambak
(earthenware), bentuk pipisan, lumpang, batu diketahui bahwa potensi temuan seperti yang
asah, serta fosil kayu. Sementara itu, di tepian disebut di atas, banyak terdapat di kaki tambak
tambak sisi utara (pinggiran sawah) ditemukan sisi selatan dan utara, serta adanya satu temuan
fragmen gerabah dalam jumlah yang cukup di punggung tambak sisi selatan. Selanjutnya,
banyak. Temuan tersebut didapatkan di pinggiran didasarkan oleh adanya banyak temuan arkeologi
tambak yang dipotong (dikepras) oleh penduduk di kedua sisi tambak, maka diputuskan untuk

3
Temuan ini cukup banyak, tetapi setelah hasil penggalian juga ditemukan jenis temuan yang sama, maka hasil temuan penggalian itulah
yang dijadikan sampel data yang dibawa ke kantor.

Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 5
dilakukan ekskavasi di dua tempat tersebut (kaki SDP tersebut tingginya 20 cm dari permukaan
tambak sisi selatan (TP 01) dan utara (TP 03). tanah. Selanjutnya spit (1) digali sedalam 40 cm
Sementara itu, sebagai upaya untuk memastikan dari SDP atau 20 cm dari permukaan tanah
sebaran temuan arkeologi di bagian punggung tertinggi. Setelah itu, dilakukan pendalaman
tambak selatan, dilakukan ekskavasi didekat setebal 10 cm pada setiap spitnya. Penggalian
temuan pipisan (TP 02). akan dihentikan jika pada kedalaman tertentu
Proses penggalian di ketiga kotak tersebut sudah tidak ditemukan artefak ataupun ekofak
dilakukan dengan cara yang sama. Sejak awal yang berkaitan dengan data-data yang dicari
dibuat ukuran kotak yang sama, yaitu 1 x 2 m, dalam penelitian ini. Pengecualian terjadi pada
baik TP 01, 02, maupun 03. Pembuatan kotak gali kotak TP 03 yang terpaksa dihentikan
dengan ukuran 1 x 2 m (separoh, karena biasanya penggaliannya pada spit (2) karena waktu
2 x 2 m), dilakukan dengan alasan efektivitas dan penelitian telah berakhir. Lambatnya pengerjaan
untuk menfokuskan pembuktian data di dalam TP 03 juga dikarenakan padatnya temuan fragmen
tanah berdasarkan temuan permukaan. Misalnya gerabah di setiap spitnya.
kotak TP 01 dibuat tepat pada beberapa temuan Sementara itu, survei di sungai mati dilakukan
gerabah di permukaan tanah di kaki tambak sisi sepanjang 300 meter yang terbagi dalam tiga jalur,
selatan. Kotak TP 02, digali dengan ukuran 1 x 2 yaitu jalur I, tepi sungai sisi kiri (sisi utara) selebar
m di punggung tambak sisi selatan di dekat 10-15 m ke arah kiri dari tepi sungai; jalur II, tengah
temuan batu pipisan yang telah tampak sebagian sungai selebar 20-30 m; dan jalur III, tepi sungai
ujungnya. Sementara itu, kotak TP 03 digali dalam
ukuran 1 x 2 meter untuk membuktikan lebih jauh
temuan di dinding kaki tambak sisi utara yang
menunjukkan adanya fragmen gerabah dengan
teknologi pembuatan yang sederhana (tatap
pelandas) dan roda putar yang ada di permukaan.
Proses penggalian di tambak tersebut,
semuanya dilakukan dengan terlebih dulu
membuat Secondary Datum Point (SDP) dengan
menggunakan patok kayu di salah satu sudut
kotak gali yang paling tinggi posisinya. Patok

sumber: dok. Balar Banjarmasin


Gambar 2. Detail bekas tiang dari kayu halayung.

sumber: dok. Balar Banjarmasin


Gambar 3. Jajaran bekas tiang dari bahan kayu
Gambar 1. Sketsa situasi situs Karanganyar keras.

6 Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin


sisi kanan selebar sekitar 15 m ke arah kanan Sukeri jenis kayu tersebut bernama halayung)
dari tepi sungai (gambar 1). (gambar 2 dan 3).
Survei di jalur I menunjukkan adanya temuan Temuan bekas tiang-tiang kayu yang terbakar
yang berupa dayung (kecil) dan tong/ember kayu. diperkirakan merupakan bekas tiang bangunan
Dayung bentuknya beda dengan kemudi. Dayung rumah. Dugaan tersebut didasarkan pada
berbentuk tongkat panjang dengan salah satu keletakkan tonggak-tonggak yang masih tertata
ujungnya lebar pipih. Ujung yang melebar tampak dengan jajaran yang menunjukkan suatu penataan
simetris. Maksudnya pegangan dayung pada dengan interval tertentu untuk suatu tujuan. Jika
bagian pangkal yang dekat dengan bentuk pipih kita membandingkan dengan pondasi rumah pada
yang melebar, tepat berada di tengah bentuk yang lahan basah atau pun pondasi rumah panggung,
melebar. Dengan demikian papan dayung yang maka titik-titik tonggak temuan di situs
melebar tidak ada pengaruhnya jika di balik sisi Karanganyar menunjukkan adanya bentuk
depan dan belakangnya. Hal ini memudahkan persegi empat yang dapat diasumsikan sebagai
penggunaan dayung untuk mengayuh. Sementara sebuah bentuk dasar rumah tinggal di lahan
itu, jika kita bandingkan dengan kemudi, pangkal basah. Temuan jajaran tonggak tersebut diperoleh
pegangan kemudi yang dekat dengan ujung yang di dua titik, yang keduanya ada di tepi sungai
melebar tidak berada di tengah, tetapi di pinggir. mati terutama di sisi yang seberang tambak.
Posisi yang demikian ini tampaknya hanya mudah Jajaran tiang tersebut cukup banyak, ada
digunakan untuk satu macam pegangan, yaitu yang berasal dari kayu biasa dan ada juga yang
bagian yang melebar diposisikan di bagian atas. berasal dari kayu halayung. Jenis kayu yang
Jika dibalik akan sulit digunakan untuk terakhir tersebut mengingatkan pada bentuk tiang
mengemudikan perahu. bangunan di lahan rawa atau lahan berair di tepi
Sementara itu, survei jalur II berhasil Sungai Mahakam di Anggana, Kalimantan Timur.
menemukan papan kecil. Jika melihat bentuknya Jika kita membandingkan keduanya, maka kesan
yang sedikit melengkung maka ada kemungkinan kuat bahwa tonggak-tonggak tersebut merupakan
papan tersebut merupakan bagian dari sisi/ bagian dari bangunan, yaitu pondasi. Adanya
lambung perahu. Alasannya, papan kecil tersebut unsur tambahan dengan kayu lain juga terjadi
memiliki dua sisi yang lurus, yang diduga pada tiang-tiang pondasi di Anggana. Menurut
merupakan sisi untuk penyambungan dengan Bapak Daka (40 tahun, penduduk Anggana), tiang-
papan yang lain. tiang tersebut berasal dari rumah keturunan salah
Penelusuran pinggiran sungai sisi kanan seorang yang masih ada di Anggana. Oleh
dilakukan dengan menyurvei jalur III. Lokasi ini karena itu, diyakini bahwa keluarga tersebut masih
merupakan areal rawa. Hanya saja pada musim dapat bercerita tentang rumah tersebut.
kemarau areal ini merupakan areal yang tidak Berdasarkan informasi Bapak Syahril4 (71 tahun,
tergenang air. Data yang didapat di jalur survei salah satu keturunan pemilik sisa-sisa rumah
ini cukup banyak, temuannya berupa tiang-tiang panggung di tepi Sungai Mahakam, mengatakan
kayu terbakar yang diperkirakan bekas tiang bahwa tiang bangunan tersebut adalah kayu
bangunan rumah. Temuan tersebut umumnya nibung. Melihat bentuk dan kondisi kayu setelah
berupa kayu utuh yang berukuran kecil hingga keropos yang menyisakan bentuk seperti tabung,
sedang. Jenisnya merupakan kayu keras tetapi juga sama dengan yang ada di situs Karanganyar.
ada juga yang sekarang ini merupakan kayu yang Di lokasi ini juga ditemukan fragmen gerabah
bagian tengahnya kelihatan keropos, (menurut H. bagian dari tungku dan wadah. Beberapa temuan

4
Pak Syahril dan Pak Daka adalah penduduk Anggana. Pak Syahril merupakan salah satu keturunan dari pemilik rumah di tepi Sungai
Mahakam yang sekarang hanya tersisa tiang-tiangnya. Tiang-tiang tersebut berasal dari kayu nibung yang banyak terdapat di
Anggana. Sementara itu, Pak Daka merupakan kemenakan jauh dari Pak Syahril. Keduanya merupakan orang Bugis yang merantau
di Anggana. Bahkan keduanya merupakan keturunan orang Bugis yang lahir di Anggana.

Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 7
sumber: dok. Balar Banjarmasin
sumber: dok. Balar Banjarmasin Gambar 5. Dayung yang terpotong bagian
Gambar 4. Tepian yang berasal dari bentuk wadah. tangkainya.

dari bagian bentuk wadah yang terbuat dari tanah


liat yang ditemukan, antara lain bagian badan,
dasar, karinasi, cerat, dan tepian (gambar 4).
Fragmen bagian tepian menunjukkan asal dari sumber: dok. Balar Banjarmasin
bentuk periuk dan tutup. Bentuk tutup ada dua Gambar 6. Kemudi perahu, temuan penduduk.
macam, yaitu tutup dengan pegangan kecil dan
dengan pegangan seperti bentuk ring yang cukup Memperhatikan temuan papan panjang yang
besar. Temuan tersebut terkait dengan peralatan melengkung tersebut, tampaknya badan perahu
kehidupan, terutama untuk menunjang kebutuhan merupakan rangkaian papan atau bentuk perahu
makan. Dengan demikian situs ini dapat diduga bisa juga berupa dug out-canoe dan ditambah
sebagai situs pemukiman. papan-papan pada kedua sisinya. Temuan lain
Temuan lain berupa potongan lumpang. berupa dayung (gambar 5) yang ujungnya lancip
Panjangnya 47 cm dengan diameter lubang 25 panjang 70 cm, serta kemudi perahu (gambar 6).
cm. Bagian ini rupanya sengaja dipotong. Temuan Menurut Fadjar Ibnu Thufail (1993: 30 dan 33)
lumpang atau lesung tersebut menunjukkan disebutkan bahwa perahu bentuk lesung (dug-out
adanya alat pengolah bahan makan. Tampaknya canoe) merupakan bentuk perahu yang lebih awal.
dugaan adanya alat pengolah makan ini juga Perkembangan berikutnya adalah perahu lesung
dikuatkan oleh temuan arkeologi yang berupa dengan kedua sisinya (lambung) ditambah papan
fragmen tembikar dan dikaitkan dengan kegiatan untuk menambah kemampuan apung dan daya
tinggalnya adalah adanya temuan tiang-tiang muat. Sementara itu perahu papan merupakan
rumah dalam posisi yang beraturan dengan jarak evolusi dari perahu lesung.
1 x 2 m atau 2 x 3 m tinggi tiang 102 cm. Jadi Survei di jalur III juga menemukan bibir tajau,
temuan alat pengolah makanan dan rumah fragmen gerabah bagian dasar, kayu ulin, damar,
mengindikasikan kuatnya karakter sebagai situs pasak kayu, pipa dari bahan kayu, ember kayu,
pemukiman. tutup ember kayu, dan kayu seperti nisan, dengan
Sementara itu, temuan lain yang berupa kayu panjang 65 cm dan ada takikan sedalam 26 cm
sebagai papan badan perahu dengan ukuran dari tepi. Didapatkan juga konsentrasi pecahan
panjang 64 cm, tebal 5 cm, dan lebar 6 cm. gerabah yang sebagian bermotif anyaman,
Temuan yang diduga sebagai papan perahu juga polos, dan ada bagian tutup, beberapa fragmen
ditemukan dengan ukuran panjang 45 cm, lebar tepian keramik/porselin 5, yang tampaknya
31 cm, dan tebal kira-kira 3 cm. Disebut papan merupakan bagian dari bentuk tajau/guci. Temuan
perahu karena bentuk papan yang panjang dan kemudi perahu dengan panjang 153 cm. Temuan
agak melengkung dan memiliki dua sisi lurus. dayung atau pengayuh, panjang 107 cm.

5
Menurut Harry Truman Simanjuntak dkk (1999: 58, 60-62), di Indonesia, artefak berbahan batuan (stoneware) dan porselin disebut
keramik. Stoneware merupakan barang yang dibuat dengan bahan tanah liat yang bersifat silika (kaca) yang dapat berubah fisik akibat
pembakaran. Suhu pembakarannya berkisar antara 1150-1300°Celcius. Berbeda lagi dengan porselin, benda ini berbahan tanah liat
halus yang dicampur dengan kaolin dan mineral feldspar. Suhu pembakarannya antara 1250-1350°Celcius. Selanjutnya, dalam tulisan
ini digunakan istilah keramik atau porselin untuk menyebut stoneware dan porcelain.

8 Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin


Tabel 1. Temuan arkeologis di situs Karanganyar.
Jenis Artefak Temuan Survei Ekskavasi Jumlah
Penduduk
Sendok nasi 1 - - 1
Sendok sayur 1 - - 1
Kemudi perahu 1 3 - 4
tong/e mber kayu 1 2 - 3
tutup t ong/ember kayu - 2 - 2
dayung - 3 - 3
papan - 4 1 5
kelompok tia ng pondasi rumah - 2 - 2
fragmen gent eng - 1 - 1
fragmen tepian gerabah - 1 213 214
fragmen bad an gerabah - 10 1304 1314
fragmen bad an gerabah berhias - 35 40 75
fragmen dasar gerabah - 1 8 9
fragmen gerabah bagian t utup - 1 3 4
frg. grh. b ag. tutup berhias - 0 4 4
frg. grb. b ag. karinasi - 2 7 9
frg. ce rat kendi - - 3 3
fragmen tepian tajau - 2 - 2
lunas kapal (?) - 1 - 1
lesung/lumpang - 1 - 1
batu a sah - 1 - 1
fragmen tungku - 1 - 1
batu b ara - 1 - 1
pipisan - 1 - 1
penum buk padi - 1 - 1
fosil kayu - 1 - 1
terak b esi - - 2 2
arang - - 2 2
batu - - 32 32
damar - - 5 5
kayu - 3 2 5
kayu ulin - - 2 2
pasak kayu - - 1 1
pipa kayu - - 1 1
frg keramik bag. tepian - 1 - 1
frg. ke ramik bag. badan - 3 - 3

Penumbuk padi panjang 80 cm, temuan lesung papan kecil, batang kayu, batu pipisan, dan terak
panjang 67 cm lebar 26 tebal/tinggi 18 cm. besi. Temuan-temuan tersebut dapat dilihat pada
Temuan porselin yang diduga sebagai tabel 1.
pecahan bentuk wadah, hal itu didasarkan pada Adanya temuan yang dianggap sebagai
temuan tepian yang diameternya cukup besar. sendok nasi dan sayur merupakan nama atau
Di samping itu arah sudut leher tepian tersebut sebutan yang disematkan oleh penduduk yang
menunjukkan sebuah bentuk yang besar. menemukannya. Pernyataan tersebut sebenarnya
Memperhatikan ukuran diameter tepian dan juga masih merupakan dugaan. Alasan penemu
perkiraan bentuk berdasarkan derajat lengkung menduga yang demikian didasarkan pada
leher yang masih tersambung dengan tepian, kemiripan dengan kebiasaan orang kampung
diduga pecahan porselin tersebut merupakan tersebut sekarang ini, yaitu ketika memasak nasi
fragmen bentuk tajau. dalam jumlah besar, pengaduk nasi di panci
Berdasarkan penggalian yang telah dilakukan digunakan alat yang terbuat dari kayu, walaupun
di situs Karanganyar, temuannya antara lain berupa tidak berbentuk sendok. Pengaduk tersebut
batu, fragmen gerabah bagian tepian, badan, hanya berupa kayu panjang dan di ujungnya
dasar, tutup, badan berhias, arang, kayu atau melebar hampir menyerupai dayung perahu,

Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 9
Temuan kemudi perahu juga diasosiasikan
dengan fungsi sekarang. Masyarakat masih
mengenal bentuk seperti temuan Bapak H. Sukeri
tersebut sebagai kemudi perahu, yang fungsinya
adalah untuk mengemudikan perahu dari bagian
belakang. Pemegang ujung kemudi bertugas
menurunkan kemudi ke dalam air di sisi kanan
sumber: dok. Balar Banjarmasin
atau kiri ujung perahu bagian belakang. Cara
Gambar 7. Sendok sayur, temuan penduduk.
tersebut dilakukan sebagai upaya untuk
membelokkan perahu ke arah kanan atau kiri
seperti yang diinginkan. Cara mengemudikan
perahu yang demikian ini masih bisa kita temukan
terutama bagi perahu yang memiliki beberapa
pendayung yang duduk di perahu bagian tengah
hingga depan dan seorang pemegang kemudi
yang duduk paling belakang. Tetapi perahu yang
didayung sendiri biasanya pendayung tersebut
dengan menggunakan dayung untuk mengayuh
sekaligus sebagai alat kemudi. Sebagai
perbandingan, Priyatno Hadi (2010: 66)
memaparkan bahwa kemudi perahu bisa juga
berupa sirip kayu yang dilengkapi dengan
tangkai. Jika sirip digerakkan, maka arah gerak
perahu akan berubah sesuai dengan arah gerak
sirip kemudi. Sementara itu, ukuran tangkainya
sumber: dok. Balar Banjarmasin disesuaikan dengan jarak antara tinggi lambung
Gambar 8. Ember kayu dan tutupnya. perahu terhadap kedalaman air.
Sementara itu, mengenai temuan ember kayu
tetapi ujungnya rata, sedangkan ujung dayung ada dua bagian, yaitu badan dan tutup (gambar
berbentuk membulat. Jadi fungsi sebagai sendok 8). Tong atau ember tersebut dibuat dari kayu utuh
nasi sejauh ini masih merupakan dugaan dari yang dilubangi dan disisakan di bagian dasar dan
penemunya. Konteks yang berkaitan dengan dinding di sekelilingnya. Penyebutan tong/ember
temuan tersebut tidak diketahui sehingga tidak kayu juga merupakan hasil interpretasi
dapat diinterpretasikan lebih jauh. penemunya, yaitu karena bentuknya memang
Dugaan yang mirip juga terjadi pada temuan menyerupai tong atau ember. Dugaan tersebut
sendok sayur. Fungsi yang demikian ini juga didasarkan pada pengetahuannya bahwa dulu
berdasarkan apa yang disampaikan oleh sebagian orang Banjar menggunakan wadah
penemunya. Penemu mengatakan bahwa orang model tersebut untuk menyimpan air. Wadah
di kampungnya sekarang jika memasak sayur penyimpan air tersebut untuk saat ini disebut
dalam jumlah besar biasanya menggunakan ember. Berdasarkan alasan tersebut si penemu
sendok sayur dalam ukuran besar dan panjang. menyebut wadah kayu tersebut sebagai ember
Ukuran panjangnya kira-kira seperti sendok kayu atau tong. Namun, peninjauan ulang mengenai
yang ia temukan. Hanya saja sendok sayur yang fungsi tersebut belum dapat dilakukan. Sejauh
digunakan oleh orang sekarang berasal dari ini, data banding terkait dengan fungsi alat yang
alumunium. Jadi hanya berdasarkan ukuran yang berbentuk demikian ini tidak ditemukan di sekitar
kurang lebih sama, maka temuan tersebut diduga situs dan bahkan hingga ke daerah-daerah yang
sebagai sendok sayur (gambar 7). lebih jauh.

10 Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin


Informasi lain menyebutkan bahwa wadah Sementara itu, temuan gerabah dari masa
tersebut berfungsi sebagai tempat menyimpan yang lebih kemudian adalah gerabah dengan
lada. Hal ini dilakukan oleh para pekerja teknologi roda putar. Gerabah dengan teknologi
perkebunan pada masa kolonial Belanda di ini sudah dikenal sejak zaman prasejarah, tetapi
Kalimantan Selatan. Namun informasi dari pada zaman yang lebih kemudian (sejarah), di
sebagian masyarakat ini pun masih sangat beberapa tempat, teknologi ini juga masih
spekulatif. Belum ada data yang mendukung dipergunakan. Dugaan tentang temuan gerabah
informasi tersebut. Analisis residu belum dapat dari periode sejarah diperkuat oleh konteks
dilakukan sehingga kepastian adanya sisa-sisa dengan temuan lain yang menunjukkan
lada jika memang pernah digunakan sebagai periodisasi sekarang, misal genteng.
tempat penyimpanan lada juga belum dapat Periodisasi juga dapat didasarkan pada
diberikan bukti-buktinya. temuan keramik/porselin yang berasal dari
Berdasarkan bentuknya, wadah tersebut tidak fragmen tajau. Sebenarnya temuan ini dapat
memiliki pegangan. Pegangan hanya ada di memberikan angka tahun yang cukup jelas yang
bagian tutupnya saja. Melihat yang demikian ini didasarkan pada keramik keluaran pada dinasti
maka dugaan yang dapat dikemukakan adalah tertentu. Keramik yang ditemukan hanya
bahwa tong atau ember tersebut diyakini bukan merupakan fragmen bagian badan dan itu pun
merupakan wadah yang sering dibawa kemana- tidak ada pola hiasnya. Sejauh ini yang bisa
mana. Wadah ini tampaknya merupakan alat diidentifikasi untuk memperoleh periodisasi
menyimpan sesuatu yang kemudian ditaruh di didasarkan pada warna dan glasirnya. Temuan
rumah atau di tempat tertentu yang tidak sering keramik di situs Karanganyar menunjukkan bahwa
dipindah-pindahkan. glasirnya tipis dan warna irisan/penampangnya
Sementara itu, temuan tonggak-tonggak di putih. Tampaknya ini merupakan keramik dari Cina.
situs Karanganyar mengindikasikan bahwa Sejauh ini keramik Cina hadir di Kalimantan pada
benda-benda tersebut bagian dari pondasi rumah masa sejarah.
tinggal. Dugaan yang demikian ini diperkuat Sementara itu, temuan tonggak-tonggak yang
dengan temuan-temuan lain yaitu adanya fragmen mengindikasikan jajaran tiang rumah panggung
gerabah, lesung atau lumpang, dayung, wadah ditemukan di dua lokasi di jalur survei III. Jenis
yang berbentuk seperti ember kayu, dan bahkan kayu yang digunakan sebagai tiang, ada dua
adanya batu asah sebagai salah satu indikasi macam kayu yaitu kayu yang berukuran lebih
adanya pemukiman. besar (menurut masyarakat Karanganyar
dinamakan kayu halayung) yang sekarang ini
Periodisasi Situs Karanganyar keadaannya sudah sangat rapuh/keropos dan
Seperti yang sudah disebutkan di depan kayu keras yang berukuran agak kecil. Tiang-tiang
bahwa yang disebut gerabah adalah benda yang kayu berukuran kecil ditempatkan di antara tiang
terbuat dari tanah liat yang dibakar dengan suhu berukuran besar.
yang tidak terlalu tinggi atau yang sering disebut Jenis tiang-tiang kayu halayung, jika
earthenware. Tampaknya temuan gerabah dengan dibandingkan dengan temuan rumah panggung
teknologi tatap pelandas di situs ini berasal dari di Anggana, Kalimantan Timur ternyata juga
tradisi prasejarah, teknologi prasejarah yang memiliki kemiripan dalam hal bahan dan
masih digunakan pada periode yang lebih maju, konstruksi, yaitu panggung. Dengan demikian
yaitu sejarah. Penguat dugaan tersebut adalah diduga bahwa bangunan yang ada di situs
tidak adanya temuan lain yang dapat mencirikan Karanganyar merupakan bekas rumah, dengan
asal dari zaman prasejarah. Justru konteks konstruksi panggung. Konstruksi yang demikian
temuan dengan benda-benda yang berasal dari sangat tepat jika dilihat dari keletakan bangunan
masa sejarah. tersebut di areal tanah rawa. Bangunan yang

Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 11
demikian ini memang telah menjadi karakteristik membedakan antara yang satu dengan yang
bangunan di lahan basah. Jika diduga bangunan lainnya, tidak diterapkan kepada manusia, tetapi
tersebut berada di pinggir sebuah sungai, maka pada situs arkeologi. Selanjutnya, sifat yang
yang demikian ini juga menjadi hal biasa jika kita melekat kuat pada situs dianggap sebagai
bandingkan dengan pola bangunan rumah di karakter dari situs yang bersangkutan.
Kalimantan saat ini. Berkaitan dengan situs yang dibahas, areal
Rumah yang demikian ini tampaknya yang berawa di situs Karanganyar, diduga
merupakan model sekarang. Buktinya penduduk merupakan kondisi lahan basah sejak dulu.
di Anggana masih dapat menceritakan bahwa Dengan adanya areal rawa di situs Karanganyar,
model rumah tersebut yang dimiliki oleh komunitas yang tinggal di situs tersebut akan
kerabatnya yang masih dia kenal. Ini menunjukkan selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk
bahwa rumah tersebut belum terlalu lama dari dapat memenuhi dan menjalani hidup dengan
sekarang. Bentuknya pun jika dibandingkan semestinya. Jika kita berasumsi bahwa
dengan rumah-rumah panggung yang sekarang lingkungan situs Karanganyar merupakan areal
tidak terlalu berbeda. rawa, maka akan terdapat berbagai temuan yang
Selain itu, temuan perahu tampaknya juga terkait dengan penggunaan barang-barang atau
dapat digunakan untuk mendapatkan periodisasi peralatan yang terkait dengan lingkungan hidup
secara relatif. Dalam hal ini periodisasi yang bisa di rawa sehingga komunitas tersebut tetap dapat
diketahui adalah perkembangan perahu tingkat eksis.
awal, dan kemudian menuju pada perkembangan Dugaan akan tetap eksisnya komunitas situs
tingkat-tingkat berikutnya. Memperhatikan temuan- Karanganyar ditunjukkan oleh adanya temuan alat
temuan yang demikian ini tampaknya situs perlengkapan hidup. Temuan tersebut antara lain
Karanganyar lebih didominasi oleh peralatan yang berupa tiang-tiang sebagai sisa pondasi rumah
berumur relatif muda. Selain peralatan yang diulas panggung, ember kayu, arang, fragmen gerabah,
di atas juga terdapat peralatan lain yang fragmen papan perahu, kemudi, dan dayung.
cenderung mudah untuk disebut sebagai Bahkan juga ada temuan-temuan lain seperti batu
peralatan sekarang. Temuan-temuan tersebut asah, pipisan, fragmen genteng, dan porselin.
adalah batu pipisan, lumpang, batu asah, dan Temuan-temuan tersebut tampaknya dapat
genteng. Dengan demikian memperhatikan uraian dikelompokkan menjadi dua, yaitu papan serta
yang telah dilakukan, situs Karanganyar diduga pemenuhan kebutuhannya dan kelompok temuan
merupakan situs sejarah dengan umur yang relatif transportasi. Kelompok pertama adalah peralatan
muda. untuk papan/tinggal dan pemenuhan untuk
kebutuhan makan. Temuan-temuan untuk
Situs Lahan Basah Karanganyar: Karakter, kelompok pendukung kebutuhan tempat tinggal
Model, dan Perencanaan adalah tiang-tiang pondasi bangunan atau rumah.
Temuan peralatan sisa aktivitas pemenuhan
Karakter Situs Lahan Basah di Desa Karanganyar kebutuhan makan antara lain adalah ember kayu,
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lesung, penumbuk padi, tungku, gerabah, batu
karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak asah, batu bara, dan arang.
atau budi pekerti yang membedakan seseorang Data kelompok pertama, terutama berkaitan
dengan yang lain (Tim Penyusun Kamus 1995: dengan pengolah atau alat pemenuhan kebutuhan
445). Pengertian tersebut menunjukkan bahwa makan, dibuktikan oleh temuan penggalian kotak
karakter sangat erat kaitannya dengan sifat dan TP 01 dan 03. Temuannya berupa fragmen
perilaku manusia. Selanjutnya, dalam konteks gerabah yang berasal dari bentuk periuk. Di
tulisan ini, yang dimaksud karakter akan dikaitkan samping itu, juga ditemukan terak besi, yaitu sisa
dengan situs arkeologi. Maksudnya, sifat-sifat besi yang dipanasi dalam rangka aktivitas pandai
yang akan dicari dan kemudian dipakai untuk besi. Hal ini mengarahkan pada dugaan bahwa

12 Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin


merupakan sisa pembuatan alat. Namun, hasil ke kaki tambak. Namun faktanya tidak ada artefak
pengumpulan data dengan cara survei dan di lereng tambak yang selalu dipenuhi
penggalian di situs ini tidak menemukan peralatan rerumputan. Dengan demikian, diduga tidak ada
dari bahan besi, seperti pisau dan lain-lain. Justru temuan arkeologi di punggung hingga puncak
yang ditemukan adalah batu pengasah. Jika tambak.
faktanya tidak ditemukan peralatan dari besi, Sementara itu, survei di areal rawa, dilakukan
tampaknya aktivitas pandai besi masih dapat di tepian sungai (kanan dan kiri) serta di sungai
dikaitkan dengan pembuatan alat besi yang antara itu sendiri. Hasilnya, berupa temuan arkeologi
lain digunakan untuk kegiatan produksi makanan. yang mendukung kegiatan tinggal dan
Dengan demikian, temuan terak besi masih dapat pemenuhan kebutuhan makan serta kegiatan
dikaitkan dengan alat pemenuhan kebutuhan transportasi. Temuan yang mendukung kelompok
makan. pertama berupa fragmen gerabah, ember kayu,
Sementara itu, penggalian di bagian tungku, lesung, penumbuk padi, arang, batu
punggung tambak (TP 02), menghasilkan temuan asah, dan tiang-tiang rumah serta genteng.
batu pipisan, yang sebagian sudah terlihat Sementara itu, temuan yang terkait dengan
sebagian di permukaan tanah. Batu pipisan transportasi meliputi dayung, kemudi, lunas kapal,
berfungsi sebagai alat untuk meramu obat atau dan fragmen papan bagian dari dinding perahu.
jamu. Dengan demikian, ini mengindikasikan Temuan tersebut merupakan bagian dari
adanya orang yang bermukim di lokasi tersebut. peralatan yang digunakan untuk mengarungi
Jadi temuan ini juga mendukung data kelompok kawasan rawa yang terhubung dengan sungai-
pertama, terutama berkaitan dengan informasi sungai untuk beraktivitas mencari ikan dan juga
pemukiman di Tambak Orang Tua. perjalanan hingga di luar tempat tinggal mereka.
Selain itu, ekskavasi di TP 02 membuktikan Temuan alat transportasi yang berupa perahu dan
bahwa sedikitnya temuan arkeologi di bagian perlengkapannya, juga menunjukkan relevansi
punggung tambak, mengindikasikan bahwa di posisi situs dan lingkungannya. Indikasi
bagian tersebut tidak banyak dijadikan sebagai pemukiman dan letaknya yang ada di dekat
tempat beraktivitas manusia masa lalu. Fakta yang sungai, menegaskan bahwa temuan perahu
demikian ini selaras dengan data yang diperoleh merupakan sarana transportasi yang mereka
dari survei dan penggalian. Penggalian di gunakan.
punggung tambak, juga membuktikan tidak terjadi Jika diperhatikan tentang kondisi lahan rawa
transformasi data dari puncak ke kaki tambak. yang ada di daerah ini menunjukkan suatu areal
Alasannya, pertama, biasanya jika ada temuan yang cukup luas. Adanya tujuh buah tambak,
arkeologi di permukaan tanah juga akan termasuk Tambak Orang Tua, di Desa
ditemukan di dalam tanah. Jika terjadi erosi, Karanganyar, dapat memberi gambaran bahwa
mestinya data arkeologi yang di dalam tanah masih sangat mungkin komunitas ini mencari sesuatu
tersisa, namun ternyata hal itu tidak ditemukan di hingga ke tambak-tambak yang ada di sekitarnya.
kotak TP 02. Kedua, lereng tambak tidak terlalu Memang sejauh ini belum dilakukan survei di
terjal sehingga diasumsikan jika terjadi enam tambak yang lain. Bahkan barangkali ke
transformasi data dari puncak dan punggung enam tambak yang lain juga merupakan tempat
tambak, maka tidak akan bergerak lancar sampai yang pernah dihuni oleh manusia pada masa lalu.
ke kaki tambak. Selain itu, di bagian lereng, yang Tampaknya dugaan dapat dikembangkan dari
meliputi areal di bawah punggung hingga adanya temuan papan perahu, dayung, dan
sebelum kaki tambak, terdapat banyak rumput kemudi yang menunjukkan penggunaan peralatan
yang lebat dan beberapa pohon galam. transportasi untuk beraktivitas di areal rawa
Keberadaan rumput yang lebat dapat maupun sungai dan bahkan menuju ke dataran
menghambat laju transformasi data dari puncak di tempat lain yang dituju dengan melintasi tempat

Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 13
hidupnya dengan melewati rawa atau sungai. lahan rawa yang dilakukan oleh orang Banjar juga
Untuk sementara tampaknya baru sampai pada berbeda dengan penghuni lahan rawa di
dugaan yang demikian. Sumatera dan lainnya. Bahkan tidak hanya cara
bertanamnya, mereka juga berhasil menemukan
Rancangan: Pencarian dan Penyelamatan varietas tanaman yang khas yang hanya ada di
Berdasarkan temuan di sekitar Tambak Orang masyarakat Banjar.
Tua dan fenomena lingkungan yang Atas fakta temuan arkeologi dan tradisi
menyertainya, diduga keberadaan tambak (kubah masyarakat Banjar dalam memanfaatkan rawa dan
gambut) dan sungai merupakan ciri suatu lokasi lingkungannya, maka model lingkungan di situs
yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai Karanganyar yang memiliki temuan arkeologi
tempat hunian manusia masa lalu, terutama bagi pemukiman, dapat dimanfaatkan sebagai
mereka yang masih sangat tergantung dengan panduan dalam memprioritaskan fenomena
alam. Indikasi yang demikian ini terlihat pada lingkungan yang disurvei, untuk menemukan
temuan di Tambak Orang Tua. Atas fenomena situs-situs pemukiman di lahan rawa di Kalimantan
temuan data arkeologinya dan ciri lingkungan yang Selatan. Memperhatikan keberadaan temuan
menyertainya, diduga pola keberadaan kubah arkeologi di kawasan tambak, tampaknya model
gambut dan adanya aliran sungai di dekatnya, lingkungan yang dimanfaatkan untuk pemukiman
merupakan model lingkungan rawa yang cocok masyarakat masa lampau adalah kenyamanan,
atau ideal untuk tempat tinggal manusia masa lalu. sumber makanan yang memadahi, dan adanya
Dugaan yang demikian ini didukung oleh akses ke tempat lain yang lancar dan mudah.
temuan arkeologi di situs Karanganyar. Penguat Gambaran yang demikian ini terlihat pada
dugaan tersebut diperlihatkan oleh daya dukung lingkungan Tambak Orang Tua dan posisi atau
lingkungan untuk memberikan sumber makanan keletakan temuan arkeologinya.
dan kenyamanan untuk tempat tinggal. Menurut Tingkat kenyamanan di lingkungan tambak
sebagian peneliti, kubah gambut memiliki beda cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan tersedianya
ketinggian hingga 5 meter dengan lahan rawa di lahan kering. Indikasi disukainya lahan kering oleh
dekatnya, yang berarti kubah gambut sudah tidak masyarakat masa lampau dengan memperhatikan
tergenang oleh air rawa (Putra 2011: 7). mayoritas keberadaan temuan arkeologi, berada
Tampaknya, lokasi yang demikian ini sangat di areal lahan kering. Areal kering di kawasan
cocok untuk hunian, karena kondisinya yang kubah gambut sebenarnya ada dua lokasi, namun
kering. dengan kondisi kering yang tidak sama. Di areal
Sementara itu, jika menilai kesuburannya dan kubah gambut, terutama sekeliling lereng hingga
kaitannya dengan kemungkinan untuk dapat puncaknya, merupakan areal kering sepanjang
dimanfaatkan sebagai tempat bercocok tanam, tahun. Maksudnya, ketika puncak musim
lokasi kubah gambut memiliki tingkat kesuburan penghujan pun, areal itu tetap tidak tergenang air.
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Sementara itu, bagian kaki kubah dan radius
areal yang berawa dangkal, seperti rawa di sekitar sekitar 100 meter di sekeliling kubah juga kering
kaki kubah gambut (Mubekti 2011: 90). Oleh pada musim kemarau dan awal musim penghujan
karena itu, lokasi rawa dangkal yang demikian ini (bulan Desember 2007), areal itu hanya sekedar
biasanya dimanfaatkan untuk kegiatan bercocok basah, belum terjadi genangan air.
tanam. Bahkan dalam perkembangannya, orang Namun kenyataannya lahan kering sepanjang
Banjar yang menghuni areal rawa, biasa tahun di lereng hingga puncak tambak justru tidak
memanfaatkan rawa lebak dan pasang surut untuk banyak dijumpai temuan arkeologi. Tampaknya
kegiatan bercocok tanam. Karena kebiasaannya hal ini juga berkaitan dengan karakteristik tambak
yang sudah berlangsung lama dan turun-temurun, itu sendiri. Tambak Orang Tua memiliki ketinggian
akhirnya mereka memiliki budaya bercocok sekitar 5 meter, berbentuk memanjang dengan
tanam di lahan rawa yang spesifik, bahkan dalam ukuran kurang lebih 250 meter dengan lebar antara
kasus-kasus tertentu model bercocok tanam di 80-90 meter. Tingkat kemiringan lerengnya antara

14 Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin


20-30 meter, sedangkan areal datarnya sekitar 10- Orang Tua disebabkan oleh keberadaan sungai
15 meter memanjang di puncak tambak yang di dekatnya. Temuan dayung, kemudi, dan papan
ditanami pisang. Sementara itu, bagian puncak bagian dari perahu menunjukkan adanya
yang masih asli memiliki areal datar yang lebih pemanfaatan sungai sebagai jalur transportasi.
sempit, sekitar 8 - 12 meter. Tampaknya aspek-aspek inilah yang menjadikan
Lahan di bagian lereng hingga puncak, jika kawasan Tambak Orang Tua menjadi pilihan ideal
tidak digarap maka akan menjadi lahan yang untuk tempat bermukim.
didominasi oleh rerumputan dan perdu. Hanya Mengacu pada uraian di atas, fenomena
sedikit kayu keras dan galam di bagian lerengnya. lingkungan seperti itu merupakan model
Hanya saja bagian lereng ditumbuhi rumput yang lingkungan yang ditawarkan. Model itu dapat
lebih banyak daripada di puncaknya. Pada dimanfaatkan untuk mencari dan menemukan situs
puncak musim kering, rerumputan biasanya baru di kawasan rawa, terutama yang terdapat
mengering, tetapi seberapa saat setelah turun kubah gambut dan sungai di dekatnya.
hujan, rumput akan kembali tumbuh dengan cepat. Selanjutnya, lokasi-lokasi yang perlu diperhatikan
Tampaknya areal datar yang tidak luas dan untuk menemukan sisa-sisa kegiatan manusia
mudahnya rumput mendominasi, akan mengurangi masa lampau dapat dicari di areal kaki kubah dan
tingkat kenyamanan masyarakat masa lampau dataran sekitar sungai.
tinggal di areal tersebut. Elemen-elemen yang harus dicari dan aspek-
Berbeda dengan areal datar di bagian kaki aspek yang harus ditemukan dalam upaya
tambak dan hamparan rawa. Pilihan tinggal di menemukan sisa aktivitas masyarakat masa lalu
lokasi ini tidak hanya didukung oleh kenyamanan, di lingkungan rawa dalam dikelompokkan dalam
tetapi juga oleh sumber makanan dan aksesibilitas tabel 2.
yang mudah. Dalam hal ini aspek utama pemilihan Sebagai model yang berhasil ditemukan,
tempat bermukim adalah kenyamanan. Di lokasi pemanfaatannya dapat digunakan untuk pencarian
ini kenyamanan tidak hanya karena areal datar situs pemukiman di lahan rawa. Implementasi itu
yang lebih luas, tetapi juga karena tersedianya sekaligus sebagai langkah untuk menguji apakah
sumber makanan dan akses yang mudah. model yang demikian ini berlaku umum atau
Tersedianya sumber makanan berasal dari sebenarnya hanya berlaku pada suatu kasus
ikan di rawa dan ketika mulai surut, areal ini juga khusus. Jika ternyata ini merupakan fenomena
dapat dijadikan tempat untuk bercocok tanam. umum yang ditemukan di situs pemukiman di
Hamparan rawa di dekat kaki tambak merupakan lahan rawa di Kalimantan Selatan, maka hal itu
areal rawa dangkal yang kering di musim kemarau dapat mempermudah dan mempercepat dalam
dan memiliki kesuburan yang memadahi untuk melakukan seleksi lahan yang perlu disurvei
kegiatan bercocok tanam. Sementara itu, akses dalam mencari dan menemukan situs pemukiman
atau transportasi yang mudah di kawasan Tambak lahan rawa. Namun, jika ternyata itu bukan

Tabel 2. Model pencarian bukti aktivitas di lahan rawa kubah gambut dan aspek-aspek yang dicari.
E leme n lingkungan rawa yang L okasi pencarian bukti akt ivitas Asp ek-a spek yang dicari
harus dicari masya ra kat masa lalu
K uba h gamb ut dan sun gai K aki kubah gambut dan areal ra wa - 1 . Keg ia tan b ermukim den gan tem ua n
rawa sekitar sun gai berup a bekas rumah (bekas tiang,
gen teng dll) d an peralata n
pemenuhan kebu tuh an maka n
(p eriu k, emb er, tun gku, pipisa n,
lesung , p enumbu k padi, ara ng, bat u
asah dll).
2 . Keg ia tan t ra nsportasi (lun as kapa l,
dayu ng, kemu di, pap an bagia n dari
perah u, dll).
3 . Keg ia tan lainnya .

Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 15
fenomena yang umum, maka model lingkungan perusahaan misalnya perkebunan kelapa sawit,
untuk menemukan situs pemukiman lahan rawa selain itu juga ada dinas lingkungan hidup,
masih harus dicari lagi. kehutanan dan mungkin juga masih ada yang lain
Dalam kesempatan ini perlu ditawarkan lagi.
bahwa jika penelitian pemukiman lahan basah atau Berkaitan dengan banyaknya stakeholder
rawa di Kecamatan Gambut akan dilanjutkan, yang terlibat dalam lahan rawa gambut, maka
maka model yang ditawarkan ini dapat dijadikan dalam rangka memperjuangkan kepentingan
sebagai petunjuk dalam melakukan survei. Enam arkeologi, sudah selayaknya kita juga turut hadir
kubah gambut yang ada di sekitar Tambak Orang dalam pengelolaan lahan rawa, terutama yang di
Tua perlu disurvei untuk memastikan keberadaan dalamnya terdapat situs arkeologi. Konsep-
elemen rawa yang ideal untuk pemukiman dan konsep pelestarian temuan arkeologi perlu
kemudian menemukan bukti arkeologinya. Lebih diinformasikan dan diharapkan agar dijadikan
jauh, jika bukti-bukti arkeologi berhasil ditemukan, sebagai bagian yang diperhatikan dalam rencana
kemudian dikategorikan ke dalam aspek-aspek pengelolaan lahan gambut yang dilakukan oleh
kegiatan kehidupan manusia pendukungnya, dinas lingkungan hidup, kehutanan dan juga
misalnya artefak mana yang membuktikan adanya menjadi pengetahuan masyarakat serta
pemukiman dan mana yang membuktikan perusahaan yang menggarap langsung lahan
transortasi dan lain-lain. gambut.
Pemanfaatan model ini sedikit banyak telah Untuk mewujudkan hal itu, tampaknya perlu
diterapkan dalam suatu penelitian. Berdasarkan dibuat jaringan antarstakeholder. Misalnya
hasil diskusi menjelang dilaksanakannya dibentuk jaringan pelestarian dengan dinas atau
penelitian lahan basah di Lok Udat, Banjarbaru, instansi pemerintah yang menangani, misalnya
Sunarningsih kemudian menerapkan model ini Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian,
dalam melakukan survei. Hasilnya, ditemukan institusi arkeologi, dan lain-lain. Dalam hal ini
bukti-bukti arkeologi di bagian kaki Tambak institusi pemerintah harus bersinergi dan terlibat
Pulantan dan Kebun sayur. Tambak-tambak dalam rancangan pelestarian gambut, termasuk
tersebut juga dekat dengan sungai dan bukti sumber daya arkeologi yang ada di dalamnya.
arkeologi yang ditemukan berupa fragmen Selain itu perlu pula dibentuk kelompok
gerabah, keramik dan perahu (Sunarningsih, pelestari gambut yang anggotanya masyarakat
press.com tgl. 29 September 2015). Tampaknya sekitar. Sebagai pelestari gambut, masyarakat
temuan ini mengindikasikan kebenaran model diberi kesempatan memanfaatkan lahan gambut,
yang diajukan. tetapi pemanfaatan itu harus memiliki sifat yang
Mendasarkan temuan-temuan arkeologi berkelanjutan sehingga fungsi gambut tetap
seperti yang disebutkan di atas, tampaknya lahan lestari. Dalam kelompok tersebut, institusi
rawa, terutama kawasan kubah gambut, pemerintah perlu melibatkan diri untuk
merupakan lokasi yang memiliki potensi temuan memberikan arahan sekaligus melakukan
arkeologi. Namun, potensi arkeologi yang kontrol. Dalam kesempatan ini, institusi arkeologi
demikian ini cukup mengkhawatirkan jika melihat perlu masuk dan memperjuangkan kepentingan
adanya kebakaran yang sering terjadi di lahan arkeologi menjadi bagian yang diperhatikan
rawa gambut di Kalimantan Selatan. Oleh karena dalam strategi pelestarian yang dilakukan
itu, situs di lahan gambut layak mendapat masyarakat. Berkaitan dengan itu, pertemuan-
perhatian, terutama mengenai keamanannya dari pertemuan rutin dengan melibatkan seluruh
bahaya kebakaran. Ini berarti menyangkut stakeholder, harus diadakan secara intensif.
pelestarian situs. Hal itu merupakan permasalahan Dengan adanya jaringan tersebut diharapkan,
yang terkait dengan banyak pemangku dinas yang mengelola lahan gambut akan
kepentingan. Di situ ada masyarakat sebagai memperhatikan dan bahkan berkonsultasi dengan
penggarap lahan dan dalam skala besar ada arkeologi jika dalam pekerjaannya menemukan

16 Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin


artefak atau tinggalan arkeologi. Demikian juga, elemen-elemen itu sudah ditemukan, maka
ketika masyarakat yang tergabung dalam langkah selanjutnya adalah mencari bukti-bukti
kelompok pelestari gambut jika menemukan arkeologi di kaki kubah, hamparan rawa di
objek arkeologi agar dapat menangani dan sekitarnya serta di dekat sungai. Selanjutnya,
kemudian melaporkan kepada pihak arkeologi temuan-temuan itu dikelompokkan dalam
agar temuan tersebut tidak mengalami kerusakan kategori-kategori tertentu, misalnya pemukiman,
yang lebih parah. transportasi dan lain-lain.
Fenomena lingkungan seperti di kubah
PENUTUP gambut yang ada di lahan rawa perlu disurvei
untuk membuktikan. Memang telah ada
Berdasarkan paparan di atas, dapat pembuktian di situs lain, contohnya di Lok Udat,
disimpulkan bahwa karakter situs lahan gambut tetapi untuk mendapatkan kesahihan, perlu
di Karanganyar adalah situs pemukiman. Dugaan dilakukan pengujian sekaligus untuk mencari situs
penggunaan areal sekitar lahan kubah gambut dan di tempat lain. Semua itu dimaksudkan agar
areal rawa tepi sungai sebagai lahan pemukiman model yang ditawarkan dapat diyakini benar
didukung oleh adanya temuan arkeologi yang tidaknya.
mengindikasikan adanya aktivitas pemukiman Selain itu, berkaitan dengan upaya
yang berupa alat pemenuhan kebutuhan makan pelestarian, yaitu karena kondisi gambut yang tiap
dan tempat tinggal. Bahkan mereka juga tahun terjadi kebakaran, maka arkeologi perlu
menyediakan perlengkapan untuk transportasi hadir dalam rencana pengelolaan gambut yang
yang berupa perahu, karena lingkungannya berair dilakukan oleh para stakeholder. Ini perlu
dan dekat sungai. dilakukan agar kepentingan arkeologi juga
Sementara itu, berkaitan dengan terwadahi dalam rangka pengelolaan yang
pengembangan penelitian, dapat dimanfaatkan dilakukan oleh dinas lain dan bahkan masyarakat
model pencarian bukti aktivitas masyarakat masa sebagai penggarap. Tujuan utama dari semua itu
lalu. Model itu menuntut ditemukannya elemen- adalah terlestarikannya temuan arkeologi di lahan
elemen lingkungan rawa yang harus ada, yaitu rawa yang memang sejauh ini rawan kebakaran.
kubah gambut dan sungai di dekatnya. Jika

DAFTAR PUSTAKA

Afif, Afthonul. 2010. “ Leluhur Orang Nias dalam Hadi, Priyatno. 2010. “Teknologi Pembuatan
Cerita-cerita Lisan Nias”. Kontekstualita Perahu Kuno Punjulharjo”. Jurnal
25 (1): 53-79. Penelitian Arkeologi 6 Perahu Nusantara.
Aziz, Fadhila Arifin. 2004. “Strategi Subsistensi Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta.
Komunitas Penghuni Gua Lawa dari Mubekti. 2011. “Studi Pewilayahan Dalam Rangka
Masa Holosen”. Amerta Berkala Arkeologi Pengelolaan Lahan Gambut
23: 1-26. Berkelanjutan di Provinsi Riau”. Jurnal
Dahliani. 2012. “Konsep Pengelolaan Tapak Sains dan Teknologi Indonesia 13 (2): 88-
Permukiman di Lahan Rawa, 94.
Banjarmasin”. Lanting Journal of Nitihaminoto, Gunadi. 1996. “Permukiman Daerah
Architecture 1 (2): 96-105. Pedalaman dan Daerah Pantai Situs
Tempursari”. Berkala Arkeologi XVI (2): 1-
11.

Situs Karanganyar: Karakter Situs Lahan Basah, Ancaman, dan Upaya Pelestariannya-Wasita (1-18) 17
Noor, Mohammad. 2001. Pertanian Lahan Sumodiningrat, Gunawan. 2007. Pemberdayaan
Gambut, Potensi dan Kendala. Sosial: Kajian Ringkas tentang
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Pembangunan Manusia Indonesia.
Notohadinegoro, Tejoyuwono. 1999. “Lingkungan Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Kalimantan Peluang dan Kendala Bagi Thufail, Fadjar Ibnu. 1993. “Metode Analisis
Pengelolaannya.” Jurnal Manusia dan Struktur Perahu”. Berkala Arkeologi XIII
Lingkungan PPLH-UGM, VI (17): 1-8 (2): 28-45.
Putra, Chandra Agung Septiadi, Solichin Manuri, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Heriyanto, dan Charles Sibagariang. Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus
2011. Pohon-Pohon Hutan Alam Rawa Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua.
Gambut Merang. Palembang: Merang Jakarta: Balai Pustaka.
REDD Pilot Project, German International Simanjuntak, Harry Truman dkk. 1999. Metode
Cooperation – GIZ. Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat
Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Logika, Penelitian Arkeologi Nasional.
Asas-asas Penalaran Sistematis. Wasita. 2007. “Ekskavasi Pemukiman Lahan
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Basah di Situs Gambut, Kabupaten
Sari, Monika. 2013. “Situs Peninggalan Banjar dan Patih Muhur, Kabupaten Barito
Kebudayaan Zaman Mesolitikum di Aceh Kuala, Kalimantan Selatan”. Laporan
Tamiang dan Upaya Pemerintah dalam Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai
Melestarikannya”. Skripsi. Medan: Arkeologi Banjarmasin.
Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Zubaidi, Fuad. 2009. “Arsitektur Kaili sebagai
Sosial Universitas Negeri Medan. Proses dan Produk Vernakular”. Jurnal
Sulistiyono, Singgih Tri. 2012. “Sumber Daya Ruang 1 (1): 27-37.
Pangan Bahari Dalam Perspektif Sejarah”.
Humanika 15 (IX): 8-26.

18 Kindai Etam Vol. 1 No. 1 November 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin

Anda mungkin juga menyukai