Laporan Pendahuluan Praktik Profesi Keperawatan Dasar
Laporan Pendahuluan Praktik Profesi Keperawatan Dasar
DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AKUT ABDOMEN SUSPEK
ILEUS DENGAN GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN DI
RUANG LAVENDER RSUD TARAKAN JAKARTA
Dosen Pembimbing :
Ns. Indah Permatasari, M.Kep
Disusun Oleh :
Muhammad Helmy Maulani
2310721035
A. Definisi
Secara teoritis, istilah akut abdomen didefinisikan pasien dengan nyeri perut yang
berlangsung lebih dari 6 jam dan berhubungan dengan nyeri tekan atau tanda-tanda lain dari
respons peradangan atau disfungsi organ yang seharusnya diobati dapat membahayakan
kesehatan pasien (Floch et al., 2010).
Akut abdomen adalah kondisi yang membutuhkan perhatian dan perawatan segera.
Akut abdomen dapat disebabkan oleh infeksi, peradangan, sumbatan, atau penyumbatan
pembuluh darah. Pasien sering datang dengan nyeri perut yang tiba-tiba disertai mual atau
muntah. Sebagian besar pasien dengan nyeri perut akut bergejala (Patterson, Kashyap and
Dominique, 2023).
Ada beberapa penyebab nyeri perut. Secara umum, nyeri perut dapat diklasifikasikan
sebagai salah satu dari jenis berikut ini: viseral (dari organ), parietal (dari peritoneum
parietal), psikogenik. Gejala-gejala yang menyertai akan memberikan petunjuk tentang
mekanisme di balik rasa sakit. Nyeri perut juga dapat dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri
kronis (Griffiths, 2012).
Gambar 1 Lokasi Nyeri Akut Abdomen
B. Anatomi Fisiologi
a. Organ Utama
Gastroenterologi memiliki makna umum yaitu ilmu yang mempelajari organ
saluran cema dari mulut, saluran cerna bagian atas, saluran cerna bagian tengah,
saluran cerna bagian bawah sampai anus beserta organ pelengkap yaitu kelenjar ludah,
hati, sistem bilier dan pankreas (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Gambar 3 Sistem Pencernaan Manusia
Struktur saluran cerna berupa suatu saluran dari mulut dan orofaring, yang ada
di kepala dan esofagus bagian proksimal di leher, esofagus bagian tengah di dada,
esofagus distal pada rongga abdomen kemudian lambung (gaster) sampai kolon
sigmoid, ada pada rongga abdomen, rektum dan anus pada rongga pelvis. Masing-
masing bagian memiliki sub struktur yang spesifik dengan fungsi yang spesifik pula
dan yang perlu dipahami adalah adanya sistem persarafan autonom yaitu saraf
simpatis dan saraf parasimpatis (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
1. Mulut
Mulut terdiri atas gigi, lidah, dan kelenjar ludah (saliva) serta rongga
mulut itu sendiri. Fungsi mulut adalah melumatkan makanan sekaligus
menyatukan menjadi homogen dengan bantuan saliva, sehingga
terbentuk substansi setengah cair yang mudah ditelan. Saliva disekresi
sewaktu mengunyah makanan dan mempunyai dampak secara mekanis
seperti diperas (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Pada rongga mulut sudah terjadi proses digesti (pencernaan makanan)
terhadap karbohidrat yaitu molekul amilum dicerna menjadi disakarida
lalu kemudian menjadi glukosa melalui enzim ptyalin. Proses cerna ini
dapat dirasakan dengan cara mengunyah nasi atau roti tawar lama-lama
terasa manis sedikit demi sedikit (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Pada rongga mulut terdapat 3 jenis kelenjar saliva, yaitu kelenjar
parotis, sub mandibula dan sublingualis. Lidah, salah satu organ
esensial pada rongga mulut, berfungsi membalik makanan sekaligus
untuk merasakan makanan. Proses merasakan (taste) makanan menjadi
daya tarik agar semangat dalam mengunyah, sedangkan reseptor pahit
yang umumnya ada pada bagian belakang lidah berfungsi untuk
mendorong lidah untuk memuntahkan lagi makanan (Hardjodisastro
and Sumantri, 2008).
2. Faring
Faring merupakan salurang yang panjangnya sekitar 5 inci, yang
digunakan untuk makanan dan udara. Area faring diberi nama
berdasarkan letak. Nasofaring, yang teletak di belakang rongga hidung,
dilapisi oleh epitel silindris bertingkat semu bersilia. Orofaring terletak
di belakang rongga oral dan dilapisi oleh epitel skuamosa bertingkat.
Laringofaring memliki lapisan yang sama dan terletak tepat di bawah
epiglotis (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Di mulut, lidah mengangkat dan memindahkan bolus makanan,
mencampurnya dengan saliva. Proses menelan makanan di awal
bersifat volunter. Lidah mendorong bolus ke faring, tempat pergerakan
makanan menjadi involunter. Kontraksi faring mendorong makanan ke
dalam esofagus muskular. Seluruh saluran cerna, termasuk faring,
dilapisi dengan membran mukosa. Otot polos mengirimkan makanan
ke seluruh saluran GI dengan gelombang kontraksi yang disebut
peristaltis (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
3. Esofagus
Antara orofaring dan esofagus terdapat sfingter esofagus bagian atas.
Fungsi esofagus melanjutkan makanan halus ke lambung, esofagus
bagian tengah ada pada rongga dada sedangkan beberapa sentimeter
terdapat pada rongga abdomen. Antara esofagus dan lambung terdapat
sfingter bagian bawah. Mukosa esofagus terdiri epitel skuamosa seperti
kulit tetapi tanpa keratinisasi. Mukosa esofagus menekskresikan cairan
dan semacam lendir untuk melicinkan permukaan sehingga bolus
makanan turun lancar pada permukaan mukosa yang licin. Fungsi
esofagus semata-mata melanjutkan makanan ke lambung. Proses
peristaltik bermula dari proses menelan (Hardjodisastro and Sumantri,
2008).
4. Lambung
Lambung disebut juga gaster, secara anatomis berupa kantong di
bawah diafragma. Berbagai fungsi lambung dapat disebut disini, yakni
1). menampung makanan 2). melumatkan dan mencerna makanan 3).
melanjutkan makanan 4). sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme
berbahaya melalui sekresi asam lambung dan juga 5). fungsi endokrin.
Fungsi pencernaan dilakukan dengan mengaduk, melumatkan seolah-
olah digiling menjadi adonan homogen yang lunak sampai cair.
Fungsinya adalah agar bolus makanan mudah dilanjutkan melalui
sfingter pilorus, mudah dicerna oleh usus kecil dan juga supaya zat
nutrien serta air mudah diabsorbsi (Hardjodisastro and Sumantri,
2008).
Fungsi menampung/reservoir dan melumatkan kemudian melanjutkan
makanan menimbulkan konsep waktu pengosongan lambung [gastric
emptying time). Konsep waktu pengosongan lambung ini penting
dipahami, terutama berkaitan dengan gangguan motilitas dan retensi
makanan pada lambung (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Pengosongan lambung berlangsung atas kontraksi lambung yang pada
garis besarnya 2 jenis kontraksi, yang pertama berasal dari lanjutan
peristalis esofagus, kedua berasal dari kontraksi dari pacemaker
kontraksi lambung yang berada pada fundus. Tentang adanya
pacemaker intrinsic pada lambung ini masih belum ada kesepakatan
atau masih dalam hipotesis. Sebagai dasar adanya hipotesi pacemaker
lambung adalah adanya kontraksi tanpa ada proses menelan, misalnya
saat tidur (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
5. Duodenum
Secara makro anatomi (gross anatomy) duodenum terdiri atas 4
segmen yaitu segmen proksimal mulai dari pylorus, bulbus duodeni
sampai masuk ke retroperitoneal, segmen kedua yang terletak pada
retroperitoneal dan segmen ketiga yaitu setelah keluar dari
retroperitoneal berjalan horizontal {pars horizontal duodeni) dan
segmen ke empat yaitu saat duodenum mendaki ke atas sampai ke
ligamentum Treitz (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Pemahaman ini untuk memperbaiki kekeliruan bahwa duodenum itu
hanya bulbus, pasca bulbus dan pars desenden. Karena itulah harus
dipahami bahwa pada duodenum sudah ada digesti dan absorbsi.
Pada duodenum sudah terdapat absorbsi air, glukosa, Fe(zat besi),
kalsium, magnesium, gliserol, asam lemak, asam amino, vitamin,
natrium dan magnesium (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Dari aspek gastroenterologi klinik yang pertama adalah adanya papila
vateri sebagai muara dua buah saluran yaitu saluran empedu dan
saluran pankreas. Adonan makanan dari lambung merangsang
duodenum mensekresi hormon sekretin dan kolesistokinin yang
merangsang vesika felea dan pankreas menyalurkan cairan empedu dan
cairan pankreas. Cairan empedu untuk membuat emulsi lemak
sehingga mudah dicerna oleh lipase pankreas. Cairan empedu dan
cairan pankreas dalam 24 jam berjumlah 2000 cc. Cairan pankreas
mengandung lipase yang mencerna lemak, amilase yang mencern
amilum (karbohidrat) dan protease yang mencerna protein
(Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Cairan pankreas dan cairan empedu bersifat basa yang kemudian
menetralkan HCl, dengan demikian cairan makanan dalam jejunum
sudah bersifat netral dengan ph = 7 (Hardjodisastro and Sumantri,
2008).
6. Jejunum dan Ileum
Jejunum dan ileum merupakan organ saluran cema yang paling
panjang, berfungsi digesti dan absorbsi sekaligus serta hanya ada
perbedaan sedikit antara jejunum dan ileum, karena itu dibahas
bersamaan atau terintegrasi. Ileum berakhir pada valvula Boumannii
(ileocaecal valve).
Pada Jejunum dan ileum terjadi digesti dan absorbsi semua nutrient
Perlu dijelaskan disini bahwa sel mukosa jejunum dan ileum juga
mensekresi enzim dipeptidase dan juga lipase, dengan demikian semua
substrat nutrisi menjadi molekul tunggal yang siap untuk diabsorbsi.
Yang perlu dicatat disini adalah ileum terminalis memiliki fungsi
spesifik yaitu absorbsi asam empedu dan vitamin B12. Asam empedu
diabsorbsi masuk ke sistem vena porta kembali ke hati untuk
disekresikan kembali untuk jadi cairan empedu. Siklus ini disebut
siklus entero- hepatik asam empedu (Hardjodisastro and Sumantri,
2008).
Pemahaman ini penting bila kita mendapati pasien dengan penyakit
Crohn's (Ileitis terminalis) atau pasien pasca hemi kolektomi dekstra
yaitu reseksi sekum dan kolon asendens karena kanker kolon. Pada
kasus ini dengan sendirinya tidak ada absorbsi asam empedu dan
vitamin B12, karena itu pengaturan nutrisi harus rendah lemak dan
diperlukan suplementasi garam empedu dan vitamin B12, bila perlu
diberi suntikan vitamin B12 secara berkala (Hardjodisastro and
Sumantri, 2008).
7. Sekum dan Apendiks
Bagian pertama usus besar adalah sekum, kantong buntu yang
panjangnya sekitar 5-7,6 cm. Penonojolan sekum seperti jari kecil
adalah apendiks vermiformis (berbentuk cacing), yang juga dikenal
dengan apendiks, yang tidak diketahui fungsinya (Hardjodisastro and
Sumantri, 2008).
8. Kolon
Kolon merupakan segmen terakhir saluran cerna dimulai dari
appendiks, sekum dan valvula Boumannii sampai anus. Secara makro
anatomi terdiri atas sekum yang letaknya intraperitoneal, kolon
asendens yang retro peritoneal, kolon transversum mulai dari fleksura
hepatika ke fleksura lienalis yang letaknya intra peritoneal lalu kolon
sigmoid yang letaknya intra peritoneal dan rektum yang retroperitoneal
lalu anus. Pemahaman topografis ini penting berkaitan dengan proses
kolonoskopi, yang biasanya timbul kesulitan bila melewati perbatasan
intra ke retroperitoneal (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Ada berbagai fungsi kolon yaitu pertama absorbsi air dan elektrolit,
kedua pembentukan feses yaitu proses pembusukan (putresifikasi),
ketiga pemadatan dan ke empat reservoir feses agar dapat dikeluarkan
pada saat yang tepat sesuai kebiasaan yaitu biasanya pagi hari setelah
bangun tidur. Di dalam kolon tidak lagi terjadi proses digesti hanya
absorbsi air dan elektrolit seperti disebut di depan. Selain absorbsi air
dan elektrolit, terdapat pula absorbsi glukosa oleh mukosa kolon
(Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
9. Rektum dan Anus
Rektum yang memiliki panjang sekitar 12,7 cm dan berakhir di saluran
anus, bagian terminal (ujung) usus besar yang memiliki panjang sekitar
2,54- 3,8 cm. Produk sampah diekskresi (egesti) melalui lubang ke
arah luar (ansu), yang dijaga oleh otot sfingter internak dan eksternal.
Sfingter eksternal berada dalam kendali individu dan dapat secara
volunter kontraksi dan relaksasi (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
b. Organ Aksesori
1. Hati
Hati adalah organ glandular terbesar tubuh, terletak tepat di bawah
diafragma pada kuadran kanan atas rongga abdomen. Hati menerima
suplai darah dari arteri hepatika dan dibagi menjadi dua lobus mayor
dan dua lobus minor. Pada manusia, hati memiliki berat sekitar 1,36 kg
dan menyerupai hati anak sapi dalam warna dan teksturnya. Hati
berperan penting dalam seluruh fungsi tubuh sehingga sesorang tidak
dapat hidup lama jika hati mengalami penyakit atau cedera berat
(Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
2. Kantung Empedu
Kantung empedu meurpakan kantonh muskular dengan panjang 7,5-10
cm. Kandung empedu menyerupai pir kecil dan terletak di permukaan
bawah hati. Fungsi utama kantung empedu adalah menyimpan dan
melepaskan empedu sesuai kebutuhan di usus halus untuk emulsifikasi
lemak (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
3. Pankreas
Pankreas merupakan organ glandular panjang yang berbentuk
menyerupai ikan yang panjangnya sekitar 15 cm dan terletak
dibelakang lambung. Fungsi organ ini adalah sebagai kelejar endokrin
dan kelenjar eksokrin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas menyekresi
hormon insulin, glukagon, dan somatostatin ke dalam aliran darah
untuk membantu mengatur kadar gula darah. Fungsi eksokrin pankreas
adalah mengahsilkan getah pankreas, yang dicapai oleh sel asinar. Sel
asinar menyekresi tiga enzim utama yang membantu dalam pencernaan
yaitu, amilase, tripsin, dan lipase (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
c. Gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman pada pasien Acute Abdomen
Suspect Ileus
Gangguan rasa nyaman merupakan salah satu diagnosis keperawatan yang
didefinisikan sebagai perasaan kurang senang, lega, dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosial (PPNI, 2017). Pada kasus
Acute Abdomen Suspect Ileus, pasien dapat mengalami gangguan rasa nyaman
serta nyeri akibat inflamsi, perforasi, dan iskemi yang disebabkan oleh adanya
ahgen pencedera fisiologis. Ketidaknyamanan akan dirasakan pasien karena
proses peradanagn yang terjadi seperti, nyeri, begah, mual dan muntah. Nyeri
akut pada pasien juga dapat terjadi, dimana kerusakan jaringan aktual serta
fungsional yang dialami oleh pasien akan mengakibatkan pasien mengalami
pengalaman sensorik serta emosional terhadap prosedur tersebut.
b) Nyeri kronis
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan keruskan
jaringan aktual tau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3
bulan.
a. Penyebab
Kondisi muskuloskeletal kronis, Kerusakn sistem saraf, Penekanan
saraf, Infiltrasi tumor, Ketidakseimbangan neurotransmiter,
neuromodulator, dan reseptor, Gangguan imuntas (mis. neuropati terkait
HIV, virus varicella-zoster), Gangguan fungsi metabolic, Riwayat posisi
kerja statis, Peningkatan indeks massa tubuh, kondisi pasca trauma,
Tekanan emosional, Riwayat penganiayaan (mis. fisik, psikologis,
seksual), Riwayat penyalahgunaan obat/zat.
Floch, M. et al. (2010) Netter’s Gastroenterology. 2nd edn. Philadelphia: Elsevier. doi:
10.1097/01.mcg.0000177247.38506.b2.
Griffiths, M. (2012) Crash Course Gastrointestinal System. 4th edn. Philadelphia: Mosby
Elsevier.
Hardjodisastro, D. and Sumantri, S. (2008) ‘Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna’, in Buku
Ajar Gastroenterologi. Pertama. Jakarta: Interna Publisihing, pp. 1–17.
Patterson, J. W., Kashyap, S. and Dominique, E. (2023) Acute Abdomen, StatPearls
Publishing. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459328/.
Potter, P. and Perry, A. (2006) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan
Praktik. 4th edn. Jakarta: EGC.