Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN

DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AKUT ABDOMEN SUSPEK
ILEUS DENGAN GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN DI
RUANG LAVENDER RSUD TARAKAN JAKARTA

Dosen Pembimbing :
Ns. Indah Permatasari, M.Kep

Disusun Oleh :
Muhammad Helmy Maulani
2310721035

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


JAKARTA FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
BAB I
KONSEP DASAR KEBUTUHAN DASAR

A. Definisi
Secara teoritis, istilah akut abdomen didefinisikan pasien dengan nyeri perut yang
berlangsung lebih dari 6 jam dan berhubungan dengan nyeri tekan atau tanda-tanda lain dari
respons peradangan atau disfungsi organ yang seharusnya diobati dapat membahayakan
kesehatan pasien (Floch et al., 2010).
Akut abdomen adalah kondisi yang membutuhkan perhatian dan perawatan segera.
Akut abdomen dapat disebabkan oleh infeksi, peradangan, sumbatan, atau penyumbatan
pembuluh darah. Pasien sering datang dengan nyeri perut yang tiba-tiba disertai mual atau
muntah. Sebagian besar pasien dengan nyeri perut akut bergejala (Patterson, Kashyap and
Dominique, 2023).
Ada beberapa penyebab nyeri perut. Secara umum, nyeri perut dapat diklasifikasikan
sebagai salah satu dari jenis berikut ini: viseral (dari organ), parietal (dari peritoneum
parietal), psikogenik. Gejala-gejala yang menyertai akan memberikan petunjuk tentang
mekanisme di balik rasa sakit. Nyeri perut juga dapat dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri
kronis (Griffiths, 2012).
Gambar 1 Lokasi Nyeri Akut Abdomen

Gambar 2 Lokasi Nyeri Kronik Abdomen

B. Anatomi Fisiologi
a. Organ Utama
Gastroenterologi memiliki makna umum yaitu ilmu yang mempelajari organ
saluran cema dari mulut, saluran cerna bagian atas, saluran cerna bagian tengah,
saluran cerna bagian bawah sampai anus beserta organ pelengkap yaitu kelenjar ludah,
hati, sistem bilier dan pankreas (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Gambar 3 Sistem Pencernaan Manusia
Struktur saluran cerna berupa suatu saluran dari mulut dan orofaring, yang ada
di kepala dan esofagus bagian proksimal di leher, esofagus bagian tengah di dada,
esofagus distal pada rongga abdomen kemudian lambung (gaster) sampai kolon
sigmoid, ada pada rongga abdomen, rektum dan anus pada rongga pelvis. Masing-
masing bagian memiliki sub struktur yang spesifik dengan fungsi yang spesifik pula
dan yang perlu dipahami adalah adanya sistem persarafan autonom yaitu saraf
simpatis dan saraf parasimpatis (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
1. Mulut
Mulut terdiri atas gigi, lidah, dan kelenjar ludah (saliva) serta rongga
mulut itu sendiri. Fungsi mulut adalah melumatkan makanan sekaligus
menyatukan menjadi homogen dengan bantuan saliva, sehingga
terbentuk substansi setengah cair yang mudah ditelan. Saliva disekresi
sewaktu mengunyah makanan dan mempunyai dampak secara mekanis
seperti diperas (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Pada rongga mulut sudah terjadi proses digesti (pencernaan makanan)
terhadap karbohidrat yaitu molekul amilum dicerna menjadi disakarida
lalu kemudian menjadi glukosa melalui enzim ptyalin. Proses cerna ini
dapat dirasakan dengan cara mengunyah nasi atau roti tawar lama-lama
terasa manis sedikit demi sedikit (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Pada rongga mulut terdapat 3 jenis kelenjar saliva, yaitu kelenjar
parotis, sub mandibula dan sublingualis. Lidah, salah satu organ
esensial pada rongga mulut, berfungsi membalik makanan sekaligus
untuk merasakan makanan. Proses merasakan (taste) makanan menjadi
daya tarik agar semangat dalam mengunyah, sedangkan reseptor pahit
yang umumnya ada pada bagian belakang lidah berfungsi untuk
mendorong lidah untuk memuntahkan lagi makanan (Hardjodisastro
and Sumantri, 2008).
2. Faring
Faring merupakan salurang yang panjangnya sekitar 5 inci, yang
digunakan untuk makanan dan udara. Area faring diberi nama
berdasarkan letak. Nasofaring, yang teletak di belakang rongga hidung,
dilapisi oleh epitel silindris bertingkat semu bersilia. Orofaring terletak
di belakang rongga oral dan dilapisi oleh epitel skuamosa bertingkat.
Laringofaring memliki lapisan yang sama dan terletak tepat di bawah
epiglotis (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Di mulut, lidah mengangkat dan memindahkan bolus makanan,
mencampurnya dengan saliva. Proses menelan makanan di awal
bersifat volunter. Lidah mendorong bolus ke faring, tempat pergerakan
makanan menjadi involunter. Kontraksi faring mendorong makanan ke
dalam esofagus muskular. Seluruh saluran cerna, termasuk faring,
dilapisi dengan membran mukosa. Otot polos mengirimkan makanan
ke seluruh saluran GI dengan gelombang kontraksi yang disebut
peristaltis (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
3. Esofagus
Antara orofaring dan esofagus terdapat sfingter esofagus bagian atas.
Fungsi esofagus melanjutkan makanan halus ke lambung, esofagus
bagian tengah ada pada rongga dada sedangkan beberapa sentimeter
terdapat pada rongga abdomen. Antara esofagus dan lambung terdapat
sfingter bagian bawah. Mukosa esofagus terdiri epitel skuamosa seperti
kulit tetapi tanpa keratinisasi. Mukosa esofagus menekskresikan cairan
dan semacam lendir untuk melicinkan permukaan sehingga bolus
makanan turun lancar pada permukaan mukosa yang licin. Fungsi
esofagus semata-mata melanjutkan makanan ke lambung. Proses
peristaltik bermula dari proses menelan (Hardjodisastro and Sumantri,
2008).
4. Lambung
Lambung disebut juga gaster, secara anatomis berupa kantong di
bawah diafragma. Berbagai fungsi lambung dapat disebut disini, yakni
1). menampung makanan 2). melumatkan dan mencerna makanan 3).
melanjutkan makanan 4). sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme
berbahaya melalui sekresi asam lambung dan juga 5). fungsi endokrin.
Fungsi pencernaan dilakukan dengan mengaduk, melumatkan seolah-
olah digiling menjadi adonan homogen yang lunak sampai cair.
Fungsinya adalah agar bolus makanan mudah dilanjutkan melalui
sfingter pilorus, mudah dicerna oleh usus kecil dan juga supaya zat
nutrien serta air mudah diabsorbsi (Hardjodisastro and Sumantri,
2008).
Fungsi menampung/reservoir dan melumatkan kemudian melanjutkan
makanan menimbulkan konsep waktu pengosongan lambung [gastric
emptying time). Konsep waktu pengosongan lambung ini penting
dipahami, terutama berkaitan dengan gangguan motilitas dan retensi
makanan pada lambung (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Pengosongan lambung berlangsung atas kontraksi lambung yang pada
garis besarnya 2 jenis kontraksi, yang pertama berasal dari lanjutan
peristalis esofagus, kedua berasal dari kontraksi dari pacemaker
kontraksi lambung yang berada pada fundus. Tentang adanya
pacemaker intrinsic pada lambung ini masih belum ada kesepakatan
atau masih dalam hipotesis. Sebagai dasar adanya hipotesi pacemaker
lambung adalah adanya kontraksi tanpa ada proses menelan, misalnya
saat tidur (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
5. Duodenum
Secara makro anatomi (gross anatomy) duodenum terdiri atas 4
segmen yaitu segmen proksimal mulai dari pylorus, bulbus duodeni
sampai masuk ke retroperitoneal, segmen kedua yang terletak pada
retroperitoneal dan segmen ketiga yaitu setelah keluar dari
retroperitoneal berjalan horizontal {pars horizontal duodeni) dan
segmen ke empat yaitu saat duodenum mendaki ke atas sampai ke
ligamentum Treitz (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Pemahaman ini untuk memperbaiki kekeliruan bahwa duodenum itu
hanya bulbus, pasca bulbus dan pars desenden. Karena itulah harus
dipahami bahwa pada duodenum sudah ada digesti dan absorbsi.
Pada duodenum sudah terdapat absorbsi air, glukosa, Fe(zat besi),
kalsium, magnesium, gliserol, asam lemak, asam amino, vitamin,
natrium dan magnesium (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Dari aspek gastroenterologi klinik yang pertama adalah adanya papila
vateri sebagai muara dua buah saluran yaitu saluran empedu dan
saluran pankreas. Adonan makanan dari lambung merangsang
duodenum mensekresi hormon sekretin dan kolesistokinin yang
merangsang vesika felea dan pankreas menyalurkan cairan empedu dan
cairan pankreas. Cairan empedu untuk membuat emulsi lemak
sehingga mudah dicerna oleh lipase pankreas. Cairan empedu dan
cairan pankreas dalam 24 jam berjumlah 2000 cc. Cairan pankreas
mengandung lipase yang mencerna lemak, amilase yang mencern
amilum (karbohidrat) dan protease yang mencerna protein
(Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Cairan pankreas dan cairan empedu bersifat basa yang kemudian
menetralkan HCl, dengan demikian cairan makanan dalam jejunum
sudah bersifat netral dengan ph = 7 (Hardjodisastro and Sumantri,
2008).
6. Jejunum dan Ileum
Jejunum dan ileum merupakan organ saluran cema yang paling
panjang, berfungsi digesti dan absorbsi sekaligus serta hanya ada
perbedaan sedikit antara jejunum dan ileum, karena itu dibahas
bersamaan atau terintegrasi. Ileum berakhir pada valvula Boumannii
(ileocaecal valve).
Pada Jejunum dan ileum terjadi digesti dan absorbsi semua nutrient
Perlu dijelaskan disini bahwa sel mukosa jejunum dan ileum juga
mensekresi enzim dipeptidase dan juga lipase, dengan demikian semua
substrat nutrisi menjadi molekul tunggal yang siap untuk diabsorbsi.
Yang perlu dicatat disini adalah ileum terminalis memiliki fungsi
spesifik yaitu absorbsi asam empedu dan vitamin B12. Asam empedu
diabsorbsi masuk ke sistem vena porta kembali ke hati untuk
disekresikan kembali untuk jadi cairan empedu. Siklus ini disebut
siklus entero- hepatik asam empedu (Hardjodisastro and Sumantri,
2008).
Pemahaman ini penting bila kita mendapati pasien dengan penyakit
Crohn's (Ileitis terminalis) atau pasien pasca hemi kolektomi dekstra
yaitu reseksi sekum dan kolon asendens karena kanker kolon. Pada
kasus ini dengan sendirinya tidak ada absorbsi asam empedu dan
vitamin B12, karena itu pengaturan nutrisi harus rendah lemak dan
diperlukan suplementasi garam empedu dan vitamin B12, bila perlu
diberi suntikan vitamin B12 secara berkala (Hardjodisastro and
Sumantri, 2008).
7. Sekum dan Apendiks
Bagian pertama usus besar adalah sekum, kantong buntu yang
panjangnya sekitar 5-7,6 cm. Penonojolan sekum seperti jari kecil
adalah apendiks vermiformis (berbentuk cacing), yang juga dikenal
dengan apendiks, yang tidak diketahui fungsinya (Hardjodisastro and
Sumantri, 2008).
8. Kolon
Kolon merupakan segmen terakhir saluran cerna dimulai dari
appendiks, sekum dan valvula Boumannii sampai anus. Secara makro
anatomi terdiri atas sekum yang letaknya intraperitoneal, kolon
asendens yang retro peritoneal, kolon transversum mulai dari fleksura
hepatika ke fleksura lienalis yang letaknya intra peritoneal lalu kolon
sigmoid yang letaknya intra peritoneal dan rektum yang retroperitoneal
lalu anus. Pemahaman topografis ini penting berkaitan dengan proses
kolonoskopi, yang biasanya timbul kesulitan bila melewati perbatasan
intra ke retroperitoneal (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
Ada berbagai fungsi kolon yaitu pertama absorbsi air dan elektrolit,
kedua pembentukan feses yaitu proses pembusukan (putresifikasi),
ketiga pemadatan dan ke empat reservoir feses agar dapat dikeluarkan
pada saat yang tepat sesuai kebiasaan yaitu biasanya pagi hari setelah
bangun tidur. Di dalam kolon tidak lagi terjadi proses digesti hanya
absorbsi air dan elektrolit seperti disebut di depan. Selain absorbsi air
dan elektrolit, terdapat pula absorbsi glukosa oleh mukosa kolon
(Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
9. Rektum dan Anus
Rektum yang memiliki panjang sekitar 12,7 cm dan berakhir di saluran
anus, bagian terminal (ujung) usus besar yang memiliki panjang sekitar
2,54- 3,8 cm. Produk sampah diekskresi (egesti) melalui lubang ke
arah luar (ansu), yang dijaga oleh otot sfingter internak dan eksternal.
Sfingter eksternal berada dalam kendali individu dan dapat secara
volunter kontraksi dan relaksasi (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
b. Organ Aksesori
1. Hati
Hati adalah organ glandular terbesar tubuh, terletak tepat di bawah
diafragma pada kuadran kanan atas rongga abdomen. Hati menerima
suplai darah dari arteri hepatika dan dibagi menjadi dua lobus mayor
dan dua lobus minor. Pada manusia, hati memiliki berat sekitar 1,36 kg
dan menyerupai hati anak sapi dalam warna dan teksturnya. Hati
berperan penting dalam seluruh fungsi tubuh sehingga sesorang tidak
dapat hidup lama jika hati mengalami penyakit atau cedera berat
(Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
2. Kantung Empedu
Kantung empedu meurpakan kantonh muskular dengan panjang 7,5-10
cm. Kandung empedu menyerupai pir kecil dan terletak di permukaan
bawah hati. Fungsi utama kantung empedu adalah menyimpan dan
melepaskan empedu sesuai kebutuhan di usus halus untuk emulsifikasi
lemak (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
3. Pankreas
Pankreas merupakan organ glandular panjang yang berbentuk
menyerupai ikan yang panjangnya sekitar 15 cm dan terletak
dibelakang lambung. Fungsi organ ini adalah sebagai kelejar endokrin
dan kelenjar eksokrin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas menyekresi
hormon insulin, glukagon, dan somatostatin ke dalam aliran darah
untuk membantu mengatur kadar gula darah. Fungsi eksokrin pankreas
adalah mengahsilkan getah pankreas, yang dicapai oleh sel asinar. Sel
asinar menyekresi tiga enzim utama yang membantu dalam pencernaan
yaitu, amilase, tripsin, dan lipase (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).

Gambar 4 Organ Aksesori Sistem Pencernaan

C. Patofisiologi dan Pathway


Penyebabnya antara lain infeksi (radang usus buntu, divertikulitis) dan obstruksi
(radang usus buntu, kolesistitis). Kelainan anatomi termasuk malrotasi usus. Usia
dikaitkan dengan beberapa penyakit: pasien yang lebih tua lebih mungkin mengalami
divertikulitis, kolesistitis, dan kegawatdaruratan pembuluh darah (Patterson, Kashyap
and Dominique, 2023).
Presentasi klasik apendisitis, kolesistitis, pankreatitis, dan divertikulitis, sebagian
besar merupakan hasil dari persarafan ganda pada perut, baik viseral maupun somatik.
Saraf visceral adalah bagian dari sistem saraf otonom dan mempersarafi organ dalam.
Saraf ini sensitif terhadap distensi mekanis, peradangan, iskemia, dan kontraksi otot
polos yang intens yang terlihat pada kolik. Rasa sakitnya sering kali berada di garis
tengah, terlokalisasi dengan buruk, dalam, dan tumpul. Nyeri dari struktur foregut
embrionik seperti lambung, hati, pankreas, dan kandung empedu menjalar ke
epigastrium. Struktur usus tengah, usus halus, dan usus buntu, ke area periumbilikalis
dan usus belakang, usus besar dan rektum, ke perut bagian bawah. Saraf sensorik
somatik memberikan sensasi pada peritoneum parietal. Nyeri somatik lebih tajam dan
terlokalisasi dengan lebih baik. Nyeri somatik menunjukkan adanya iritasi
peritoneum. Contohnya adalah rasa sakit di atas titik McBurney ketika usus buntu
yang meradang atau pecah mengiritasi peritoneum parietal. Karena serabut saraf
aferen viseral dan somatik berbagi segmen sumsum tulang belakang, nyeri viseral
dapat dirasakan sebagai nyeri yang dirujuk dari distribusi somatik (Patterson,
Kashyap and Dominique, 2023).
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Semua pasien dengan nyeri abdomen akut harus dilakukan pemeriksaan darah
perifer lengkat, dengan hitung jenis dan urinalisis. Pemeriksaan elektrolit
serum, ureum, kreatinin dan kadar glukosa darah berguna untuk menilai
keadaan status cairan dan asam basa pasien, fungsi ginjal dan keadaan
metabolik. Pemeriksaan kehamilan baik urin ataupun serum harus dilakukan
pada semua wanita usia subur dengan nyeri abdomen. Pemeriksaan
biokimiawi hati dan kadar amilase serum harus diperiksan pada pasien dengan
nyeri abdomen atas atau dengan ikterus (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
b. Pemeriksaan Foto Dada dan Abdomen Tiga Posisi
Rontgen dada dan abdomen tiga posisi harus diperiksa secara rutin, kecuali
diagnosisnya jelas (misal appendisitis). Udara bebas intraperitoneal,
menandakan adanya perforasi viskus dapat terlihat pada keduanya.
Pemeriksaan rontgen abdomen juga dapat memberikan informasi mengenai
pola gas usus (misal obstruksi intestinal), edema dan pneumatosis dinding,
struktur retroperitoneal (misal kalsifikasi pankreatik), struktur tulang (misal
fraktur, metastasis tulang) (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
c. Pemeriksaan Ultrasound
Pemeriksaan dengan FAST (focused abdominal ultrasound testing) merupakan
suatu pemeriksaan klinis yang cepat dan dapat diandalkan untuk mendeteksi
adanya cairan pada rongga abdomen. Meskipun guna utamanya adalah untuk
evaluasi pasien trauma, pemeriksaan ini juga membantu dalam diagnosis pada
semua keadaan yang menyebabkan cairan bebas intraperitoneal. Meskipun
bukan merupakan bagian dari pemeriksaan FAST formal, pencitraan aorta
dapat ditambahkan, sehingga memungkinkan penilaian cepat akan adanya
aneurisma aorta (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).
d. Pemeriksaan CT-scan
Perkembangan pemeriksaan pemindaian tomografi terkomputerisasi
(computed tomography/CT) helikal laju cepat telah merevolusi evaluasi nyeri
abdomen akut. Pada banyak kondisi, seperti apendisitis, pemindaian CT
mampu mengeliminasi hampir semua ketidakpastian diagnostik. Pemeriksaan
CT-scan negatif pada nyeri abdomen akut mempunyai nilai tinggi dalam
menyingkirkan beberapa kelainan umum (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).

Gambar 5 Pemeriksaan Penunjang Akut Abdomen


E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus memenuhi kaidah holistik, komprehensif dan integratif
menyangkut nutrisi, cairan dan elektrolit termasuk keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Masing-masing terapi spesifik dapat dilihat pada bab yang sesuai dengan
etiologi dari nyeri abdomen akut. Beberapa prinsip yang perlu ditekankan pada
penatalaksanaan pasien dengan nyeri abdomen akut adalah:
a. Stabilkan keadaan saluran napas (airway), pernapasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation)
b. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sesuai.
c. Lakukan pemeriksaan diagnostik yang sesuai untuk menentukan terapi
empiris, simtomatik atau definitif.
d. Kolaborasi pemberian analgesik yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
rasa aman dan nyaman pasien (Hardjodisastro and Sumantri, 2008).

F. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Berkaitan Dengan Acute Abdomen


Suspect Ileus; Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman
Kebutuhan rasa aman dan nyaman merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang bersifat subjektif, dimana manusia perlu merasakan aman sebagai
sesuatu kebutuhan untuk mendorong manusia memperoleh ketentraman, kepastian,
dan keteraturan dari keadaan lingkungan yang dijalani, agar bebas dari cedera fisik
dan psikologis. Selain itu perlu juga merasa nyaman akan kebutuhan dasar manusia
yang terpenuhi, seperti ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
pengalaman sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), serta transeden
(keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri) (Potter and Perry,
2006)
a. Prinsip kebutuhan rasa aman dan nyaman
Kebutuhan rasa aman dan nyaman memiliki 4 aspek sebagai prinsipnya, yaitu:
a) Fisik, berhubungan dengan sensasi yang tubuh
b) Sosial, berhunungan dengan hubungan interpersonal keluarga dan sosial
c) Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan)
d) Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alamiah
lainnya
b. Faktor yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman
a) Emosi
Kondisi psikis dengan kecemasan, depresi, dan marah akan mudah
mempengaruhi keamanan dan kenyamanan. Status emosi yang ekstrim
dapat mengganggu kemampuan klien menerima bahaya lingkungan.
Contohnya situasi penuh stres dapat menurunkan konsentrasi dan
menurunkan kepekaan pada stimulus eksternal. Klien dengan depresi
cenderung lambat berfikir dan bereaksi terhadap stimulus lingkungan.
b) Status Mobilisasi
Klien dengan kerusakan mobilitas akibat paralis, kelemahan otot, gangguan
keseimbangan/koordinasi memiliki risiko untuk terjadinya cidera.
c) Gangguan Persepsi Sensori
Adanya gangguan persepsi sensori akan mempengaruhi adaptasi terhadap
rangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan penglihatan.
Sensori persepsi yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat penting
bagi kemananan seseorang. Klien dengan gangguan persepsi rasa,
dengar, raba, cium, dan lihat, memiliki risiko tinggi untuk cidera.
d) Tingkat kesadaran
Kesadaran adalah kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan, reaksi
tubuh dan berespon tepat melalui proses berfikir dan tindakan.
e) Keadaan Imunitas
Daya tahan tubuh kurang memudahkan terserang penyakit
f) Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi dapat menimbulkan informasi tidak diterima dengan
baik. Klien dengan penurunan kemampuan untuk menerima dan
mengemukakan informasi juga berisiko untuk cidera. Klien afasia, klien
dengan keterbatasan bahasa, dan klien yang buta huruf, atau tidak bisa
mengartikan simbol-simbol tanda bahaya.
g) Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat beresiko terhadap
penyakit tertentu.
h) Usia
Ini erat kaitannya dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
individu. Anak-anak biasanya belum mengetahui tingkat kebahayaan dari
suatu lingkungan yang dapat menyebabkan cedera pada mereka. Sedangkan
lansia umumnya akan mengalami penurunan sejumlah fungsi organ yang
dapat 6 menghambat kemampuan mereka untuk melindungi diri, salah
satunya adalah kemampuan persepsi-sensorik. Anak-anak juga cenderung
memiliki toleransi yang lebih rendah jika berkaitan dengan kenyamanan.

c. Gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman pada pasien Acute Abdomen
Suspect Ileus
Gangguan rasa nyaman merupakan salah satu diagnosis keperawatan yang
didefinisikan sebagai perasaan kurang senang, lega, dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosial (PPNI, 2017). Pada kasus
Acute Abdomen Suspect Ileus, pasien dapat mengalami gangguan rasa nyaman
serta nyeri akibat inflamsi, perforasi, dan iskemi yang disebabkan oleh adanya
ahgen pencedera fisiologis. Ketidaknyamanan akan dirasakan pasien karena
proses peradanagn yang terjadi seperti, nyeri, begah, mual dan muntah. Nyeri
akut pada pasien juga dapat terjadi, dimana kerusakan jaringan aktual serta
fungsional yang dialami oleh pasien akan mengakibatkan pasien mengalami
pengalaman sensorik serta emosional terhadap prosedur tersebut.

d. Jenis gangguan rasa aman dan nyaman


a) Nyeri akut
Nyeri akut merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
a. Penyebab
Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, neoplasma), Agen
pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan), Agen pencedera
fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, Latihan fisik berlebihan).
b. Gejala dan tanda

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersifat protektif (misalnya
waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
Tidak ditemukan data subjektif 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

b) Nyeri kronis
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan keruskan
jaringan aktual tau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3
bulan.
a. Penyebab
Kondisi muskuloskeletal kronis, Kerusakn sistem saraf, Penekanan
saraf, Infiltrasi tumor, Ketidakseimbangan neurotransmiter,
neuromodulator, dan reseptor, Gangguan imuntas (mis. neuropati terkait
HIV, virus varicella-zoster), Gangguan fungsi metabolic, Riwayat posisi
kerja statis, Peningkatan indeks massa tubuh, kondisi pasca trauma,
Tekanan emosional, Riwayat penganiayaan (mis. fisik, psikologis,
seksual), Riwayat penyalahgunaan obat/zat.

b. Gejala dan tanda

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Merasa depresi (tertekan) 2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan
aktivitas
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Merasa takut mengalami cedera 1. Bersikap protektif (mis. posisi
berulang menghindari nyeri)
2. Waspada
3. Pola tidur berubah
4. Anoreksia
5. Fokus menyempit
6. Berfokus pada disi sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Floch, M. et al. (2010) Netter’s Gastroenterology. 2nd edn. Philadelphia: Elsevier. doi:
10.1097/01.mcg.0000177247.38506.b2.
Griffiths, M. (2012) Crash Course Gastrointestinal System. 4th edn. Philadelphia: Mosby
Elsevier.
Hardjodisastro, D. and Sumantri, S. (2008) ‘Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna’, in Buku
Ajar Gastroenterologi. Pertama. Jakarta: Interna Publisihing, pp. 1–17.
Patterson, J. W., Kashyap, S. and Dominique, E. (2023) Acute Abdomen, StatPearls
Publishing. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459328/.
Potter, P. and Perry, A. (2006) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan
Praktik. 4th edn. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai