Anda di halaman 1dari 10

Politik Pemerintahan Asia Tenggara

Studi Kasus: Timor Leste

Disusun oleh :
1. Nasyaza Aqillah Afifah Dilan 201810360311428
2. Nadiva Surya Pangesticha 201810360311437
3. Osvaldo Muhammad 201810360311448
4. Safa Lailain Salsabilla 201810360311452
5. Nurul Fahriyah 201810360311455
6. Syuhada Bahri 201810360311472

Jurusan Hubungan Internasional


Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
2020
TEORI DEMOKRASI
Secara umum, teori demokrasi bersifat sistematis. Menurut Huntington,
menyebarnya paham demokrasi Negara-negara didunia tidak bisa terlepas dari 3 gelombang
demokrasi itu sendiri. Disamping itu, untuk menjelaskan demokratisasi dalam sebuah
Negara, dapat dipahami dari aspek-aspek pendukungnya. Diantaranya adalah moderenitas,
pengaruh asing, varibel ekonomi, waktu, advokasi hingga kondisi sosial. Untuk
menganalisa Timor Leste sebagai sebuah Negara yang demokratis, tentulah ada proses
demokratisasi itu sendiri. Pada akhirnya kita bisa mengetahui tentang bagaimana Timor
Leste dalam usahnya mendirikan demokrasi mapan atau sebuah proses yang terkonsolidasi
kepada bangsa Timor Leste itu sendiri. 1
1. Sistem Pemerintahan dan Sistem Politik
Sistem pemerintahan yang dianut oleh Timur Leste berbentuk semi presidensial
yang maknanya presiden sebagai kepala negara dipilih berdasarkan pemungutan suara
dengan jabatan selama 5 tahun. Berdasarkan konsititusi, Timur Leste menganut sistem semi
presidensial yang memisahkan kekuasaan dengan 4 lembaga tinggi negara yaitu kepala
negara, kepala pemerintahan, majelis nasional dan lembaga peradilan. Timur Leste yang
menganut multipartai memiliki 14 partai dan 2 partai yang mendominasi posisi parlemen
adalah Fretilin dan CNRT.2
Presiden sebagai kepala negara bertugas sebagai penjamin kehormatan konstitusi
dan institusi negara lalu dapat menjadi mediator sebagai bentuk resolusi. Presiden memiliki
hak veto untuk undang-undang yang diajukan oleh pemerintah dan sudah memiliki
persetujuan dari Parlemen Nasional. Presiden adalah simbol kemerdekaan Timur Leste
serta berguna untuk menjamin kelancaran fungsi institusi demokratis, ia juga merupakan
komantan tertinggi pasukan pertahanan3.
Perdana menteri sebagai kepala pemerintahan merupakan pengawas fungsi
pemerintahan serta memimpin Dewan Menteri. Pemilihan Perdana Menteri ditunjuk oleh
partai politik yang mayoritas di legislatif nasional dan ditunjuk secara resmi oleh presiden.
Parlemen Nasional sebagai Majelis Nasional memiliki jumlah kursi sebanyak 52-65 yang
dipilih melalui pemungutan suara dengan jabatan selama 5 tahun4.
Parlemen Nasional sebagai lembaga politik tertinggi mempunyai tanggung jawab
berupa pembuatan undang-undang mengenai kebijakan dalam dan luar negeri, dan
bertujuan menetapkan sistem multipartai dan peraturan yang demokratis secara prduktif,
membuat undang-undang yang relevan dan tersusun dengan baik, memberi masukan
kepada presiden dan pemerintahan, serta memelihara komunikasi secara efisien, efektif dan
benar agar menjaga kehormatan konstitusi dan undang-undang yang sah5.

1
Ishiyama dan Breuning (2013) “Ilmu Politik Jilid I”, hal 456-466; Kencana
2
Sulasrin, and dkk. "Sistem Pemerintahan." Politik dan Pemerintahan Asia Tenggara, 2017: 4-5.
3
Ibid.
4
Ibid.
5
Ibid.
Pengadilan Republik Demokratik Timur Leste merupakan lembaga yudikatif yang
sifatnya independen, imparsial dan bebas dari pengaruh luar (Presiden,Pemerintahan dan
Parlemen juga termasuk)6.
2. Budaya Politik
Budaya Politik adalah bagaimana pandangan atau sikap suatu masyarakat terhadap
aspek-aspek politik sehingga berdampak pada pemahamannya mengenai norma dan pola
pada orientasi perpolitikan dalam berkehidupan secara umumnya. Budaya Politik terbagi
atas :
A. Budaya Politik Parokial yaitu dimana Tingkat partisipasi politik masyarakat rendah
oleh karena kurangnya pengetahuan atau sikap apatis karena ketidak sukaan terhadap
sistem yang ada
B. Budaya Politik Kaula yaitu ketika partisipasi politik yang di jalani warga negara
kebanyakan di lakukan secara pasif walau mereka masih mentaati pemerintahan yang
berlaku.
C. Budaya Politik Partisipan yaitu ketika masyarakat memiliki tingkat partisipasi yang
tinggi dalam perpolitikan baik yang di tandai oleh keikut sertaan dalam Pemilu maupun
kesadarannya akan hak dan kewajiban sebagai seorang warga negara dalam pemerintahan.
Budaya politik juga dapat di jadikan indikator dalam mengukur tingkat demokrasi di
suatu negara, negara yang menjamin hak-hak warganya tentu akan di ikuti oleh aktifnya
masyarakat partisipasi politik. Namun jika suatu negara menekan hak-hak warganya,
masyarakat cenderung akan merasa apatis terhadap perkembangan situasi politik sehingga
partisipasi dalam pemerintahan pun akan semakin kecil, hal ini terjadi karena masyarakat
merasa tidak ada gunanya berpartisipasi dalam sesuatu yang kemungkinan besar tidak akan
di tanggapi (di abaikan) dan tidak akan memberikan pengaruh pada kehidupannya. Bahkan
dalam banyak kasus mereka hanya akan di kriminalisasi.
Sesuai dengan tiga tipe Budaya politik yang telah di jabarkan sebelumnya, Masyarakat
tanah Lorosae sebagian besar dapat di katakan menganut budaya politik Partisipan. Hal ini
bisa di lihat dari bagaimana partisipasi politik yang di tunjukkan selama Pemilu yang pada
12 Mei 2018 lalu yang di ikuti oleh 784.000 orang untuk memilih 65 anggota kabinet baru,
ketika Presiden Francisco Gueterres membubarkan parlemen demi meraih keseimbangan
baru pada pemerintahan, setelah sebelumnya situasi perpolitikan di Timor Leste berada
dalam ancaman disintegritas karena munculnya dua kubu yang saling berkompetisi untuk
memperoleh kekuasaan parlemen setelah perdana menteri Mari Alkatiri memutuskan untuk
mundur di karenakan rancangan anggaran pembelanjaan negaranya di tolak oleh kabinet
oposisi.
Akan tetapi di lain sisi, Timor Leste juga memiliki masalah dengan tingginya tingkat
buta huruf dan angka kemiskinan, di mana hanya terdapat 58,3 % warganya yang melek
huruf7 dari 1,383,723 keseluruhan jumlah populasi dan sebanyak 41,8 % warganya berada
di bawah garis kemiskinan.8 Kedua faktor tersebut menjadikan sebagian warganya yang

6
Ibid.
7
UNDP (2014), “Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerabilities and Building Resilience”, Human
Development Report 2014. TABLE 9 Education | Halaman 193
8
UNDP (2014), Ibid, Table 6 multidimensional poverty index | Halaman 181
lain cenderung pasif dalam melihat jalannya roda pemerintahan yang membuat mereka
sebagai penganut Budaya politik Kaula.
3. Partai Politik Dan Kelompok Kepentingan
Di Timor Leste terdapat beberapa partai politik maupun kelompok kepentingan yang
sudah beberapa puluh tahun sebelum kemerdekaan Timor Leste. Partai politik dan
kelompok kepentingan yang ada di Timor Leste ini merupakan partai atau kelompok
kepentingan yang memiliki sejarah yang panjang dan siap untuk menempati kursi
pemerintah. Partai Fretilin (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) didirikan
pada tahun 1974/1975, partai ini merupakan partai yang banyak disukai karena telah
berjuang untuk mengambil kekuasaan setelah 24 tahun berjuang mengambil kemerdekaan.
Pada tahun 1999-2002 mulai didirikan sistem multipartai kompetitif yang berada dibawah
naungan PBB. Fretilin membentuk pemerintahan pertama setelah kemerdekaan dengan
menerapkan periode pemerintahan satu partai dengan cara de facto. Pada sebelum Pemilu
di tahun 2007, muncul partai CNRT (Conselho Nacional de Reconstrucao de Timor) yang
menjadi saingan dari partai Frentilin yang memperkenalkan multipartai.
Sistem partai formal di Timor Leste mengacu pada Majelis Konstituante pada tahun
2001 dan Undang-Undang tambahan, seperti UU No. 3/2004 mengenai Partai Politik
dengan mengakui hak pilih universal dalam multipartai. Dengan 15 partai yaitu APODETI
Pro Referendo, BRTT, CNRT, CPD-RDTL, FRETILIN, KOTA, PDC, PDM, PNT, PPT,
PSD, PST, TRABALHISTA, UDC, UDT. Dengan sistem pemilu yang mana hanya satu
daerah saja yang memiliki hak memilih di Dili. Dalam pengajuan partai politiknya harus
menyertakan setidaknya terdapat satu perempuan dalam setiap kelompok dari empat calon.
Dalam pemerintahannya terdapat 55 dari 80 kursi, FRETILIN membentuk suatu
pemerintahan dengan mayoritas tunggal melawan oposisi dari sekitar 11 Partai yang
memegang 2 atau 7 kursi. Dalam setiap pemilunya partai Fretilin dan CNRT selalu bersaing
dengan keunggulan mereka, pada tahun 2007 FRETILIN memenangkan 21 kursi dan
CNRT 18 kursi9. Dalam sudut pandang demokrasi sistem partai di Timor Leste ini sudah
baik karena adanya kebebasan dalam berpolitik walaupun terdapat hegemoni yang ada pada
partai-parainya.
Selain partai politik dan kelompok kepentingan yang ada diatas, juga terdapat beberapa
kelompok lainnya yang terbagi dalam 7 jenis, yaitu10:
1. Kelompok yang termarjinalisasi terdiri dari CPD-RDTL, Colimau 2000, dan
Sagrada Familia yang berasal dari daerah pedesaan yang merupakan tempat tinggal
dari pemimpin-pemimpinnya. Kelompok-kelompok ini ada yang terbentuk sejak
akhir tahun 1990-an dan pada awal tahun 2000-an, anggotanya sekitar beberapa ribu
anggota yang terdiri dari para orang tua, pengangguran dan petani miskin yang
berasal dari pedesaan serta sebagian besar lainnya merupakan mantan veteran yang
mengeluh mengenai pekerjaan mereka. Kelompok-kelompok ini tidak berafiliasi
pada partai politik manapun dan cenderung anti-pemerintahan dan bersifat oportunis
serta sering terlibat dalam aksi demonstrasi yang anarkis.
9
Dennis Shoesmith, “Party Systems and Factionalism in Timor-Leste,” Journal of Current Southeast Asian
Affairs 39, no. 1 (2020): 167–86, https://doi.org/10.1177/1868103419889759.
10
Small Arms Survey, “Kelompok, Gerombolan Dan Kekeran Bersenjata Di Timor-Leste,” 2009.
2. Kelompok klandestin terdiri dari 7-7, 5-5, dan Bua Malus yang berasal dari Dili dan
distrik bagian barat. Kelompok-kelompok ini terbentuk pada tahun 1980-an dan
anggotanya sekitar 4.000-6.000an yang terdiri dari para pemuda yang berusi 16-35
tahun yang berprofesi sebagi pengangguran dan anggota dari aparat keamanan, akan
tetapi pemimpinnya merupakan orang yang berusia lebih tua. Kelompok-kelompok
ini sering menyatakan sebagai kelompok netral, akan tetapi kelompok utamanya
berafilisasi dengan salah satu partai politik tertentu, dan beberapa diantaranya
pernah terlibat kegiatan pidana dan kekerasan pada tahun 2006-2007.
3. Kelompok bela diri terdiri dari PSHT, KORK, Kera Sakti, dan Kung Fu Master
yang berhubungan dengan beberapa desa-desa tertentu. Sebagian dari kelompok-
kelompok tersebut telah terbentuk sebelum Indonesia menduduki Timor Leste.
Kelompok-kelompok ini berjumlah sekitar 15-20 kelompok dan anggotanya sekitar
90.000 orang. Kelompok-kelompok ini sering menyatakan sebagai kelompok netral,
akan tetapi kelompok utamanya berafilisasi dengan salah satu partai politik tertentu,
dan beberapa kelompoknya merupakan kelompok olahraga yang sah dibawah
kepemimpinan dari partai politik untuk melakukan aksi demonstrasi yang anarkis,
sindikat kejahatan dalam kedok keamanan, pemerasan dan tidak kejahatan lainnya.
4. Kelompok barisan politik seperti MUNJ yang berdomisili di Dili dan terbentuk
sekitar tahun 2006-2007. Kelompok ini dipimpin oleh orang yang lebih tua dan
memiliki pekerjaan serta berada di golongan kelas menengah. Kelompok ini sering
dimanfaatkan oleh elite politik yang beroposisi untuk memancing aksi demonstrasi
dari para pemudanya dan memiliki hubungan dengan gerombolan.
5. Gerombolan terdiri dari Ameu Van Damme, Commando Gerombolan, dan Pasar
Comoro yang berdomisili di Dili, pinggiran kota yang didominasi oleh pendatang
pedesaan, daerah komersial utama dan pasar-pasar. Beberapa diantaranya terbentuk
sebelum tahun 1999 dan beberapa diantaranya lagi terbentuk setelah tahun 2000.
Anggota dari kelompok ini berkisar remaja hingga awal 20-an dan jumlah
anggotanya berkisar antara puluhan hingga ratusan orang. Kelompok ini
dimanfaatkan oleh elite politik dan bisnis untuk melakukan tindak kejahatan seperti
intimidasi hingga pembunuhan.
6. Kelompok pemuda terdiri dari Slebor, Green Villa Blok M, Aqui Jazz, dan Predator
yang banyak terdapatnya di Dili yang anggotanya didominasi oleh pendatang dari
pedesaan. Sebagian besar dari kelompok-kelompok ini dibentuk pada tahun 1980-an
dan gerombolannya baru terbentuk pada tahun 2006-2007. Anggota dari kelompok
ini terdiri dari remaja hingga usia 20-an yang berjenis kelamin perempuan dan laki-
laki dari tingkat sosial manapun namun sebagian besarnya merupakan remaja laki-
laki yang pengangguran. Kelompok-kelompok ini biasanya tidak berafiliasi pada
partai politik manapun dan terkadang bersikap anarkis.
7. Kelompok keamanan tidak formal terdiri dari para pemohon petisi, kelompok
Railos, dan Isolados yang berasal dari pedesaan di dataran tiggi barat khususnya di
wilayah perbatasan. Kelompok-kelompok ini terbentuk sejal pasca-kemerdekaan
yang kebanyakan pada akhir periode di tahun 2005-2007 yang anggotanya sebagian
besarnya adalahnya veteran dan mantan serdadu F-FDTL serta polisi yang
berjumlah ratusan yang terbagi menjadi puluhan orang di setiap kelompoknya.
Kelompok-kelompok ini merupakan kelompok anti-pemerintah yang tidak
berafiliasi pada partai politik manapun dan bersifat oportunis dengan keluhan
utamanya adalah pekerjaan. Kelompok-kelompok ini sempat dibubarkan, kemudian
dalam waktu singkat menyatu kembali.

4. Pelembagaan Negara dan Demokrasi di Timor Leste


Jauh sebelumnya wilayah Timor Timur ini telah bercerai berai karena rentannya
politik devide et impera mengakibatkan Portugal mampu menguasai di wilayah tersebut
selama 450 tahun. Pada tanggal 25 April 1974 terjadinya revolusi dan mengakibatkan
terjadinya pergantian rezim pemerintahan. Kebijakan dekolonisasi pada saat itu mulai
diterapkan. Mulai adanya gejolak keadaaan politik dalam pemerintahan dan puncaknya
pada tahun 1975 terjadinya perang saudara dan mengakibatkan kegagalan akan penerapan
dekolonisasi tersebut, dan secara tidak bertanggung jawab Portugis meninggalkan Timor
Timur. Pada saat itu adanya dua kelompok yaitu, kelompok integrasi dan kelompok pro
integrasi yang mana dua kelompok ini berbeda pendapat mengenai masa depan Timor
Timur. Keinginan dari kelompok Integrasi yang menginginkan Timo timur menjadi Negara
atau berdiri sendiri di dukung oleh banyak Negara termasuk AS dan Australia 11
Pada tahun 1999 saat itu masa kepemimpinan presiden Habibie ia membentuk
United Nations Mission In East Timor (UNAMET) yang mana UNAMET sendiri memiliki
peran untuk mengorganisasi, mengawasi, dan memfasilitasi persiapan dan pelaksanaan
referendum di Timor Timur. Pada tanggal 30 Agustus 1999 diadakan referendum di Timor
Timur, 98% warga memberikan suaranya. Pada tanggal 4 september 1999 hasil dari
referendum tersebut diumumkan, yang menghasilkan 78,5% masyarakat Timor Timur
memilih untuk merdeka, dan 21,5% nya memilih untuk tetap berintegrasi dengan Indonesia.
Setelah pengumuman hasil referendum terjadinya kekacauan / pembrrontakan di Timor
Timur. Selama dalam mengatasi kerusuhan Presiden Habibie melakukan Darurat Militer di
Timor Timur. Untuk meredakan para perusuh / pembrontak pada tanggal 16 September
1999 masuk pasukan International Force for East Timor (INTERFET) yang mengambil alih
tanggung jawab keamanan di Timor Timur bekerjasama dengan TNI melakukan patrol
bersama 12
Dalam mempersiapkan kemerdekaannya pada tanggal 7 Agustus 2000 dibentuknya
East Timor Transitional Administration (ETTA) oleh UNTAET yaitu pemerintahan
11
Srie Sunarisasi, “JAJAK PENDAPAT DI TIMOR TIMUR PASCA JAJAK PENDAPAT DI TIMOR TIMUR ( Peradilan
HAM Ad Hoc Timor Timur ),” 2008.
12
Jerry Indrawan, “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Di Timor Timur Sebelum
Kemerdekaannya Dari Indonesia,” Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional UNPAR 11, no. 2 (2015): 97501,
https://doi.org/10.26593/jihi.v11i2.1616.%p.
peralihan Timor Timur. Dalam portofolio bidang Luar Negeri cabinet ETTA terdiri dari
Sembilan menteri, empat dari pihak UNTAET dan lima dari Timor Timur, langkah ini
bermaksud untuk memulihkan kondisi keadaan di Timor Timur. Baik dalam prasarana yang
rusak dan untuk mengembangkan ekonomi yang stagnan, tetapi yang paling penting yaitu
untuk menggerakkan roda pemerintahan itu sendiri.
Terhitung pada tanggal 14 juli 2001, Selama Sembilan bulan Badan legislative di
Timor Timur menjalankan peran dan fungsinya dan dibubarkan saat menjelang mulainya
periode kampanye partai-partai politik pemilihan umum. Kampanye di mulai pada tanggal
15 juli 2001 hingga 28 agustus 2001 dan berjalan dengan aman. Pada tanggal 30 Agustus
2001 Timor Timur melakukan pemilihan umum anggota Majelis Konstituante dengan 16
partai dan 88 anggota Majelis Konstituante di pilih dengan menggunakan sistem campuran.
Hasilnya Fretilin menang dan menduduki 55 dari 88 kursi. Sistem pemerintahan yang
dianut Timor Timur tidak jauh dari pola konstitusi dari Portugal, yaitu Perdana Menteri
Sebagai kepala pemerintahan dan Presiden sebagai kepala Negara.
Pada tanggal 14 April 2002 pemilihan presiden pertama kali diadakan di Timor
Timur. Proses pemilihan berlangsung aman dan damai. Hanya ada dua kandidat dalam
pemilu saat itu. Kandidat pertama yaitu Francisco Xavier do Amaral dan Xanana Gusmao.
Dalam pemilihan umum tersebut Xanana Gusmao unguul dengan suara sebanyak 82,69%
sedangkan Francisco Xavier do mendapatkan 17,31% suara. Pada tanggal 20 Mei 2002
kemerdekaan Timor Timur diproklamirkan yang mana dihadri oleh beberapa pemimpin
dunia seperti senator Hillary Clinton, Presiden RI Megawati Soekarnoputri, sekertaris
Jendral PBB dan juga dihadiri 200.000 rakyat Timor Timur, selain itu juga dilakukannya
pengambilan sumpah kepada presiden terpilih yaitu Xanana Gusmao 13
Timor Leste merupakan Negara yang menganut ideologi demokrasi. Timor Leste
menganut paham demokrasi dalam membentuk pemerintahan dan konstitusinya. Demokrasi
merupakan bentuk atau mekanisme dalam sistem pemerintahan suatu Negara. Kepala
Negara adalah presiden yang mana dipilih setiap 5 tahun sekali. Dalam sebuah upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat untuk menjalankan pemerintahan Negara tersebut, terdapat
beberapa cabinet pemerintahan seperti Presiden sebagai kepala Negara, Perdana Menteri
dan Wakil perdana menteri, sekretaris Negara, Timor-Leste National Police (PNTL), Timor
Leste National Force (F-FDTL), pengadilan, Ombudsman, Office of the Public Defender.14
Timur Leste bernama lengkap Republik Demokrasi Timur Leste. Diawal
pendiriannya, Negara ini telah mengusung usaha untuk menjadi Negara yang demokatis.
Ditujukkan dengan adanya proses pembuatan konstitusi yang mengusun gagasan
demokratisasi. Disamping itu, Pelaksanaan teknis pemilu di Timor Leste dilakukan dengan
mewajibkan pemilih untuk mengikuti pemilu. Beberapa manfaat kebijakan tersebut
diantaranya adalah kesadaran politik meningkat, menghemat biaya dan waktu tanpa adanya
pendaftaran ulang serta menurunkan angka manipulasi data oleh Negara.15

13
Amelia Yulivania Senudin et al., “Plagiat Merupakan Tindakan Tidak Terpuji 2,” Asuhan Kebidanan Ibu
Hamil 53, no. 9 (2016): 64.
14
https://kemlu.go.id/dili/id/pages/susunan_kabinet_timor-leste/1750/etc-menu
15
Randall Garrison and Randall Garrison, “THE ROLE OF CONSTITUTION-BUILDING PROCESSES Case Study,”
no. Dcm (2005): 0–37.
Timor Leste merupakan Negara yang berada dibawah kendali pemerintahan sipil.
Untuk menjalankan demokratisasi, Negara ini pun telah melakukan pengurangan tendensi
terhadap peran militer dalam perpolitikan dalam Negara. Kebijakan strategis ini telah
berlaku sejak RDTL mulai berdiri sebagai Negara yang demokratis. Dalam membangun
sebuah system politik yang demokratis menggunakan pemerintahan yang semi presidensial,
Negara kemudian menghadapi dua perbedaan kepentingan. Dikubu elit sipil, mereka
menetapkan milter sebagai bagian dari bidang pertahanan karena adanya kebijakan
subordinasi kekuasaaan. Namun dikubu para tokoh petinggi militer, mereka menginginkan
kekuasaan penting dalam hirarki pemerintahan pasca-kemerdekaan. 16
Sedangkan dari sisi Desentraslisasi, Praktik Demokrasi di Timor Leste memilih
pembentukan otonomi daerah yang mengarah pada efektivitas struktur (pola maksimal). Isu
ini mengarah pada tinggi dan rendahnya kadar demokrasi lokal di sebuah Negara. Pilihan
pola maksimal yang dianut oleh pemerintah daerah nantinya akan memiliki perbedaan
kepentingan seiring dengan pergantian kabinet. Namun, lambatnya implementasi konstitusi
tentang desentralisasi ini memunculkan tututan dari rakyat disamping berkurangkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan wilayah. Sehingga untuk menerapkan prinsip
dari rakyat, harus dibentuk lembaga demokrasi lokal untuk memrepresentasikan adanya
kepentingan setiap publik disetiap daerah yang diusahakan menurut tahapan-tahapan
tertentu. 17

16
Ismael & Armaidy (2012), “Peran Strategis Kememimpinan sipil dalam pemerintahan semi presidensial
dan implikasinya terhadap pembangunan sektor keamanan nasional”
https://jurnal.ugm.ac.id/jkn/article/download/22687/15090
17
Lucio Borromeo De Araujo and Siti Rochmah, “Dinamika Pembuatan Kebijakan Desentralisasi Di Timor-
Leste Dynamics of Decentralization Policy Development In Timor-Leste” 16, no. 1 (2013): 52–64.
Daftar Pustaka

Araujo, Lucio Borromeo De, and Siti Rochmah. “Dinamika Pembuatan Kebijakan
Desentralisasi Di Timor-Leste Dynamics of Decentralization Policy Development In
Timor-Leste” 16, no. 1 (2013): 52–64.

Garrison, Randall, and Randall Garrison. “THE ROLE OF CONSTITUTION-BUILDING


PROCESSES Case Study,” no. Dcm (2005): 0–37.

Indrawan, Jerry. “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Di Timor Timur


Sebelum Kemerdekaannya Dari Indonesia.” Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
UNPAR 11, no. 2 (2015): 97501. https://doi.org/10.26593/jihi.v11i2.1616.%p.

Senudin, Amelia Yulivania, Raihana, Brian Carl, skripsi bab 2, ‫ید دانش‬RR‫فرش‬, Universitas
Putra, Indonesia Yptk, et al. “Plagiat Merupakan Tindakan Tidak Terpuji 2.” Asuhan
Kebidanan Ibu Hamil 53, no. 9 (2016): 64.

Shoesmith, Dennis. “Party Systems and Factionalism in Timor-Leste.” Journal of Current


Southeast Asian Affairs 39, no. 1 (2020): 167–86.
https://doi.org/10.1177/1868103419889759.

Sunarisasi, Srie. “JAJAK PENDAPAT DI TIMOR TIMUR PASCA JAJAK PENDAPAT


DI TIMOR TIMUR ( Peradilan HAM Ad Hoc Timor Timur ),” 2008.

https://kemlu.go.id/dili/id/pages/susunan_kabinet_timor-leste/1750/etc-menu

Sulasrin, and dkk. "Sistem Pemerintahan." Politik dan Pemerintahan Asia Tenggara, 2017:
4-5.

Ismael & Armaidy (2012), “Peran Strategis Kememimpinan sipil dalam pemerintahan
semi presidensial dan implikasinya terhadap pembangunan sektor keamanan
nasional” https://jurnal.ugm.ac.id/jkn/article/download/22687/15090

- Riyanto, Astim (2006). Budaya Politik Indonesia.Universitas Pendidikan Indonesia.


Bandung.

- Ludvigsson, Karin (2008). Democracy in Timor-Leste. STVK01 Autumn 08. Department


of Political Science. Lund University. Lund

- World Bank Group (2014). Timor-leste systematic country diagnostic : Pathways For A
New Economy And Sustainable Livelihoods.

- UNDP (2014). “Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerabilities and Building


Resilience”. Human Development Report 2014.

Small Arms Survey. “Kelompok, Gerombolan Dan Kekeran Bersenjata Di Timor-Leste,”


2009.

Anda mungkin juga menyukai