Dosen Pengampu :
Dra. Sri Dadi, M.Pd
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Semester/Kelas : 4/D
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Makalah Pengelolaan Lingkungan Hidup ini disusun guna memenuhi tugas dari Ibu
Dra. Sri Dadi, M.Pd. pada mata kuliah Konsep Dasar Ilmu Ekonomi dan Geografi. Selain itu,
kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Sri Dadi, M.Pd.
selaku dosen mata kuliah Konsep Dasar Ilmu Ekonomi dan Geografi. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 7
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
2.1 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup ?
b. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk Kelestarian dan Keseimbangan Lingkungan ?
c. Bagaimana Pandangan Holistik terhadap Lingkungan ?
3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Untuk mengetahui Bagaimana upaya yang dilakukan untuk Kelestarian dan
Keseimbangan Lingkungan.
3. Untuk mengetahui Bagaimana Pandangan Holistik terhadap Lingkungan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
10
Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka
melestarikan lingkungan hidup.
C. PANDANGAN HOLISTIK
Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya menjadi bagian penting
kebudayaan manusia yang mengandung nilai-nilai tertentu. Dengan demikian
pengelolaan lingkungan merupakan pula bagian kebudayaan manusia. Keserasian
merupakan unsur pokok dalam kebudayaan kita Kita diajar untuk hidup serasi dengan
alam sekitar kita, dengan sesama manusia dan dengan Tuhan YME. Ajaran ini kita
dapatkan juga dalam kehidupan bernegara kita, yaitu di dalam GBHN. Pandangan hidup
ini mencerminkan pandangan yang holistis terhadap kehidupan kita, yaitu bahwa
manusia adalah bagian dari lingkungan tempat hidupnya. Dalam pandangan ini sistem
sosial manusia bersama dengan sistem biogeofisik membentuk satu kesatuan yang dapat
disebut ekosistem sosiobiogeofisik. Dengan demikian manusia merupakan bagian dari
ekosistem tempat hidupnya dan bukannya hidup di luarnya. Karena manusia merupakan
bagian tak terpisahkan ekosistemnya, keselamatan dan kesejahteraannya tergantung dari
keutuhan ekosistem tempat hidupnya Jika terjadi kerusakan pada ekosistemnya, manusia
akan menderita juga. Karena itu walaupun sistem biogeofisik merupakan sumberdaya
bagi manusia, namun pemanfaatan sistem biogeofisik untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dilakukannya dengan hati- hati agar tidak terjadi kerusakan pada ekosistem.
Pandangan hidupnya bersifat ekosentris.
Berdasarkan pandangan hidup yang holistis di atas orang Jawa mempunyai ajaran
tradisional memayu ayuning bawana yang secara harfiah berarti membuat bumi cantik.
Ajaran ini didasarkan pada pengamatan bahwa manusia dan lingkungan hidupnya
merupakan satu kesatuan. Ajaran ini sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh suku Jawa
saja, melainkan suku- suku bangsa lainnya pun memilikinya dengan formulasi yang
berbeda-beda. Akan tetapi walaupun ada ajaran itu, dalam praktek ajaran itu tidaklah
selalu diterapkan. Namun di dalam masyarakat tradisional yang kontrol sosialnya masih
kuat si pelanggar akan terkena sangsi sosial.
Bahaya yang sedang kita hadapi ialah bahwa kita merasa sebagai species yang
paling kuat dan segalanya dapat dibereskan dengan teknologi. Penggunaan teknologi
memacu pertumbuhan ekonomi. Di negara maju pertumbuhan ekonomi menjadi umpan
balik untuk penelitian dan pengembangan teknologi sehingga ekonomi dan teknologi
saling memacu perkembangannya. Di negara kita pertumbuhan ekonomi barų sekedar
11
memacu untuk mencari teknologi yang makin canggih yang tersedia di pasar, tetapi tidak
atau sédikit saja memacu penelitian dan pengembangan teknologi. Dengan teknologi
yang makin canggih sistem biogeofisik.makin dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya
semaksimum mungkin untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang setinggi- tingginya.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong pula tumbuhnya pola hidup yang
konsumtif. Kekayaan materi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, misalnya
mobil sebagai alat transpor, melainkan menjadi simbol status sosial, sukses dan
modernitas. Makin banyak kekayaan materi yang dimiliki seseorang, makin tinggi
kedudukan status sosialnya serta makin sukses dan makin modern ia dianggapnya.
Karena itu makin banyak kekayaan materi, makin baik. Kekayaan materi itu tak pernah
cukup sehingga selalu harus ditambah.
Pola hidup yang konsumtif didukung pula oleh ajaran tradisional bahwa orang harus
hidup sesuai dengan kedudukan dan pangkatnya. Tidaklah pantas bagi seseorang yang
mempunyai kedudukan tinggi untuk hidup dalam rumah yang kecil dan tidak mempunyai
mobil. Tidak pantaslah baginya untuk naik bus ke kantor, apalagi berjalan kaki atau naik
sepeda ke kantor. Agar orang lain dapat melihat bahwa ia hidup dengan cara yang pantas,
kekayaan materi itu haruslah dipamerkan. Pamer kekayaan itu diperlukan üntuk
mendapatkan simbol status.
Dengan makin tinggi tingkat konsumsi manusia, makin banyak sumberdaya yang
diperlukan untuk menopang pola hidup itu. Makin tinggi tingkat konsumsi manusia,
makin banyak pula limbah yang terbentuk. Limbah itu terbentuk pada waktu
mengekstraksi sumberdaya dari alam, mengolahnya menjadi bahan baku industri,
mentranspornya ke pabrik, mengolahnya menjadi produk, mengemas dan membuang
kemasannya mengoperasikan/mengkonsumsi produk dan akhirnya pada waktu produk itu
dibuang pada akhir masa gunanya. Di Indonesia baik usahawan sebagai produsen
maupun masyarakat sebagai konsumen tidak atau sedikit usahanya untuk mengurangi
limbah karena késádaran lingkungan, kesadaran hukum dan komitmen untuk melindungi
lingkungan masih rendah. Fungsi kontrol sosial masyarakat tidak jalan. Yang protes
hanyalah anggota masyarakat yang langsung terkena pencemaran. Karena masalah yang
sama, pejabat yang mempunyai tugas mengawasi masih banyak yang mau diajak
berkolusi sehingga pengawasan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Pandangan hidup kita berpindah dari ekosentris menjadi antroposentris, yaitu sebuah
pandangan hidup yang menganggap alam diciptakan untuk kepentingan manusia.
Pandangan hidup itu bersifat eksploitatif, yaitu sistem biogeofisik adalah sumberdaya
12
yang dapat dieksploitasi semaksimal mungkin untuk mendukung pola hidup konsumtif.
Akibatnya terjadilah deplesi sumberdaya dan rusaknya fungsi ekologi lingkungan hidup
kita. Contohnya ialah penyusutan luas hutan dan kerusakan hutan yang mengakibatkan
rusaknya fungsi ekologi hutan sehingga terjadilah erosi tanah, pendangkalan sungai,
waduk, saluran irigasi dan pelabuhan, banjir, dan erosi genetik.
Yang mencemaskan ialah bahwa penyusutan luas dan rusaknya hutan nampaknya
tidak menimbulkan kerisauan yang mendalam di kalangan masyarakat luas dan terus
berjalan, walaupun ada protes dari kalangan tertentu, khususnya Lembaga Swadaya
Masyarakat. Penebangan hutan nampaknya berkaitan dengan budaya Jawa yang
mengajarkan hutan sebagai tempat hidupnya perampok, hewan buas, setan dan jin. Hutan
adalah tempat yang berbahaya dan angker. Deskripsi dalam pewayangan tentang hutan
ialah jalma mara, jalma mati (orang datang, orang mati). Hutan digunakan sebagai
simbol halangan bagi kesatria dalam perjalanannya mencari kebenaran. Karena itu dalam
budaya Jawa orang takut pada hutan sehingga babad alas (menebang hutan) dianggap
baik. Yang dapat melakukan babad alas adalah orang yang sakti saja sehingga babad alas
membawa kebanggaan. Hutan yang telah ditebang dan diubah menjadi tempat
pemukiman, sawah dan ladang menjadi reja (ramai dan bagus).
Babad alas digunakan juga sebagai kiasan bagi perbuatan pionir yang baik.
Misalnya, memelopori mendirikan sebuah. universitas disebut juga babad alas. Memang
di dalam pewayangan ada gunungan yang menggumparkan-sebuah bukit dengar hutan,
rumah dan hewan buas. Ada yang menginterpretasikan gunungan sebagai ekosistem
yang serasi. Manusia dan hewan hid up dengan damai dalam hutan. Namun ilustrasi itu
sebenarnya adalah hal yang khusus, yaitu pada waktu seorang raja atau begawan bertapa
di hutan. Persepsi umumnya ialah hutan merupakan tempat yang berbahaya. Menipisnya
lapisan ozon di stratosfer yang melindungi kita dari penyinaran sinar ultraviolet
bergelombang pendek dan terjadinya pemanasan global adalah contoh lain rusaknya
fungsi ekologi lingkungan hidup kita.
Proses kerusakan lingkungan berjalan secara progresif dan membuat lingkungan
bumi makin tidak nyaman bagi manusia, bahkan jika terus berjalan akan dapat
membuatnya tidak sesuai lagi untuk kehidupan kita. Untuk meengatasi masalah di atas
perlulah dikembangkan sumberdaya manusia (SDM) pengelolà lingkungan yang handal.
Syarat utama untuk kehandalan itu ialah bahwa SDM itu sadar lingkungan yang
berpandangan holistis, sadar hukum dan mempunyai komitmen terhadap lingkungan.
Tanpa ini, penguasäah teknologi pengelolaan lingkunganyang paling cánggih pun tidak
13
akan banyak gunanya. Bahkan dengan berkembangnya teknologi, kemampuan manusia
untuk mempengaruhi lingkungannya makin besar sehingga dengan makin
berkembangnya teknologi, kesadaran lingkungan haruslah makin tinggi.
Karena lingkungan berkaitan erat dengan kebudayaan, pengembangan SDM itu tidak
dapat dipisahkan dari kebudayaan. Dengan lain perkataan untuk pengembangan
sumberdaya yang handal itu lingkungan harus dibudayakan. Budaya antroposentris harus
diubah menjadi budaya ekosentris. Masyarakat merupakan pengelola lingkungan
sehingga kita masing-masing adalah pengelola lingkungan. Hal ini tidaklah banyak yang
menyadarinya. Jika kita dapat menyadarkan masyarakat bahwa masyarakat mempunyäi
kewajiban untuk mengelola lingkungannya dengan baik, seperti tertera dalam undang-
undang No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, kita akan mencapai kemajuan yang besar dalam pengelolaan
lingkungan. Karena itu prioritas pengembangan SDM seyogyanya diberikan pada
masyarakat umum. Kecuali jumlahnya yang besar pengembangan masyarakat menjadi
pengelola lingkungan juga merupakan hal yang strategis.
Masyarakat adalah pemasok SDM untuk guru serta pengelola lingkungan
professional di kalangan pemerintah, industri dan biro-biro konsultan. Karena itu apabila
sikap ramah terhadap lingkungan hidup dapat membudaya dalam masyarakat, budaya ini
akan terbawa ke kalangan pendidikan, pemerintah, industri dan biro-biro konsultan.
Dengan demikian kebijakan lingkungan yang digariskan oleh pemerintah juga akan
dijiwai oleh kebudayaan lingkungan tersebut. Apabila kita berhasil membuat masyarakat
berkebudayaan ramah terhadap lingkungan dan mempunyai komitmenr yang tinggi,
kontrol sosial yang kuat akan dapat berkembang. Dengan adanya kontrol sosial yang
kuat budaya malu untuk tidak ramah terhadap lingkungan akan berkembang pula.
Dengan demikian pejabat tidak mudah untuk diajak berkolusi. Para usahawan pun tidak
mudah untuk mengajak para pejabat untuk berkolusi. Dengan demikian kunci
keberhasilan adalah membudayakan sikap hidup yang ramah lingkungan.
Budaya itu haruslah dikembangkan sejak kecil dengan mendidik anak-anak untuk
bersikap ramah terhadap lingkungan. Walaupun ini nampaknya sulit, tetapi beberapa
hasil nyata telah dicapai. Misalnya, banyak anak kini tahu untuk tidak membuang
sampah di sembarang tempat, melainkan membuangnya di tempat sampah. Beberapa
contoh lain yang dapat diajarkan ialah, antara lain, mengambil makanan secukupnya saja
dan tidak berlebihan agar tidak terbuang; mengajak anak untuk berjalan kaki untuk
bepergian dalam jarak pendek sehingga mengurangi konsumsi bensin dan pencemaran;
14
menanam dan memelihara tanaman; mendaurulangkan sampah dengan membuat
kompos. Mengajar anak- anak untuk mengenal unsur lingkungan, seperti tumbuhan dan
hewan di pekarangan, angin, hujan dan petir serta bercerita atau membacakan buku yang
bermuatan budaya lingkungan pada waktu anak akan tidur adalah usaha lain untuk
membudayakan lingkungan. Hal kecil-kecil demikian, tetapi praktis dan dapat dilakukan
oleh anak-anak membuat lingkungan menjadi riil dan bukannya abstrak. Pengertian itu
akan menumbuhkan sikap ekosentris. Walaupun masing- masing sifatnya kecil, tetapi
jika jumlahnya banyak akan menjelma menjadi "sedikit-sedikit menjadi bukit".
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan lingkungan dapatlah kita artikan sebagai usaha secara sadar untuk
memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat
terpenuhi dengan sebaik - baiknya, karena persepsi tentang kebutuhan dasar, terutama
untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, tidak sama untuk semua golongan
masyarakat dan berubah- ubah dari waktu ke waktu ,pengelolaan lingkungan haruslah
bersifat lentur Dengan kelenturan itu kita berusaha untuk tidak menutup pilihan golongan
masyarakat tertentu untuk mendapatkan kebutuhan dasarnya atau menutup secara dini
pilihan kita untuk kemudian hari.
Melestarikan keserasian dan keseimbangan lingkungan berarti membuat tetap tak
berubah atau kekal keserasian dan keseimbangan lingkungan. Interaksi antara manusia
dengan lingkungan hidupnya menjadi bagian penting kebudayaan manusia yang
mengandung nilai-nilai tertentu. Dengan demikian pengelolaan lingkungan merupakan
pula bagian kebudayaan manusia. Keserasian merupakan unsur pokok dalam kebudayaan
kita Kita diajar untuk hidup serasi dengan alam sekitar kita, dengan sesama manusia dan
dengan Tuhan YME. Ajaran ini kita dapatkan juga dalam kehidupan bernegara kita, yaitu
di dalam GBHN
B. Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari
segi bentuk maupun dari segi isi. Kami menyarankan pembaca agar ikut peduli
mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang “ Pengelolaan Lingkungan
Hidup”. Makalah ini dapat membantu pembaca dalam meningkatkan pengetahuan
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sehingga dapat di terapkan dalam proses
pembelajaran.
16
DAFTAR PUSTAKA
Syamsul Arifin, Aspek Hukum Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup, Medan,
Medan Area University Press, 2014
Daud Silalalhi, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,
Edisi Revisi, Bandung: Alumni, 2006.
RTm, Sutamihardja, Kualitas dan Pencemaran Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, 2008.
Silalahi, Daud, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,
Edisi Revisi (Kedua), Cet. Pertama, Alumni, Bandung, 1996
Salim, Emil, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta,
1995
Machmud, Syahrul, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2007
17