Anda di halaman 1dari 10

IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

MODULMATA KULIAH
BERPIKIR KRITIS DALAM KEBIDANAN
TOPIK : MORAL REASONING

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MAGELANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

1
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

TOPIK BAHASAN :MORAL REASONING

1. Tema Modul : Moral Reasoning


2. Mata Kuliah/Kode : Berpikir Kritis Dalam Kebidanan / BM.I.6.03
3. Jumlah SKS : 2 SKS Kuliah/Teori
4. Alokasi waktu : 100 menit
5. Semester : I/Kelas Profesi
6. Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu :
- Menjelaskan penalaran berbasis nilai etis
- Mengenal tahap moral menurut Lawrence Kohlberg
- Menganalisis moral reasoning pada kasus
7. Gambaran umum modul :
Modul ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Moral Reasoning. Modul
terdiri Kegiatan Belajar Teori yang disusun secara sitematis untuk melatih mahasiswa agar
lebih memahami tentang Moral Reasoning. Pada akhir kegiatan belajar terdapat kuis
postest yang harus dikerjakan secara mandiri untuk mengukur pemahaman mahasiswa
terhadap materi yang disajikan
8. Karakteristik mahasiswa (Prasyarat) :
Mahasiswa semester I kelas Profesi Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Magelang Poltekkes
Kemenkes Semarang yang mengambil MK Berpikir Kritis dalam Kebidanan.
9. Target Kompetensi :
Kemampuan menganalisis moral reasoning pada kasus
10. Indikator :
Melakukan analisis moral reasoning pada kasus dengan benar.
11. Materi pembelajaran : Terlampir
12. Stratategi pembelajaran : Belajar mandiri (discovery learning), diskusi.
13. Sarana penunjang pembelajaran : Modul, HELTI, Whatsapp.
14. Metode evaluasi : Postest
15. Daftar Pustaka
a. Galbraith, Ronald E. Moral Reasoning : A Teaching Handbook for Adapting
Kohlberg to the Classroom. Greenhaven Press
b. Bertens,K. 2007. “Etika”. Jakarta:PTGramediaPustakaUtama.
c. Drajat, Zakiyah. 1997.Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Jakarta:
BulanBintang,
d. Durkheim, Emile, Moral Education, Jakarta:PT. Gelora AksaraPratama
e. Gibbs, C John, 2010. MoralDevelopment..NewYork: Oxford UniversityPress

2
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

URAIAN MATERI

A. PENDAHULUAN
Dalam menentukan alternatif tindakan untuk penyelesaian suatu masalah, seringkali anda
dituntut memberikan alasan pemberian alternatif tindakan tersebut. Melalui pemberian
alasan inilah anda belajar memprediksi konsekuensi dari tindakan dan belajar menganalisis
setiap permasalahan. Disinilah diperlukan penalaran moral yang matang agar tindakan
yang diambil tepat. Moral reasoning atau penalaran moral tidak hanya berkaitan dengan
“apa yang baik dan buruk” melainkan juga berkaitan dengan mengapa dan bagaimana
seseorang bisa sampai pada suatu keputusan bahwa sesuatu itu dianggap baik dan buruk.

Modul ini terdiri dari Kegiatan Belajar Teori yang disusun secara sitematis untuk melatih
pemahaman anda mengenai moral reasoning (penalaran moral). Pada akhir kegiatan belajar
terdapat postest yang harus anda kerjakan secara mandiri guna mengukur pemahaman anda
terhadap materi yang disajikan.

Keberhasilan proses pembelajaran ini tergantung dari kesungguhan anda. Selamat belajar!

B. KEGIATAN BELAJAR 1 : TEORI


1. Penalaran Berbasis Nilai Etis/Moral
Penalaran = proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. (Wikipedia). Moral adalah ajaran tentang
baik buruk yang diterima umum berkaitan denganperbuatan, sikap, kewajiban, dsb.
(KBBI,2015). Moral hampir sama dengan akhlaq (Arab), etika (Yunani), serta
kesusilaan. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah lakunya sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosial. Misalnya berbuat baik,
menjaga ketertiban, menjaga kebersihan, menghargai hak orang lain, tidak mencuri,
berjudi, dsb.
Etis/Etika = hal yang berkaitan dengan dengan moral atau prinsip-prinsip moralitas serta
berkaitan dengan benar dan salah dalam melakukan sesuatu. Menurut Zubair (1987) etika
dan moral lebih kurang sama pengertiannya. Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai
dengan etika yang berlaku, jadi perilaku etis merupakan perilaku yang bermoral,
bersusila.

3
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

2. Moral Reasoning/Penalaran Moral (Lawrence Kohlberg)


Teori perkembangan moral (Cognitive Development Theory atau CDT) pertama
kali dikemukakan oleh Kolhberg (1969), memfokuskan pada perkembangan kognitif
dari struktur penalaran (reasoning) yang mendorong atau menyebabkan seseorang
membuat keputusan moral (Januarti dan Faisal, 2010). Kohlberg mengembangkan
teorinya dengan menggunakan teori kognitif dari Piaget seorang ahli psikologi Swiss.

Moral reasoning adalah penilaian & perbuatan moral yang bersifat rasional.
(Lawrence Kohlberg,1995). Keputusan moral bukan tentang perasaan atau “nilai”,
melainkan selalu ada unsur tafsiran kognitif / pemikiran. Menurut Sarwono (2007 ) :
seseorang yang menerapkan moral reasoning akan menilai sesuatu itu baik atau buruk
berdasarkan penalaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Moral Reasoning (Penalaran Moral) Kohlberg
(1969), ada 3 faktor utama umum yang memberikan kontribusi pada perkembangan
moral, yaitu:
a. Kesempatan mengambil peran
Perkembangan penalaran moral meningkat ketika seseorang terlibat dalam situasi
yang memungkinkan seseorang mengambil perspektif sosial seperti situasi
dimana seseorang sulit untuk menerima ide, perasaan, opini, keinginan,
kebutuhan, hak, kewajiban nilai dan standar orang lain.
b. Situasi Moral
Setiap lingkungan sosial dikarakteristikkan sebagai hak dan kewajiban
fundamental yang didistribusikan dan melibatkan keputusan. Dalam beberapa
lingkungan, keputusan diambil sesuai dengan aturan, tradisi, hukum, dan figur
otoritas. Dalam lingkungan yang lain, keputusan didasarkan pada pertimbangan
sistem yang tersedia. Tahap penalaran moral ditunjukkan oleh situasi yang
menstimulasi orang untuk menunjukkan nilai moral dan norma moral.
c. Konflik moral kognitif
Konflik moral kognitif merupakan pertentangan penalaran moral seseorang
dengan penalaran moral orang lain. Dalam beberapa studi, subjek bertentangan
dengan orang lain yang mempunyai penalaran moral lebih tinggi maupun lebih
rendah.

Kohlberg mengungkapkan bahwa penalaran moral berkembang secara bertahap.


Kohlberg mengemukakan pandangannya mengenai tahapan penalaran moral.Terdapat
tiga tingkatan dalam penalaran moral yang dinyatakan oleh Kohlberg yaitu :
preconventionalmorality, conventionalmorality, dan postconventionalmorality.
Masing- masing tingkatan dibagi menjadi dua tahapan.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

4
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Tabel 1. Tahap Moral LawrenceKohlberg


TINGKAT TAHAP KETERANGAN
Tahap I: Penghindaran Makna tahap :
hukuman dan kepatuhan - Tahap paling rendah, internalisasi nilai moral
(Punishment avoidance belum terjadi.
and obedience). - Sejenis otoriterisme
- Penalaran moral berdasarkan reward dan
punishment external. (Perilaku baik akan
mendapat hadiah, perilaku buruk mendapat
hukuman. Semakin keras hukuman dianggap
semakin besar kesalahannya).
- Orientasi kepatuhan dan hukuman : patuh
karena memang ingin berbuat patuh,
menghindari hukuman fisik atau kerusakan
hak milik, patuh terhadap kekuasaan yang
lebih tinggi (misal : orang dewasa).

Perspektif social :
- Pandangan egosentrik, tidak
mempertimbangkan keinginan dan sudut
pandang orang lain, tidak menyadari bahwa
setiap orang berbeda. Tindakan orang lain
hanya dipandang secara fisik,tidak ada
Tingkat I: Prakonvensional dorongan psikologisnya.
(preconventional morality) Contoh : menganggap bahwa mencuri itu
• Umumnya pada jahat dan harus dihukum tanpa
anak-anak, mempertimbangkan factor lain yang
meskipun dapat pula menyebabkannya.
ditunjukkan oleh
orang dewasa. Tahap 2: Individualisme Makna tahap :
• Seseorang yang dan timbal balik. - Penalaran moral didasarkan atas imbalan dan
(individualism and kepentingan sendiri. ‘Apa untungnya buat
berada dalam
exchange) saya?’ Perbuatan yang benar adalah yang
tingkat pra- memuaskan diri sendiri. Sesuatu dianggap
konvensional baik/benar bila dirasakan olehnya baik/benar.
menilai moralitas - Memberikan perhatian bila hal itu juga
suatu tindakan berpengaruh terhadap kebutuhannya
berdasarkan - Menaati peraturan jika sesuai dengan
konsekuensinya kepentingannya, bertindak untuk memenuhi
langsungnya. Murni keinginan dan kebutuhannya sendiri dan
melihat diri dalam membiarkan orang lain bertindak demikian
bentuk egosentris. juga.

Perspektif social :
- Pandangan individualistic yang konkret.
Usia <10 tahun Menyadari bahwa setiap orang memiliki
keinginan yang mungkin saling
bertentangan.
- Kebenaran bersifat relatif.
- Hubungan antar manusia dipandang seperti
hubungan umum/jual beli dimana terdapat
unsur kewajaran, timbal balik, persamaan
pembagian, dan bukan soal kesetiaan, rasa
terima kasih , dan keadilan. Misalnya “Jika
kamu membantu saya, nanti saya akan
gantian membantu kamu”,

5
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Tahap 3:Keserasian Makna tahap :


hubungan interpersonal - Orientasi keserasian interpersonal dan
(Good interpersonal konformitas (sikap anak baik).
relationship). - Seseorang mulai masuk ke dalam
masyarakat dan memiliki peran sosial.
Kebenaran, keperdulian dan kesetiaan
kepada orang lain menjadi landasan
pertimbangan moral.
- Keputusan didasarkan pada persetujuan
orang lain.
- Perilaku yang baik adalah yang
TingkatII:Konvensional menyenangkan atau membantu orang lain.
(conventional morality). Mencoba menjadi seorang yang baik untuk
memenuhi harapan masyarakat karena
Umumnya terjadi pada telah mengetahui bahwa penting
seorang remaja / dewasa. melakukan hal tsb.
Moralitas suatu tindakan - Perilaku kerap kali dinilai menurut
dinilai dengan niat/maksudnya (ungkapan “mereka
membandingkannya bermaksud baik”).
dengan pandangan & - Percaya akan hukum Tuhan, keinginan
harapan masyarakat. menjaga peraturan dan patuh pada
penguasa, berperilaku yang baik.

Usia 10-13 tahun Perspektif social :


Menyadari perasaan, persetujuan, dan
harapan bersama, bertenggang rasa.

Tahap 4: Hukum dan Makna tahap :


aturan (Law and order). - Orientasi : perilaku yang benar adalah
mentaati aturan social, peraturan, hukum,
Sistem Sosial dan Suara
keadilan dan menjalankan tugas /
Hati kewajiban. Menghindari pelanggaran,
hormat terhadap otoritas.
-Terhormat jika berperilaku sesuai
kewajibannya.

Perspektif social :
Kebutuhan masyarakat lebih penting
daripada kebutuhan pribadi.

6
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Tahap 5: Kontrak Makna tahap :


social (social - Menyadari bahwa masyarakat memiliki
contract) berbagai nilai dan pendapat, dan kebanyakan
bersifat relatif.
Kontrak Sosial atau Hak - Nilai-nilai dan hak yang tidak bersifat
Milik dan Hak Individu relative (misalnya hak hidup dan kebebasan)
harus dijunjung tinggi walau bagaimanapun
pendapat kelompok mayoritas.
- Yang benar dan yang salah merupakan soal
“nilai” dan “pendapat” pribadi dengan
mempertimbangkan kerangka “hukum dan
Tingkat III : ketertiban”.
Pascakonvensional - Nilai dan aturan adalah bersifat relatif, dan
(Postconventional bahwa standard dapat berbeda-beda untuk
morality) setiap orang. Tidak ada pilihan yang pasti
benar atau absolute.
Tingkat berprinsip.
Kenyataan bahwa Perspektif social :
individu adalah terpisah Memperhatikan perspektif seseorang terlebih
dari masyarakat dahulu sebelum perspektif masyarakat.
menjadi semakin jelas.
Perspektif seseorang
harus dilihat sebelum
Tahap 6:Prinsip Etika Makna tahap :
perspektif masyarakat. - Seseorang telah mengembangkan suatu
Universal. (Universal
ethical principle) standar moral yang didasarkan pada hak-hak
manusia secara universal.
Usia >13 tahun - Penalaran moral berdasar pada prinsipetika
NB : Sulit menemukan universal. Hukum hanya valid bila berdasar
seseorang yang pada keadilan. Komitmen terhadap keadilan
menerapkan tahap 6 ini juga mengharuskan untuk tidak mematuhi
secara konsisten. hukum yang tidak adil. Pada intinya prinsip
Tampaknya orang etis itu adalah prinsip keadilan, kesamaan
sukar untuk bisa hak, hak asasi, hormat pada harkat manusia
mencapai tahap 6. sebagai pribadi.
- Ia tetap bertindak sesuai dengan prinsip tsb
meski harus melanggar undang- undang.
Prinsip ini adalah prinsip universal mengenai
keadilan, persamaan hak-hak kemanusiaan,
dan menghargai martabat manusia sebagai
individu.

Perspektif social :
- Perspektif pandangan moral yang berasal dari
persetujuan sosial.
- Penalaran moral dengan membayangkan apa
yang akan ia lakukan saat menjadi orang lain
dalam situasi/posisi yang sama.
- Tindakan yang diambil adalah
hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan
tidak pernah menjadi cara tapi selalu menjadi
hasil → seseorang bertindak karena hal itu
benar, dan bukan karena ada maksud pribadi,
legal, atau sudah disetujui sebelumnya.

Sumber: Lawrence Kohlberg, Moral Stages and Moralization: The cognitive Development
Approach, dalam Reimer, Paolitto, dan Hersh (1983:58-61)

7
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Hukum yang berlaku dalam proses perkembangan moral reasoning dengan 6 tahapan tsb yaitu :
1) Bahwa perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap berikutnya.
2) Dalam perkembangan moral seseorang tidak akan memahami cara berpikir lebih dari dua tahap
perkembangan diatasnya.
3) Seseorang secara kognitif tertarik pada cara berfikir dari satu tahap diatas tahapnya sendiri.
Anak dari tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3. Berdasarkan inilah Kohlberg percaya bahwa
moral reasoning dapat dan mungkin dikembangkan.
4) Perkembangan hanya akan terjadi apabila diciptakan suatu disequilibrium kognitif pada diri
anak. Seseorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus diusik secara kognitif
sehingga ia terangsang untuk memikirkan kembali prinsip yang sudah dipegangnya. Kalau ia
tetap tentram dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak mungkin ada perkembangan.

C. PENGUKURAN MORAL REASONING

Cohen dan Fairey (1993), penalaran moral dapat diukur dengan menggunakan Multidimensional
Ethics Scale (MES). MES secara spesifik mengidentifikasi rasionalisasi dibalik alasan moral dan
mengapa responden percaya bahwa suatu tindakan adalah etis.
Lima konstruksi moral terefleski dalam MES adalah:
a. Justice atau moral equity.
Konstruk ini menyatakan bahwa melakukan sesuatu yang benar ditentukan oleh adanya
prinsip keadilan moral. Dalam konstruk ini dicerminkan tindakan seseorang itu adil atau tidak
adil. Wajar atau tidak wajar. Secara moral benar atau tidak benar.
b. Relativism.
Kontruk ini merupakan model penalaran pragmatis yang beranggapan bahwa etika dan nilai-
nilai bersifat umum namun terkait pada budaya. Dalam konstruk ini dicerminkan tindakan
seseorang itu secara kultural dapat diterima atau tidak dapat diterima dan secara tradisional
dapat diterima atau tidak.
c. Egoism.
Konstruk ini menyatakan bahwa individu selalu berusaha untukmemaksimalkan
kesejahteraan individu dan memandang sebuah tindakan adalah etis jika memberikan
keuntungan diri sendiri. Dalam konstruk inidicerminkan tindakan seseorang menunjukkan
promosi (tidak) dari si pelaku dan menunjukkan personal yang memuaskan atau tidak
memuaskan si pelaku.
d. Utilitiarinism.
Konstruk menyatakan bahwa penalaran moral adalah salah satu dari filosofi konsekuensi.
Moralitas dari suatu tindakan mserupakansebuah fungsi dari manfaat yang diperoleh dan
biaya yang terjadi. Konsekuensinya adalah bagaimana memaksimalkan biaya dan
meminimalkan biayanya. Dalam konstruk ini dicerminkan tindakan tertentu dari seseorang
apakah menghasilkan manfaat yang besar atau kecil dan tindakan tersebut meminimalkan
keuntungan.

8
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

e. Deontology atau contractual.


Kontruk ini merupakan cara penalaran dengan menggunakan logika untuk mengidentifikasi
tugas atau tanggung jawab yang akan dilakukan. Aturan yang berlaku terkait profesi individu
merupakan salah satu contoh pedoman untuk melaksanakan tugas. Dalam konstruk ini dicerminkan
tindakan seseorang tersebut melanggar atau tidak melanggarjanji yang terucap.

D. DISKUSI DAN LATIHAN


Tentunya anda sudah memiliki pemahaman secara umum mengenai Moral Reasoning. Mari kita
perdalam lagi dengan diskusi dan latihan Untuk itu, disediakan forum diskusi untuk membicarakan
hal-hal yang belum anda pahami melalui grup WA. Silahkan ajukan pertanyaan melalui chat WA,
dan akan dijawab melalui voice note WA.

Selanjutnya kita melakukan latihan analisis moral reasoning melalui kasus sbb :
Kasus 1 :
Suatu hari, seorang anak usia 5 tahun bernama Olivia sedang bermain dengan ibunya. Olivia ingin
bermain minum teh dan menikmati biscuit bersama ibu dan bonekanya. Jadi, Olivia pergi ke dapur
dan mengambil menyiapkan tiga cangkir teh. Olivia dengan hati-hati mengatur ketiga cangkir teh di
atas nampan, tetapi ketika dia meraih sekotak biskuit, nampan itu secara tidak sengaja terlepas dari
tangannya dan ketiga cangkir itu pecah berkeping-keping di lantai. Ibunya marah dan memukul
Olivia hingga kesakitan dan menangis keras.

Kasus 2 :
Melissa berumur 4 tahun, sedang bermain dengan ibunya. Melissa ingin bermain marching band di
dapur mengunakan panci dan sendok sayur. Ketika ibunya mengatakan dia tidak ingin bermain
marching band karena suaranya terlalu keras, Melissa menjadi sangat kesal. Dia sangat marah
sehingga membanting sebuah cangkir yang ada di meja hingga pecah berkeping-keping di lantai.
Ibunya berusaha menenangkan Melissa dengan memeluknya dan berjanji akan main marching band
tetapi di luar rumah.

Pertanyaan :
Jika Anda berusia 6 tahun : menurut Anda siapa yang lebih buruk, Olivia atau Melissa?
Jika Anda berusia 12 tahun: menurut Anda siapa yang lebih buruk, Olivia atau Melissa?

9
IK-POLTEKKES-SMG-01010-03-UPM-8

Selanjutnya lakukan latihan mandiri menggunakan kasus berikut ini :


KASUS :
Amy, seorang perempuan dalam kondisi sekarat akibat kanker.Menurut dokter ada satu obat
yang dapat menyelamatkannya yaitu sejenis radium yang baru saja ditemukan oleh seorang
pharmacist. Biaya pembuatan obat ini sangat mahal yaitu 200 dolar per dosis. Pharmacist
menjualnya seharga sepuluh kali lipat yaitu 2000 dolar. Heinz, suami Amy, karena tidak
mampu berusaha mencari pinjaman uang, tetapi ia hanya bisa mengumpulkan 1000 dolar atau
setengah dari harga obat tersebut. Ia menemui sang pharmacist, menceritakan kondisi
isterinya dan memohon agar bersedia menjual obatnya lebih murah atau memperbolehkan
membayar kekurangannya di kemudian hari. Tetapi sang pharmacist menyatakan tidak bisa,
karena dia menemukan obat ini dengan susah payah dan dia berhak mendapatkan uang dari
obat itu. Heinz menjadi putus asa. Malam harinya ia membobol toko obat itu untuk mencuri
obat demi istrinya.
Anda diminta menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral sbb :
- Jika anda berusia 12 tahun, apakah tindakan Heinz mencuri obat tersebut benar atau
salah? Mengapa?
- Jika anda berusia 20 tahun, apakah Tindakan Heinz itu benar atau salah? Mengapa?

RANGKUMAN

1. Moral reasoning adalah penilaian & perbuatan moral yang bersifat rasional. (Lawrence
Kohlberg,1995). Keputusan moral bukan tentang perasaan atau “nilai”, melainkan selalu ada
unsur tafsiran kognitif / pemikiran. Menurut Sarwono (2007 ) : seseorang yang menerapkan
moral reasoning akan menilai sesuatu itu baik atau buruk berdasarkan penalaran.
2. Tahap-tahap Moral Reasoning (Kohlberg) terdiri dari :
Tingkat I. Prakonvensional (preconventional morality)
– Tahap 1. Penghindaran dari hukuman dan kepatuhan (Punishment-avoidance and
obedience)
– Tahap 2. Individualisme dan timbal balik (individualism and exchange)
Tingkat II. Konvensional (conventional morality)
– Tahap 3. Keserasian hubungan interpersonal(Good interpersonal relationships)
– Tahap 4. Hukum dan aturan /ketertiban (law and order)
Tingkat III. Pascakonvensional (postconventional morality)
– Tahap 5. Kontrak sosial(social contract)
– Tahap 6.Prinsip etika universal ( Universal ethical principle)

POST TEST

Postest akan dilakukan menggunakan google form. Link akan diberikan kemudian.

PENILAIAN

Bila anda telah mendapat nilai 70 atau lebih, anda dapat meneruskan pada kompetensi
selanjutnya untuk mata kuliah Konsep Kebidanan. Tetapi bila nilai anda masih kurang dari 70, anda
harus mengulangi materi kegiatan belajar ini, terutama pada bagian-bagian yang belum anda kuasai.

10

Anda mungkin juga menyukai