PERTEMUAN 2
MATA KULIAH
PENDIDIKAN KARAKTER
2 SKS
SEMESTER V
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2022
MODUL PERTEMUAN 2
PENDIDIKAN KARAKTER
METODE
Bentuk: Kuliah
Aktifitas di kelas:
Metode:
• Kuliah/ ceramah. (modul)
• Tanya Jawab di kelas. (forum)
Media: Komputer dan LCD Projector atau gadget dan internet
PENGALAMAN BELAJAR:
Melalui materi yang dipaparkan secara interaktif dan saintifik mahasiswa memperoleh
• Ruang Lingkup.
• Definisi Pendidikan Karakter.
• Konsep good character (Thomas Lickona)
INDIKATOR PENILAIAN:
Mahasiswa mampu menjelaskan dengan tepat (copaste bahan kajian)
1. Ruang Lingkup.
2. Definisi Pendidikan Karakter.
3. Konsep good character (Thomas Lickona)
Karakter terdiri dari nilai operasi dan nilai dalam aksi. Manusia memiliki watak
sebagai nilai dan menjadi sifat batin yang dapat diandalkan untuk merespons situasi
dengan cara yang baik secara moral. Terbentuknya karakter yang baik tidak hanya satu
aspek, melainkan terdiri atas beberapa aspek menjadi komponen – komponen karakter
yang baik yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan aksi moral.
Pengetahuan Moral
1. Kesadaran Moral. Kebutaan moral dapat disebut sebagai kegagalan moral;
Orang-orang muda sangat rentan terhadap kegagalan untuk bertindak tanpa
bertanya "apakah ini benar?" sehingga kita tidak melihat bagaimana situasi yang
dihadapi melibatkan masalah moral dan menyerukan penilaian moral.
2. Mengetahui Nilai – Nilai Moral. Nila – nilai moral dapat berupa penghormatan
terhadap kehidupan dan kebebasan, tanggung jawab terhadap orang lain,
kejujuran, ketabahan, dll. (Lihat "nilai moral lain yang harus diajarkan sekolah").
Mengetahui nilai – nilai moral juga berarti memahami bagaimana menerapkannya
dalam berbagai situasi.
3. Pengambilan Perspektif. Kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang
lain, melihat situasi sebagaimana mereka melihatnya, membayangkan bagaimana
mereka berpikir bereaksi, dan merasakan.
4. Penalaran Moral. Pemahaman apa artinya menjadi moral dan mengapa kita harus
bermoral sebagai bentuk hal dalam penalaran moral.
5. Pengambilan Keputusan. Mengalami masalah moral seseorang dengan cara ini
adalah keterampilan pengambilan keputusan yang reflektif.
6. Pengetahuan Diri. Mengetahui diri kita sendiri adalah jenis pengetahuan moral
yang paling sulit untuk diperoleh, tetapi perlu untuk pengembangan karakter.
Menjadi orang yang bermoral membutuhkan kemampuan untuk meninjau perilaku
kita sendiri.
Perasaan Moral
1. Hati nurani. Hati nurani memiliki dua sisi: sisi kognitif (mengetahui apa yang
benar) dan sisi emosional (perasaan berkewajiban untuk melakukan apa yang
benar).
2. Harga diri. Ketika kita memiliki ukuran harga diri yang sehat, maka kita
menghargai diri kita sendiri. Ketika kita tidak menghargai diri kita sendiri, maka
kita cenderung menyalahgunakan tubuh atau pikiran kita bahkan membiarkan
orang lain menyalahgunakan kita.
3. Empati. Empati adalah identifikasi dengan, atau pengalaman perwakilan, keadaan
orang lain. Empati memungkinkan kita memanjat keluar dari kulit kita sendiri dan
masuk ke kulit orang lain.
4. Menyukai kebaikan. Bentuk karakter tertinggi termasuk benar – benar tertarik
pada yang baik. Ketika orang menyukai kebaikan, mereka senang melakukan yang
baik. Mereka memiliki moralitas keinginan, bukan hanya moralitas tugas.
5. Kontrol diri. Emosi dapat mengatasi alasan. Itulah salah satu alasan mengapa
pengendalian diri adalah kebajikan moral yang diperlukan. Kontrol diri juga
penting untuk mengekang kesenangan diri sendiri.
6. Kerendahan hati. Kerendahan hati adalah kebajikan moral yang terabaikan tetapi
setara dengan karakter yang baik. Kerendahan hati adalah sisi efektif dari
pengetahuan diri. Ini adalah keterbukaan sejati pada kebenaran dan kesediaan
untuk bertindak dan memperbaiki kegagalan kita.
Aksi Moral
1. Kompetensi. Kompetensi moral adalah kemampuan untuk mengubah penilaian
dan perasaan moral menjadi tindakan moral yang efektif. Kompetensi moral dapat
digunakan untuk menyelesaikan konflik secara adil.
2. Kemauan. Menjadi orang baik sering kali meminta tindakan nyata, memobilisasi
energi moral untuk melakukan apa yang kita pikir seharusnya kita lakukan.
Kemauan ini sebagai bentuk pilihan yang tepat dalam situasi moral yang sulit.
3. Kebiasaan. Dalam banyak situasi, perilaku moral mendapat manfaat dari
kebiasaan. Untuk alasan ini, anak-anak perlu, sebagai bagian dari pendidikan
moral mereka, banyak peluang untuk mengembangkan kebiasaan baik, banyak
latihan untuk menjadi baik.
A. Pendidikan Nilai
Peneliti mengklaim bahwa beberapa sekolah yang telah didatanginya
berkomitmen untuk melaksanakan program pendidikan nilai. Contoh sebuah SMP San
Marcos di California. Sekolah tersebut kini menyelenggarakan program tentang sikap
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab bagi siswa kelas 7 dan kelas 8. Hasil
dari pelaksanaan program tersebut diantaranya yaitu jumlah kehamilan pada siswa
yang menurun, dan prestasi akademik siswa yang meningkat.
Hal terburuk yang dikhawatirkan dalam pelaksanaan program uji pendidikan nilai
yaitu berupa dampak buruk dari luar sekolah. Sebagai usaha dalam membuat
perubahan, Winkelman meluncurkan sebuah proyek yang dinamakan Let’s Be
Courteous, Let’s Be Caring. Nilai dari kesopanan dan perhatian menjadi isu utama
yang ditekankan di setiap kesempatan.bentuk tersebut dapat dilakukan melalui
berbagai foto yang dipajang di sepanjang koridor, diskusi kelas, perbincangan pribadi
antara siswa dan guru, pertemuan sekolah, penghargaan akan sikap bermasyarakat,
pertemuan dengan orang tua serta proyek pelayanan masyarakat.
B. Peranan Keluarga
Secara umum orang-orang memandang bahwa keluarga merupakan sumber
pendidikan moral yang paling utama bagi anak – anak. Hubungan antar orang tua dan
anak dipenuhi dengan berbagai perbedaan khusus dalam emosi. Anak dapat
merasakan dicintai dan dihargai atau tidak dicintai dan dikesampingkan. Maka dari
itu, orang tua harus mengajarkan nilai sebagai bagian dari sebuah pandangan tentang
hidup dan alasan – alasan utama sebagai pengantar sebuah kehidupan bermoral.
Anak – anak yang merasa aman untuk dekat dengan orang tuanya adalah
mereka yang patuh terhadap aturan yang berlaku dilingkungan keluarga. Selain itu,
pemberian kasih sayang yang besar kepada anak – anaknya, maka kemungkinan kecil
anak – anak akan terlibat dalam masalah pelanggaran hukum.
1. Perubahan Keluarga
Banyak orang tua yang meskipun mereka membesarkan anak – anak mereka
dalam keadaan serba terbatas, anak – anak tetap menjadi prioritas utama, sehingga
anak-anak pun mampu mengatur dirinya untuk mencapai keberhasilan. Banyak
pula orang tua yang bercerai, tapi masih memiliki tanggung jawab akan
pemenuhan biaya hidup anak – anak yang ditinggalkan. Ilmu sosial menunjukkan
bahwa akibat dari perceraian keluarga akan berdampak lebih buruk dibandingkan
dengan yang pernah terjadi sebelumnya. Dr. Judith Wallerstein, seorang psikolog
dan dosen senior di University of California di Berkley menyatakan bahwa banyak
anak – anak yang menyadari akhir dari kondisi perceraian orang tuanya hanya
dapat terjawab seiring berjalannya waktu, maka tejadilah “sleeper effect” dalam
pengamatan selama lima tahun anak – anak penurut mulai membuat masalah di
sekolahnya, dan anak – anak laki – laki yang sebelumnya tenang, serta berperilaku
baik menjadi pengganggu yang hiperaktif. Dalam jangka 5 tahun maupun 10
tahun, lebih dari sepertiga anak – anak menjadi pecandu alkohol atau narkoba,
terjebak dalam depresi berat, dan terlibat dalam masalah penyimpangan seksual.
Perubahan yang paling besar terjadi dengan meningkatnya orang tua tunggal.
Banyak yang harus diperhatikan bagi orang tua tunggal salah satunya mereka harus
berusaha lebih peduli dalam menghadapi kebutuhan anak – anak mereka seperti
menyusun waktu yang tepat untuk bermain dengan anak – anak, berdiskusi dari
hati ke hati, membimbing mereka dalam menyelesaikan pekerjaan rumah, terus
mengawasi lingkungan dan pergaulan mereka, serta mencoba untuk mengajarkan
makna tentang nilai.
Setelah anda membaca modul diatas, silahkan eksplorasi materi mengenai definisi, ruang
lingkup, dan konsep pendidikan karakter melalui buku - buku rujukan yang sesuai.
Untuk memahami lebih mendalam silahkan pelajari dengan merujuk pada berbagai
sumber bacaan mengenai pertanyaan berikut:
BUKU AJAR
• Lickona, Thomas. (1994). Raising Good Children. From Birth Through the
Teenage Years. A Bantam Book. US and Canada.
• Lickona, Thomas. (1992). Educating for Character. How Our Schools Can Teach
Respect and Responsibility. A Bantam Book. US and Canada.
• Peterson Chistopher & Seligman; (2004) ; Strenghts & Virtues,Handbook &
Clasification,Oxford University Press,
• Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan karakter: Solusi yang tepat untuk
Membangun Bangsa. Jakarta: Star Energy.
• Sharron L., McElmeel,(2002) Character Education : A Book Guide for Teachers,
Librarians, and Parents.
• Syafri, Ulil Amri. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Divisi Buku
Perguruan Tinggi, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta.
SELAMAT BELAJAR