SEJARAH (KEBAYA) Ada banyak spekulasi tentang asal usul kebaya. Ada beberapa yang mengatakan bahwa kebaya berasal dari Timur Tengah, sementara yang lain berpendapat bahwa kebaya juga mungkin berasal dari Cina. Kebaya berasal dari kata Arab "kaba" yang berarti "pakaian" dan diperkenalkan ke Indonesia melalui bahasa Portugis. Istilah kebaya telah merujuk pada pakaian yang aslinya tampak seperti blus. Satu sumber membandingkan kebaya dengan tunik lengan panjang dengan bagian depan terbuka yang dikenakan oleh perempuan Dinasti Ming. Jadi, pengenalan kebaya diakreditasi untuk dua kejadian besar, yakni pengaruh yang muncul dari Islam dan kedatangan orang Eropa ke nusantara. Penyebaran cepat penggunaan kebaya ini juga terkait dengan perdagangan rempah-rempah yang terjadi selama ini dalam sejarah. Pada zaman R.A Kartini dulu, kebaya digunakan untuk pakaian sehari-hari lalu terjadi perubahan yang dilakukan Kartini untuk masa ini, kebaya merupakan pakaian yang dikenakan oleh perempuan dengan kelas sosial tinggi, seperti aristokrat dan keluarga kerajaan. Terdapat banyak bagian-bagian yang ada di kebaya berupa, kemben, kain tapih pinjung, dan stagen. Bawahannya berupa kain jarik berbagai corak khas Jawa Tengah. Kebaya pertama kali digunakan di Indonesia pada beberapa waktu selama abad ke-15 dan ke-16. Pakaian ini mirip dengan apa yang dideskripsikan sebagai blus panjang, pas, berkobar yang dikenal sebagai kebaya panjang. Desain kebaya terus berkembang setelah penjajahan Belanda, kebaya mengambil peran baru sebagai pakaian formal bagi perempuan Eropa di negara tersebut. Selama ini, kebaya sebagian besar dibuat dari kain mori. Modifikasi yang dilakukan pada kostum tradisional ini kemudian memperkenalkan penggunaan sutra dan bordir untuk menambah desain dan warna. STRUKTUR (Keluarga) Raden Ajeng Kartini merupakan putri dari keluarga priyayi sekelas bangsawan Jawa. Kartini lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ayah Kartini merupakan Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Adipati Sosroningrat. Sementara ibunya adalah seorang anak gadis rakyat jelata, putri dari seorang buruh pabrik gula Mayong, namanya Modirono. Gadis itu bernama Ngasirah. Ibu Kartini yakni Ngasirah merupakan istri kedua Raden Mas Adipati Sosroningrat. Sebelum menikah dengan Ngasirah, ia telah memiliki empat orang anak. Setelah menikah lagi dengan Ngasirah, lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Sosrokartono. Beberapa tahun kemudian, lahir seorang anak perempuan yang diberi nama Kartini. Lalu terjadi perubahan pada zaman keluarga sekarang Perubahan gaya hidup dan teknologi membuat budaya serta pola pikir dalam keluarga kian berubah. Terutama bagi perempuan pekerja yang memiliki kehidupan lebih sibuk. yang menyebabkan perubahan itu adalah adanya aturan yang di berlakukan oleh pemerintahan.
KONFLIK (Hak wanita untuk mendapatkan pendidikan)
Sebelum perkembangan abad ke-20 kaum perempuan tidak boleh disejajarkan dengan kaum laki-laki dalam hal apapun, khususnya dalam hal pendidikan. Perempuan tidak diperbolehkan untuk memperoleh hak pendidikan, Perempuan hanya boleh bertugas di rumah. Bagi Kartini, kaum perempuan seharusnya memiliki pendidikan karena kaum perempuan sangat berpengaruh bagi kehidupan anak-anaknya kelak. Kartini merasa kaum perempuan akan memiliki pengaruh dan tugas besar sebagai seorang ibu yang juga menjadi pendidik bagi anak-anaknya. Hal ini berkaitan dengan adanya budaya patriarki yang sudah tertanam kuat di kehidupan masyarakat di mana kaum laki-laki lebih diunggulkan dan diagungkan. Ini menyebabkan kedudukan kaum perempuan menjadi tidak seimbang dengan laki-laki, contohnya terlihat pada penentuan ketua RT dan ketua RW. Adanya keterbatasan ini bermula dari nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini mengakibatkan terciptanya batasan pada ruang gerak kaum perempuan. Bila wanita tidak boleh mendapatkan pendidikan mereka tidak akan memiliki wawasan apapun sehingga Indonesia tidak akan maju. Namun, sekarang zaman sudah berbeda. Tidak ada lagi larangan untuk wanita memperoleh pendidikan, semua orang bisa bekerja/mendapatkan pendidikan bagi laki laki ataupun perempuan. Itu semua karena kerja keras serta kepintaran dari seorang Kartini, ia mau mau mengubah peraturan itu dengan membuat laporan bahwa ingin adanya perubahan peraturan kerena itu sangat tidak adil untuk zaman yang akan datang ini. Dan sekarang sudah banyak perempuan untuk bisa mendapatkan pendidikan dan mengerjakan cita-citanya dengan pendidikannya yang tinggi.