Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Busana adalah sesuatau yang melekat pada tubuh dan menjadi milik manusia.
Pada hakekatnya manusia sejak lahir membutuhkan busana. Busana selain
berfungsi sebagai pelindung badan juga berfungsi sebagai ciri atau ke khas-an
suatu suku, negara, wilayah, dan lain sebagainya. Dari perbedaan yang dimiliki
tiap manusia di daerahnya masing-masing ini melahirkan sebuah keberagaman,
baik dari segi keagamaan, kebudayaan, hukum, kebiasaan dan lain-lain. Cara dan
ragam tersebut sering kali terpola dan dipegang teguh, sehingga menghasilkan
ciri-ciri serta menjadi kebiasaan yang menjadi milik bersama.
Manusia senantiasa dinamis dengan berbagai pengaruh yang dapat
mengadaptasi diri pada kehidupan-kehidupan yang ada. Pengaruh ini dapat
mengubah tradisi yang sudah turun –temurun, termasuk juga di dalam hal tata
busana.
Pengertian busana tradisi adalah busana yang digunakan sebagai penutup
tubuh manusia yang dikenakan secara turun menurunyang terkadang dapat
mengandung perlambang dan menjadi bagian dari upacara-upacara adat tertentu.
Dan tradisi ini akan terlihat memiliki kesamaan untuk tiap daerahnya, namun tak
luput dengan perbedaan yang menjadikan satu ciri khas khusus untuk suatu
wilayah atau daerah.

1.2 Rumusan Masalah


a) Bagaimana sejarah perkemabangan busana di Jawa Barat?
b) Bagaiman periodisasi perkembangan busana di Jawa Barat?
c) Bagaimana karakteristik dan jenis busana tradisional di Jawa Barat?

1.3 Tujuan Penulisan


a) Untuk mengetahui sejarah perkemabangan busana di Jawa Barat?
b) Untuk mengetahui periodisasi perkembangan busana di Jawa Barat?
c) Untuk mengetahui karakteristik dan jenis busana tradisional di Jawa Barat?

1
1.4 Manfaat Penulisan
a) Agar mengetahui sejarah perkemabangan busana di Jawa Barat?
b) Agar mengetahui periodisasi perkembangan busana di Jawa Barat?
c) Agar mengetahui karakteristik dan jenis busana tradisional di Jawa Barat?

2
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Jawa barat


Periodisasi sejarah Jawa Barat, seperti daerah lainnya, terjadinya periodisasi
berdasarkan kurun waktu yang ditandai dengan berlangsungnya kebudayaan tertentu
atau pemerintahan tertentu. Perkembangan sejarah Jawa Barat berpengaruh juga pada
perkembangan busana masyarakat yang ada di daerah itu. Berbagai pengaruh ini
mengakibatkan terjadinya perubahan nilai budaya dan norma yang menjadi pegangan
masyarakat. Salah satunya dalah perubahan bentuk dan cara berpakaian.

Pada cerita-cerita rakyat Jawa Barat sering ditemukan penggambaran sosok


wanita yang sedang menenun, yang paling terkenal ialah Dayang Sumbi (dari
Legenda Tangkuban Perahu). Kata dayang pada nama tokoh tersebut merupakan kata
sandang yang berasal dari danghyang, dan sumbi secara harfiah berarti “ sepotong
bambu kecil yang di gunakan untuk pembatas lembar tenunan “. Dengan demikian
dapat dikatakan nama Dayang Sumbi di simbolkan sebagai wanita terhormat yang
pekerjaannya menenun kain.

Adapun lagu “Ninun” (menenun) pada seni suara Sunda merupakan suatu
bukti bahwa tenun-menenun di masyarakat Jawa Barat amat populer dan sudah
menjadi tradisi. Adapun tradisi menenun dan menulis batik sudah dikenal masyarakat
Jawa Barat, hal ini membantah anggapan yang menyatakan bahwa tradisi menulis
batik baru dikenal setelah adanya kontak budaya dengan orang Jawa pada abad ke-17.
Selain itu beberapa informasi tertulis yang ada kaitannya dengan busana terdapat pada
buku Shanghyang Sika Kandang Karesian (1518).

Nama jenis pakaian yang terdapat dalam naskah Sika Kandang Karesian ialah
cangcut (cawat) yang berarti “celana” dan panggadwa berarti “baju”, dengan
anggapan: bentuk dari prefiks pa dan kata asal adwa atau adua, kedua setelah cangcut
tadi, artinya baju. Itulah sebabnya pada naskah itu disebut di cangcut di pangadwa
“celana dan kedua (baju)”. Kata samping dan sinjang terdapat pada naskah kuno yang
lain, ialah naskah Carita Parahiyangan yang ditulis pada akhir abad ke-16, setelah
tahun 1579. Pada naskah itu dikisahkan putri Pwah Rababu sedang mandi dan
kainnya (samping) dililitkan oleh Rahyang Sempakwaja sehingga tergulung.

3
Kemudian, tokoh lain yang bernama Rahyantang Mandiminyak menyerahkan sinjang
saparagi (kain dan baju) kepada Pwah Rababu sebagai tanda cintanya.

Kata calana (celana) dan baju belum populer di kalangan masyarakat Jawa
Barat sampai akhir abad ke- 16 . istilah calana sudah dikenal saat itu, karena berasal
dari bahasa Sangsakerta calanaka. Sedangkan istilah baju baru dikenal kemudian
setelah ada pengaruh islam, karena istilah itu berasal dari bahasa Persia.

Pekembangan busana di Jawa Barat pada abad ke-19 tampaknya terus


berlangsung. Bupati Sukapura Raden Temenggung Wiradadaha, yang memerintah
sejak tahun 1855 telah mengadakan perubahan-perubahan dalam tata cara kehidupan
masyarakat, antara lain dalam cara berbicara dan berpakaian. Perkembangan pakaian
laki-laki tampak pada baju dan kain. Di samping baju kampret dengan pasangan iket
dan celana sontong atau celana komprang serta sarung diselendangkan atau di pasang
agak tinggi, maka baju tutup dan samping biasa di pakai oleh kalangan tertentu.
Perangkat pakaian yang disebut pertama adalah pakaian orang kebanyakan,
sedangkan yang kedua pakaian kaum terpelajar dan menengah.

Pakaian kaum laki-laki yang dianggap pantas pada saat itu ialah (1) bendo, jas
(tutup atau bukaaan berdasi), kain poleng Sunda, dan terompah atau selop; (2) bendo,
jas (tutup atau bukaan berdasi), kain kebat, dan terompah atau selop tanpa kaos kaki;
dan (3) bendo, jas (tutup atau bukaan berdasi), pantalon (celana panjang), dan sepatu
tanpa kaos kaki.

Sementara itu pakaian kaum wanita pun tampak mengalami perkembangan.


Potongan kebaya makin lama makin mengepas pada tubuh pemakainya dan
diperpendek bagian bawahnya. Di samping itu, perubahan pula pada cara berkain.
Pakaian untuk kaum perempuan pada saat itu ialah kebaya, selop, dan karembong
(selendang). Sedangkan rambutnya biasa di bentuk menjadi sanggul yang nama atau
jenisnya bermacam-macam.

Selain itu terdapat pula jenis pakaian lain yang berkaitan dengan pekerjaan
seseorang. Misalnya, jurutulis di kabupaten mempunyai pakaian khusus jika ia
dipanggil untuk menghadapi kanjeng dalem (bupati), yaitu harus mengenakan pakaian
berwarna hitam. Demikian pula jika anggota masyarakat lain ketika akan menghadap
pembesar, ada tatakrama dan cara berpakaian tersendiri. Untuk kaum perempuan ,

4
pemakaian karembong pada saat itu menandakan bahwa ia seorang perempuan sopan
dan jelas statusnya. Sedangkan wanita yang tanpa karembong dianggap wanita
murahan.

2.2 Karakteristik Busana di Daerah Jawa Barat

Daerah Jawa Barat, sebagian besar wilayahnya dihuni oleh suku bangsa Sunda yang
secara umum memiliki persamaan latar belakang budaya. Dalam hal ini termasuk
persamaan pemakaian di daerah Bandung, Sumedang, dan Cirebon yang merupakan
pusat kebudayaan di Jawa Barat.

2.2.1 Bandung

1. Orang kebanyakan

 Anak-anak

a. Bayi di usia 0-3 bulan memakai bedong dan ambet. Dibedong adalah cara
pemakaian kain kembet panjang yang dililitkan pada tubuh bayi. Fungsi dibedong
agar bayi menjadi hangat, tidak rewel, agar lengan bayi tidak bengkok, dan lain-lain.
Dan ambet digunakan sesudah lepas pusar antara 7 hingga 14 hari.

b. Bayi 3-6 bulan biasanya memakai ambet kutang dan popok.

c. Bayi 6 bulan – 1 tahun, bayi pada usia ini ambet tidak lagi digunakan diganti
dengan menggunakan oto.

d. Anak usia 1-6 tahun, untuk anak laki-laki memakai celana pokek berwarna hitam
atau putih dibatas diatas lutut, dan mengenakan baju kampret, untuk anak perempuan
biasanya kain sarung batik kecil, kain kebat kecil dan kebaya.

e. Anak usia sekolah

Bila sedang berada di rumah atau sedang bermain, pakaian yang digunakan
anak laki-laki yaitu hanya memakai celana pokek saja, atau kain sarung saja, tanpa
baju kampret. Bila hendak ke luar rumah baru menggunakan sarung dan baju kampret.
Berbeda untuk pergi ke sekolah, busana yang di gunakan yaitu kain panjang batik atau
samping kebat, kain sarung batik, sabuk atau ikat pinggang baju kampret berwarna
putih, dan iket serta lohen.

5
Pemakaian busana untuk di rumah bagi anak wanita pada usia ini, biasanya
tidak lengkap. Kadang-kadang hanya memakai kain panjang saja, atau kain sarung
saja, tanpa kebaya. Bila hendak keluar rumah atau ke pasar baru memakai kain sarung
batik dan kebaya atau memakai kai kebat dan kebaya. Busana yang di gunakan untuk
ke sekolah bagi anak perempuan yaitu kain sarung batik, kain panjang batik atau kain
kebat, beubeur atau ikat pinggang, dan kebaya.

 Remaja

Usia remaja adalah usia anak antara 15 tahun hingga 21 tahun. Biasanya bila
di rumah, anak laki-laki remaja hanya menggunakan kain sarung saja, tanpa baju atau
hanya mengenakan kain sarung saja atau hanya memakai celana pokek saja. Bila
keluar rumah biasanya menggunakan kain sarung dengan baju kampret. Untuk busana
berpegian biasanya ditambah dengan iket atau lohen.

Busana sehari-hari untuk wanita remaja menggunakan kain kebat, kebaya dan
kutang. Sedangkan, busana untuk berpergian menggunakan kain kebat, kebaya,
kutang kutung dan beubeur atau angkin.

 Dewasa

Busana sehari-hari untuk laki-laki dewasa menggunakan celana sontog, baju


kampret, kain sarung dan iket. Sedangkan, busana berpergian untuk laki-laki dewasa
adalah kain sarung poleng, baju kampret (berwarna putih) dan iket. Busana kerja
(Petani) yaitu celana sontog, baju kampret, kain sarung poleng, iket dan dudukuy
cetok. Busana kerja (Tukang delman) yaitu celana panjang batik, ikat pinggang besar
dari kulit, baju kampret (warna putih), kain sarung dan iket barangbang semplak.
Sedangkan, busana kerja (penggembala kerbau) yaitu celana pokek, baju kampret,
kain sarung dan topi cotom atau terkadang menggunakan iket barengkos nangka.

Para wanita dewasa apabila di rumah hanya menggunakan kain kebat dan
kebaya. Seringkali mereka hanya menggunakan kain kebat saja, tanpa kutang dan
tanpa kebaya atau kain kebat dengan kebaya atau kain kebat dengan kutang.
Sedangkan, busana berpergian untuk wanita dewasa yaitu kain panjang, beubeur atau
angkin, kutang, kebaya, selendang batik dan kelengkapan: geulang akar bahar,
suweng pelenis dan ali meneng dan tanpa alas kaki. Kemudian, busana kerja wanita
dewasa untuk (Ke Kali) apabila mereka akan mandi, mencuci pakaian atau mencuci

6
piring seringkali mereka melakukannya dikali atau menuju tempat sumber-sumber air
yang dijadikan pancuran, yakni air yang dialirkan melalui bambu sepanjang 2 meter.

Busana kerja wanita dewasa untuk (Ke Sawah) menggunakan kain panjang
batik yang dililitkan pada pinggang, panjang bawah adalah nengah betis, yakni pada
tengah-tengah betis, bajunya menggunakan kebaya, bisa dengan kutang atau tanpa
kutang jika (tanpa kutang) kebaya ditalikan pada tengah-tengah kebaya dan ditalikan
pula antar ujung kebaya sedangkan jika (memakai kutang) kebaya diberikan penitik
pada belahan kebaya (bagian depan), kain panjang diselempangkan pada bagian
badan ke arah pundak, apabila mereka bekerja di sawah kain panjang yang dipundak
tadi akan dijadikan kerudung. Busana sesudah melahirkan yaitu dibengkung.

2. Kaum Menengah

Busana yang dikenakan di lingkungan masyarakat kaum menengah ketika


masih anak-anak dan remaja tidak berbeda dengan busana yang dikenakan di
lingkungan masyarakat kebanyakan. Kalaupun mau disebut perbedaan, paling-paling
terletak pada kualitas bahan yang digunakan. Busana yang dikenakan di lingkungan
masyarakat kebanyakan biasanya mengambil bahan yang sederhana saja. Lain halnya
dengan yang digunakan oleh masyarakat kaum menengah. Perbedaan bentuk busana
antara masyarakat kebanyakan dengan kaum menengah akan terlihat ketika
menginjak usia dewasa. Timbulnya hal ini disebabkan oleh profesi mereka.

 Anak-Anak

Busana anak-anak kaum menengah sama dengan busana anak-anak kaum


bangsawan, tetapi dengan kualitas bahan yang lebih sederhana.

 Remaja

a. Laki-laki

Busana sehari-hari remaja laki-laki kaum menengah yaitu baju kampret


berwarna putih, sarung poleng dan iket. Sedangkan busana berpergian remaja laki-laki
kaum menengah yaitu baju bedahan putih, kain kebat batik, sabuk dan iket.

7
b. Wanita

Busana berpergian dengan busana resmi remaja wanita kaum menengah


sebenarnya sama, perbedaannya adalah busana berpergian hanya menggunakan kain
kebat batik sebatas mata kaki, kutang, beuber, kebaya dan sepatu tetapi busana resmi
ditambahkan kelengkapan seperti: giwang, kalung, gelang dan cincin.

 Dewasa

a. Laki-Laki

Busana sehari-hari yang digunakan laki-laki dewasa kaum menengah sama


dengan busana remaja laki-laki. Sedangkan, busana resmi laki-laki dewasa kaum
menengah sama dengan busana resmi remaja laki-laki. Hanya berbeda dalam
pemakaian arloji yang berantai emas, karena arloji berantai emas merupakan
kelengkapan busana resmi pada laki-laki dengan wasa. Dan busana untuk
sembahyang laki-laki dewasa kaum menengah menggunakan kain sarung, baju
kampret warna putih, iket dan tarumpah.

b. Wanita

Busana wanita dewasa sama dengan remaja dengan perhiasan yang lebih
lengkap berupa: giwang, kalung, gelang, cincin dan bros.

3. Kaum Bangsawan

 Anak-anak

a. Bayi usia 0-3 bulan

Bayi pada kaum bangsawan, seperti rakyat biasa menggunakan kain panjang
untuk membedong bayi. Kain yang digunakan biasanya kain lereng kecil atau bunga-
bunga kecil, seperti batik kumeli.

b. Bayi usia 3-6 bulan

Bayi dalam usia ini biasanya menggunakan gurita, kutang, kebaya, dan popok.

8
c. Bayi usia 6 bulan hingga 1 tahun

Bayi pada usia ini sudah mulai dapat membalikan tubuhnya, terdapat pula
beberapa bayi yang sudah dapat duduk sendiri. Apabila bayi tertelungkup, maka
perutnya akan terasa sakit apabila menggunakan gurita. Pada usia ini, gurita mulai
ditinggalkan dan digantik dengan menggunakan oto.

d. Anak usia 1-6 tahun

Anak usia 1 tahun sampai 6 tahun untuk busana sehari-hari anak laki-laki
biasanya menggunakan celana kodok, pada kaum bangsawan celana kodok yang
digunakan memiliki variasi pada kerutan celananya. Berbeda pada anak perempuan,
biasanya diberi dua buah kancing dibawah, agar memudahkan anak apabila akan
buang air kecil.

e. Anak usia sekolah (7-8 tahun)

Busana sehari-hari anak laki-laki kaum bangsawan menggunakan celana


komprang, baju kampret, dan juga iket. Selain itu juga anak laki-laki kaum
bangsawan menggunakan kain kebat, baju kampret dan juga iket untuk busana sehari-
harinya. Lain halnya jika akan pergi mengaji maupun ke sekolah, untuk mengaji
menggunakan kain sarung polekat (kain sarung poleng halus) dan baju kampret satin.
Sedangkan untuk sekolah busana yang digunakan yaitu kain kebat dilepe, sabuk (ikat
pinggang), baju bedahan (jas tutup), dan iket palten.

 Remaja

Anak laki-laki remaja dan anak perempuan remaja kaum bangsawan biasanya
tidak bekerja melainkan terdapat semacam pembinaan khusus untuk menjadikan
mereka pemimpin-pemimpin dalam pemerintahan atau menjadi pegawai negeri.

Busana sehari-hari yang dikenakan oleh remaja laki-laki kaum bangsawan


yaitu kain sarung, baju kampret iket parekos. Namun selain itu juga biasanya remaja
laki-laki kaum bangsawan menggunakan kebat batik, sabuk, baju kampret, dan iket.
Celana komprang, sabuk, baju kampret, dan juga iket sering digunakan sebagai
busana sehari-hari. Busana untuk sekolah berbeda dengan pakaian sehari-hari, busana
yang digunakan meggunakan kain kebat batik, sabuk, baju, bedahan (jas tutup)
berwarna putih, dan iket palten. Untuk acara resmi bagi remaja laki-laki yang

9
membedakan hanyalah warna bedahan (jas tutup) yang digunakan yaitu berwarna
hitam.

Busana remaja wanita kaum bangsawan sehari-hari maupun berpergian tetap


menggunakan kain kebat, beubeur (ikat pinggang), kutang dan kebaya. Pada acara-
acara yang lebih ramai, kebaya kaum remaja diberi hiasan-hiasan sulaman emas
dengan bunga-bunga kecil pada seluruh pinggiran kebaya. Model untuk kebaya
remaja wanita ada dua buah, yakni kebaya biasa dan kebaya dengan surawe.

 Dewasa

Kaum laki-laki dari golongan ini kebanyakan diantaranya menggunakan


pakaian yang diadaptasi dari pakaian orang Barat. Wanita memakai kain batik tulis
dan batik cap, untuk berpergian. Sebagai aksesoris biasanya digunakan selendang,
biasanya berbentuk persegi empat panjang dan disampirkan di bahu. Untuk
kesempatan ke pesta busana sering diberi hiasan sulaman dan kain yang dipergunakan
bermacam-macam.

2.2.2 Sumedang

Secara keseluruhan busana yang digunakan penduduk di Sumedang baik orang


kebanyakan, kaum menengah, maupun kaum bangsawan memiliki kesamaan dengan
busana yang di kenakan penduduk daerah Bandung. Baik dalam berpakaian sehari-
hari maupun busana untuk berpergian dan kesempatan resmi. Hal ini dikarenakan ada
kesamaan pandangan dan kebiasaan penggunaan busana serta nilai-nilai yang dianut
dan aturan-aturan yang sama. Namun di samping itu ada beberapa perbedaan antara
busana berpergian kaum orang kebanyakan di Sumedang dan di Bandung,yaitu pada
kebaya yang digunakan. Kebaya di Sumedang memiliki tiga macam potongan baju.
Pertama kebaya dengan lengan sebatas sikut, yang kedua kebaya dengan lengan tiga
perempat panjang lengan, dan yang terakhir kebaya dengan lengan sebatas
pergelangan tangan.

2.2.3 Cirebon

Di wilayah Cirebon terdapat beberapa keraton yang hingga saat ini masih
dipelihara dengan baik. Pengaruh keraton terhadap struktur sosial masyarakat
menyebabkan adanya pembagian lapisan masyarakat seperti adanya kaum orang

10
kebanyakan, kaum menengah, dan kaum bangsawan. Tentunya pembagian lapisan ini
akan berpengaruh tehadap tradisi masyarakat, termasuk dalam hal tata busana.

1. Orang kebanyakan

 Anak-anak

a. Bayi usia 0-3 bulan

Sama halnya dengan di daerah Bandung dan Sumedang, bayi pada usia ini
akan dibungkus dengan sehelai kain yang di sebut dengan dibedong. Selanjutnya pada
usia antara satu sampai dua minggu biasanya bayi akan digunakan gurita.

b. Bayi usia 3-6 bulan

Pada usia ini kebiasaan di bedong mulai di tinggalkan dan digantikan dengan
penggunaan kutang dan juga popok.

c. Bayi usia 6 bulan – 1 tahun

Memasuki usia ini bayi biasanya mulai bisa tengkurap dan gurita yang biasa
dikenakan mulai ditinggalkan dan diganti dengan menggunakan oto. Hingga usia satu
tahun busana bayi tetap seperti itu (popok, kutang, dan oto). Bayi perempuan di
Cirebon dalam hal penggunaan perhiasan umumnya di beri hiasan telinga. Yang
paling sering digunakan yaitu anting-anting atau giwang dengan ukuran kecil.

d. Anak usia 1-6 tahun

Busana anak laki-laki pada usia ini telah berganti dengan celana kodok. Selain
celana kodok, bagi anak laki-laki di lingkungan masyarakat Cirebon juga
menggunakan baju kampret yang tidak berbeda jauh dengan daerah lain (Bandung
dan Sumedang), kain sarung batik, celana pukong, dan iket. Busana untuk berpergian
sama dengan busana sehari-hari namun yang membedaka adalah dalam menggunakan
iket. Iket yang digunakan adalah iket bentuk duk liwet.

Busana yang dipakai anak perempuan sehari-hari yaitu baju kurung dan sarung
batik. Namun ada kalanya anak perempuan di Cirebon tidak menggunakan baju
kurung, namun cukup dengan sarung batik yang dipakai hingga sebatas dada. Busana

11
yang digunakan tidak berbeda dengan busana sehari-hari, kecuali dalam hal keadaan
dan cara pemakaiannya. Pemakaian busananya lebih rapih.

e. Anak usia sekolah

Busana yang digunakan anak laki-laki pada saat pergi ke sekolah tidak
berbeda dengan busana untuk keperluan sehari-hari yaitu celana pukong atau sarung
batik, baju kampret, dan iket. Perbedaannya yaitu dalam hal lipatan kain. Kain sarung
yang di pergunakan ke sekolah dilipat lebih rapih.

Busana sekolah untuk anak perempuan pun tidak berbeda dengan pakaian
sehari-hari. Mereka tetap mengenakan sarung batik dan baju kurung. Baik anak
perempuan maupun laki-laki tidak mengenakan alas kaki.

 Remaja

Di lingkungan masyarakat kebanyakan Cirebon tidak ada busana khusus untuk


kaum remaja. Maksudnya, busana yang dikenakan remaja sama saja dengan pakaian
yang dikenakan oleh anak-anak, dalam hal ini jenisnya.

Busana sehari yang digunakan remaja laki-laki yaitu sarung batik dan baju
kampret, atau celana pukong dan sarung batik. Untuk busana berpergian mereka
mengenakan busana yang tidak biasa dipakai sehari-hari. Maksudnya yang masih
bagus.

Busana yang dipergunakan oleh remaja perempuan dalam kegiatan sehari-hari


yaitu baju kurung dan sarung batik. Untuk berpergian, busana yang mereka kenakan
ditambah lagi. Selain baju kurung dan sarung batik juga stagen dan kutang.

 Dewasa

Busana yang dikenakan oleh orang dewasa pada kehidupan sehari-hari tidak
berbeda dengan busana yang dipakai oleh kaum remajanya. Kaum laki-laki
mengenakan sarung batik, baju kampret dan iket atau tutup kepala bendo. Sedangkan
kaum perempuan mengenakan baju kurung dan sarung batik.

Busana kerja (petani) kaum laki-laki menggunakan celana gombor, kampret,


iket dan cotom. Sedangkan busana kerja (petani) kaum perempuan menggunakan

12
sarung batik hingga setengah betis dan baju kurung yang lengannya digulung dibawah
sikut.

Busana yang dikenakan oleh nelayan di Cirebon tidak banyak berbeda dengan
busana yang dikenakan para petani. Yang penting harus serba praktis, agar
memudahkan ketika mereka sedang melakukan pekerjannya. Karena itu para nelayan
umumnya hanya memakai celana gombor, baju kampret dan cotom. Sedangkan
busana yang dikenakan oleh kaum perempuan di lingkungan nelayan tidak berbeda
dengan perempuan dari lingkungan petani. Mereka mengenakan sarung batik dan baju
kurung, atau kadang-kadang mengenakan sarung batik saja sebatas dada.

Busana yang dikenakan pedagang di pasar adalah sarung batik, baju kampret
dan iket. Namun kadang-kadang ada juga pedagang yang hanya mengenakan sarung
batik dan iket saja. Busana yang dikenakan oleh kaum perempuannya tidak berbeda
dengan busana kaum perempuan dari lingkungan petani dan nelayan. Mereka
mengenakan sarung batik dan baju kurung. Perbedaannya hanya terletak pada
kebersihannya saja.

2. Kaum Menengah

 Anak-anak

Busana yang dikenakan di lingkungan keluarga kaum menengah pada masa


bayi tidak berbeda dengan yang biasa dikenakan di lingkungan masyarakat
kebanyakan. Busana sekolah untuk anak laki-laki adalah jas tutup, lancar (tapi) dan
iket. Sedangkan busana seragam sekolah untuk anak perempuan ialah lancar dan baju
kebaya.

Anak laki-laki dari keluarga kelas menengah biasanya dkhitankan setelah


menginjak usia tujuh tahun. Busana yang dipergunakan untuk keperluan ini umumnya
tidak sama dengan busana yang dipakai sehari-hari atau kata lain lebih diistimewakan.
Anak laki-laki yang disunat biasa menggunakan jas.

 Remaja

Busana yang dikenakan remaja dari lingkungan masyarakat kelas menengah


tidak berbeda dengan busana remaja masyarakat kebanyakan, kecuali dalam hal

13
kualitas bahan, dan motif batik yang khusus untuk remaja putri. Motif batik tersebut
ialah kangkungan.

 Dewasa

Busana sehari-hari dewasa laki-laki menggunakan baju kampret, sarung atau


celana batik, iket dan selop atau terompah. Sedangkan busana yang digunaka dewasa
perempuan ialah lancar, baju kurung atau baju kebaya, sajuk dan selop.

3. Kaum Bangsawan

a. Busana Sultan

Jika dilihat dari saat-saat penggunaannya, busana yang biasa dikenakan oleh
sultan ada dua jenis, yaitu busana resmi dan busana sehari-hari. Busana resmi jenis
pertama, menggunakan celana panjang, baju kebesaran dengan pasmen, rompi putih,
iket wulung piritan, kaus tangan, kaus kaki dan sepatu. Busana resmi jenis kedua,
menggunakan kain lancar dengan menggunakan lamban, rompi berkancing dua belas,
baju dengan bentuk slipper, ample (sabuk kulit), selop, iket wulung piritan dan keris
Busana untuk penobatan, menggunakan baju kebesaran, celana panjang, kain dodot,
benten dan songkok putih.

Selain busana yang dipergunakan untuk menjalankan tugas pemerintahan dan


penobatan, sultan Cirebon dalam kehidupan sehari-harinya biasa mengenakan busana
tertentu. Busana sehari-hari jenis pertama, menggunakan kain lancar yang dilamban,
sabuk kulit, jas tutup warna putih, iket wulung piritan dan selop. Busana sehari-hari
jenis kedua, menggunakan kain lancar yang dilamban, sabuk kulit, senting (baju
takwa), iket wulung piritan dan selop. Busana sehari-hari jenis ketiga, menggunakan
kain lancar yang dilamban, sabuk kulit, baju takwa, bendo keratonan dan sepatu.
Busana sehari-hari jenis keempat, menggunakan kain lancar yang dilamban, baju
takwa, sabuk kulit, bendo keratonan dan selop.

Ada sedikit perbedaan antara selop kedinasan dan selop yang biasa
dipergunakan sehari-hari ketika tinggal dirumah. Selop kedinasan berwarna polos,
sedangkan selop untuk dirumah berhiaskan manik-manik.

14
b. Busana permaisuri

Sebagai pasangan sultan, permaisuri pun harus berpakaian resmi. Ada dua
jenis busana resmi yang biasa dipergunakan seorang permaisuri ketika mendampingi
sultan. Busana resmi jenis pertama, menggunakan baju kurung dengan pasman, kain
lancar, benten yang terbuat dari emas dan selop berhiaskan manik-manik. Busana
resmi jenis kedua, menggunakan kain lancar, kebaya yang berpasmen pada bagian
leher dan pergelangan tangan dan selop yang berhiaskan manik-manik.

Busana sehari-hari yang digunakan oleh permaisuri adalah kain lancar, baju
kurung, sabuk benting usus-usus dan selop. Selain yang berupa busana, permaisuri
sultan biasa mengenakan berbagai perhiasan, yaitu: badong, bros dari emas yang
bertahtakan berlian, kalung rantai dan kalung biji mentimun, gelang kroncong, gelang
rantai, gelang brondong, gelang belah rotan, gelang nagan dan gelang kadal weteng.

15
BAB 3

PEMBAHASAN

Jawa Barat merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang ibukotanya berada di


Bandung. Jawa Barat memiliki tiga tempat yang merupakan pusat kebudayaan di Jawa Barat,
yaitu Bandung, Sumedang dan Cirebon. Dari ketiga kota ini bisa dilihat bahwa meskipun
berada di provinsi yang sama dan memiliki kebudayaan yang hampir sama, masih terdapat
perbedaan yang menjadikan itu sebagai sebuah keragaman budaya.

Sumedang merupakan kota yang dapat di katakan sebagai kota penerus nilai-nilai
etnis Sunda. Di samping itu kota Sumedang sampai saat ini juga masih tersimpan benda-
benda budaya. Demikian pula kota Bandung, yang saat ini memiliki pengaruh besar terhadap
daerah-daerah di sekitarnya, termasuk kegiatan inovasi dan budaya. Adapun mengenai kota
Cirebon yang masih berdiri bangunan-bangunan keraton yang berfungsi sebagai
penyimpanan benda-benda budaya dan adat istiadat yang berlaku di lingkungan keraton dan
berpengaruh ke daerah sekitarnya.

Tradisi Jawa Barat tampak pada busana di Bandung, Sumedang, dan Cirebon, atau di
daerah Jawab Barat umumnya, baik dalam potongan atau bentuk, maupun dalam corak dan
warna. Dari ketiga tradisi itu, kemudian terdapat kecenderungan yang mengarah kepada
kesamaan tradisi, baik yang menyangkut busana kaum bangsawan, maupun busana di
kalangan masyarakat.

Namun diantara kesamaan kebudayaan itu, terdapat beberapa perbedaan yang


tentunya menjadi ciri khas dari tiap daerahnya masing-masing. Berbedaan itupun terlihat dari
bagaimana penduduk setempat berbusana. Baik itu orang kebanyakan, kaum menengah, dan
kaum bangsawan.

Bagi bayi sampai dengan anak sekolah pada ketiga daerah ini tidak terdapat
perbedaan yang mencolok terutama daerah Bandung dan Sumedang. Namun, khusus untuk
daerah Cirebon terdapat berbedaan untuk celana pengganti celana kodok yaitu menggunakan
celana pengkong. Begitu pun pada kaum menengah tak memiliki perbedaan yang signifikan.
Perbedaan akan terlihat pada kalangan kaum bangsawan saat anak memasuki usia sekolah.
Karena bersalah dari kaum bangsawan maka, busana yang di kenakan untuk pergi kesekolah
resmi dan lebih rapih dibanding dengan orang kebanyakan dan kaum menengah.

16
Dilingkungan masyarakat Bandung, Sumedang, dan Cirebon tidak ada busana khusus
untuk kaum remaja pada umumnya pada orang kebanyakan, begitu pula dengan busana kaum
menengah. Perbedaan akan terlihat pada kaum bangsawan, yaitu bahan untuk membuat
busana lebih berkualitas dan memiliki motif yang lebih rumit. Namun pada daerah Sumedang
busana untuk busana berpergian remaja wanita orang kebanyakan memiliki berbedaan yaitu
memiliki tiga macam potongan baju pada kebaya yang dikenakan.

Berbeda halnya untuk busana orang dewasa. Busana untuk kegiatan sehari-hari baik
orang kebanyakan, kaum menengah, dan kaum bangsawan di daerah Bandung dan Sumedang
memiliki kesamaan. Hal yang berbeda terlihat untuk daerah Cirebon, dikarenakan kaum
bangsawan atau Sultan di Cirebon memiliki pakaian dan adat khusus tersendiri.

Dengan demikian, busana tradisional di daerah Jawa Barat ini meskipun sama akan
tetapi memiliki beberapa perbedaan. Terutama bagi orang dewasa yang tentunya memiliki
perbedaan profesi untuk semua golongan, baik orang kebanyakan, kaum menengah, dan
kaum bangsawan. Namun pada saat ini penggunaan busana tradisional dapat di jumpai
apabila pada kesempatan tertentu seperti upacara adat, hari-hari besar kedaerahan, dan lain
sebagainya.

17
BAB 4

KESIMPULAN

4. 1 Kesimpulan

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak suku bangsa. Banyaknya


suku bangsa di Indonesia berpengaruh pada kebudayaan di tiap-tiap wilayahnya.
Setiap wilayah memiliki karakteristik adat istiadat yang berbeda, namun tidak
menjadikan Indonesia terpecah belah. Hal ini justru menjadikan Indonesia bersatu
dalam satu kesatuan. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang di
tiap daerahnya juga memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda, meskipun
terdapat juga beberapa kesamaan. Terutama dalam hal berbusana yang diperlukan
untuk kegiatan manusia.

Jawa Barat memiliki tiga tempat yang merupakan pusat kebudayaan di Jawa
Barat, yaitu Bandung, Sumedang dan Cirebon. Tradisi Jawa Barat tampak pada
busana di Bandung, Sumedang, dan Cirebon, atau di daerah Jawab Barat umumnya,
baik dalam potongan atau bentuk, maupun dalam corak dan warna. Dari ketiga tradisi
itu, kemudian terdapat kecenderungan yang mengarah kepada kesamaan tradisi, baik
yang menyangkut busana kaum bangsawan, maupun busana di kalangan masyarakat.

Dengan demikian, busana tradisional di daerah Jawa Barat ini meskipun sama
akan tetapi memiliki beberapa perbedaan. Terutama bagi orang dewasa yang tentunya
memiliki perbedaan profesi untuk semua golongan, baik orang kebanyakan, kaum
menengah, dan kaum bangsawan. Namun pada saat ini penggunaan busana tradisional
dapat di jumpai apabila pada kesempatan tertentu seperti upacara adat, hari-hari besar
kedaerahan, dan lain sebagainya.

4.2 Saran

Dari makalah ini penulis mengharapkan agar para pembaca dapat lebih
mengenal salah satu pakaian tradisional yang ada di Indonesia dan juga agar kita bisa
melestarikan dan menjaga kebudayaan kita, khususnya pakaian tradisional.

18
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Pakaian Tradisional Daerah Jawa Barat.
Jakarta: -

Mally Maeliah dan P., Pipin Tresna. 2015. Sejarah Busana. Bandung: Gapura Press.

Carapedia. 2014. Pakaian Adat Jawa Barat. [Online]. Diakses dari


https://carapedia.com/pakaian_adat_jawa_barat_info1880.html

19

Anda mungkin juga menyukai