Anda di halaman 1dari 4

Fenomena FOMO (Fear Of Missing Out) Pada Remaja

Saat ini dengan berkembangnya teknologi saat ini sering menggunakan media sosial
untuk berinteraksi maupun melihat kegiatan orang-orang melalui media sosial. Ada
banyak media sosial yang menawarkan pada kita untuk bisa berkomunikasi dengan lintas
negara maupun didalam negara.
Apakah kalian tahu, saat ini banyak sekali fenomena yang terjadi pada kalangan
remaja yang biasa disebut dengan FOMO (Fear Of Missing Out) yang dimana para remaja
ini tidak mau ketinggalan trend-trend yang sedang ada di media sosial. Remaja saat ini
sering merasa terjebak dengan adanya sebuah informasi atau trend kekinian sehingga
membuat mereka khawatir.
Terlebih lagi saat ini sudah diberikan akses mudah untuk melihat serangkaian foto,
video dan cerita sehingga mereka merasa ingin terlibat juga dalam kehidupan yang ada
di media sosial. Hal seperti itu biasanya dikirim oleh teman-temannya melalui media
sosial yang mereka punya.
Nah disaat remaja terlalu khawatir tentang ketinggalan momen di media sosial, hal
itu dapat memberikan dampak negatif loh… untuk kehidupan sehari-harinya. Mereka
akan terus-menerus mengecek smartphone mereka untuk melihat apa yang terjadi di
media sosial, tanpa henti. Kalau kalian tahu dampaknya tidak hanya pada kesehatan
mental, tetapi juga pada kesehatan fisik mereka. Rasa takut yang berlebihan akan
ketinggalan momen dapat menyebabkan penurunan kesehatan mental, karena remaja
merasa tertekan jika tidak memeriksa media sosial.
Memangnya apa sih FOMO itu?

Pengertian dari FOMO (Fear Of Missing Out)


tingkat kecemasan individu yang tinggi
terhadap ketidakhadiran dari pengalaman yang
bermakna, menyenangkan dan keinginan
memenuhi kebutuhan bawaan seperti
keterikatan antarpribadi, popularitas sehingga
mendorong individu untuk melakukan perilaku
tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
FOMO pada remaja saat ini:

1. Penggunaan media sosial dan kemudahan akses


2. Teknologi seluler
3. Tekanan sosial
4. Kecanduan media sosial
5. Kurangnya rasa percaya diri
Perlu kalian ketahui bahwa fakta tentang FOMO ini ternyata individu yang
mengalami FOMO itu mereka akan kecanduan sama media sosialnya… disaat bangun
tidur, saat makan, saat beraktivitas bahkan saat berkendara juga bisa loh..
Hasil penelitian Christina, Yuniardi & Prabowo (2019) bahwa persentase remaja
dengan tingkat FOMO tinggi ialah sebesar 36%. Hal ini berarti sebanyak 40 dari 110
remaja mengalami kekhawatiran bahwa orang lain sedang mengalami sesuatu yang lebih
berharga atau menyenangkan dan merasa dirinya kehilangan kesempatan untuk dapat
terlibat dalam situasi tersebut.
Lebih dari tiga per empat pada generasi milenial tidak bisa lepas dari smartphone
karena mereka menganggap bahwa smartphone merupakan bagian dari diri mereka,
bahkan delapan dari sepuluh generasi milenial tidur bersama dengan smartphone yang
terus menyala di sampingnya dan melihat sosial media Tiktok, Instagram dan membalas
pesan singkat atau apapun yang muncul di smartphonel mereka (Visa dalam Ardiansyah
et al,. 2018).
Wah mengerikan juga ya ternyata, tapi disini ada langkah yang harus dilakukan..
Pertama, penting untuk mengedepankan kesadaran diri. Remaja perlu menyadari
bahwa apa yang terlihat di media sosial hanyalah segmen kecil dari kehidupan
sebenarnya. Mereka harus memahami bahwa setiap orang memiliki momen dan
pengalaman yang berbeda, dan tidak perlu merasa tertekan untuk selalu terlibat dalam
setiap aktivitas yang ditampilkan di media sosial. Kedua, membatasi penggunaan media
sosial. Remaja perlu mengatur waktu dan batasan dalam menggunakan media sosial.
Mereka dapat membuat jadwal atau mengaktifkan fitur pengingat waktu penggunaan
di ponsel mereka. Ketiga. fokus pada diri sendiri dan minat pribadi. Remaja perlu
mengalihkan perhatian mereka dari media sosial ke hal-hal yang benar-benar mereka
sukai dan menarik minat mereka. Ini dapat meliputi mengembangkan hobi baru,
mengikuti kegiatan di luar sekolah, atau bergabung dengan klub atau komunitas yang
sesuai dengan minat mereka.
Hal ini juga sangat penting yaitu membangun hubungan yang bermakna di dunia
nyata. Melalui interaksi yang nyata, mereka dapat memperoleh pengalaman sosial yang
lebih memuaskan dan mengurangi kebutuhan untuk selalu terhubung dengan media
sosial. Keempat, penting untuk mengembangkan rasa percaya diri yang kuat. Remaja
perlu memahami bahwa nilai mereka tidak tergantung pada seberapa banyak mereka
terlibat dalam aktivitas sosial atau populer di media sosial. Mereka harus fokus pada
perkembangan diri, pencapaian pribadi, dan membangun kepercayaan diri yang sehat.
Perlu kalian ketahui juga bahwa fenomena ini bersangkutan dengan teori psikologi
dari Albert Bandura tentang social learning yaitu terdiri dari Modelling Process yang
yang pertama perhatian dimana remaja memperhatikan kehidupan yang ada di media
sosial dan segala hal kegiatan yang dibagikan, kemudian remaja tersebut merasa memiliki
ketertarikkan untuk mengikuti kehidupan, kegiatan atau trend kekinian dan membuat
mereka mengagap hal tersebut sesuatu yang bergensi atau menarik. Kemudian retensi
remaja mengingat trend apa yang harus diikuti berdasarkan yang mereka lihat di media
sosial dan mereka berusaha untuk menirukannya agar tidak ketinggalan dengan trend
kekinian.
Reproduksi setelah mereka mencoba mengingatnya, kini mereka mencoba untuk
mengikuti kehidupan seperti yang ada di media sosial dan serta mengikuti kegiatan-
kegiatan dan menirukan tindakan yang sama ada di media sosial sehingga mereka tidak
akan merasa ketertinggalan update terbaru. Dan terakhir motivasi, disini para remaja
memiliki motivasi untuk melihat terus sosial media agar mereka tidak ketinggalan sesuatu
hal yang baginya penting dalam hidupmya, dan memunculkan perilaku yang tidak sesuai
dengan keinginannya sehingga mereka mengikuti gaya kehidupan yang ada di media
sosial bersama dengan sekelompok temannya.
Terdapat pula konsep yang mendasari fenomena FOMO ini yaitu self-regulation
dimana remaja dapat mengatur dan mengendalikan keinginan mereka dan motivasi
maupun tindakannya. Karena jika remaja tidak bisa mengendalikan diri terhadap apa
yang dilihat media sosial maka akan berdampak pada psikologisnya menyebabkan
kurangnya jam waktu tidur, depresi, kecemasan dan gejala fisik yang lebih besar. Oleh
karena itu pengaturan diri sangat penting untuk memilah perilaku mana yang pantas atau
tidak pantas dan memilih tindakan yang sesuai.
REFERENSI
Adriansyah, M. A., Saputri, A., Lawolo, A. N., & Arsha, J. S. (2019). Vipassana sebagai upaya

preventif bagi penderita fear of missing out(Fomo). Psikostudia : Jurnal Psikologi, 7(1), 50.

https://doi.org/10.30872/psikostudia.v7i1.2393

Christina, R., Yuniardi, M. S., & Prabowo, A. (2019). Hubungan tingkat neurotisme dengan

fear of missing out (Fomo) pada remaja pengguna aktif media sosial. Indigenous: Jurnal

Ilmiah Psikologi, 4(2), 105–117. https://doi.org/10.23917/indigenous.v4i2.8024

Kompas.com. (2022) FOMO (Fear of Missing Out): Pengertian, Faktor Pendorong, dan
Dampaknya. https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/27/173000169/fomo-fear-of-
missing-out---pengertian-faktor-pendorong-dan-dampaknya.
Kompasiana.com. (2022). Dampak Fenomena FOMO (Fear Of Missing Out) pada Kalangan
Remaja.https://www.kompasiana.com/anggitawibisono8913/62b880cc0428243b93036122
/dampak-fenomena-fomo-fear-of-missing-out-pada-kalangan-remaja
Milyavskaya, M., Saffran, M., Hope, N., & Koestner, R. (2018). Fear of missing out: Prevalence,

dynamics, and consequences of experiencing FOMO. Motivation and Emotion, 42(5), 725–

737. https://doi.org/10.1007/s11031-018-9683-5

Nabavi, R. T., & Bijandi, M. S. (2011). Bandura’s social learning theory & social cognitive

learning theory by razieh tadayon nabavi and mohammad sadegh bijandi. ResearchGate.

Anda mungkin juga menyukai