Anda di halaman 1dari 5

HUKUM ACARA PERDATA

Tugas.3
Anda tentunya telah mempelajari materi tuton sesi 1 s.d 7. Sekarang coba Anda kerjakan
tyugas di bawah ini:
1. Sebuah putusan harus memenuhi unsur-unsurnya. Jika Anda memiliki perkara
perdata yang sedang diputus, Anda harus tahu bahwa putusan tersebut harus
memenuhi unsur-unsurnya, jika tidak maka putusan tersebut bisa jadi tidak dapat di
eksekusi. Menurut Anda, hal-hal apa sajakah bagian putusan perdata yang harus
terpenuhi? Jelaskan jawaban Anda! (Nilai max 35)

Jawab :
Sebuah putusan pengadilan harus memenuhi hal-hal sebagi berikut (Vide Pasal 178 HIR,
Pasal 189 RBG dan UU No. 4 Tahun 2004):
1. Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci
Menurut asas ini, putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang
jelas dan cukup. Putusan yang tidak memenuhi ketentuan ini dikategorikan putusan
yang tidak cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd). Alasan-alasan hukum
yang menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan (Vide Pasal 25 UU No.
4 Tahun 2004 dan Pasal 178 ayat (1) HIR):
 pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan;
 hukum kebiasaan;
 yurisprudensi;
 doktrin hukum.
2. Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
Asas ini digariskan dalam Pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189 ayat (2) RBG dan Pasal
50 Rv. Menurut ketentuan ini, putusan yang dijatuhkan pengadilan harus secara total
dan menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap gugatan yang diajukan. Hakim tidak
boleh hanya memeriksa dan memutus sebagian saja, dan mengabaikan gugatan
selebihnya.
3. Tidak Boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
Asas ini digariskan Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 ayat (3) RBG dan Pasal 50 Rv.
Menurut ketentuan ini, putusan yang dijatuhkan pengadilan tidak boleh mengabulkan
melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan (ultra petitum partium). Hakim
yang memutus melebihi tuntutan merupakan tindakan melampaui batas
kewenangan (beyond the powers of this authority), sehingga putusannya cacat
hukum.
Larangan hakim menjatuhkan putusan melampaui batas wewenangnya ditegaskan
juga dalam Putusan MA No. 1001 K/Sip/1972. Dalam putusan mengatakan bahwa
hakim dilarang mengabulkan hal-hal yang tidak diminta atau melebihi dari apa yang
diminta.
4. Diucapkan di Sidang Terbuka Untuk Umum
Menurut Pasal 20 UU No. 4 Tahun 2004, semua putusan pengadilan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Tujuan dari ketentuan ini untuk menghindari putusan pengadilan yang anfair
trial. Selain itu, menurut SEMA No. 04 Tahun 1974, pemeriksaan dan pengucapan
putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila dilakukan dalam sidang
pengadilan.

Serta kita juga harus memperhatikan formulasi putusan. Formulasi putusan adalah
susunan dan sistematika yang harus dirumuskan dalam putusan agar memenuhi syarat
peraturan perundang-undangan. Secara garis besar formulasi putusan diatur dalam Pasal
184 ayat (1) HIR, Pasal 195 RBG dan UU No. 4 Tahun 2004, yang apabila tidak
memenuhi syarat, maka putusan tidak sah dan harus dibatalkan (Vide Putusan MA No.
312 K/Sip/1974).
Sistematika isi putusan sebagai berikut:
1. Memuat Secara Ringkas dan Jelas Pokok Perkara, Jawaban, Pertimbangan dan
Amar Putusan
Terdiri dari,
 pertama dalil gugatan yang apabila tidak dicamtumkan maka putusan batal
demi hukum, sebagaimana diatur dalam Putusan MA No. 312 K/Sip/1974 dan
No. 177 K/Sip/1976,
 kedua jawaban tergugat (Vide Putusan MA No. 312 K/Sip/1974 dan No. 177
K/Sip/1976),
 ketiga uraian singkat ringkasan dan lingkup pembuktian,
 keempat pertimbangan hukum yang berisi tentang analisis, argumentasi,
pendapat atau kesimpulan hukum hakim yang memeriksa perkara berkaitan
dengan alat bukti apakah sudah memenuhi syarat formil dan materiil dan dalil
gugatan dan/atau bantahan yang terbukti. Putusan yang tidak memenuhi
ketentuan ini termasuk putusan yang tidak cukup pertimbangan (niet voldoende
gemotiveerd) yang harus dibatalkan (Vide Putusan MA No. 4434 K/Sip/1986
dan No. 672 K/Sip/1972),
 kelima ketentuan perundang-undangan.
 keenam amar putusan, yang meliputi gugatan mengandung cacat formil,
gugatan tidak terbukti, gugat konvensi tidak terbukti, eksepsi tidak berdasar dan
rekonvensi tidak terbukti, konvensi tidak terbukti, eksepsi tidak berdasar,
rekonvensi terbukti, konvensi terbukti, eksepsi tidak berdasar; rekonvensi tidak
terbukti, dan lain-lain.
 Ketujuh amar putusan mesti dirinci,
 kedelapan amar putusan mesti menyatakan menolak selebihnya.

2. Mancantumkan Biaya Perkara


Suatu putusan harus mencamtumkan biaya perkara sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 184 ayat (1) HIR, dan Pasal 187 ayat (1) RBG. Sedangkan komponen biaya
perkara dijelaskan dalam Pasal 181-182 HIR, dan Pasal 192 s/d 194 RBG. Prinsip dari
pembebanan biaya perkara adalah dibebankan pada pihak yang kalah dan/atau
secara berimbang, apabila kemenangan tidak mutlak, misalnya gugatan hanya
dikabulkan sebagian atau gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.
Pembenan biaya perkara juga meliputi biaya putusan sela, putusan verstek dan
pembebanan biaya tambahan panggilan.
Komponen biaya perkara adalah sebagai berikut:
a. Biaya kantor panitera dan materai;
b. Biaya alat-alat bukti;
c. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan lain menurut hukum;
d. Biaya melaksanakan eksekusi putusan

2. Akhir dari sebuah perkara perdata adalah eksekusi, jika Anda adalah pihak yang
menang, Anda harus mengetahui jenis eksekusi apa yang akan Anda ikuti. Coba Anda
kemukakan dan jelaskan apa saja ruang lingkup eksekusi riil, eksekusi membayar
sejumlah uang! (Nilai max 30)
Jawab :
Pada dasarnya ada dua bentuk eksekusi ditinjau dari segi sasaran yang hendak
dicapai oleh hubungan hukum yang tercantum dalam putusan pengadilan. Adakalanya
secara hubungan hukum yang hendak dipenuhi sesuai dengan amar atau diktum putusan
ilah melakukan suatu tindakan nyata atau tindakan riil, sehingga eksekusi semacam ini
disebut “eksekusi riil”. Adakalanya hubungan hukum yang mesti dipenuhi sesuai dengan
amar putusan ialah melakukan pembayaran sejumlah uang. Eksekusi yang seperti ini
selalu disebut eksekusi pembayaran uang.
Untuk memahami lebih jelas letak perbedaan antara eksekusi riil dengan eksekusi
pembayaran sejumlah uang, ada baiknya kita kembali memperhatikan asas eksekusi yang
berkenaan dengan prinsip kondemnator. Seperti yang sudah dijelaskan, salah satu asas
eksekusi hanya dapat dijalankan atas putusan pengadilan yang bersifat kondemnator.
Mengenai ciri putusan yang bersifat kondemnator sudah dijelaskan rinciannya, yakni
dalam amar putusan terdapat pernyataan “penghukuman” terhadap penggugat untuk
melakukan salah satu perbuatan:
a. Menyerahkan suatu barang;
b. Mengosongkan sebidang tanah atau rumah;
c. Melakukan suatu perbuatan tertentu;
d. Menghentikan suatu perbuatan atau keadaan;
e. Membayar sejumlah uang.
Rincian acuan diataslah yang menentukan suatu putusan bersifat kondemnator.
Bila salah satu rincian acuan ini terdapat dalam amar atau diktum putusan, maka itu
merupakan petunjuk hukum yang menandakan putusan tersebut bersifat kondemnator.
Dan setiap putusan yang bersifat kondemnator, dengan sendirinya mempunyai kekuatan
hukum eksekutorial (dapat dilaksanakan secara paksa oleh kekuatan umum).
Demikian pula seharusnya mengenai penghukuman menghentikan sesuatu
perbuatan, merupakan eksekusi riil berupa tindakan secara nyata menghentikan
perbuatan yang dihukumkan kepada tergugat. Penghentian perbuatan yang dihukumkan
mesti dihentikan secara langsung dan nyata oleh pihak tergugat. Misalnya tergugat
dihukum untuk menghentikan penggalian atas tanah terperkara. Berarti tergugat secara
langsung dan nyata harus berhenti melakukan penggalian di atas tanah tersebut.
Apabila ditinjau dari segi praktek, eksekusi terhadap pembayaran sejumlah uang
pada umumnya tetap melalui proses penjualan lelang terhadap harta benda kekayaan
tergugat, sehingga diperlukan tata cara yang cermat dalam pelaksanaan eksekusinya,
yang garis besarnya:
· harus melalui tahap proses eksekutorial beslag; dan
· kemudian dilanjutkan dengan penjualan lelang yang melibatkan jawatan lelang.
Bertitik tolak dari gambaran diatas, boleh dikatakan undang-undang tidak memuat
aturan yang berkenaan dengan eksekusi riil. Jika diperhatikan ketentuan menjalankan
putusan yang diatur dalam Pasal 195 sampai Pasal 208 HIR atau Pasal 206 sampai Pasla
240 RBG, adalah aturan rincian tata tertib eksekusi mengenai pembayaran sejumlah
uang. Di situ diatur tata cara, mulai dari somasi (peringatan), eksekutorial beslag,
pengumuman lelang, dan penjualan lelang.
Terlepas dari itu semua perlu diperingatkan di sini, sekalipun secara teoritis
eksekusi riil sifatnya mudah dan sederhana, bukan berarti eksekusi riil terlepas sama
sekali dari berbagai masalah. Banyak kesulitan dan hambatan yang dijumpai dalam
praktek, sebagaimana halnya hambatan dan kesulitan yang diketemukan dalam eksekusi
pembayaran sejumlah uang. Permasalahan dan kesulitan eksekusi itulah yang tepat pada
setiap kasus eksekusi. Namun sebelum melangkah ke dalam pembahasan itu, tentu harus
lebih dulu diketahui secara singkat pengertian eksekusi riil maupun eksekusi pembayaran
uang.
Eksekusi Riil yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan
mengosongkan benda tetap kepada orang yang dikalahkan, tetapi perintah tersebut tidak
di laksanakan secara sukarela. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 1033 Rv. dalam Pasal 200
ayat (11) HIR, dan Pasal 218 ayat (2) R.Bg. hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan
lelang
Eksekusi pembayaran sejumlah uang, Objek eksekusi adalah pembayaran
sejumlah uang, yang Harus dilunasi Tergugat kepada Penggugat.
Amar Putusan harus mengandung Penghukuman terhadap Tergugat, untuk membayar
sejumlah Uang
Posisi Tergugat dalam hal ini, Dipaksa melunasi sejumlah uang kepada Penggguat,
Dengan cara Menjual Lelang Harta Kekayaan Tergugat
Perbedaan lain yang sangat menonjol antara eksekusi riil dengan eksekusi
pembayaran sejumlah uang:
· eksekusi riil hanya mungkin terjadi berdasar putusan pengadilan:
 yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap;
 yang bersifat dijalankan lebih dahulu;
 yang berbentuk provisi; dan
 yang berbentuk akta perdamaian di sidang pengadilan.
· eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan atas putusan pengadilan,
tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang
disamakan nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap:
 berupa grose akta pengakuan hutang;
 berupa grose akta hipotik; dan
 berupa kredit verband.
3. Jika Anda dalam perkara perdata merasakan ketidakadilan terhadap sebuah putusan
yang memerintahkan eksekusi dan penyitaan, maka Anda mempunyai hak untuk
melakukan upaya hukum. Menurut Anda, upaya Hukum Melawan Eksekusi dan
Penyitaan apa sajakah yang dapat Anda lakukan? Jelaskan jawaban Anda!

Jawab :
Mengajukan upaya perlawanan terhadap sita eksekutorial, baik yang diajukan oleh yang
terkena eksekusi/tersita maupun yang diajukan oleh pihak ketiga diatur dalam pasal 195
ayat 6 dan ayat 7 H.I.R serta pasal 207 dan pasal 208 H.I.R.. dalam praktek banyak
perkara perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan yang diajukan ke pengadilan.
Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara perlawanan terhadap sita jaminan ini
dilakukan menurut acara biasa, sedangkan dasar pengajuannya dilakukan dengan
berpedoman kepada pasal-pasal R.V yang mengatur persoalan tersebut.

Hal-hal yang diatur dalam ketentuan pasal 195 ayat 6 dan ayat 7 H.I.R tersebut di atas
adalah :
 Perlawanan terhadap sita eksekutorial.
 Yang diajukan oleh yang terkena eksekusi/tersita.
 Yang diajukan oleh pihak pihak ketiga atas dasar hak milik.
 Perlawanan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang melaksanakan
eksekusi.
 Adanya kewajiban dari Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa/memutus
perlawanan itu untuk melaporkan atas pemeriksaan/putusan perkara perlawanan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memerintahkan eksekusi.
Hal-hal yang diatur dalam ketentuan pasal 207 dan pasal 208 H.I.R tersebut di atas
adalah :
 Cara mengajukan perlawanan tersebut dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.
 Kepada siapa atau Ketua Pengadilan Negeri di mana perkara perlawanan tersebut
harus diajukan.
 Adanya asas bahwa perlawanan tidak menangguhkan eksekusi.
 Pengecualian terhadap asas tersebut di atas.
 Kemungkinan untuk mengajukan permohonan banding.

Pasal-pasal tersebut di atas jelas memuat ketentuan tentang perlawanan yang diajukan
terhadap sita eksekutorial, berarti bahwa barang yang bersangkutan merupakan barang
penyitaan yang terhadapnya dimohonkan agar dapat diangkat atau masih dalam
penyitaan. Atau dengan kata lain, bahwa atas barabf tersebut masih belum dilelang atau
masih belum dilaksanakan penyerahannya kepada pihak yang menang.

Apabila perlawanan diajukan secara terlambat, yaitu di mana barang tersebut sudah
dilelang atau sudah diserahkan kepada pihak yang menang, maka pelawan tidak akan
mendapatkan apa-apa, walaupun pelawan merupakan pemilik sebenarnya dari benda
yang disita tersebut. Hal ini dikarenakan ia terlambat mengajukan perlawanan, sehingga
berakibat perlawanan yang diajukannya akan tidak berhasil dan dinyatakan tidak dapat
diterima (putusan Mahkama Agung, tertanggal 24 Januari 1980 Nomor : 393 K/Sip/1975,
yang dimuat dalam Yurisprudensi Indonesia 1979-1 halaman 224 dan putusan Mahkama
Agung, tertanggal 15 April 1981 Nomor : 1281 K/Sip/1979, yang dimuat dalam
Yurisprudensi Indonesia 1981-1 halaman 305). Barang yang telah dilelang tersebut akan
tetap ada pada pembeli dari pelelangan tersebut, dan terhadap barang yang telah
diserahkan kepada pihak yang menang akan tetap di tangan yang menerima barang
tersebut

Mengenai perlawanan tereksekusi terhadap sita eksekusi dijelaskan lebih jauh


dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II yang
diterbitkan oleh Mahkamah Agung (hal. 144-145). Di dalam buku tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
- Perlawanan tereksekusi terhadap sita eksekusi barang bergerak dan barang yang
tidak bergerak diatur dalam pasal 207 HIR atau pasal 225 Rbg.
- Perlawanan ini pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi. Pasal 207 (3) HIR atau
227 RBg. Namun, eksekusi harus ditangguhkan, apabila segera nampak bahwa
perlawanan tersebut benar dan beralasan, paling tidak sampai dijatuhkannya putusan
oleh Pengadilan Negeri.
- Terhadap putusan dalam perkara ini, permohonan banding diperkenankan.

Anda mungkin juga menyukai