KALIBRASI ALAT
Tujuan kalibrasi adalah alat untuk mencapai ketelusuran pengukuran. Kalibrasi alat
hidrolika adalah perbandingan antara debit bacaan dengan debit terukur. Debit air
adalah kecepatan aliran zat cair per satuan waktu. Satuan debit digunakan dalam
pengawasan kapasitas atau daya tampung air di sungai agar dapat dikendalikan.
Tujuan penggunaan debit adalah untuk mengetahui banyaknya air yang mengalir
pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam satu detik. Cara
mengetahui aliran tersebut dengan memakai cara Turbullen yaitu dengan melihat
bagaimana air tersebut mengalir dengan membentuk gelombang-gelombang.
Di Indonesia terdapat 2 jenis kalibrasi yaitu kalibrasi teknis dan kalibrasi legal.
Kalibrasi teknis adalah kalibrasi peralatan ukur yang tidak berhubungan langsung
dengan dunia perdagangan, dilakukan oleh laboratoriun kalibrasi terakreditasi
dan(diakui secara nasional).
BAB 1 KALIBASI ALAT
Nilai ketidakpastian pada pengukuran kalibrasi harus lebih kecil dari pada toleransi
yang diberikan untuk benda atau produk yang diukur, idealnya nilai ketidakpastian
pengukuran besarnya sepersepuluh dari toleransi atau dalam kondisi terburuk nilai
ketidakpastian pengukuran diharapkan tidak lebih dari sepertiga toleransi.
Persyaratan Kalibrasi:
a. Standar acuan yang mampu telusur ke standar Nasional / Internasional.
b. Metoda kalibrasi yang diakui secara Nasional / Internasional.
c. Personil kalibrasi yang terlatih, yang dibuktikan dengan sertifikasi dari
laboratorium yang terakreditasi.
d. Ruangan / tempat kalibrasi yang terkondisi, seperti suhu, kelembaban, tekanan
udara, aliran udara, dan kedap getaran.
e. Alat yang dikalibrasi dalam keadaan berfungsi baik / tidak rusak.
Adapun beberapa rumus yang digunakan untuk menghitung kalibrasi alat yaitu :
a. Kecepatan aliran (V) :
V = √2 × g × hpitot (1.1)
Keterangan :
V = Kecepatan aliran (m/s)
g = Gravitasi bumi (9,81 m/s
Hpitot = Tinggi aliran pada tabung pitot (m)
Keterangan :
Qt = Debit terukur (m3/s)
A= Luas aliran (m/s)
V = Kecepatan aliran (m/s)
Keterangan :
Fr = Angka Froud
V = Kecepatan aliran (m/s)
d. Kalibrasi alat :
Qb
Kalibrasi = (1.4)
Qt
Keterangan :
Qb = Debit bacaan(m3/s)
Qt = Debit terukur (m3/s)
e. Kemudian, membaca kecepatan arus aliran dan tinggi permukaan air yang
lewat, yang divariasikan hanya debitnya saja;
f. mengamati dan catat data-data yang diperlukan dalam praktikum ini.(Debit
bacaan (Qb), tinggi aliran (H) dan tinggi aliran di tabung pitot (hpitot)
menggunakan metode 3 titik;
g. Mengulangi prosedur diatas untuk kemiringan yang berbeda, variasikan
kemiringannya untuk mengambil data pada lokasi yang berbeda (pada hulu,
tengah, dan hilir), dan mengulang prosedur 1-7 hingga memperoleh 3 data di
setiap lokasi
Mulai
Selesai
= √2 x 9,81 x 0,018
= 0,5943 m/s
V0,2 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,015
= 0,5425 m/s
V0,8 =√2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,012
= 0,4852 m/s
V0,6 +V0,2 +V0,8
Vrata-rata =
3
0,5943+0,5425+0,4852
=
3
= 0,5407 m/s
c. Debit terukur (Qt) =AxV
= 0,0068 x 0,5407
= 0,00367 m3/s
v
d. Froude =
√g.H
0,5407
=
√9,81 x 0,073
0,001867
=
0,00367
= 0,5086
= √2 x 9,81 x 0,015
= 0,5425 m/s
V0,2 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,016
= 0,5603 m/s
V0,8 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,017
= 0,5775 m/s
0,0018667
=
0,00313
= 0,5973
Ditanya :
a. Luas Aliran (A)
b. Kecepatan Aliran (V)
c. Debit terukur (Qt)
d. Froude
e. Kalibrasi
Jawab :
a. Luas Aliran (A) =BxH
= 0,093 x 0,045
= 0,0042 m2
b. Kecepatan Aliran (V)
V0,6 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,027
= 0,7278 m/s
V0,2 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,03
= 0,7672 m/s
V0,8 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,026
= 0,7142 m/s
V0,6 +V0,2 +V0,8
Vrata-rata =
3
0,7278+0,7672+0,7142
=
3
= 0,7364 m/s
0,7364
=
√9,81 x 0,045
0,001867
=
0,00308
= 0,6057
= 0,0063 m2
= √2 x 9,81 x 0,015
= 0,5425 m/s
V0,2 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,019
= 0,6106 m/s
V0,8 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,02
= 0,6264 m/s
V0,6 +V0,2 +V0,8
Vrata-rata =
3
0,5425+0,6106+0,6264
=
3
= 0,5932 m/s
0,001867
=
0,00376
= 0,4967
= √2 x 9,81 x 0,018
= 0,5943 m/s
V0,2 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,019
= 0,6106 m/s
V0,8 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,018
= 0,5943 m/s
V0,6 +V0,2 +V0,8
Vrata-rata =
3
0,5943+0,6106+0,5943
=
3
= 0,5997 m/s
c. Debit terukur (Qt) =AxV
= 0,0052 x 0,5997
= 0,00315 m3/s
v
d. Froude =
√g.H
0,5997
=
√9,81 x 0,053
0,001867
=
0,00315
= 0,5932
= √2 x 9,81 x 0,024
= 0,6862 m/s
V0,2 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,028
= 0,7412 m/s
V0,8 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,017
= 0,5775 m/s
V0,6 +V0,2 +V0,8
Vrata-rata =
3
0,6862+0,7412+0,5775
=
3
= 0,6683 m/s
0,001867
=
0,00291
= 0,6412
d. Froude
e. Kalibrasi
Jawab :
a. Luas Aliran (A) =BxH
= 0,09 x 0,061
= 0,0055 m2
= √2 x 9,81 x 0,017
= 0,5775 m/s
V0,2 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,016
= 0,5603 m/s
V0,8 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,02
= 0,6264 m/s
V0,6 +V0,2 +V0,8
Vrata-rata =
3
0,5775+0,5603+0,6264
=
3
= 0,5881 m/s
c. Debit terukur (Qt) =AxV
= 0,0055 x 0,5881
= 0,00323 m3/s
v
d. Froude =
√g.H
0,5881
=
√9,81 x 0,061
Qb
e. Kalibrasi =
Qt
0,001867
=
0,00323
= 0,5782
Ditanya :
a. Luas Aliran (A)
b. Kecepatan Aliran (V)
c. Debit terukur (Qt)
d. Froude
e. Kalibrasi
Jawab :
a. Luas Aliran (A) =BxH
= 0,09 x 0,061
= 0,0055 m2
b. Kecepatan Aliran (V)
V0,6 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,022
= 0,6570 m/s
V0,2 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,019
= 0,6106 m/s
V0,8 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,016
= 0,5603 m/s
V0,6 +V0,2 +V0,8
Vrata-rata =
3
0,6570+0,6106+0,5603
=
3
= 0,6093 m/s
0,001867
=
0,00334
= 0,5581
Ditanya :
a. Luas Aliran (A)
b. Kecepatan Aliran (V)
c. Debit terukur (Qt)
d. Froude
e. Kalibrasi
Jawab :
a. Luas Aliran (A) =BxH
= 0,09 x 0,065
= 0,0059 m2
= √2 x 9,81 x 0,014
= 0,5241 m/s
V0,2 =√2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,025
= 0,7004 m/s
V0,8 = √2.g.hpitot
= √2 x 9,81 x 0,01
= 0,4429 m/s
V0,6 +V0,2 +V0,8
Vrata-rata =
3
0,5241+0,7004+0,4429
=
3
= 0,5558 m/s
Qb
e. Kalibrasi =
Qt
0,001867
=
0,00325
= 0,5741
1.7 Grafik
1.7.1 Daftar Grafik
Gambar 1.2 Grafik Hubungan antara Debit Bacaan (Qb) dan Debit Terukur (Qt) di
Hulu (Terlampir)
Gambar 1.3 Grafik Hubungan antara Debit Bacaan (Qb) dan Debit Terukur (Qt) di
Tengah (Terlampir)
Gambar 1.4 Grafik Hubungan antara Debit Bacaan (Qb) dan Debit Terukur (Qt) di
Hilir (Terlampir)
Menurut literatur angka kalibrasi yang baik adalah 0,5 – 1. Dari percobaan diatas
menunjukan angka rata – rata kalibrasi adalah 0,5705 di hulu, 0,5769 di tengah, dan
0,5701 di hilir maka berarti termasuk kedalam kalibrasi yang baik. Beberapa hasil
angka Froude termasuk ke dalam aliran sub kritis karena angka froudenya < 1 dan
adapula yang termasuk superkritis karena angkanya froudenya > 1.
1.8.2 Saran
Setelah melakukan praktikum hidrolika kalibrasi alat ada beberapa saran yang harus
diperhatikan yaitu sebagai berikut:
a. Pada saat membaca debit yang ada pada alat hidrolika harus sesuai
pembacaannya pada waktu mulai ditentukan, karena nilai debit bacaan yang
ditentukan sangat berpengaruh pada grafik.
b. Lebih teliti melakukan praktikum sehingga data yang diperoleh akur.
c. Praktikan diharapkan memperhatikan setiap instruksi dan pembahasan yang
diberikan oleh asistan laboratorium.
BLANKO
KALIBRASI ALAT
Tabel 1.2 Data Pengamatan Kalibrasi Alat di Bagian Hulu
Qb B H A V V Qt Kalibrasi
Bagian No hpitot (m) Froude Kalibrasi Prosedur
(m3/s) (m) (m) (m2) (m/s) (m/s) (m3/s) Rata-Rata
0,6 0,018 0,5943
1 0,001867 0,073 0,0068 0,2 0,015 0,5425 0,5407 0,00367 0,6389 0,5086 Sentris
0,8 0,012 0,4852
0,6 0,015 0,5425
Diputar
Hulu 2 0,001883 0,093 0,06 0,0056 0,2 0,016 0,5603 0,5601 0,00313 0,7301 0,6026 0,5705
3x
0,8 0,017 0,5775
0,6 0,027 0,7278
Diputar
3 0,001850 0,045 0,0042 0,2 0,03 0,7672 0,7364 0,00308 1,1084 0,6003
lagi 3x
0,8 0,026 0,7142
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022) Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM. 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl, JendralSudirman KM,3 CilegonTlp, (0254) 395502 Ext, 19
BLANKO
KALIBRASI ALAT
Tabel 1.3 Data Pengamatan Kalibrasi Alat di Bagian Tengah
Bagian Qb B H A V V Qt Kalibrasi
No hpitot (m) Froude Kalibrasi Prosedur
(m3/s) (m) (m) (m2) (m/s) (m/s) (m3/s) Rata-Rata
0,6 0,015 0,5425
1 0,001867 0,064 0,0063 0,2 0,019 0,6106 0,5932 0,00376 0,7486 0,4967 Sentris
0,8 0,02 0,6264
0,6 0,018 0,5943
Diputar
Tengah 2 0,001883 0,099 0,053 0,0052 0,2 0,019 0,6106 0,5997 0,00315 0,8317 0,5985 0,5769
3x
0,8 0,018 0,5943
0,6 0,024 0,6862
Diputar
3 0,001850 0,044 0,0044 0,2 0,028 0,7412 0,6683 0,00291 1,0172 0,6355
lagi 3x
0,8 0,017 0,5775
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM. 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl, JendralSudirman KM,3 CilegonTlp, (0254) 395502 Ext, 19
BLANKO
KALIBRASI ALAT
Tabel 1.4 Data Pengamatan Kalibrasi Alat di Bagian Hilir
Bagian Qb B H A V V Qt Kalibrasi
No hpitot (m) Froude Kalibrasi Prosedur
(m3/s) (m) (m) (m2) (m/s) (m/s) (m3/s) Rata-Rata
0,6 0,017 0,5775
1 0,001867 0,061 0,0055 0,2 0,016 0,5603 0,5881 0,00323 0,7602 0,5782 Sentris
0,8 0,02 0,6264
0,6 0,022 0,6570
Diputar
Hilir 2 0,001883 0,09 0,061 0,0055 0,2 0,019 0,6106 0,6093 0,00334 0,7876 0,5630 0,5701
3x
0,8 0,016 0,5603
0,6 0,014 0,5241
Diputar
3 0,001850 0,065 0,0059 0,2 0,025 0,7004 0,5558 0,00325 0,6960 0,5690
lagi 3x
0,8 0,01 0,4429
(Sumber : Data Pribadi Kelompok 11, 2022)
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM. 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
KALIBRASI ALAT
y = 0,0031x - 3,922
0,00360
Hubungan
0,00350 Qb dan Qt
0,00340
0,00330 Linear
(Hubunga
0,00320
n Qb dan
0,00310 Qt)
0,00300
0,00184 0,00185 0,00186 0,00187 0,00188 0,00189
DEBIT BACAAN (QB)
Gambar 1.2 Grafik Hubungan antara Debit Bacaan (Qb) dan Debit Terukur (Qt) di Hulu
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
0,001867 0,00367
0,001883 0,00313
0,001850 0,00308
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
LAMPIRAN
KALIBRASI ALAT
0,00325 Linear
(Hubungan
0,00305 Qb dan Qt)
0,00285
0,00184 0,00185 0,00186 0,00187 0,00188 0,00189
DEBIT BACANN (QB)
Gambar 1.3 Grafik Hubungan antara Debit Bacaan (Qb) dan Debit Terukur (Qt) di Tengah
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
0,001867 0,00376
0,001883 0,00315
0,001850 0,00291
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
LAMPIRAN
KALIBRASI ALAT
0,00334 Hubungan
Qb dan Qt
0,00332
0,00330 Linear
(Hubungan
0,00328 Qb dan Qt)
0,00326
0,00324 y = 0,0031x - 3,9217
0,00322
0,00184 0,00185 0,00186 0,00187 0,00188 0,00189
DEBIT BACAAN (QB)
Gambar 1.4 Grafik Hubungan antara Debit Bacaan (Qb) dan Debit Terukur (Qt) di Hilir
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
0,001867 0,00323
0,001883 0,00334
0,001850 0,00325
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Q = A×V (2.1)
Keterangan:
A = Laju penampang (m2 )
V = Laju aliran atau cairan (m/s)
tekanan bisa diukur dengan perubahan tinggi dari fluida tersebut. Tekanan stagnansi
dari fluida disebut juga tekanan total atau tekanan pitot. Tekanan stagnansi yang
terukur tidak bisa digunakan untuk menentukan kecepatan fluida. Tekanan stagnasi
dari fluida disebut juga dengan tekanan total atau tekanan pitot. Pengukuran
dilakukan dengan membagi kedalam sungai menjadi beberapa bagian fengan lebar
permukaan yang berbeda. Pada tabung pitot sederhana, terdiri dari tabung yang
mengarah secara langsung ke aliran fluida. Tabung pitot berisi fluida, sehingga
tekanan bisa diukur dengan perubahan tinggi dari fluida tersebut. Tabung pitot
terdiri dari dua pipa yaitu:
a. Static Tube
Merupakan pipa yang digunakan untuk mengukur tekanan statis. pipa ini
membuka secara tegak lurus sampai ke aliran sehingga dapat diketahui tekanan
statisnya. Tekanan statis (fluida diam) ditinjau ketika fluida yang sedang diam
atau berada dalam keadaan setimbang.
b. Dynamic Tube
Merupakan pipa yang digunakan untuk mengukur tekanan dinamis. tekanan
dinamis atau fluida ideal merupakan fluida yang mengalir (bergerak) ciri umum
dari fluida ideal. Prinsip kerja tabung pitot yaitu udara akan masuk melalui
lubang yang berlawanan dengan arah laju gas, kemudian udara yang masuk akan
menekan air raksa yang muka-mula seimbang sampai ketinggian tertentu.
Pengukuran aliran adalah sebuah ilmu yang membahas koefisien karena kita
umumnya menerapkan persamaan Bernoulli unutk aliran zat cair dan persamaan
energi aliran steady untuk aliran gas isotropic (dalam kasus fluida diandalkan tanpa
Kecepatan rata-rata aliran pada setiap penampang pias berdasarkan atas sejumlah
titik pengukuran adalah sebagai berikut:
a. Metode 1 titik pengukuran (kecepatan diukur pada 0,6 kedalaman air)
vi = v0,6 (2.3)
b. Metode 2 titik pengukuran (kecepatan diukur pada 0,2 dan 0,8 kedalaman air)
vi = (v0,2 + v0,8) / 2 (2.4)
c. Metode 3 titik pengukuran (kecepatan diukur pada 0,2; 0,6; dan 0,8 kedalaman
air)
vi = (v0,2 + v0,6 + v0,8) / 3 (2.5)
b. Terlebih dahulu mengukur ketinggian muka air saluran (H) dan lebarnya aliran
(B) dengan jangka sorong/alat pengukur;
c. Mengukur kedalaman alat yang akan ditempatkan di permukaan air dengan
menggunakan metode 2 titik;
d. Menempatkan Tabung pitot pada kedalaman yang telah ditentukan;
e. Mengukur ketinggian air di dalam Tabung pitot (hpitot) sampai batas permukaan
air pada saluran;
f. Mencatat dan amati data data yang dibutuhkan. (H, hpitot dan B);
g. Mengulang percobaan diatas untuk beberapa tinggi muka air (H) sesuai dengan
perubahan aliran yang ditentukan;
h. Melakukan prosedur pengukuran ini untuk setiap perubahan debit aliran
percobaan (3 debit).
Mulai
Selesai
Gambar 2.1 Diagram Alir Pengukuran Debit dengan Tabung Pitot
(Sumber: Modul Praktikum Hidrolika, 2022)
Jawab:
Luas penampang (A) =H×B
= 0,07 × 0,093
= 0,00651 m2
Kecepatan 1 (V0,6) = √2 . g . h1
= √2 . 9,81 . 0,013
= 0,50503 m/s
Kecepatan 2 (V0,2) = √2 . g . h2
= √2 . 9,81 . 0,014
= 0,52409 m/s
Kecepatan 3 (V0,8) = √2 . g . h3
= √2 . 9,81 . 0,014
= 0,52409 m/s
Kecepatan rata-rata (V1) = V0,6
= 0,50503 m/s
V0,2 + V0,8
Kecepatan rata-rata (V2) =
2
0,52409 + 0,52409
=
2
= 0,52409 m/s
V0,2 + V0,8 + V0,6
Kecepatan rata-rata (V3) =
3
0,52409 + 0,52409 + 0,50503
=
3
= 0,51773 m/s
Debit 1 (Q1) = A × V1
= 0,00651× 0,50503
= 0,00328 m3/s
Debit 2 (Q2) = A × V2
= 0,00651 × 0,52409
= 0,00341 m3/s
Debit 3 (Q2) = A × V3
= 0,00651 × 0,51773
= 0,00337 m3/s
0,00328 + 0,00341 + 0,00337
Debit Rata-rata (Q Rata-rata) =
3
= 0,00335 m3/s
b. Percobaan 2 (Debit Sedang)
Diketahui:
Tinggi saluran (H) = 5,5 cm = 0,055 m
Lebar saluran (B) = 9,3 cm = 0,093 m
Tinggi aliran tabung pitot 1 (h0,6) (hpitot1) = 1,4 cm = 0,014 m
Tinggi aliran tabung pitot 2 (h0,2) (hpitot2) = 1,1 cm = 0,011 m
Tinggi aliran tabung pitot 3 (h0,8) (hpitot3) = 1,2 cm = 0,012 m
Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/s2
Ditanya:
Luas penampang
Kecepatan rata-rata aliran penampang pias
Debit aliran penampang
Debit aliran rata-rata
Jawab:
Luas penampang (A) =H×B
= 0,055 × 0,093
= 0,00511 m2
Kecepatan 1 (V0,6) = √2 . g . h1
= √2 . 9,81 . 0,014
= 0,52409 m/s
Kecepatan 2 (V0,2) = √2 . g . h2
= √2 . 9,81 . 0,011
= 0,46456 m/s
Kecepatan 3 (V0,8) = √2 . g . h3
= √2 . 9,81 . 0,012
= 0,48522 m/s
Luas penampang
Kecepatan rata-rata aliran penampang pias
Debit aliran penampang
Debit aliran rata-rata
Jawab:
Luas penampang (A) =H×B
= 0,046 × 0,093
= 0,00427 m2
Kecepatan 1 (V0,6) = √2 . g . h1
= √2 . 9,81 . 0,013
= 0,50503 m/s
Kecepatan 2 (V0,2) = √2 . g . h2
= √2 . 9,81 . 0,011
= 0,46456 m/s
Kecepatan 3 (V0,8) = √2 . g . h3
= √2 . 9,81 . 0,013
= 0,50503 m/s
Kecepatan Rata-Rata (V1) = V0,6
= 0,50503 m/s
V0,2 + V0,8
Kecepatan Rata-Rata (V2) =
2
0,46456 + 0,50503
=
2
= 0,48479 m/s
V0,2 + V0,8 + V0,6
Kecepatan Rata-Rata (V3) =
3
0,46456 + 0,50503 + 0,50503
=
3
= 0,49154 m/s
Debit 1 (Q1) = A × V1
= 0,00427 × 0,50503
= 0,00215 m3/s
Debit 2 (Q2) = A × V2
= 0,00427 × 0,48479
= 0,00207 m3/s
Debit 3 (Q2) = A × V3
= 0,00427 × 0,49154
= 0,00209 m3/s
Dari percobaan dan perhitungan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
percobaan pertama dengan debit terbesar memiliki nilai kecepatan rata-rata metode
1, 2, dan 3 titik secara berturut turut 0,50503 m/s, 0,52409 m/s, dan 0,51773 m/s,
serta debit rata-rata bernilai 0,00335 m³/s. Percobaan kedua dengan debit sedang
memiliki nilai kecepatan rata-rata metode 1, 2, dan 3 titik secara berturut turut
0,52409 m/s, 0,47489 m/s, dan 0,49129 m/s, serta debit rata-rata bernilai 0,00253
m³/s. Percobaan ketiga dengan debit terkecil memiliki nilai kecepatan rata-rata
metode 1, 2, dan 3 titik secara berturut turut 0,50503 m/s, 0,48479 m/s, dan 0,49154
m/s, serta debit rata-rata bernilai 0,0021 m³/s.
2.6.2 Saran
Setelah melakukan percobaan diatas diperoleh beberapa saran yang didapatkan
diantaranya sebagai berikut.
a. Praktikan diharapkan untuk memahami dan menghafal prosedur sehingga dapat
melaksanakan praktikum dengan lancar dan benar;
b. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam mengukur ketinggian air dalam tabung
pitot.
BLANKO PERCOBAAN
PENGUKURAN DEBIT MENGGUNAKAN TABUNG PITOT
Bella Rizka
NIM 3336190043
BAB 3
PENGALIRAN LEWAT SALURAN TERTUTUP (POMPA)
Terdapat perbedaan yang mendasar antara aliran pada saluran terbuka dan aliran
pada pipa yaitu pada saluran terbuka terdapat permukaan yang bebas (hampir
selalu) berupa udara. Oleh karena itu, apabila pada pipa alirannya tidak penuh maka
akan terdapat rongga yang berisi udara sehingga sifat dan karakteristik alirannya
pun akan sama dengan aliran pada saluran terbuka. Salah satu contohnya yaitu pada
aliran air di gorong-gorong. Ketika kondisi saluran penuh dengan air, maka
desainnya harus mengikuti kaidah aliran pada pipa. Namun, apabila aliran air yang
berada di dalam gorong-gorong didesain tidak penuh, maka sifat alirannya akan
termasuk kedalam aliran dengan kondisi saluran terbuka. Selain perbedaan tersebut,
terdapat perbedaan lain yaitu saluran terbuka mempunyai kedalaman air (ɣ),
sedangkan pada pipa kedalaman air berupa (Ρ/ ɣ). Dengan demikian, konsep
analisis aliran pada pipa ini harus dalam kondisi pipa yang terisi penuh dengan air.
BAB 3 PENGALIRAN LEWAT SALURAN TERTUTUP (POMPA)
a. Aliran Laminar
Aliran laminar merupakan aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikel-
partikel fluidanya sejajar dan garis garis arusnya halus. Aliran laminar mengikuti
hukum newton tentang viskositas yang menghubungkan tegangan geser dengan
laju perubahan bentuk sudut. Akan tetapi Ketika viskositas yang rendah dan
kecepatan yang tinggi, aliran laminar tidak stabil dan berubah menjadi aliran
turbulen. Dengan demikian, dapat dikatakan aliran laminar memiliki ciri ciri yaitu
fluida bergerak mengikuti garis lurus, kecepatan fluidanya rendah, viskositasnya
tinggi dan lintasan gerak fluida teratur antara satu dengan yang lain.
b. Aliran Turbulen
Ketika kecepatan aliran relative besar akan menghasilkan aliran yang tidak
laminar melainkan komplek. Ciri-ciri dari aliran turbulen yaitu tidak adanya
keteraturan dalam lintasan fluidanya, aliran banyak bercampur, kecepatan fluida
tinggi, Panjang skala aliran besar dan viskositasnya rendah. Karakteristik dari
aliran turbulen dapat ditunjukkan oleh terbentuknya pusaran-pusaran dalam aliran,
yang menghasilkan pencampuran secara terus menerus antara partikel-partikel
cairan diseluruh penampang aliran.
c. Aliran Transisi
Aliran transisi adalah aliran udara dengan bentuk peralihan dari aliran laminar ke
aliran turbulen. Keberadaan aliran transisi diakibatkan dari perbedaan sifat antara
aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran transisi dapat terbentuk Ketika nilai
bilangan Reynolds mengalami peningkatan. Rentang nilai aliran transisi
dipengaruhi oleh tingkat ketidaksempurnaan sistem aliran udara atau fluida
beserta dengan tingkat gangguan lainnya.
Apabila Hpompa adalah sama denagan Hstatis ditambah total kehilangan energi,
maka daya pompa dapat dirumuskan:
Q × Hp
P= ×γw (3.3)
ŋ
Keterangan :
γw = berat jenis air
ŋ = efisiensi alat
Kehilangan energi Panjang aliran dapat disebabkan oleh gesekan atau perubahan
penampang aliran oleh gangguan lokal kehilangan energi pada masing-masing
tempat dibagi beberapa bentuk, yaitu kehilangan energi pada awal pipa
(pemasukan), ujung pipa (akhir), dan pada perubahan pipa (penyempitan,
pelebaran, dan belokan). Kehilangan energi pada pipa dapat dirumuskan:
v² v²
Hf = 0,05 +1 (3.4)
2g 2g
Keterangan:
Hf = kehilangan energi
v = kecepatan
g = gravitasi
d. Mengukur ketinggian aliran (H) di hulu dan ketinggian statis (H st) di hilir;
e. Mengamati dan mencatat data-data yang diperlukan dalam praktikum ini;
f. Mengulangi prosedur diatas untuk debit dan kemiringan yang berbeda
sebanyak 3 kali percobaan.
Mulai
Mengukur ketinggian aliran (H) dihulu dan ketinggian statis (Hst) di hilir.
Selesai
Gambar 3.1 Diagram alir praktikum pengaliran lewat saluran tertutup (pompa)
(Sumber: Modul Praktikum Hidrolika, 2022)
= √2 × 9,81 × 0,018
= 0,594 m/s
= √2 × 9,81 × 0,015
= 0,542 m/s
= √2 × 9,81 × 0,012
= 0,485 m/s
(V0,6 + V0,2 + V0,8)
Kecepatan rata-rata (V̅) =
3
(0,594 + 0,542 + 0,485)
=
3
= 0,541 m/s
V² V²
Kehilangan energi (Hf) = 0,05 × +1
2g 2g
0,541² 0,541²
= 0,05 × +1
2×9,81 2 × 9,81
= 0,016 m
Q × Hp
Daya pompa (P) = ×γw
ŋ
(lebar × tinggi × v) × Hp
= ×γw
90%
(0,093 × 0,073 × 0,541) × 0,976
= × 1000
90%
= 3,9791 Nm/s
= √2 × 9,81 × 0,015
= 0,542 m/s
= √2 × 9,81 × 0,016
= 0,560 m/s
= √2 × 9,81 × 0,017
= 0,578 m/s
(V0,6 + V0,2 + V0,8)
Kecepatan rata-rata (V̅) =
3
(0,542 + 0,560 + 0,578)
=
3
= 0,560 m/s
V² V²
Kehilangan energi (Hf) = 0,05 × +1
2g 2g
0,560² 0,560²
= 0,05 × +1
2 × 9,81 2 × 9,81
= 0,017 m
Q × Hp
Daya pompa (P) = ×γw
ŋ
(lebar × tinggi × v) × Hp
= ×γw
90%
(0,093 × 0,060 ×0,560 ) × 0,937
= × 1000
90%
= 3,2531 Nm/s
= √2 × 9,81 × 0,027
= 0,728 m/s
= √2 × 9,81 × 0,030
= 0,767 m/s
= √2 × 9,81 × 0,026
= 0,714 m/s
(V0,6 + V0,2 + V0,8)
Kecepatan rata-rata (V̅) =
3
(0,728 + 0,767 + 0,714)
=
3
= 0,736 m/s
V² V²
Kehilangan energi (Hf) = 0,05 × +1
2g 2g
0,736² 0,736²
= 0,05 × +1
2 × 9,81 2 × 9,81
= 0,029 m
Q × Hp
Daya pompa (P) = ×γw
ŋ
(lebar × tinggi × v) × Hp
= ×γw
90%
(0,093 × 0,045 × 0,736) × 0,909
= ×1000
90%
= 3,1128 Nm/s
= √2 × 9,81 × 0,013
= 0,505 m/s
= √2 × 9,81 × 0,014
= 0,524 m/s
= √2 × 9,81 × 0,014
= 0,524 m/s
V² V²
Kehilangan energi (Hf) = 0,05 × +1
2g 2g
0,518² 0,518²
= 0,05 × +1
2 × 9,81 2 × 9,81
= 0,014 m
Q × Hp
Daya pompa (P) = ×γw
ŋ
(lebar × tinggi × v) × Hp
= ×γw
90%
(0,093 × 0,07 × 0,518) × 0,944
= ×1000
90%
= 3,5366 Nm/s
Percobaan 2 (Debit sedang)
Lebar saluran (B) = 9,3 cm = 0,093 m
Tinggi (H) = 5,5 cm = 0,055 m
Tinggi pitot (hpitot 0,6) = 1,4 cm = 0,014 m
= √2 × 9,81 × 0,014
= 0,524 m/s
= √2 × 9,81 × 0,011
= 0,465 m/s
= √2 × 9,81 × 0,012
= 0,485 m/s
(V0,6 + V0,2 + V0,8)
Kecepatan rata-rata (V̅) =
3
(0,524 + 0,465 + 0,485)
=
3
= 0,491 m/s
V² V²
Kehilangan energi (Hf) = 0,05 × +1
2g 2g
0,491² 0,491²
= 0,05 × +1
2 × 9,81 2 × 9,81
= 0,013 m
Q × Hp
Daya pompa (P) = ×γw
ŋ
(lebar × tinggi × v) × Hp
= ×γw
90%
(0,093 × 0,055 × 0,491) × 0,923
= ×1000
90%
= 2,577 Nm/s
Percobaan 3 (Debit terkecil)
Lebar saluran (B) = 9,3 cm = 0,093 m
Tinggi (H) = 4,6 cm = 0,046 m
Tinggi pitot (hpitot 0,6) = 1,3 cm = 0,013 m
= √2 × 9,81 × 0,013
= 0,505 m/s
= √2 × 9,81 × 0,011
= 0,465 m/s
= √2 × 9,81 × 0,013
= 0,505 m/s
(V0,6 + V0,2 + V0,8)
Kecepatan rata-rata (V̅) =
3
(0,505 + 0,465 + 0,505)
=
3
= 0,492 m/s
V² V²
Kehilangan energi (Hf) = 0,05 × +1
2g 2g
0,492² 0,492²
= 0,05 × +1
2 × 9,81 2 × 9,81
= 0,013 m
Q × Hp
Daya pompa (P) = ×γw
ŋ
(lebar × tinggi × v) × Hp
= ×γw
90%
(0,093 × 0,046 × 0,492) × 0,913
= × 1000
90%
= 2,133 Nm/s
Dari hasil pengujian pada debit tetap dengan kemiringan berubah, percobaan
pertama didapatkan nilai kehilangan energi sebesar 0,016 dengan daya pompa
sebesar 3,9791 Nm/s, kemudian pada percobaan kedua didapatkan nilai
kehilangan energi sebesar 0,017 m dengan daya pompa sebesar 3,2531 Nm/s, dan
pada percobaan ketiga didapatkan nilai kehilangan energi sebesar 0,029 m dengan
daya pompa sebesar 3,1128 Nm/s. lalu pada pengujian dengan debit berubah dan
kemiringan tetap, didapatkan pada percobaan pertama nilai kehilangan energi
sebesar 0,014 m dengan daya pompa sebesar 3,5366 Nm/s, lalu pada percobaan
kedua didapatkan nilai kehilangan energi sebesar 0,013 m dengan daya pompa
sebesar 2,577 Nm/s, dan pada percobaan ketiga didapatkan nilai kehilangan energi
sebesar 0,013 m dengan daya pompa sebesar 2,133 Nm/s.
3.7.2 Saran
Setelah melaksanakan praktikum pengaliran lewat saluran tertutup (pompa)
diperoleh beberapa saran, diantaranya:
a. Mengetahui prosedur percobaan dan melakukan pengujian dengan baik dan
benar.
BLANKO
PENGALIRAN LEWAT SALURAN TERTUTUP (POMPA)
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM. 33336190043
BAB 4
PINTU SORONG
Aliran yang mengalir di bawah pintu sorong dimulai dari aliran superkritis
kemudian berubah menjadi aliran subkritis. Di lokasi yang lebih hilir terjadi
peristiwa yang disebut air loncat atau lompatan hidraulik (hydraulic jump). Pada
aliran super kritis kedalam air kecil dengan kecepatan besar, sedangkan pada aliran
sub kritis kedalaman aliran besar dengan kecepatan kecil, hal ini menyebabkan
terjadinya pelepasan energi yang mengakibatkan terbentuknya loncat air. Terdapat
tiga jenis aliran pada saluran terbuka berdasarkan bilangan froude, yaitu :
a. Aliran kritis, yaitu aliran yang mengalami gangguan di permukaan. Suatu aliran
bisa dikategorikan aliran kritis jika memiliki bilangan froude sama dengan 1
(Fr=1).
b. Aliran subkritis, dalam aliran ini kedalaman aliran biasanya lebih besar dari
pada kecepatan aliran. Suatu aliran bisa dikategorikan aliran subkritis jika
memiliki bilangan froude lebih kecil dari 1 (Fr < 1).
c. Aliran super kritis, pada aliran ini kedalaman aliran relative lebih keci dan
kecepatannya relative tinggi. Suatu aliran bisa dikategorikan sebagai aliran
super kritis jika memiliki angka froude lebih dari 1 (Fr > 1).
Persamaan dasar yang digunakan pada analisa percobaan pintu sorong adalah
persamaan kontinuitas dan persamaan bernoulli dengan bentuk seperti berikut :
BAB 4 PINTU SORONG
a. Persamaan Kontinuitas
Persamaan yang menghubungkan kecepatan fluida dari satu tempat ke tempat
lain. Pada umumnya, fluida yang mengalir masuk kedalam suatu volume yang
dilingkupi permukaan di titik tertentu akan ke luar di titik lain. Karena sifat
fluida yang inkonpresibel atau massa jenisnya tetap, maka persamaan nya
menjadi seperti berikut.
Q = A.V (4.1)
Keterangan :
Q = Debit Aliran (𝑚3 /s)
A = Luas Penampang (𝑚2 )
V = Kecepatan Aliran (m/s)
b. Persamaan Bernoulli
Persamaan bernoulli dapat diterapkan hanya dalam kasus dimana kehilangan
energi diabaikan dari suatu potongan ke potongan yang lain, atau bila mana
kehilangan energi sudahh diketahui.
P1 V12 P2 V2
Z1+ + =Z2+ + 2g (4.3)
γ 2g γ
Keterangan :
Z = Tinggi Elevasi (m)
P/𝛾 = Tinggi Tekanan (m)
𝑣 2 /2g = Tinggi Kecepatan (m/s)
𝛾 = Berat Jenis Air (kg/ml)
Terdapat dua gaya yang bekerja pada pintu sorong, yaitu gaya hidrostatis dan gaya
dorong pintu. Gaya dorong yang terjadi pada percobaan pintu sorong harus
diperhatikan. Berikut rumus untuk gaya dorong pintu.
2
1 2 H0 ρQ2 H1
Fq = ρgH1 ( - 1) - (1 - ) (4.4)
2 H21 b H12
H0
Keterangan :
Fq = Gaya Dorong Pintu (N)
𝜌= Berat Jenis Air (kg/𝑚3 )
H = Tinggi Bukaan Pintu (m)
Dimana:
FH = gaya dorong hidrostatik (N)
H0 = tinggi permukaan air awal (m)
a = ketinggian alat
Cc = koefisien kontraksi
Cv = koefisien kekentalan tanah
Mulai
Selesai
= √2 × 9,81 × 0,118
= 1,522 m/s
1 H20 ρQ2 H1
c. Gaya dorong pintu sorong (Fq) = ρgH21 ( - 1) - (1 - )
2 H21 2
b H1 H0
1
= × 1000 × 9,81 × 0,078 2 ×
2
= 31,392 N
H1
e. Koefisien kontraksi (Cc) =
a
0,078
=
0,038
= 2,053
H1
Q√
H1 + 1
f. Koefisien kekentalan tanah (Cv) =
B × H1 × √ 2 × g × H0
0,078
0,0025 × √
0,078 + 1
=
0,084× 0,078 × √2 × 9,81 × 0,118
= 0,067
Percobaan 2
Diketahui:
Tinggi alat pintu sorong (a) = 0,048 m
Lebar saluran (B) = 0,084 m
Permukaan air sebelum pintu sorong (H0) = 0,101 m
Ketinggian air sesudah pintu sorong (H1) = 0,077 m
Kalibrasi percobaan sentris di hulu (Cd) = 0,5086
Ditanya :
= √2 × 9,81 × 0,101
= 1,408 m/s
1 H20 ρQ2 H1
c. Gaya dorong pintu sorong (Fq) = ρgH21 ( - 1) - (1 - )
2 H21 2
b H1 H0
1
= × 1000 × 9,81 × 0,077 2 ×
2
0,077
0,101
)
= 17,310N
1
d. Gaya dorong hidrostatis (FH) = 2 × ρ × g × (H0 - a)2
1
= 2 × 1000 × 9,81 × (0,101 - 0,048)2
= 13,778 N
H1
e. Koefisien kontraksi (Cc) =
a
0,077
=
0,048
= 1,604
H1
Q√
H1 + 1
f. Koefisien kekentalan tanah (Cv) =
B × H1 × √ 2 × g × H0
0,077
0,0029 × √
0,077 + 1
=
0,084× 0,077 × √2 × 9,81 × 0,101
= 0,085
Percobaan 3
Diketahui:
Tinggi alat pintu sorong (a) = 0,049 m
Lebar saluran (B) = 0,084 m
Permukaan air sebelum pintu sorong (H0) = 0,100 m
Ketinggian air sesudah pintu sorong (H1) = 0,080 m
Kalibrasi percobaan sentris di hulu (Cd) = 0,5086
Ditanya :
a. Kecepatan aliran (V)?
b. Debit aliran (Q)?
c. Gaya dorong pintu sorong (Fq)?
d. Gaya dorong hidrostatis (FH)?
e. Koefisien kontraksi (Cc)?
f. Koefisien kekentalan tanah (Cv)?
Penyelesaian :
a. Kecepatan aliran (V) =√2 × g × H0
= √2 × 9,81 × 0,100
= 1,401 m/s
1
= 2 × 1000 × 9,81 × 0,080 2 ×
= 12,758 N
H1
e. Koefisien kontraksi (Cc) =
a
0,080
=
0,049
= 1,633
H1
Q√
H1 + 1
f. Koefisien kekentalan tanah (Cv) =
B × H1 × √ 2 × g × H0
0,080
0,0029 × √
0,080 + 1
=
0,084× 0,080 × √2 × 9,81 × 0,100
= 0,085
4.7 Grafik
4.7.1 Daftar Grafik
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Cc vs a/H0 (Terlampir).
Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Cv vs a/H0 (Terlampir).
Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Fq vs FH (Terlampir).
Gambar 4.5 Grafik Hubungan antara Fq/FH vs a/H0 (Terlampir).
Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Fq vs a (Terlampir).
Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara FH vs a (Terlampir).
Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara a vs Q (Terlampir).
Gambar 4.9 Grafik Hubungan antara a vs V (Terlampir).
terbalik. Pada grafik dapat dilihat bahwa grafik sedikit kurang mendekati grafik
ketentuan, maka grafik ini termasuk memiliki nilai yang kurang baik.
b. Berdasarkan Gambar 4.3, grafik menunjukkan bahwa semakin kecil faktor
a
kekentalan (Cv) maka semakin besar nilai H , dan sebaliknya. Pada grafik dapat
0
dilihat bahwa grafik sangat mendekati grafik ketentuan, maka grafik ini
termasuk memiliki nilai yang baik.
c. Berdasarkan Gambar 4.4, grafik menunjukan bahwa nilai Fg berbanding lurus
dengan FH, Semakin kecil gaya dorong pintu (Fg) maka semakin kecil pula gaya
dorong hidrosatisnya (FH), dan sebaliknya. Pada grafik dapat dilihat bahwa
grafik sangat mendekati grafik ketentuan, maka grafik ini termasuk memiliki
nilai yang baik.
Fg
d. Berdasarkan Gambar 4.5, grafik menunjukan bahwa nilai berbanding lurus
FH
a Fg a
dengan nilai , Semakin besar nilai maka semakin besar nilai , dan
H0 FH H0
sebaliknya. Pada grafik tersebut terlihat bahwa grafik tidak sesuai dengan
ketentuan, maka grafik tersebut termasuk memiliki nilai yang tidak baik.
e. Berdasarkan Gambar 4.6, grafik menunjukan bahwa nilai a berbanding lurus
dengan Fg, Semakin tinggi bukaan pada pintu sorong (a) maka semakin besar
gaya dorong pintunya (Fg), dan sebaliknya. Pada grafik dapat dilihat bahwa
grafik sangat mendekati grafik ketentuan, maka grafik ini termasuk memiliki
nilai yang baik.
f. Berdasarkan Gambar 4.7, grafik menunjukan bahwa nilai a berbanding terbalik
dengan FH, Semakin tinggi bukaan pada pintu sorong (a) maka semakin kecil
gaya dorong hidrosatisnya (FH), dan sebaliknya. Pada grafik dapat dilihat bahwa
grafik sangat mendekati grafik ketentuan, maka grafik ini termasuk memiliki
nilai yang baik.
a. Pada percobaan 1
Q = 0,0025 m3/s
FH = 31,392 N
b. Pada percobaan 2
Q = 0,0029 m3/s
FH = 13,778 N
c. Pada percobaan 3
Q = 0,0029 m3/s
FH = 12,758 N
4.8.2 Saran
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh beberapa saran untuk kedepannya
dalam melakukan percobaan, yaitu :
a. Menggunakan alat-alat praktikum dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan
pada peralatan praktikum.
b. Saat melakukan praktikum, lakukan dengan teliti agar angka yang didapatkan
benar.
c. Mempersiapkan alat-alat praktikum agar praktikum berjalan dengan lancar dan
tepat waktu.
d. Membersihkan kembali alat-alat praktikum dan bereskan kembali jika
praktikum telah selesai.
BLANKO
PINTU SORONG
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM. 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
PINTU SORONG
0,4000
0,2000 y = -0,4636x + 1,2775
R² = 0,786
0,0000
0,0000 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000 2,5000
Cc
Series1 Linear (Series1)
a
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Cc dengan y
0
a
Tabel 4.3 Hubungan Antara Cc dengan y
0
Cc a/H0 y=a+bx
2,0526 0,3220 0,1670
1,6042 0,4752 0,4112
1,6327 0,5833 0,3957
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
grafik dapat dilihat bahwa grafik sedikit kurang mendekati grafik ketentuan, maka
grafik ini termasuk memiliki nilai yang kurang baik.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
PINTU SORONG
0,4000
a/H0
0,2000
y = 8,8586x - 0,2684
R² = 0,9938
0,0000
0,0000 0,0200 0,0400 0,0600 0,0800 0,1000
Cv
a
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Cv dengan y
0
a
Tabel 4.4 Hubungan Antara Cv dengan y
0
Cv a/H0 y=a+bx
0,0667 0,3220 0,1326
0,0848 0,4752 -0,1712
0,0848 0,4900 -0,1714
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
dilihat bahwa grafik sangat mendekati grafik ketentuan, maka grafik ini termasuk
memiliki nilai yang baik.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
PINTU SORONG
20,0
y = 0,9583x - 1,9705
10,0
R² = 0,9943
0,0
0,0 10,0 20,0 30,0 40,0
Fg
LAMPIRAN
PINTU SORONG
0,4000
a/H0
Fg a
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara F dengan y
H 0
Fg a
Tabel 4.6 Hubungan Antara F dengan y
H 0
Pada grafik tersebut terlihat bahwa grafik tidak sesuai dengan ketentuan, maka
grafik tersebut termasuk memiliki nilai yang tidak baik.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
PINTU SORONG
0,0400
a
LAMPIRAN
PINTU SORONG
0,0400
a
LAMPIRAN
PINTU SORONG
0,0026
0,0024
0,0000 0,0100 0,0200 0,0300 0,0400 0,0500 0,0600
a
LAMPIRAN
PINTU SORONG
R² = 0,9991
1,3500
0,0000 0,0100 0,0200 0,0300 0,0400 0,0500 0,0600
a
Untuk mengetahui besaran debit yang terjadi membutuhkan alat pengukuran debit.
Manfaat dilakukannya pengukuran debit adalah untuk mengetahui seberapa besar
air yang mengalir di suatu tempat dan seberapa cepat air itu mengalir persatuan
detik. Hasil dari pengukuran debit umumnya digunakan untuk alat monitoring serta
evaluasi neraca air di suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air
permukaan yang tersedia. Terdapat beberapa metode pengukuran debit aliran,
namun yang umumnya digunakan dalam mengukur debit aliran untuk percobaan
adalah metode weir and flume. Pengukuran debit aliran pada saluran, alat yang
umum digunakan adalah ambang lebar, Thompson, pintu sorong, dan ambang
tajam.
Peluap merupakan sebuah bukaan yang ada pada salah satu sisi kolam atau tangki,
sehingga zat cair di dalam kolam tersebut melimpah diatas peluap. Peluap ini serupa
dengan lubang besar yang elevasi permukaan zat cair di sebelah hulu terlihat lebih
rendah dibandingkan sisi atas lubang. Fungsi dari peluap ialah untuk mengukur
debit aliran yang mengalir pada suatu kolam. Dalam penerapannya, yaitu pada
bangunan irigasi, peluap diletakkan pada saluran irigasi yang memiliki fungsi untuk
mengukur debit aliran melalui saluran. Tinggi peluap adalah lapisan zat cair yang
melimpah di atas ambang peluap.
BAB 5 PELUAP SEGITIGA
Alat ukur peluap segitiga (Thompson) merupakan alat ukur yang berbentuk
segitiga sama kaki terbaalik, dengan sudut puncak dibawah. Sudut puncak pada
peluap segitiga dapat berupa sudut siku-siku ataupun sudut lain, seperti sudut 60º
atau sudut 30º. Alat ukur Thompson umumnya digunakan untuk mengukur debit-
debit yang kecil yaitu sekitar 200 lt/detik. Ambang pada peluap segitiga
merupakan suatu pelipah sempurna yang melewati ambang tipis.
Ambang merupakan salah satu jenis bangunan air yang biasanya digunakan untuk
menaikkan tinggi muka air dan untuk menentukan debit aliran. Umumnya, aliran
air yang melewati suatu tempat harus diketahui sifat dan karakteristiknya apabila
dalam penerapannya hendak merencanakan bangunan air. Oleh karena itu,
pengetahuan mengenai ambang sangatlah perlu dalam merancang bangunan air
untuk proses distribusi ataupun pengaturan sungai. berdasarkan bentuk
puncaknya, peluap dibedakan menjadi dua jenis yaitu ambang tipis dan ambang
lebar. Peluap dapat dikatakan sebagai ambang tipis apabila tebal dari peluap
adalah t < 0,5 H. sedangkan peluap dikatakan ambang lebar apabila tebal peluap
adalah t > 0,66 H. Namun, dalam realita yang terjadi, umummnya terjadi kondisi
dimana 0,5 < t < 0,66 H. apabila demikian, maka dapat dikatakan keadaan aliran
tersebut adalah tidak stabil, sehingga dapat terjadi aliran melalui peluap ambang
tipis ataupun peluap ambang lebar.
Berdasarkan elevasi muka air di hilir, peluap dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu peluap terjunan (sempurna) dan peluap terendam (tidak sempurna). Peluap
dikatakan sebagai peluap terjunan apabila muka air hilir berada dibawah puncak
peluap, sedangkan dikatakan peluap terendam apabila muka air hilid diatas
puncak peluap. Peluap dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu peluap segitiga,
peluap segiempat, dan peluap trapesium. Terdapat dua macam jenis ambang yang
umumnya digunakan dalam pengukuran karakteristik aliran, diantaranya:
a. Ambang Lebar
Ambang lebar merupakan salah satu bangunan aliran atas atau umumnya disebut
sebagai over flow. Model ambang lebar ini yaitu tinggi energi yang terdapat di
hulu aliran lebih kecil dibandingkan panjang mercu itu sendiri. Syarat peluap
dikatakan sebagai ambang lebar apabila t > 0,66 H.
b. Ambang Tajam
Ambang tajam merupakan salah satu bangunan pengukur debit yang biasanya
ditemukan di saluran-saluran irigasi ataupun laboratorium hidraulika. Syarat dari
ambang tajam adalah t < 0,5 H.
Debit aliran yang melimpah diatas mercu ambang tajam segitiga, dapat dihitung
menggunakan rumus berikut:
5
8 θ
Q= Cd tan √2 g Hef2 (5.1)
15 2
Keterangan :
Q = debit (m2/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Apabila sudut θ = 90º dan Cd = 0,6; dengan percepatan gravitasi nya adalah 9,81
m/s2. Maka debit aliran dapat dirumuskan sebagai berikut:
5
Q= 1,417 Hef2 (5.3)
Rumus angka froud yang digunakan adalah:
√2 g h
F= (5.4)
√g Hef
b. Penggunannya sering kurang optimal karena gejolak aliran yang melalui sekat
terlampau besar (sangat turbulen) dan jarak dari ambang ke saluran di hulunya
tidak memenuhi syarat.
c. Pengukuran debit tidak bisa dilakukan jika muka air hilir naik diatas elevasi
ambang bangunan ukur.
Mulai
Membiarkan sebentar agar muka air naik hingga tepi peluap segitiga
Mengukur ketinggian aliran (h) diatas segitiga dan lebar saluran (B)
Selesai
Gambar 5.1 Diagram alir praktikum peluap segitiga (peluap Thompson)
(Sumber: Modul Praktikum Hidrolika, 2022)
7,3 cm
7 cm
3,3 cm
x = 7,3 cm = 0,073 m
y = 7 cm = 0,07 m
p = 3,3 cm = 0,033 m
1
×x
2
Mencari sudut =2 tan-1
y-p
1
× 0,073
-1 2
= 2 tan
0,037
= 89,22º
0,8 mm
√2 × 9,81 × 0,025
=
√9,81 × 0,0258
√2 × 9,81 × 0,023
=
√9,81 × 0,0238
= 0,000084 m3/s
√2 g h
Angka froud (F) =
√g Hef
√2 × 9,81 × 0,020
=
√9,81 × 0,0208
Karena tebal peluap diperoleh nilai 0,01 m dan 0,0132 m memenuhi syarat nilai t
< 0,5H, maka bentuk puncak peluap segitiga yang diujicobakan merupakan peluap
segitiga ambang tipis.
Dari hasil pengujian pada peluap segitiga (peluap Thompson), percobaan pertama
didapatkan nilai tinggi energi efektif sebesar 0,0258 m dengan debit air sebesar
0,000144 m3/s dan angka froud sebesar 1,392, kemudian pada percobaan kedua
didapatkan nilai tinggi energi efektif sebesar 0,0238 m dengan debit air sebesar
0,000118 m3/s dan angka froud sebesar 1,39, dan pada percobaan ketiga
didapatkan nilai tinggi energi efektif sebesar 0,0208 m dengan debit air sebesar
0,000084 m3/s dan angka froud sebesar 1,387. Dari ketiga percobaan
menunjukkan tipe aliran super kritis dengan bentuk pemuncak ambang tipis.
5.7.2 Saran
Setelah melaksanakan praktikum peluap segitiga (peluap Thompson) diperoleh
beberapa saran, diantaranya:
a. Mengetahui prosedur percobaan dan melakukan pengujian peluap segitiga
dengan baik dan benar.
BLANKO
PELUAP SEGITIGA (PELUAP THOMPSON)
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM. 33336190043
BAB 6
PELUAP SEGI EMPAT (REHBOCH)
Berdasarkan bentuk puncaknya, peluap dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
ambang tipis dan ambang lebar. Peluap dapat dikatakan sebagai ambang tipis
apabila tebal dari peluap adalah t < 0,5 H. Peluap dapat dikatakan sebagai ambang
lebar apabila tebal peluap adalah t > 0,66 H. Dalam realita yang terjadi di lapangan,
biasanya terjadi kondisi dimana 0,5 H < t < 0,66 H. Jika demikian, maka dapat
dikatakan keadaan aliran tersebut adalah tidak stabil, sehingga dapat terjadi aliran
melalui peluap ambang tipis ataupun peluap ambang lebar.
Sementara itu, untuk bentuk peluap dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu peluap
segiempat, trapesium, dan segi tiga. Peluap dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
peluap terjunan (sempurna) dan peluap terendam (tidak sempurna). Peluap
dikatakan sebagai peluap terjunan apabila muka air hilir berada di bawah puncak
peluap, sedangkan dikatakan peluap terendam apabila muka air hilir di atas puncak
peluap.
Dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan titik 2 (pada pias)
maka:
P1 V1² P2 V2²
Z1 + ɤ + = Z2 + + (6.1)
2g ɤ 2g
Dimana:
ɤ = Berat jenis air.
v = Kecepatan aliran (m/s).
g = Percepatan gravitasi (m/s2).
Apabila disebelah hulu peluap berupa kolam besar sehingga V1 = 0, dan tekanan
pada pias adalah atmosfer maka:
V2²
Z1 + 0 + 0 = Z 2 + 0 + (6.2)
2g
Apabila air yang mempunyai peluap mempunyai kecepatan awal maka dalam
rumus debit tersebut tinggi peluapan harus ditambah dengan tinggi kecepatan ha =
v2/2g sehingga debit aliran menjadi:
Q = 2/3 Cd b √2.g.( (H +ha)3/2 – ha3/2 (6.8)
Pada aliran zat cair melalui lubang terjadi kehilangan tenaga sehingga beberapa
parameter aliran akan lebih kecil dibanding pada aliran zat cair ideal. Berkurangnya
parameter aliran tersebut dapat ditunjukkan oleh beberapa koefisien, yaitu:
a. Koefisien kontraksi
Koefisien kontraksi (Cc) didefinisikan sebagai perbandingan antara luas
tampang aliran pada vena kontrakta (ac) dan luas lubang (a) yang sama dengan
tampang aliran zat cair ideal. Koefisien kontraksi tergantung pada tinggi energi,
bentuk dan ukuran lubang dan nilai reratanya adalah sekitar Cc = 0,64.
b. Koefisien kecepatan
Koefisien kecepatan (Cv) adalah perbandingan antara kecepatan nyata aliran
pada vena kontrakta (Vc) dan kecepatan teoritis (V). Nilai koefisien kecepatan
tergantung pada bentuk dari sisi lubang (lubang tajam atau dibulatkan) dan
tinggi energi. Nilai rerata dari koefisen kecepatan adalah Cv = 0,97.
c. Koefisien debit
Koefisien debit (Cd) adalah perbandingan antara debit nyata dan debit teoritis.
Nilai koefisien debit tergantung pada nilai Cc dan Cv, yang nilai reratanya
adalah 0,6. Dengan demikian didapat rumus kecepatan teoritis, kecepatan nyata
dan kecepatan debit aliran.
d. Ukur ketinggian aliran di atas peluap segi empat (H), kedalaman aliran (h), lebar
peluap (b) dan tinggi peluap (P);
e. Amati dan catat data-data yang diperlukan dalam praktikum (P, b, H dan h);
f. Lakukan prosedur dengan debit yang berbeda sebanyak 3 kali percobaan.
Mulai
Selesai
c. Percobaan 3
Diketahui:
Lebar Peluap (b) = 7,8 cm = 0,078 m
Tinggi Muka Air (h) = 6,8 cm = 0,068 m
Tinggi Peluap (P) = 5,6 cm = 0,056 m
Tinggi Peluapan (H) = 0,7 cm = 0,007 m
Koefisien Debit (Cd) = 0,58
Percepatan Gravitasi (g) = 9,81 m/s²
Ditanya:
Debit Aliran (Q) = …?
Penyelesaian:
2
Debit Aliran (Q) = . Cd . b . √2 . g . H3/2
3
2
= . 0,58 . 0,078 . √2 . 9,81 . 0,0073/2
3
= 0,00007 m³/s
b. Berdasarkan gambar 6.4 yang menunjukan hubungan antara tinggi peluapan (H)
dengan debit aliran (Q), diperoleh persamaan regresi y' = 0,0318x - 0,0002.
Grafik tersebut menunjukan nilai H berbanding lurus dengan nilai Q, semakin
tinggi peluapan (H) maka semakin besar debit alirannya (Q). Sebaliknya,
semakin rendah tinggi peluapan (H) maka semakin kecil pula debit alirannya
(Q). Grafik yang dihasilkan belum linear sempurna, hal ini mungkin terjadi
adanya ketidaktelitian saat percobaan.
1 0,00149
2 0,00087
3 0,00007
(Sumber: Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
6.8.2 Saran
Adapun saran pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
a. Saat melakukan praktikum, lakukan dengan teliti agar angka yang didapatkan
benar;
b. Ketika mengukur tinggi peluapan (H), usahakan jangan terlalu menekan agar
peluap tidak turun;
c. Lebih memfokuskan diri dalam praktikum ditengah kebisingan yang
ditimbulkan dari mesin alat hidrolika.
BLANGKO PERCOBAAN
PELUAP SEGI EMPAT (REHBOCH)
Mengetahui:
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH –HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254) 395502 Ext. 19
LAMPIRAN PERCOBAAN
PELUAP SEGI EMPAT (REHBOCH)
y = 0,0289x - 0,0019
h vs Q R² = 0,9864
0,0016
0,0014
0,0012
Debit (Q)
0,001
0,0008
h vs Q
0,0006
0,0004 Regresi
0,0002
0
0 0,05 0,1 0,15
Tinggi Aliran (h)
Berdasarkan gambar 6.3 yang menunjukan hubungan antara tinggi muka air (h)
dengan debit aliran (Q), diperoleh persamaan regresi y' = 0,0289x - 0,0019. Grafik
tersebut menunjukan nilai h berbanding lurus dengan nilai Q, semakin tinggi
muka air (h) maka semakin besar debit alirannya (Q) dan sebaliknya. Grafik yang
dihasilkan belum linear sempurna, hal ini mungkin terjadi adanya ketidaktelitian
saat percobaan.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH –HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254) 395502 Ext. 19
LAMPIRAN PERCOBAAN
PELUAP SEGI EMPAT (REHBOCH)
y = 0,0318x - 0,0002
H vs Q R² = 0,9896
0,0016
0,0014
0,0012
Debit (Q)
0,001
0,0008
H vs Q
0,0006
0,0004 Regresi
0,0002
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06
Tinggi Peluapan (H)
Berdasarkan gambar 6.4 yang menunjukan hubungan antara tinggi peluapan (H)
dengan debit aliran (Q), diperoleh persamaan regresi y' = 0,0318x - 0,0002. Grafik
tersebut menunjukan nilai H berbanding lurus dengan nilai Q, semakin tinggi
peluapan (H) maka semakin besar debit alirannya (Q) dan sebaliknya. Grafik yang
dihasilkan belum linear sempurna, hal ini mungkin terjadi adanya ketidaktelitian
saat percobaan.
BAB 7
VENTURIMETER
Venturimeter adalah sebuah alat pengukur debit aliran melalui pipa. Bentuk paling
sederhana dari venturimeter ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pipa mengecil
(konvergen), leher, dan bagian pipa membesar (divergen). Venturimeter ini
merupakan alat primer dari pengukuran aliran yang berfungsi untuk mendapatkan
beda tekanan. Sedangkan alat untuk menunjukan besaran aliran fluida yang diukur
atau alat sekundernya adalah manometer pipa U. Venturimeter ini dapat dibagi 3
bagian utama yaitu:
a. Bagian Inlet. Yaitu bagian yang berbentuk lurus dengan diameter yang sama
seperti diameter pipa atau cerobong aliran. Lubang tekanan awal ditempatkan
pada bagian ini;
b. Inlet Cone. Yaitu bagian yang berbentuk seperti kerucut, yang berfungsi untuk
menaikkan tekanan fluida;
c. Throat (leher). Yaitu bagian tempat pengambilan beda tekanan akhir bagian ini
berbentuk bulat datar. Hal ini dimaksudkan agar tidak mengurangi atau
menambah kecepatan dari aliran yang keluar dari inlet cone.
Jenis alat ukur aliran fluida yang paling banyak digunakan diantaranya alat ukur
lainnya adalah alat ukur fluida jenis laju aliran. Hal ini dikarenakan oleh
konstruksinya yang sederhana dan pemasangannya yang mudah. Alat ukur aliran
fluida jenis ini dibagi empat jenis yaitu:
a. Venturimeter;
b. Nozzle;
c. Pitot tubes;
d. Flat orifice.
BAB 7 VENTURIMETER
Pada Venturimeter ini fluida masuk melalui bagian inlet dan diteruskan ke bagian
outlet cone. Pada bagian inlet ini ditempatkan titik pengambilan tekanan awal. Pada
bagian inlet cone fluida akan mengalami penurunan tekanan yang disebabkan oleh
bagian inlet cone yang berbentuk kerucut atau semakin mengecil kebagian throat.
Kemudian fluida masuk kebagian throat inilah tempat-tempat pengambilan tekanan
akhir dimana throat ini berbentuk bulat datar. Lalu fluida akan melewati bagian
akhir dari venturimeter yaitu outlet cone. outlet cone ini berbentuk kerucut dimana
bagian kecil berada pada throat, dan pada outlet cone ini tekanan kembali normal.
Penurunan tekanan pada inlet cone akan dipulihkan dengan sempurna pada outlet
cone. Gesekan tidak dapat ditiadakan dan juga kehilangan tekanan yang permanen
dalam sebuah meteran yang dirancangan dengan tepat. Dengan menggunakan
persamaan Bernoulli untuk pipa mendatar (zo = zc) didapat:
Po Vo ² Pc Vc ²
+ = + (7.1)
ɤ 2g ɤ 2g
Apabila kecepatan aliran yang melalui penampang lebih besar adalah v1 dan
kecepatan aliran yang melalui pipa sempit adalah v2, maka kecepatan yang lewat
pipa sempit akan memiliki laju yang lebih besar (v1 < v2). Dengan cara demikian
tekanan yang ada pada bagian pipa lebih sempitakan menjadi lebih kecil daripada
tekanan pada bagian pipa yang berpenampang lebih besar. Debit aliran melalui pipa
dapat diukur dengan menggunakan alat Venturimeter. Alat ini dapat dipakai untuk
mengukur laju aliran fluida, misalnya menghitung laju aliran air atau minyak yang
mengalir melalui pipa. Menurut hukum kontinuitas dengan:
π . Do 2
Ao = (7.2)
4
π . Dc 2
Ao = (7.3)
4
Dimana:
Ao = Luas penampang lintang pipa (m²)
Ac = Leher Venturimeter (m²)
Po Q² Pc Q²
+ = + (7.4)
ɤ 2gA2o ɤ 2gA2c
√2g . Ac . C γc − γo
Q= .√Δh (7.5)
2 γo
√1 - (Ac )
Ao
Dimana:
C = Koefisien debit (0,97)
Δh = Beda tinggi air dengan Air raksa (m)
γc = Massa jenis air raksa (13600 kg/m3)
γo = Massa jenis air (1000 kg/m3)
Nilai Q dapat dihitung karena Do dan Dc diketahui dan (Po-Pc)/y diukur dengan
manometer. Untuk zat cair rill, debit yang diperoleh harus dikalikan dengan
koefisien C (sekitar 0,97) untuk memperhitungkan kehilangan tenaga karena
penyempitan pipa dan distribusi kecepatan yang tidak merata.
Mulai
Selesai
3,14 . 0,025 2
=
4
= 0,00049 m²
π . Do 2
b. Luas penampang leher (Ao) =
4
3,14 . 0,038 2
=
4
= 0,00113 m²
√2g . Ac .C γc − γo
c. Debit aliran (Q) = .√Δh
2 γo
√1 - (Ac )
Ao
13600 - 1000
.√0,03142
1000
= 0,00147 m³/s
d. Perbedaan Tekanan (Po − Pc) = g . Δh . (γc - γo )
= 9.81 . 0,03142 . (13600 - 1000)
= 3883,701 Pa
b. Percobaan 2
Diketahui:
Diameter pipa (Do) = 3,8 cm = 0,038 m
Diameter leher (Dc) = 2,5 cm = 0,025 m
Beda tinggi air dengan air raksa (Δh) = 2,714 cm = 0,02714 m
Koefisien debit (C) = 0,97
Massa jenis air (γo) = 1000 kg/m³
Massa jenis air raksa (γo) = 13600 kg/m³
Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/s²
Ditanya:
a. Luas penampang pipa (Ac)
b. Luas penampang leher (Ao)
c. Debit aliran (Q)
d. Perbedaan tekanan (Po − Pc)
Jawab:
π . Dc 2
a. Luas penampang pipa (Ac) =
4
3,14 . 0,025 2
=
4
= 0,00049 m²
π . Do 2
b. Luas penampang leher (Ao) =
4
3,14 . 0,038 2
=
4
= 0,00113 m²
√2g . Ac .C γc − γo
c. Debit aliran (Q) = .√Δh
2 γo
√1 - (Ac )
Ao
13600 - 1000
.√0,02714
1000
= 0,00137 m³/s
d. Perbedaan Tekanan (Po − Pc) = g . Δh . (γc - γo )
= 9.81 . 0,02714 . (13600 - 1000)
= 3354,667 Pa
c. Percobaan 3
Diketahui:
Diameter pipa (Do) = 3,8 cm = 0,038 m
Diameter leher (Dc) = 2,5 cm = 0,025 m
Beda tinggi air dengan air raksa (Δh) = 2,671 cm = 0,02671 m
Koefisien debit (C) = 0,97
Massa jenis air (γo) = 1000 kg/m³
Massa jenis air raksa (γo) = 13600 kg/m³
Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/s²
Ditanya:
a. Luas penampang pipa (Ac)
b. Luas penampang leher (Ao)
c. Debit aliran (Q)
d. Perbedaan tekanan (Po − Pc)
Jawab:
π . Dc 2
a. Luas penampang pipa (Ac) =
4
3,14 . 0,025 2
=
4
= 0,00049 m²
π . Do 2
b. Luas penampang leher (Ao) =
4
3,14 . 0,038 2
=
4
= 0,00113 m²
√2g . Ac .C γc − γo
c. Debit aliran (Q) = .√Δh
2 γo
√1 - (Ac )
Ao
13600 - 1000
.√0,02671
1000
= 0,00136 m³/s
d. Perbedaan Tekanan (Po − Pc) = g . Δh . (γc - γo )
= 9.81 . 0,02671 . (13600 - 1000)
= 3301,516 Pa
d. Percobaan 4
Diketahui:
Diameter pipa (Do) = 3,8 cm = 0,038 m
Diameter leher (Dc) = 2,5 cm = 0,025 m
Beda tinggi air dengan air raksa (Δh) = 2,571 cm = 0,02571 m
Koefisien debit (C) = 0,97
Massa jenis air (γo) = 1000 kg/m³
Massa jenis air raksa (γo) = 13600 kg/m³
Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/s²
Ditanya:
a. Luas penampang pipa (Ac)
b. Luas penampang leher (Ao)
c. Debit aliran (Q)
d. Perbedaan tekanan (Po − Pc)
Jawab:
π . Dc 2
a. Luas penampang pipa (Ac) =
4
3,14 . 0,025 2
=
4
= 0,00049 m²
π . Do 2
b. Luas penampang leher (Ao) =
4
3,14 . 0,038 2
=
4
= 0,00113 m²
√2g . Ac .C γc − γo
c. Debit aliran (Q) = .√Δh
2 γo
√1 - (Ac )
Ao
13600 - 1000
.√0,02571
1000
= 0,00133 m³/s
d. Perbedaan Tekanan (Po − Pc) = g . Δh . (γc - γo )
= 9.81 . 0,02571 . (13600 - 1000)
= 3177,91 Pa
e. Percobaan 5
Diketahui:
Diameter pipa (Do) = 3,8 cm = 0,038 m
Diameter leher (Dc) = 2,5 cm = 0,025 m
Beda tinggi air dengan air raksa (Δh) = 2,142 cm = 0,02142 m
Koefisien debit (C) = 0,97
Massa jenis air (γo) = 1000 kg/m³
Massa jenis air raksa (γo) = 13600 kg/m³
Percepatan gravitasi (g) = 9,81 m/s²
Ditanya:
a. Luas penampang pipa (Ac)
3,14 . 0,025 2
=
4
= 0,00049 m²
π . Do 2
b. Luas penampang leher (Ao) =
4
3,14 . 0,038 2
=
4
= 0,00113 m²
√2g . Ac .C γc − γo
c. Debit aliran (Q) = .√Δh
2 γo
√1 - (Ac )
Ao
13600 - 1000
.√0,02142
1000
= 0,00121 m³/s
d. Perbedaan Tekanan (Po − Pc) = g . Δh . (γc - γo )
= 9.81 . 0,02142 . (13600 - 1000)
= 2647,641 Pa
(Δh) dengan debit (Q) di peroleh persamaan regresi y' = 0,0261x + 0,0007. Grafik
tersebut menunjukan linear dengan hubungan berbanding lurus dimana penurunan
Δh diikuti dengan penurunan Q.
7.8.2 Saran
Adapun saran pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
a. Saat melakukan praktikum, lakukan dengan teliti agar angka yang didapatkan
benar;
b. Praktikan diharapkan memperhatikan setiap instruksi dan pembahasan yang
diberikan oleh asisten laboratorium;
c. Lebih memfokuskan diri dalam praktikum ditengah kebisingan yang
ditimbulkan dari mesin alat hidrolika.
BLANGKO PERCOBAAN
VENTURIMETER
Mengetahui:
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH –HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. (0254) 395502 Ext. 19
LAMPIRAN PERCOBAAN
VENTURIMETER
y = 0,0261x + 0,0007
Δh vs Q R² = 0,9958
0,0016
0,0015
Debit (Q)
0,0014
0,0013
Δh vs Q
0,0012
Regresi
0,0011
0,001
0,02 0,022 0,024 0,026 0,028 0,03 0,032
Tinggi Aliran (Δh)
Gambar 7.2 Grafik Hubungan antara Beda Tinggi Air dengan Air Raksa (Δh)
dengan Debit (Q)
(Sumber: Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Gambar 7.2 menunjukan bahwa hubungan antara beda tinggi air dengan air raksa
(Δh) dengan debit (Q) di peroleh persamaan regresi y' = 0,0261x + 0,0007. Grafik
tersebut menunjukan linear dengan hubungan berbanding lurus dimana penurunan
Δh diikuti dengan penurunan Q.
BAB 8
LONCAT HIDROLIK
Loncat hidrolik terjadi apabila aliran super kritis berubah menjadi aliran subkritis,
dan pada perubahan itu terjadi pembuangan energi. Konsep hitungan loncat hidrolik
sering dipakai pada hitungan bangunan peredam energi di sebelah hilir bangunan
pelimpah, pintu air, dan lain-lain. Biro reklamasi america serikat (USBR) telah
membuat penelitian mengenai loncat hidraulik berdasarkan angka froude yang
berbeda. Loncatan terbagi menjadi 5, antara lain :
a. Loncatan Berombak (Undular Jump)
Loncatan ini terjadi untuk angka froude 1 – 1,7, dimana muka air menunjukan
gerak mengombak/bergelombang dan hanya ada perbedaan muka air yang kecil
pada kedalaman konjugasi.
b. Loncatan Lemah (Weak Jump)
Loncatan ini terjadi untuk angka froude 1,7 – 2,5, serangkaian gulungan-
gulungan kecil muncul dari permukaan loncatan, serta muka airnya cukup
tenang. Kecepatan aliran pada tipe loncatan ini hampir seragam dan kehilngan
energinya rendah.
c. Loncatan Berosilasi (Oscillation Jump)
Loncatan ini terjadi untuk angka froude 2,5-4,5 dimana terdapat pancaran
getaran masuk dari dasar kepermukaan dan tidak memiliki periode yang teratur.
Masing-masing getaran menghasilkan sebuah gelombang besar yang periode
tidak teratur dan tidak dapat berjalan pada jarak yang jauh, serta dapat
menyebabkan erosi tanggul.
BAB 8 LONCAT HIDROLIK
d. Loncatan Tetap (Steady Jump)
Loncatan ini terjadi untuk angka froude 4,5 – 9,0 , dimana loncatan ini cukup
seimbang dan permukaan air di hilir loncatan agak halus, seperti yang terlihat
pada gambar. Peredaman energi untuk loncatan ini berkisar antara 45% hingga
70%.
e. Loncatan Kuat (Strong Jump)
Loncatan ini terjadi untuk angka froude > 9,0 , dimana terjadi perbedaan muka
air yang besar pada kedalaman konjugasi, memiliki kecepatan aliran tinggi, serta
permukaan air di hilir loncatan agak kasar. Peredaman energi pada loncatan ini
dapat mencapai 85%.
1) Untuk mendapatkan rumus loncat air yang sederhana ditinjau saluran datar
dengan tampang empat persegi;
2) Dalam penjabaran rumus loncat air dipakai konsep konservasi momentum
dengan anggapan sudut kemiringan dasar saluran = 0 dan gaya gesek
sepanjang pengaliran (daerah panjang loncat air) diabaikan;
3) Gaya spesifik antara tampang 1 dengan tampang 2 adalah sama, yaitu F1 =
F2.
Loncatan terjadi apabila kedalaman pasangan sama dengan h2 sama dengan
kedalaman aliran subkritis yang dalam hal ini di kendalikan oleh pintu sorong.
Besarnya kehilangan energi yang terjadi dalam loncatan ini adalah :
3
(h2 -h1 )
∆E= 4h (8.1)
1 h2
Keterangan :
ΔE = Kehilangan energi (m)
h1 = Tinggi muka air sebelum loncatan (m)
h2 = Tinggi muka air setelah loncatan (m).
Loncat air sering disebut dengan sengaja dalam situasi dimana kecepatan tinggi
yang terus menerus dari aliran superkritis akan menyebabkan pengikisan yang
berbahaya pada dasar saluran. Angka froude merupakan nilai yang menunjukan
suatu aliran kritis, sub kritis dan super kritis, adapun persamaan angka froude
adalah:
V1=√2.g.hpitot 1 (8.4)
V2=√2.g.hpitot 2 (8.5)
Keterangan :
Fr1 = Angka froude sebelum loncatan air
Fr1 = Angka froude sesudah loncatan air
V1 = Kecepatan aliran sebelum loncatan (m/s)
V2 = Kecepatan aliran sesudah loncatan (m/s).
Panjang loncat air didefinisikan sebagai jarak dari suatu titik tepat sebelum hulu
loncatan air pusaran sampai dengan suatu titik tepat di belakang hilir pusaran.
Perhitungan nilai panjang loncat hidrolik itu sendiri dapat dicari dengan
menggunakan persamaan rumus sebagai berikut :
Lj = C (h2 – h1) (8.6)
Keterangan :
Lj = Panjang loncat hidrolik (m)
C = Koefisien
h1 = Tinggi muka air sebelum loncatan (m)
h2 = Tinggi muka air sesudah loncatan (m).
Mulai
Selesai
= √2×9,81×0,085
= 1,291 m/s
= √2×9,81×0,083
= 1,276 m/s
Kecepatan aliran sebelum loncatan (V3) hpitot (0,8) = √2×g×hpitot (0,8)
= √2×9,81×0,084
= 1,283 m/s
1,291+1,276 +1,283
Vrata-rata sebelum =
3
= 1,283 m/s
= √2×9,81×0,015
= 0,542 m/s
Kecepatan aliran sesudah loncatan (V2) hpitot (0,2) = √2×g×hpitot (0,2)
= √2×9,81×0,018
= 0,594 m/s
Kecepatan aliran sesudah loncatan (V3) hpitot (0,8) = √2×g×hpitot (0,8)
= √2×9,81×0,025
= 0,7 m/s
0,542+0,594 + 0,7
Vrata-rata sesudah =
3
= 0,612 m/s
V1
Angka froud sebelum loncatan (Fr1) =
√g×h1
1,283
=
√9,81×0,025
(0,064 - 0,025)3
=
4×0,025×0,064
= 0,009268 m
h2
Hubungan ketinggian loncat hidrolik ( ) = 0,5 ×√1+8Fr1 − 1
h1
= 0,5 ×√1+8(2,59) − 1
= 1,33
Percobaan 2
Diketahui :
Tinggi muka air sebelum loncatan (h1) = 0,025 m
Tinggi muka air sesudah loncatan (h2) = 0,055 m
Tinggi peluap (H) = 0,101 m
Tinggi tabung pitot 1 (hpitot1) untuk 0,6 = 0,087 m
Tinggi tabung pitot 1 (hpitot1) untuk 0,2 = 0,084 m
Tinggi tabung pitot 1 (hpitot1) untuk 0,8 = 0,085 m
Tinggi tabung pitot 2 (hpitot2) untuk 0,6 = 0,021 m
Tinggi tabung pitot 2 (hpitot2) untuk 0,2 = 0,015 m
Tinggi tabung pitot 2 (hpitot2) untuk 0,8 = 0,013 m
Gaya Gravitasi (g) = 9,81 m/s2
Koefisien (C) =6
Penyelesaian
Kecepatan aliran sebelum loncatan (V1) hpitot (0,6) = √2×g×hpitot (0,6)
= √2×9,81×0,087
= 1,306 m/s
Kecepatan aliran sebelum loncatan (V2) hpitot (0,2) = √2×g×hpitot (0,2)
= √2×9,81×0,084
= 1,283 m/s
Kecepatan aliran sebelum loncatan (V3) hpitot (0,8) = √2×g×hpitot (0,8)
= √2×9,81×0,085
= 1,291 m/s
1,306 + 1,283 + 1,291
Vrata-rata sebelum =
3
= 1,293 m/s
= √2×9,81×0,021
= 0,542 m/s
Kecepatan aliran sesudah loncatan (V2) hpitot (0,2) = √2×g×hpitot (0,2)
= √2×9,81×0,015
= 0,594 m/s
Kecepatan aliran sesudah loncatan (V3) hpitot (0,8) = √2×g×hpitot (0,8)
= √2×9,81×0,013
= 0,7 m/s
0,542+0,594+0,7
Vrata-rata sesudah =
3
= 0,612 m/s
V1
Angka froud sebelum loncatan (Fr1) =
√g×h1
1,293
=
√9,81×0,025
(0,055 - 0,025)3
=
4×0,025×0,055
= 0,0049 m
h2
Hubungan ketinggian loncat hidrolik ( ) = 0,5 ×√1+8Fr1 − 1
h1
=0,5× √1+8(2,61) − 1
= 1,338
Percobaan 3
Diketahui :
Tinggi muka air sebelum loncatan (h1) = 0,02 m
Tinggi muka air sesudah loncatan (h2) = 0,064 m
Tinggi peluap (H) = 0,10 m
Tinggi tabung pitot 1 (hpitot1) untuk 0,6 = 0,085 m
Tinggi tabung pitot 1 (hpitot1) untuk 0,2 = 0,086 m
Tinggi tabung pitot 1 (hpitot1) untuk 0,8 = 0,07 m
Tinggi tabung pitot 2 (hpitot2) untuk 0,6 = 0,01 m
Tinggi tabung pitot 2 (hpitot2) untuk 0,2 = 0,02 m
Tinggi tabung pitot 2 (hpitot2) untuk 0,8 = 0,008 m
Gaya Gravitasi (g) = 9,81 m/s2
Koefisien (C) =6
Penyelesaian
Kecepatan aliran sebelum loncatan (V1) hpitot (0,6) = √2×g×hpitot (0,6)
= √2×9,81×0,085
= 1,291 m/s
Kecepatan aliran sebelum loncatan (V2) hpitot (0,2) = √2×g×hpitot (0,2)
√2×9,81×0,086=
= √2×9,81×0,07
= 1,171 m/s
1,291+1,298+1,171
Vrata-rata sebelum =
3
= 1,253 m/s
= √2×9,81×0,01
= 0,542 m/s
Kecepatan aliran sesudah loncatan (V2) hpitot (0,2) = √2×g×hpitot (0,2)
= √2×9,81×0,02
= 0,442 m/s
Kecepatan aliran sesudah loncatan (V3) hpitot (0,8) = √2×g×hpitot (0,8)
= √2×9,81×0,008
= 0,396 m/s
0,542+0,442+0,396
Vrata-rata sesudah =
3
= 0,46 m/s
V1
Angka froud sebelum loncatan (Fr1) =
√g×h1
1,253
=
√9,81×0,025
(0,064 - 0,02)3
=
4×0,02×0,064
= 0,01663 m
h2
Hubungan ketinggian loncat hidrolik ( ) = 0,5 ×√1+8Fr1 − 1
h1
= 0,5 ×√1+8×2,53 − 1
= 1,304
8.7 Grafik
8.7.1 Daftar Grafik
Gambar 8.2 Grafik Hubungan Antara h2/h1 dan Kehilangan Energi (∆E)
(Terlampir).
8.7.2 Analisis Grafik
Dari gambar 8.2 memaparkan data hubungan antara ketinggian loncat air (h2/h1)
dengan kehilangan energi (ΔE), diperoleh persamaan y = 0,0037x + 0,0029. Grafik
tersebut tidak berbentuk linier karena data yang didapat tidak stabil. Seharusnya
semakin kecil nilai h2/h1, semakin kecil pula nilai ΔE. Namun, data pada percobaan
h2/h1 yang kedua tidak sesuai.
8.2 Saran
Saran yang dapat diberikan setelah melakukan percobaan pada praktikum ini
diharapkan dapat membantu agar praktikum selanjutnya dapat lebih baik lagi.
a. Saat melakukan praktikum, lakukan dengan teliti agar angka yang didapatkan
benar;
b. Menggunakan alat-alat praktikum dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan;
c. Membersihkan kembali alat praktikum dan bereskan kembali jika sudah selesai
praktikum.
BLANKO PERCOBAAN
LONCAT HIDROLIK
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon 42435 Tlp. (0254) 395502 Ext. 19
Website: www.ft-untirta.ac.id
LAMPIRAN
LONCAT HIDROLIK
Gambar 8.2 Grafik Hubungan Antara h2/h1 Terhadap Kehilangan Energi (∆E)
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Dari Gambar 8.2 memaparkan data hubungan antara ketinggian loncat air (h2/h1)
dengan kehilangan energi (ΔE), diperoleh persamaan y = 0,0037x + 0,0029. Grafik
tersebut tidak berbentuk linier karena data yang didapat tidak stabil. Seharusnya
semakin kecil nilai h2/h1, semakin kecil pula nilai ΔE. Namun, data pada percobaan
h2/h1 yang kedua tidak sesuai.
BAB 9
PERMODELAN SUNGAI
Dari hasil percobaan permodelan sungai ini akan diketahui nilai derajat bukaan
yang digunakan untuk optimalisasi bangunan pengambilan (intake) timur dan barat
bendung gerak pasar baru serta kinerja bangunan tersebut masih dalam kondisi baik
atau tidak. Nilai-nilai yang akan didapat untuk mengetahui hal tersebut, antara lain:
d. Bukaan pintu bendung dan pintu intake menjadi variable yang menentukan
nilai optimal debit yang akan keluar sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah
bangunan intake masih berfunngsi dengan baik atau tidak.
Intake adalah jenis bangunan pengambilan air baku yang bersumber dari air
permukaan seperti danau atau kolam dan sungai. Untuk dapat memanfaatkan sungai
tersebut, diperlukan bangunan penangkap air atau intake untuk dapat menampung
BAB 9 PERMODELAN SUNGAI
air agar dapat dialirkan melalui pipa distribusi ke daerah pelayanan. Adapun
beberapa persyaratan lokasi intake yang harus diperhatikan yakni:
a. Mudah dijangkau.
b. Dapat diandalkan.
f. Sumber pencemaran.
i. Aspek belokan sungai : bagian sungai yang lurus merupakan pilihan yang
terbaik..
a. Direct intake, digunakan untuk sumber air yang dalam seperti sungai atau
danau dengan kedalaman yang cukup tinggi. Intake jenis ini memungkinkan
terjadinya erosi pada dinding dan pengendapan di bagian dasarnya.
b. Indirect Intake
1. River Intake
River intake menggunakan pipa penyadap dalam bentuk sumur
pengumpul. Intake ini lebih ekonomis untuk air sungai yang mempunyai
perbedaan level muka air pada musim hujan dan musim kemarau yang
cukup tinggi.
2. Canal Intake
Canal intake digunakan untuk air yang berasal dari kanal. Dinding
chamber sebagian terbuka ke arah kanal dan dilengkapi dengan pipa
pengolahan selanjutnya.
3. Reservoir Intake
Reservoir intake digunakan untuk air yang berasal dari dam dan dengan
mudah menggunakan menara intake. Menara intake dengan dam dibuat
terpisah dan diletakkan di bagian hulu. Untuk mengatasi fluktuasi level
muka air. Intake dengan beberapa level diletakkan pada menara.
c. Spring intake, umumnya digunakan untuk air baku dan mata air atau air
tanah.
d. Intake tower, digunakan untuk air permukaan dengan kedalaman air berada
dalam level tertentu.
e. Gate intake, berfungsi sebagai screen dan merupakan pintu air pada
prasedimentasi.
Terdapat beberapa hal yang termasuk komponen dari suatu intake, diantaranya
yaitu:
a. Bangunan sadap, yang berfungsi untuk mengefektifkan air masuk menuju
sumur pengumpul.
b. Sumur pengumpul (sump well).
c. Screen, umumnya terdapat pada inlet sumur pengumpul yang berfungsi untuk
menyaring padatan atau bentuk lainnya yang terkandung dalam air baku.
d. Pompa intake.
Faktor-faktor yang mempengaruhi skala model ini yaitu tujuan dan apa yang ingin
dihasilkan, dimensi hidraulik sistem yang disimulasikan, kemampuan
laboratorium dan peralatan yang digunakan, serta ketelitian permodelan minimum
yang harus dihasilkan agar pemecahan masalah dimodel menjadi pemecahan
masalah di lapangan dapat dilakukan dengan mudah dan benar. Perhitungan
model didapatkan dengan skala 1:132,5 yang kemudian semua data prototipe akan
diskalakan ukurannya menyesuaikan model dengan derajat bukaan pada pipa
mulai dari 40º sampai 90º.
s
V= (9.1)
t
A=B×H (9.2)
Q=A×V (9.3)
Keterangan:
S1 = Panjang jalur tepi aliran (m)
S2 = Panjang jalur tengah aliran (m)
S3 = Panjang jalur tepi aliran (m)
T1 = Waktu perpindahan sample dari titik awal lajur sampai akhir lajur (s)
T2 = Waktu perpindahan sample dari titik awal lajur sampai akhir lajur (s)
T3 = Waktu perpindahan sample dari titik awal lajur sampai akhir lajur (s)
B1 = Lebar saluran di awal jalur (m)
B2 = Lebar saluran di tengah jalur (m)
B3 = Lebar saluran di akhir jalur (m)
H1 = Kedalaman saluran di awal lajur (m)
H2 = Kedalaman saluran di tengah lajur (m)
H3 = Kedalaman saluran di akhir lajur (m)
V = Kecepatan Aliran (m/s)
A = Luas penampang basah (m)
Q = Debit aliran (m3 /s)
Mulai
Mengukur lebar saluran di bagian awal, tengah dan ujung jalur (B)
Mengukur waktu perpindahan (T) bola pingpong dari hulu hingga hilir
Selesai
S1
Kecepatan saluran (V1) =
T1
1,65
=
10,2
= 0,162 m/s
Luas penampang (A1) = B1 × H1
= 0,66 × 0,026
= 0,01716 m2
Debit saluran ( Q1) =A1 × V1
= 0,01716 × 0,162
= 0,00278 m3/s
b. Jalur 2
Panjang jalur awal aliran (S2) = 1,44 m
Waktu perpindahan dari titik 0 ke 1 (T2) = 12,5 s
Lebar saluran (B2) = 0,69 m
Tinggi muka air (H2) = 0,028 m
S2
Kecepatan saluran (V2) =
T2
1,44
=
12,5
= 0,115 m/s
Luas penampang (A2) = B2 × H2
= 0,69 × 0,028
= 0,01932 m2
Debit saluran ( Q2) =A2 × V2
= 0,01932× 0,115
= 0,00223 m3/s
c. Jalur 3
Panjang jalur awal aliran (S3) = 1,21 m
Waktu perpindahan dari titik 0 ke 1 (T3) = 3,2 s
Lebar saluran (B3) = 0,71 m
Tinggi muka air (H3) = 0,010 m
S3
Kecepatan saluran (V3) =
T3
1,21
=
3,2
= 0,378 m/s
Luas penampang (A3) = B3 × H3
= 0,71 × 0,010
= 0,00710 m2
Debit saluran ( Q3) =A3 × V3
= 0,00710× 0,378
= 0,00268 m3/s
Percobaan 2
a. Jalur 1
Panjang jalur awal aliran (S1) = 1,65 m
Waktu perpindahan dari titik 0 ke 1 (T1) = 4,7 s
Lebar saluran (B1) = 0,66 m
Tinggi muka air (H1) = 0,031 m
S1
Kecepatan saluran (V1) =
T1
1,65
=
4,7
= 0,351 m/s
Luas penampang (A1) = B1 × H1
= 0,66 × 0,031
= 0,02046 m2
Debit saluran ( Q1) =A1 × V1
= 0,02046 × 0,351
= 0,00718 m3/s
b. Jalur 2
Panjang jalur awal aliran (S2) = 1,44 m
Waktu perpindahan dari titik 0 ke 1 (T2) =8s
Lebar saluran (B2) = 0,69 m
S3
Kecepatan saluran (V3) =
T3
1,21
=
2,3
= 0,526 m/s
Luas penampang (A3) = B3 × H3
= 0,71 × 0,007
= 0,00497 m2
Debit saluran ( Q3) =A3 × V3
= 0,00497× 0,526
= 0,00261 m3/s
∑ V1 + ∑ V2 + ∑ V3
Kecepatan rata-rata (V) =
9
0,936 + 0,513 + 1,321
=
9
= 0,308 m/s
∑ A1 + ∑ A2 + ∑ A3
Luas penampang rata-rata (A) =
9
0,05742 + 0,06003 + 0,01917
=
9
= 0,015 m2
∑ Q1 + ∑ Q2 + ∑ Q3
Rata-rata debit aliran (Q) =
9
0,01834 + 0,01032 + 0,00826
=
9
= 0,004 m3/s
9.7.2 Saran
Setelah melaksanakan praktikum permodelan sungai diperoleh beberapa saran,
diantaranya:
a. Mengetahui prosedur percobaan permodelan sungai dan melakukan pengujian
dengan baik dan benar.
b. Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dan memeriksa kondisi alat
tersebut.
c. Membaca dan mencatat data dengan teliti untuk mendapatkan hasil yang
akurat.
BLANKO
PERMODELAN SUNGAI
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM 3336190043
BAB 10
POLA ALIRAN
Pola aliran sungai adalah kumpulan dari sungai yang memiliki bentuk sama yang
menggambarkan keadaan profil dan genetik sungai tersebut. Terbentuknya
polaaliran air disebabkan oleh faktor-faktor alami yang dapat terbentuk dalam
beragam bentuk aliran karena topografi tanah (kemiringan dan ketinggian tanah)
dan kondisi geologi lahan (kondisi batuan). Menurut konfigurasinya, pola aliran
sungai antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang percabangannya menyerupai
struktur pohon. Pada umumnya, pola aliran dendritik dikendalikan oleh litologi
batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan
sungai yang dikendalikan oleh jenis batuannya. Tekstur merupakan Panjang
sungai per satuan luas. Resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh
terhadap proses-proses pembentukkan alur-alur sungai. Apabila sistem sungai
terbentuk pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola aliran sungai
yang rapat (tekstur halus), sebaliknya apabila resisten akan membentuk tekstur
kasar.
b. Pola Aliran Radial Sentrifugal
Pola aliran radial sentrifugal adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
menyebar secara sentrifugal dari suatu titik ketinggian. Bentang alam kubah
(domes) dan laccolith juga menghasilkan pola aliran radial.
BAB 10 POLA ALIRAN
Menurut Chow (1959) dalam buku Open Channel Hydraulics dijelaskan bahwa
akibat gaya tarik bumi terhadap aliran dinyatakan dengan rasio gaya inersia dengan
gaya tarik bumi (g). Rasio ini diterapkan sebagai bilangan froude (Fr).
Froudeadalah sebuah parameter non-dimensional yang menunjukkan efek relatif
dari efek inersia terhadap efek gravitasi.
Adapun beberapa rumus yang digunakan untuk menghitung praktikum pola aliran
kali ini yaitu :
a. Kecepatan aliran (V) :
V = √2 × g × hpitot (1.1)
Keterangan :
V = Kecepatan aliran (m/s)
g = Gravitasi bumi (9,81 m/s
hpitot = Tinggi aliran pada tabung pitot (m)
V22
E2 = H2 + ( ) (1.3)
2.g
Keterangan :
E1 = Tinggi energi spesifik di hulu (m)
E2 = Tinggi energi spesifik di puncak replika bendung (m)
H1 = Tinggi muka air di hulu (m)
H2 = Tinggi muka air di puncak replika bendung (m)
v1 = kecepatan aliran di hulu (m/s)
v2 = kecepatan aliran di puncak replika bendung (m/s)
c. Angka Froud (Fr) :
V
Fr = (1.4)
g×H
Keterangan :
Fr = Angka Froud
V = Kecepatan aliran (m/s)
g = Gravitasi bumi (9,81 m/s
H = Tinggi aliran (m)
a. Untuk mengetahui sifat-sifat aliran air berdasarkan jenis saluran dan bangunan
air.
b. Untuk mengetahui kondisi aliran air yang terjadi (kritis, super kritis, sub kritis).
Mulai
Selesai
= √2 x 9,81 x 0,005
= 0,313 m/s
V1(0,2) = √2 x g x hpitot1(0,2)
= √2 x 9,81 x 0,007
= 0,371 m/s
V1(0,3) = √2 x g x hpitot1(0,8)
= √2 x 9,81 x 0,005
= 0,343 m/s
V1rata-rata = 0,342 m/s
V21
b. Tinggi Energi Spesifik di Hulu (E1) = H1 + ( )
2.g
0,3422
= 0,191 + ( )
2 x 9,81
= 0,197 m
c. Kecepatan Aliran di Hulu (V2)
V2(0,6) = √2 x g x hpitot2(0,6)
= √2 x 9,81 x 0,015
= 0,542 m/s
V2(0,2) = √2 x g x hpitot2(0,2)
= √2 x 9,81 x 0,020
= 0,626 m/s
V2(0,3) = √2 x g x hpitot2(0,8)
= √2 x 9,81 x 0,008
= 0,396 m/s
V2rata-rata = 0,522 m/s
V22
d. Tinggi Energi Spesifik di Hulu (E2) = H2 + ( )
2.g
0,5222
= 0,065 + ( )
2 x 9,81
= 0,0789 m
V1
e. Froud 1 =
√g.H1
0,342
=
√9,81 x 0,191
V1(0,6) = √2 x g x hpitot1(0,6)
= √2 x 9,81 x 0,005
= 0,313 m/s
V1(0,2) = √2 x g x hpitot1(0,2)
= √2 x 9,81 x 0,009
= 0,420 m/s
V1(0,3) = √2 x g x hpitot1(0,8)
= √2 x 9,81 x 0,004
= 0,280 m/s
V1rata-rata = 0,338 m/s
V21
b. Tinggi Energi Spesifik di Hulu (E1) = H1 + ( )
2.g
0,3382
= 0,196 + ( )
2 x 9,81
= 0,202 m
c. Kecepatan Aliran di Hulu (V2)
V2(0,6) = √2 x g x hpitot2(0,6)
= √2 x 9,81 x 0,018
= 0,594 m/s
V2(0,2) = √2 x g x hpitot2(0,2)
= √2 x 9,81 x 0,017
= 0,578 m/s
V2(0,3) = √2 x g x hpitot2(0,8)
= √2 x 9,81 x 0,018
= 0,611 m/s
V2rata-rata = 0,594 m/s
V22
d. Tinggi Energi Spesifik di Hulu (E2) = H2 + ( )
2.g
0,5942
= 0,065 + ( )
2 x 9,81
= 0,0830 m
V1
e. Froud 1 =
√g.H1
0,338
=
√9,81 x 0,196
f. Froud 2?
Jawab :
a. Kecepatan Aliran di Hulu (V1)
V1(0,6) = √2 x g x hpitot1(0,6)
= √2 x 9,81 x 0,006
= 0,343 m/s
V1(0,2) = √2 x g x hpitot1(0,2)
= √2 x 9,81 x 0,005
= 0,313 m/s
V1(0,3) = √2 x g x hpitot1(0,8)
= √2 x 9,81 x 0,008
= 0,396 m/s
V1rata-rata = 0,351 m/s
V21
b. Tinggi Energi Spesifik di Hulu (E1) = H1 + ( )
2.g
0,3512
= 0,125 + ( )
2 x 9,81
= 0,131 m
c. Kecepatan Aliran di Hulu (V2)
V2(0,6) = √2 x g x hpitot2(0,6)
= √2 x 9,81 x 0,013
= 0,505 m/s
V2(0,2) = √2 x g x hpitot2(0,2)
= √2 x 9,81 x 0,017
= 0,578 m/s
V2(0,3) = √2 x g x hpitot2(0,8)
= √2 x 9,81 x 0,015
= 0,542 m/s
V2rata-rata = 0,542 m/s
V22
d. Tinggi Energi Spesifik di Hulu (E2) = H2 + ( )
2.g
0,5422
= 0,063 + ( )
2 x 9,81
= 0,0780 m
V1
e. Froud 1 =
√g.H1
0,351
=
√9,81 x 0,125
10.7 Grafik
10.7.1 Daftar Grafik
Gambar 10.5 Grafik Hubungan antara E dan H di Bendung 1 (Terlampir).
Gambar 10.6 Grafik Hubungan antara E dan H di Bendung 2 (Terlampir).
Gambar 10.7 Grafik Hubungan antara E dan H di Bendung 3 (Terlampir).
10.7.2 Analisa Grafik
a. Analisa Gambar 10.5 didapat bahwa grafik hubungan energi pesifik (E) dengan
tinggi permukaan air (H) di bendung 1 linear dikarenakan energi spesifik (E)
akan bertambah besar seiring dengan bertambahnya tinggi permukaan air (H),
sehingga energinya sesuai dengan ketinggian permukaan air.
b. Analisa Gambar 10.6 didapat bahwa grafik hubungan energi pesifik (E) dengan
tinggi permukaan air (H) di bendung 2 linear dikarenakan energi spesifik (E)
akan bertambah besar seiring dengan bertambahnya tinggi permukaan air (H),
sehingga energinya sesuai dengan ketinggian permukaan air.
c. Analisa Gambar 10.7 didapat bahwa grafik hubungan energi pesifik (E) dengan
tinggi permukaan air (H) di bendung 3 linear dikarenakan energi spesifik (E)
akan bertambah besar seiring dengan bertambahnya tinggi permukaan air (H),
sehingga energinya sesuai dengan ketinggian permukaan air.
K.11
K.11
K.11
Maka dapat disimpulkan bahwa ketiga percobaan pola aliran kali ini alirannya
termasuk kedalam kategori subkritis, serta diperoleh data hasil perhitungan ialah
sebagai berikut.
Tabel 10.1 Data Hasil Pengamatan Percobaan Pola Aliran
V1 E1 V2 E2
No. Froud 1 Froud 2
(m/s) (m) (m/s) (m)
1 0,342 0,197 0,522 0,0789 0,25 0,653
2 0,338 0,202 0,594 0,0830 0,244 0,744
3 0,351 0,131 0,542 0,0780 0,317 0,689
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
10.8.2 Saran
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh beberapa saran dari praktikan
adalah sebagai berikut :
a. Lebih teliti dalam melakukan praktek, sehingga data yang diperoleh lebih
akurat.
b. Sebelum praktikum sebaiknya lebih dulu memeriksa alat-alat yang akan
digunakan apakah berfungsi atau tidak.
c. Membersihkan dan menyimpan kembali alat yang telah dipakai.
BLANKO
POLA ALIRAN
Tabel 10.2 Data Pengamatan Percobaan Pola Aliran
H1 B1 V1 H2 B2 V2
No. hp1 (m) V1 (m/s) E1 (m) hp2 (m) V2 (m/s) E2 (m) Froud 1 Froud 2
(m) (m) (m/s) (m) (m) (m/s)
0,6 0,005 0,313 0,6 0,015 0,542
1 0,191 0,087 0,2 0,007 0,371 0,342 0,197 0,065 0,091 0,2 0,020 0,626 0,522 0,0789 0,250 0,653
0,8 0,006 0,343 0,8 0,008 0,396
0,6 0,005 0,313 0,6 0,018 0,594
2 0,196 0,088 0,2 0,009 0,420 0,338 0,202 0,065 0,093 0,2 0,017 0,578 0,594 0,0830 0,244 0,744
0,8 0,004 0,280 0,8 0,019 0,611
0,6 0,006 0,343 0,6 0,013 0,505
3 0,125 0,087 0,2 0,005 0,313 0,351 0,131 0,063 0,092 0,2 0,017 0,578 0,542 0,0780 0,317 0,689
0,8 0,008 0,396 0,8 0,015 0,542
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM. 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
POLA ALIRAN
E VS H di Bendung 1
0,25
Tinggi Muka Air di Hulu (H1)
0,2
0,15
0,1
y = 0,0922x + 0,1424
R² = 1
0,05
0
0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250
Tinggi Energi Spesifik di Hulu (E1)
Analisa Gambar 10.5 didapat bahwa grafik hubungan energi pesifik (E) dengan tinggi
permukaan air (H) di bendung 1 linear dikarenakan energi spesifik (E) akan bertambah
besar seiring dengan bertambahnya tinggi permukaan air (H), sehingga energinya sesuai
dengan ketinggian permukaan air.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
POLA ALIRAN
E VS H di Bendung 2
0,25
Tinggi Muka Air di Hulu (H1)
0,2
0,15
0,1
y = 1,1008x - 0,0264
0,05 R² = 1
0
0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250
Tinggi Energi Spesifik di Hulu (E1)
Analisa Gambar 10.6 didapat bahwa grafik hubungan energi pesifik (E) dengan tinggi
permukaan air (H) di bendung 2 linear dikarenakan energi spesifik (E) akan bertambah
besar seiring dengan bertambahnya tinggi permukaan air (H), sehingga energinya sesuai
dengan ketinggian permukaan air.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
POLA ALIRAN
E vs H di Bendung 3
0,130
Tinggi Muka Air di Hulu (H2)
0,120
0,110
0,100
0,090
0,080 y = 1,1698x - 0,0282
0,070 R² = 1
0,060
0,050
0,040
0,0600 0,0800 0,1000 0,1200 0,1400
Tinggi Energi Spesifik di Hilir (E2)
Analisa Gambar 10.7 didapat bahwa grafik hubungan energi pesifik (E) dengan tinggi
permukaan air (H) di bendung 3 linear dikarenakan energi spesifik (E) akan bertambah
besar seiring dengan bertambahnya tinggi permukaan air (H), sehingga energinya sesuai
dengan ketinggian permukaan air.
BAB 11
ALIRAN MELALUI AMBANG TAJAM
(SHARP CRESTED WEIR)
Ambang tajam merupakan alat sederhana dengan potensi untuk pengukuran debit
yang sangat tepat dengan penentuan bentuk bagian limpasan yang dapat ditentukan
jumlah debit. Ambang tajam dapat digunakan untuk air dan atau air limbah, pada
lokasi dimana diperoleh perbedaan tinggi muka air yang cukup (aliran sempurna).
Kemungkinan terjadinya endapan dibagian mudik ambang dapat berpengaruh
terhadap debit yang diukur. Ambang tajam hanya dapat diterapkan untuk aliran
pada saluran terbuka. Debit aliran yang terjadi pada ambang tajam dihitung dengan
menggunakan formula sebagai berikut :
2
Q= 3 Cd×b√2gh3 (11.1)
BAB 11 ALIRAN MELALUI AMBANG TAJAM (SHARP CRESTED WEIR)
Dengan :
Q = Debit Aliran (m3/s)
h = Tinggi Air Diatas Ambang (m)
Cd = Koefisien Ambang (m)
b = Lebar Ambang (m)
g = Percepatan Gravitasi (9,81 m/s2)
Ambang juga merupakan saluran irigasi yang baik, yang digunakan untuk
menaikkan muka air pada konstruksi bangunan air. Suatu ambang disebut ambang
tajam (sharp crested weir) apabila aliran yang terjadi tidak menempel pada ambang,
dan merupakan bangunan aliran atas. Alat ukur ambang tajam adalah bangunan
aliran atas, untuk ini tinggi energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola
aliran di atas alat ukur ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang
sudah ada sekarang. Kelengkapan bangunan ukur ambang tajam terdiri dari dinding
saluran, tubuh ambang, pelat ambang dan alat ukur tinggi muka air. Instrumen
kelengkapan pendukung terdiri dari pengukur tinggi muka air manual dan otomatis
untuk mendapatkan debit sesaat dan hidrograf.
Aliran memisahkan diri dari batas padat ujung mercu yang tajam dan kemudian
terjun akibat pengaruh gravitasi. Oleh karena aliran sangat melengkung maka
tekanan dalam fluida di atas mercu tajam akan lebih kecil daripada tekanan
hidrostatik. Dengan demikian debit di atas sekat mercu tajam akan lebih besar
daripada debit yang melalui ambang mercu lebar.
11.3 Peralatan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan aliran melalui ambang tajam sebagai
berikut :
a. Alat Hidrolika
b. Ambang tajam
c. Lilin/malam
d. Jangka sorong/penggaris
e. Klemp Penjepit.
Mulai
Selesai
11.8.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini sebagai berikut:
a. Saat melakukan praktikum, lakukan dengan teliti agar angka yang didapatkan
benar;
b. Sebaiknya lakukan pengulangan saat membaca hasil yang diperoleh pada alat;
c. Usahakan saat mengatur debit lakukan dengan benar agar kecepatan aliran
berubah.
BLANKO PERCOBAAN
ALIRAN MELALUI AMBANG TAJAM
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon 42435 Tlp. (0254) 395502 Ext. 19
Website: www.ft-untirta.ac.id
LAMPIRAN
ALIRAN MELALUI AMBANG TAJAM
Grafik h
terhadap Q
Linier h
terhadap Q
Q (m3/s) h (m) Y= a + bx
0,00095677 0,038 4,9952
0,00091925 0,037 -0,0065
0,00077429 0,033 -0,0065
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Dari Gambar 11.2 didapat grafik yang tidak berbentuk linier karena data yang
didapat pada percobaan tidak stabil. Akan tetapi pada data didapatkan H berbanding
lurus dengan Q. Sehingga jika nilai H kecil maka debitnya (Q) akan semakin
lambat, dan sebaliknya jika nilai H besar maka debitnya akan semakin cepat.
BAB 12
PELUAP AMBANG LEBAR
Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (over flow), untuk ini tinggi
energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat ukur
ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang,
maka bangunan ini biasanya mempunyai bentuk yang berbeda–beda, sementara
debitnya tetap serupa.
Peluap didefinisikan sebagai bukaan pada salah satu sisi kolam atau tangki,
sehingga zat cair (biasanya air) di dalam kolam tersebut melimpas di atas peluap.
Peluap ini serupa dengan lubang besar dimana elevasi permukaan zat cair disebelah
hulu lebih rendah dari sisi atas lubang. Lapis zat cair yang melimpas di atas ambang
peluap disebut dengan tinggi peluapan. Peluap biasanya digunakan untuk mengukur
debit aliran dan banyak digunakan pada jaringan irigasi.
Efek ini dapat dilihat dari naiknya permukaan air bila dibandingkan dengan
sebelum dipasang ambang. Pada saat melewati ambang biasanya aliran akan
berperilaku sebagai aliran kritis, selanjutnya aliran akan mencari posisi stabil.
Karena pola aliran di atas alat ukur ambang lebar dapat ditangani dengan teori
hidrolika yang sudah ada sekarang, maka bangunan ini bias mempunyai bentuk
yang berbeda-beda, sementara debitnya tetap serupa. Pada kondisi tertentu
misalkan dengan adanya terjunan atau kemiringan saluran yang cukup besar,
setelah melewati ambang aliran dapat pula berlaku sebagai aliran super kritis.
Ambang lebar merupakan salah satu konstruksi pengukur debit. Debit aliran yang
terjadi pada ambang lebar dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
3
Q = Cd ×b×h2 (12.1)
Dimana:
Q = Debit aliran (m3/dt)
h = Tinggi total hulu ambang (m)
Cd = Koefisien debit
b = Lebar ambang (m)
Dimana:
Q = Debit aliran (m3/dt)
h_u = Tinggi muka air hulu ambang (m)
Cd = Koefisien debit
Cv = Koefisien kecepatan
b = Lebar ambang (m)
Pada penerapan di lapangan apabila kondisi superkritis ini terjadi maka akan sangat
membahayakan, dimana dasar tebing saluran akan tergerus. Strategi penanganan
tersebut diantaranya dengan membuat perbedaan energi aliran, misalnya memasang
lantai beton atau batu – batu cukup besar di hilir ambang. Adapun rumus untuk
mencari tinggi total hulu ambang :
V2
h = H0 + (12.3)
2g
Dimana :
h = Tinggi total hulu ambang (m)
Yo = Kedalaman hulu ambang (m)
V = Kecepatan aliran (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Secara teori naiknya permukaan air ini merupakan gejala alam dari aliran dimana
untuk memperoleh aliran air yang stabil, maka air akan mengalir dengan kondisi
aliran subkritis, karena aliran jenis ini tidak akan menimbulkan gerusan (erosi) pada
permukaan saluran. Pada saat melewati ambang biasanya aliran akan berperilaku
sebagai aliran kritis, selanjutnya aliran akan mencari posisi stabil. Pada kondisi
tertentu misalkan dengan adanya terjunan atau kemiringan saluran yang cukup
besar, setelah melewati ambang aliran dapat pula berlaku sebagai aliran super kritis.
Tingkat kekritisan aliran tersebut dapat ditentukan dengan mencari bilangan Froude
dengan persamaan:
V
F= (12.4)
√g × (Hc)
Keterangan:
F = Angka froude (froude number)
D = Kedalaman aliran (m)
Dimana jika:
F < 1 disebut aliran subkritis.
F = 1 disebut aliran kritis.
F > 1 disebut aliran super kritis.
Alat ukur ambang lebar juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan,
kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar adalah :
a. Bentuk hidrolis luwes dan sederhana.
b. Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal.
c. Benda-benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah.
Selain itu kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat ukur ambang lebar adalah:
a. Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja.
b. Agar pengukuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam.
Mulai
Selesai
= √2 × 9,81 × 0,035
= 0,8287 m/s
V2
b) Tinggi Total Hulu Ambang (h) = H0 +
2×g
0,82872
= 0,151 +
2 × 9,81
= 0,1860 m
c) Debit Aliran (Q) = Cd × b × (h)3/2
= 0,5086 × 0,084 × (0,1860)3/2
= 0,0034 m3/s
V
d) Froude (F) =
√g × Hc
0,8287
=
√9,81 × 0,035
= √2 × 9,81 × 0,038
= 0,8635 m/s
V2
b) Tinggi Total Hulu Ambang (h) = H0 +
2×g
0,86352
= 0,152 +
2 × 9,81
= 0,1900 m
c) Debit Aliran (Q) = Cd × b × (h)3/2
= 0,6026 × 0,084 × (0,1900)3/2
= 0,0042 m3/s
V
e) Froude (F) =
√g × Hc
0,8635
=
√9,81 × 0,038
= √2 × 9,81 × 0,04
= 0,8859 m/s
V2
b) Tinggi Total Hulu Ambang (h) = H0 +
2×g
0,88592
= 0,152 +
2 × 9,81
= 0,1920 m
c) Debit Aliran (Q) = Cd × b × (h)3/2
= 0,6003 × 0,084 × (0,1920)3/2
= 0,0042 m3/s
V
d) Froude (F) =
√g × Hc
0,8859
=
√9,81 × 0,04
= √2 × 9,81 × 0,035
= 0,8287 m/s
V2
b) Tinggi Total Hulu Ambang (h) = H0 +
2×g
0,83872
= 0,151 +
2 × 9,81
= 0,1860 m
c) Debit Aliran (Q) = Cd × b × (h)3/2
= 0,5086 × 0,084 × (0,1860)3/2
= 0,0034 m3/s
V
d) Froude (F) =
√g × Hc
0,8287
=
√9,81 × 0,035
= √2 × 9,81 × 0,034
= 0,8167 m/s
V2
b) Tinggi Total Hulu Ambang (h) = H0 +
2×g
0,81672
= 0,150 +
2 × 9,81
= 0,1840 m
c) Debit Aliran (Q) = Cd × b × (h)3/2
= 0,5086 × 0,084 × (0,1840)3/2
= 0,0034 m3/s
V
d) Froude (F) =
√g × Hc
0,8167
=
√9,81 × 0,034
3) Percobaan 3
Diketahui :
Kedalaman Hulu Ambang Lebar (H0) = 0,148 m
Tinggi Muka Air Setelah Ambang Lebar (Ht) = 0,032 m
Tinggi Muka Air di Atas Ambang Lebar (Hc) = 0,032 m
= √2 × 9,81 × 0,032
= 0,7924 m/s
V2
b) Tinggi Total Hulu Ambang (h) = H0 +
2×g
0,79242
= 0,148 +
2 × 9,81
= 0,1800 m
c) Debit Aliran (Q) = Cd × b × (h)3/2
= 0,5086 × 0,084 × (0,1800)3/2
= 0,0033 m3/s
V
d) Froude (F) =
√g × Hc
0,7924
=
√9,81 × 0,032
12.7 Grafik
12.7.1 Daftar Grafik
a. Debit Tetap, Kemiringan Berubah
Gambar 12.3 Grafik Hubungan antara H0 vs Q (Terlampir).
Gambar 12.4 Grafik Hubungan antara Ht vs Q (Terlampir).
b. Debit Berubah, Kemiringan Tetap
Gambar 12.5 Grafik Hubungan antara H0 vs Q (Terlampir).
Gambar 12.6 Grafik Hubungan antara Ht vs Q (Terlampir).
12.7.2 Analisa Grafik
a. Debit Tetap, Kemiringan Berubah
1) Berdasarkan Gambar 12.3, grafik hubungan antara kedalaman hulu ambang
lebar (H0) dengan debit aliran (Q) diperoleh persamaan regresi y = 0,7901x
– 0,1159. Grafik menunjukan grafik yang linear, yang menunjukan semakin
besar debit semakin besar pula kedalaman hulu ambang lebar.
2) Berdasarkan Gambar 12.4, grafik hubungan antara kedalaman hulu ambang
lebar (Ht) dengan debit aliran (Q) diperoleh persamaan regresi y = 0,1019x
– 0,0005. Grafik menunjukan grafik yang tidak linear dikerenakan salah
dalam pembambilan data.
b. Debit Berubah, Kemiringan Tetap
1) Berdasarkan Gambar 12.5, grafik hubungan antara kedalaman hulu ambang
lebar (H0) dengan debit aliran (Q) diperoleh persamaan regresi y = 00548x
– 0,0048. Grafik menunjukan grafik yang linear, yang menunjukan semakin
besar debit semakin besar pula kedalaman hulu ambang lebar.
2) Berdasarkan Gambar 12.6, grafik hubungan antara kedalaman hulu ambang
lebar (Ht) dengan debit aliran (Q) diperoleh persamaan regresi y = 0,0274x
+ 0,0023. Grafik menunjukan grafik yang tidak linear dikerenakan salah
dalam pembambilan data.
12.8.2 Saran
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh beberapa saran untuk kedepannya
dalam melakukan percobaan, yaitu :
a. Saat melakukan praktikum, ketika melakukan pembacaan pengukuran haruslah
membaca dengan teliti, pastikan mata sejajar dengan penggaris agar data yang
di dapat akurat;
b. Persiapkan alat-alat praktikum dengan baik, supaya praktikum berjalan dengan
lancar;
c. Jika praktikum selesai, bersihkan alat dan letakkan alat di tempat semula.
BLANKO
PELUAP AMBANG LEBAR
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM. 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl, JendralSudirman KM,3 CilegonTlp, (0254) 395502 Ext, 19
BLANKO
PELUAP AMBANG LEBAR
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM. 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
PELUAP AMBANG LEBAR
H0 vs Q
0,0043
0,0042
0,0041 Hubungan
0,0040 Ho dan Q
0,0039
0,0038 Linear
Q
0,0037 (Hubungan
Ho dan Q)
0,0036 y = 0,7901x - 0,1159
0,0035 R² = 0,997
0,0034
0,0033
0,1505 0,151 0,1515 0,152 0,1525
H0
H0 (m) Q (m3/s) y
0,151 0,0034 0,0075
0,152 0,0042 0,0075
0,152 0,0042 0,0075
(Sumber : Hasil Analisis Kelompok 11, 2022)
Berdasarkan Gambar 12.3, grafik hubungan antara kedalaman hulu ambang lebar
(H0) dengan debit aliran (Q) diperoleh persamaan regresi y = 0,7901x – 0,1159.
Grafik menunjukan grafik yang linear, yang menunjukan semakin besar debit
semakin besar pula kedalaman hulu ambang lebar.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
PELUAP AMBANG LEBAR
Ht vs Q
0,0043
Hubungan Ht
0,0041
dan Q
0,0039 Linear
Q
(Hubungan Ht
0,0037 dan Q)
y = 0,1019x - 0,0005
R² = 0,7959
0,0035
0,0033
0,038 0,040 0,042 0,044 0,046 0,048 0,050
Ht
Ht (m) Q (m3/s) y
0,151 0,0034 0,0063
0,15 0,0034 0,0063
0,148 0,0033 0,0061
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Berdasarkan Gambar 12.4, grafik hubungan antara kedalaman hulu ambang lebar
(Ht) dengan debit aliran (Q) diperoleh persamaan regresi y = 0,1019x – 0,0005.
Grafik menunjukan grafik yang tidak linear dikerenakan salah dalam pembambilan
data.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
PELUAP AMBANG LEBAR
H0 vs Q
0,0034
0,0034
0,0034 Hubungan
0,0034 Ho dan Q
0,0034
Q
0,0033
0,0033
0,0033 y = 0,0548x - 0,0048 Linear
0,0033 R² = 1 (Hubungan
Ho dan Q)
0,0033
0,0032
0,147 0,148 0,149 0,15 0,151 0,152
H0
H0 (m) Q (m3/s) y
0,151 0,0057 0,0063
0,15 0,0058 0,0063
0,148 0,0057 0,0061
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Berdasarkan Gambar 12.5, grafik hubungan antara kedalaman hulu ambang lebar
(H0) dengan debit aliran (Q) diperoleh persamaan regresi y = 00548x – 0,0048.
Grafik menunjukan grafik yang linear, yang menunjukan semakin besar debit
semakin besar pula kedalaman hulu ambang lebar.
.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON – SURVEYING – INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Tlp. 081328278151
LAMPIRAN
PELUAP AMBANG LEBAR
Ht vs Q
0,0035
Hubungan
0,0034 Ht dan Q
Linear
Q
0,0034 (Hubungan
Ht dan Q)
0,0033 y = 0,0274x + 0,0023
R² = 0,7518
0,0033
0,033 0,035 0,037 0,039 0,041
Ht
Ht (m) Q (m3/s) y
0,04 0,0034 0,0071
0,036 0,0034 0,0073
0,035 0,0033 0,0074
(Sumber : Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Berdasarkan Gambar 12.6, grafik hubungan antara kedalaman hulu ambang lebar
(Ht) dengan debit aliran (Q) diperoleh persamaan regresi y = 0,0274x + 0,0023.
Grafik menunjukan grafik yang tidak linear dikerenakan salah dalam pembambilan
data.
BAB 13
AIR KEMBALI (BACK WATER)
Pengaruh backwater yang tertinggi dapat terjadi apabila banjir, yaitu pada saat
pasang laut dalam kondisi tinggi. Efek air pasang dari laut akan memberikan
pengaruh terhadap perambatan air banjir kearah hulu. Kenaikan muka air juga akan
mengakibatkan saluran-saluran pembuangan yang ada tidak dapat membuang air
buangan ke dalam alur sungai tersebut. Backwater yang terjadi akibat pengaruh
pasang surut di muara sungai yaitu pada saat permukaan air laut melebihi
permukaan air sungai, sehingga alirannya berbalik dari laut masuk menuju sungai,
sehingga terjadi banjir karena meluapnya air yang seharusnya dibuang ke laut.
BAB 13 AIR KEMBALI (BACKWATER)
B = 1,2 × Bn (13.2)
Keterangan:
Be = lebar efektif (m)
B = 1,2 × lebar rata-rata sungai (m)
N = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi
Ka = koefisien pangkal bendung
H = tinggi energi (m)
Bn = lebar rata-rata sungai (m)
Dari data percobaan yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung besarnya
tampungan dan pengaruhnya terhadap kemiringan saluran. Pada praktik di
bendung yang sesungguhnya sangat penting untuk menghitung volume
tampungan yang digunakan untuk menghitung ketersediaan air minimal. Adapun
rumus volume tampungan adalah:
dh
i= (13.4)
ds
Keterangan:
i = beda kemiringan
dh = beda tinggi
ds = panjang hulu ke hilir
Sifat dari aliran backwater yaitu pada perbedaan kedalaman di sepanjang saluran
bervariasi secara gradual, sehingga lengkung garis aliran dapat diabaikan. Maka
Apabila terjadi pasang air laut maka akan terjadi aliran balik (backwater), ini
dikarenakan kondisi elevasi muka air lebih tinggi daripada pintu airnya sehingga
muka air disaluran atau sungai bermuara di pintu air tersebut. Agar saluran dapat
berfungsi dan dapat mengalirkan air dengan baik dan sesuai perencanaan, maka
pengaruh adanya backwater tersebut harus diperhitungkan dan dipakai sebagai
penentuan bangunan-bangunan pelengkap (bangunan pertolongan) yakni seperti
tanggul.
c. Mengukur panjang dari titik hilir ke titik hulu dengan menggunakan meteran
(ds);
Mulai
Selesai
hn = 0,058 m
h1 = 0,109 m
h2 = 0,111 m
h3 = 0,028 m
L-bw = 3,07 m
L-tp = 3,12 m
Q = 0,00168 m3/s
V-tp = ½ × L-tp × Tinggi Bendung × Lebar Bendung
= ½ × 3,12 × 0,083 × 0,069
= 0,00893 m3
dh
I =
ds
0,05
=
3,9
= 0,0128 m
Percobaan 2 (Kemiringan 2/putar 3 kali ke kiri)
dh = 0,12 m
ds = 3,9 m
hn = 0,058 m
h1 = 0,109 m
h2 = 0,112 m
h3 = 0,03 m
L-bw = 2,58 m
L-tp = 2,97 m
Q = 0,00168 m3/s
V-tp = ½ × L-tp × Tinggi Bendung × Lebar Bendung
= ½ × 2,97 × 0,083 × 0,069
= 0,0085 m3
dh
I =
ds
0,12
=
3,9
= 0,0308 m
hn = 0,058 m
h1 = 0,106 m
h2 = 0,113 m
h3 = 0,033 m
L-bw = 2,2 m
L-tp = 2,57 m
Q = 0,00168 m3/s
V-tp = ½ × L-tp × Tinggi Bendung × Lebar Bendung
= ½ × 2,57 × 0,083 × 0,069
= 0,00736 m3
dh
I =
ds
0,13
=
3,9
= 0,033333 m
13.8.2 Saran
Setelah melaksanakan praktikum air kembali (backwater) diperoleh beberapa
saran, diantaranya:
a. Mengetahui prosedur percobaan dan melakukan pengujian air kembali
(backwater) dengan baik dan benar.
b. Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dan memeriksa kondisi alat
tersebut.
c. Melakukan pengukuran dengan teliti untuk menghindari kesalahan.
d. Membaca dan mencatat data pengukuran dengan teliti untuk mendapatkan
data yang akurat.
BLANKO
AIR KEMBALI (BACKWATER)
Mengetahui,
Asisten Laboratorium
Bella Rizka
NIM 3336190043
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON - SURVEYING - INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Hp. 081287301294
LAMPIRAN
AIR KEMBALI (BACKWATER)
I vs V-tp
Volume tampungan (V-tp) (m3)
0.0095
y = -0,0573x + 0,0097
0.009 R² = 0,619
0.0085
0.008
I vs V-tp
0.0075 Linear (I vs V-tp)
0.007
0.0000 0.0100 0.0200 0.0300 0.0400
Beda kemiringan (I) (m)
I V-tp
0,0128 0,00893
0,0308 0,0085
0,033333 0,00736
(Sumber: Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Berdasarkan data grafik dapat disimpulkan bahwa hubungan antara I dengan
V-tp berbanding terbalik, semakin besar nilai I maka semakin kecil nilai pada
V-tp, begitu pula sebaliknya semakin kecil nilai I maka semakin besar nilai
pada V-tp.
LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAHAN & BETON - SURVEYING - INVESTIGASI TANAH – HIDROLIKA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman KM.3 Cilegon Hp. 081287301294
LAMPIRAN
AIR KEMBALI (BACKWATER)
I vs L-bw
Panjang backwater (L-bw) (m)
3.2
y = -36.845x + 3.5614
3 R² = 0.8914
2.8
2.6
2.4 Series1
2.2 Linear (Series1)
2
1.8
0.0000 0.0100 0.0200 0.0300 0.0400
Beda kemiringan (I) (m)
I L-bw
0,0128 3,07
0,0308 2,58
0,033333 2,2
(Sumber: Hasil Analisa Kelompok 11, 2022)
Berdasarkan pada data grafik dapat disimpulkan bahwa hubungan antara I dengan
L-bw berbanding terbalik, semakin besar nilai I maka semakin kecil nilai pada L-
bw, begitu pula sebaliknya semakin kecil nilai I maka semakin besar nilai pada L-
bw.