Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak penyakit dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan
merokok, dan salah satu yang harus diwaspadai ialah penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK). Hal ini dikarenakan kandungan tembakau yang
terdapat di dalam rokok dapat merangsang produksi sputum sehingga akan
menimbulkan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.
(Prabaningtyas Octora, 2016)
Terjadinya penumpukan sputum di jalan napas akan
mengakibatkan jalan napas menyempit, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan napas yang dapat mengganggu pergerakan udara
dari dan ke luar paru. Terjadinya gangguan pergerakan udara dari dan ke
luar paru akan mengakibatkan penurunan kemampuan batuk efektif. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas. Jika tidak segera di atasi akan menyebabkan peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia secara revesible sampai terjadi gangguan
pertukaran gas hingga menyebabkan kematian.
(Notoatmodjo, 2015)
Data World Health Organization (WHO), menunjukkan bahwa
lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2018, yakni
sebesar 6% dari semua kematian global tahun itu dan lebih dari 90%
kematian PPOK terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara prevalensi tertinggi
terdapat di Vietnam(6,7%) dan China (6,5%) dari total penduduknya.
(WHO, 2018)
Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar
di dunia setelah Cina dan India. Peningkatan konsumsi rokok berdampak
pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya
angka kematian akibat rokok. Hampir 80% perokok mulai merokok ketika

1
usianya belum mencapai 19 tahun. Di Indonesia, PPOK menempati urutan
kelima sebagai penyakit penyebab kematian ke-2 dan diperkirakan akan
menduduki peringkat ke-3 pada tahun 2020 mendatang. Prevalensi PPOK
di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, salah satunya disebabkan
oleh banyaknya jumlah perokok di Indonesia. Secara nasional konsumsi
tembakau di Indonesia cenderung meningkat dari 27% pada tahun 1995
menjadi 36.3% pada tahun 2019.
(Kemenkes RI, 2019)
Data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2019
menunjukkan jumlah kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami
penurunan dari tahun 2018 sebanyak 13%. Kasus PPOK tertinggi di
Provinsi Jawa Tengah terdapat di Kota Salatiga sebesar 1.744 kasus.
(DinKes Jateng, 2019)
Di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus sendiri data mengenai
jumlah kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) pada tahun 2019
sebanyak 269 kasus. Dan pada bulan Januari sampai dengan April 2020
sejumlah 88 kasus. Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka
penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Tn. S dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
di ruang Maranatha I Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus”.

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan yang utuh dan komprehensif.
2. Tujuan Khusus
A) Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit
paru obstruksi kronik (PPOK)
B) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
C) Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
D) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
E) Mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
F) Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

Anda mungkin juga menyukai