Disusun oleh:
Kelompok 2
Nama :
2019
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report (CBR)
dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan.
Tugas ini disusun dengan harapan menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai
Filsafat Pendidikan dengan mengkritik dan membandingkan buku yang berjudul FILSAFAT
PENDIDIKAN.
Penyusun menyadari makalah ini tentu masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
berharap agar mendapat kritik dan saran dari pembaca untuk penyusunan makalah yang lebih
baik lagi. Akhir kata penyusun mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang....................................................................................................3
B. Tujuan.................................................................................................................3
C. Manfaat ..............................................................................................................3
A. Perbandingan buku...........................................................................................11
B. Kelebihan buku................................................................................................11
C. Kekurangan buku.............................................................................................12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................13
B. Saran ...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Membandingkan dua buku Filsafat Pendidikan dengan pengarang yang berbeda
2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan suatu buku
C. Manfaat
1. Membantu memahami filsafat pendidikan
2. Membantu memahami kelebihan dan kekurangan kedua buku.
4
BAB II
ISI BUKU
5
6
C. RINGKASAN ISI BUKU UTAMA (FILSAFAT PENDIDIKAN OLEH
MUHAMMAD ANWAR)
BAB 1 PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN FILSAFAT DALAM ILMU
PENGETAHUAN DAN KEHIDUPAN MANUSIA
Filsafat dalam arti pertama adalah jalan yang di tempuh untuk memecahkan masalah.
Sedangkan, pada pengertian kedua, merupakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil
pemecahan atau pembahsan masalah. Di samping itu,filsafat mempunyai konotasi dalam
segala hal yang bersifat teoretis,transendental,abstrak,dan lain sebagainya.
Manusia yang berfikir dapat diketahui dalam kehidupan sehari-hari.Jika pemikiran manusia
dapat dipelajari,maka ada empat golongan pemikiran yaitu:
1. Pemikiran Pseudo-Ilmiah
2. Pemikiran Awam
3. Pemikiran Ilmiah,dan
4. Pemikiran Filosofis
Filsafat ditinjau dari segi istilah ,menurut para ahli dapat di kemukakan sebagai berikut:
1) Plato (427-342)
Seorang filsuf Yunani terkenal (murid Socrates dan guru aristoteles) ini dalam teori
etika kenegaraanya menyebutkan empat budi yang meliputi penguasaan
diri,keberanian,kebijaksanaan,dan keadilan.
2) Al-Kindi (796-474)
Ahli yang pertama dalam filsafat Islam yang mengawali pengertian skolastik Islam di
Irak.A-Kindi memberi tiga filsafat di kalangan umat Islam yaitu:
Ilmu Fisika;meliputi tingkatan alam nyata atas benda –benda yang ditangkap
oleh pancaindra.
Ilmu matematika; berhubungan dengan benda,tetapi mempunyai wujud
tersendiri yang dapat dipastikan denagn angka-angka.
Ilmu ketuhanan;tidak berhubungan dengan benda sama sekali.
7
dan pangkal segala pengetahuan.
8
baik pada waktu datang dari tangan sang pencipta,tetapi semua menjadi buruk di tangan
manusia.
3. Teori Konvergensi
Tampaknya , teori atau aliran konvergensi ini ingin mengompromikan dua macam aliran
yang ekstrem,yaitu aliran empirisme dan aliran nativisme. Tokoh aliran ini ialah William
Stern (1871-1938 seorang ahli pendidikan bangsa jerman) yang berpendapat bahwa
pembawaan dan lingkungan sama pentingnya, kedua-duanya sama berpengaruh tehadap hasil
perkembangan anak didik
9
5. Potensi-potensi cipta
6. Potensi karya
7. Potensi budi nurani
Dalam proses pendidikan,potensi-potensi tadi merupakan potensi dasar manusia dan
merupakan isi pendidikan yang dibina dan dikembangkan dalam proses hidup dan kehidupan
seseorang.
BAB 5 TUJUAN HIDUP DAN TUJUAN PENDIDIKAN
Manusia adalah satu jenis makhluk hidup yang menjadi anggota populasi di permukaan
bumi ini.Ia adalah suatu himpunan yang memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh sekian
juta makhluk hidup lainnya.Jika dilihat dari segi bilogis,hampir tidak dapat dibedakan antara
manusia dengan hewan.Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk istimewa dan luar
biasa,jika dipandang dan segi ini saja.Sedangkan yang membedakan manusia dengan jenis
makhluk lainnya,terletak pada sifat-sifat kehidupan rohaninya,yaitu bahwa manusia memiliki
potensi akal budi.
Dengan potensi ini manusia dapat berfikir dan berbuat jauh melebihi hewan.Manusia
dapat memahami hal-hal abstrak, dan mengabstraksikan hal-hal konkret.Dengan akal
manusia dapat menghubungkan masa lalu dan masa yang akan datang ,dapat mengerti
lambang –lambang dan bahasa. Dengan akal budi manusia mempunyai cita-cita dan tujuan
hidup.
Atas dasar bentuk pengertian pendidikan seperti inilah, maka pendidikan dimulai sejak
manusia itu ada . Jadi jelas ,perkembangan kehidupan manusia dalam hidup bermasyarakat
hingga sekarang ini ,menurut Edward Burner Tylor (1832-1917), seorang berkebangsaan
inggris ,manusia melalui tiga fase perkembangan ,yaitu from savagrry (kekejaman),through
barbarism(kebiadaban),to civilization(kepada peradaban).
Setiap manusia Muslim perlu menyadari tujuan hidup,kehidupan berusaha untuk
menyesuaikan segala aktivitas dan langkah-langkah dalam kehidupannya sehari-hari ,dengan
tujuan hidup yang sesuai dengan tuntunan agama. Untuk menentukan tujuan hidup harus
dipahami terlebih dahulu untuk apa sebenarnya manusia hidup,atau di turunkan Allah muka
bumi ini menurut Islam.
Setiap kegiatan pendidikan merupakan bagian dari suatu proses yang di harapkan untuk
menuju suatu tujuan,dan tujuan-tujuan ini ditentukan oleh tujuan-tujuan akhir.Dengan
demikian,tujuan pendidikan selalu terpaut pada zamannya, dengan kata lain rumusan tujuan
pendidikan yang dapat dibaca unsur filsafat dan kebudayaan suatu bangsa dominan.Tujuan
10
pendidikan sebenarnya sudah terlingkup di dalam pengertian pendidikan sebagai usaha secara
sadar, yang berarti usaha tersebut mengalami permulaan dan akhirnya.
11
BAB 7 DEMOKRASI PENDIDIKAN
Demokrasi pendidikan dalam pengertian luas patut selalu dianalisis sehingga memberikan
manfaat dalam praktik kehidupan dan pendidikan yang mengandung tiga hal,yaitu: (1) Rasa
hormat terhadap harkat sesama manusia, (2) Setiap manusia memiliki perubahan lke arah
pikiran yang sehat, dan (3) Rela berbakti untuk kepentingan atau kesejahteraan bersama.
Demokrasi pada prinsip ini di anggap sebagai pilar pertama untuk menjamin
persaudaraan dan hak manusia dengan tidak memandang jenis kelamin, umur, warna kulit,
agama, dan bangsa. Dalam setiap pelaksanaan pendidikan selalu terkait dengan masalah-
masalah di bawah ini.
1. Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.
2. Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan.
3. Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas, dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi
pendidikan itu sangat banyak di pengaruhi oleh alam pikiran, sifat, dan jenis masyarakat di
mana mereka bereda.Karena dalam kenyataanya,pengembangan demokrasi pendidikan itu
akan banyak di pengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Kesejahteraan dan kebahagiaan hanya akan dapat tercapai, apabila setiap warga negara
atau anggota masyarakat dapat mengembangkan tenaga atau pikirannya untuk memajukan
kepentingan bersama. Kebersamaan dan kerja sama inilah pilar penyangga demokrasi, yang
selalu menggunakan dialog dan musyawarah sebagai pendekatan sosialnya dalam setiap
mengambil keputusan untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan kebahagiaan tersebut.
12
Sedangkan disebut sebagai aliran pragmatisme karena aliran ini di anggap pelaksana
terbesar dari progrevisme dan merupakan petunjuk pelaksanaan pendidikan agar lebih maju
dari sebelumnya. Dari pemikiran demikian, maka tidak heran kalau pendidikan progrevisme
selalu menekankan pada tumbuh dan berkembanganya pemikiran dan sikap mental, baik
dalam pemecahan masalah maupun kepercayaan diri peserta didik. Tujuan pendidikan selalu
diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus dan bersifat progresif. Dengan
demikian, progresif merupakan sifat positif dari aliran tersebut.
Aliran filsafat pendidikan Esensiahsme dapat di telusuri dari aliran filsafat yang
menginginkannya agar manusia kembali kepada kebudayaan lama, karena kebudayaan lama
telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia. Esensialisme yang berkembang pada
zaman Renaissance mempunyai tinjauan yang berbeda dengan progresivisme, yaitu mengenai
pendidikan dan kebudayaan.
Perennialisme berasal dan kata perennial diartikan sebagai continuing throughout the
whole year atau lasting for a very long time abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada
akhir. Aliran ini memandang keadaan sekarang sebagai zaman yang sedang ditimpa krisis
kebudayaan karena kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran.
RINGKASAN BUKU PEMBANDING (FILSAFAT PENDIDIKAN OLEH
MUHAMMAD KRISTIAWAN)
Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni: a). Segi semantik: perkataan
filsafat berasal dari bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa yunani, ‘philosophia’,
yang berarti ‘philos’= cinta, suka (loving), dan ’sophia’ = pengetahuan, hikmah (wisdom).
Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.
Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat diharapkan menjadi bijaksana. b). Segi praktis:
dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-
masalah pendidikan. Filsafat akan menentukan “mau dibawa kemana” siswa kita. Filsafat
merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan
pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat
tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini Dosen/Guru) akan sangat
mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan
'berpikir', dan bukan hanya dengan 'perasaan.' Tidak semua kegiatan berpikir harus
menyandarkan diri pada penalaran. Prinsip-prinsip penalaran atau aksioma penalaran
merupakan dasar semua penalaran yang terdiri atas tiga prinsip. Ketiga prinsip penalaran
13
yang dimaksudkan adalah 1). prinsip identitas/ identity; 2) prinsip nonkontradiksi/ non-
contradiction; dan 3). prinsip eksklusi tertii/excluded middle.
Logika adalah ilmu pengetahuan (science) tetapi sekaligus juga merupakan kecakapan
untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
Kegunaan Logika adalah:
a. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
b. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
c. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan
mandiri.
d. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpikir,
kekeliruan, serta kesesatan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Di antara pandangan
tentang hakikat manusia yang mempengaruhi pendidikan dan pembelajaran adalah
pandangan humanistik dan behavioristik. Pandangan humanistik menekankan kebebasan
personal, pilihan, kepekaan, dan tanggung jawab personal. Pandangan Behavioristik
didasarkan pada prinsip, bahwa perilaku manusia yang diinginkan merupakan produk desain
bukannya kebetulan. Menurut paham ini, manusia memiliki suatu keinginan yang bebas.
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut
sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika,
matematika, dan lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memikirkan dengan bertanya
tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Kemudian jawaban mereka itulah yang nanti
akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati. Metode filsafat adalah metode bertanya,
Objek formal filsafat adalah rasio yang bertanya, dan Obyek materinya semua yang ada.
Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya
menemukan kebijaksanaan universal.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah
yang berperadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya
sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lainnya, tidak ada kasta pendeta sehingga secara
intelektual orang lebih bebas.
14
Periode perkembangan filsafat dapat dibagi empat, yaitu:
(1) filsafat Yunani;
Filsafat Yunani sebagai filsafat tertua, mulai ada sejak munculnya Thales sebagai
bapak filsafat yang mengatakan bahwa intisari alam adalah air.
(2) filsafat Hindu;
Filsafat Hindu ini tertuang dalam konsep Vedisme, Brahmanisme, dan Budisme.
(3) filsafat Islam;
Filsafat Islam sebenarnya berakar pada filsafat Yunani, yaitu ketika seorang
penerjemah berkebangsaan Yunani yang bernama Hunain pindah ke Irak dan bekerja di
istana Khalifah dari Daulat Abasiyah. Harun Al Rasyid, khalifah daulat Abasiyah yang sudah
berpikiran maju dan punya perhatian besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
memberi fasilitas untuk pengkajian ilmu pengetahuan, termasuk pemikiran-pemikiran filsafat
Aristoteles dan Plato.
(4) filsafat Eropa/ filsafat modern.
Filsafat Eropa adalah filsafat modern yang berkembang sejak munculnya keinginan
untuk menjadikan alam pemikiran klasik sebagai pedoman bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan yang terkenal dengan istilah renaissance.
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu Ontos: being, dan Logos: Logic.
Jadi, ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan) atau ilmu tentang yang ada. Ontologi diartikan sebagai suatu cabang metafisika
yang berhubungan dengan kajian mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai
yang ada, sepanjang sesuatu itu ada.
Di dalam berbagai pemahaman ontologi terdapat beberapa pandangan pokok
pemikiran, di antaranya:
a. Monoisme, paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah
satu saja, tidak mungkin dua. Paham ini terbagi menjadi dua aliran: 1) Materialisme
2) Idealisme
b. Dualisme, aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai
asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Materi bukan muncul dari benda, melainkan sama-sama hakikat.
c. Pluralisme, paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam
bentuk itu semuanya nyata.
d. Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berarti nothing atau tidak ada.
e. Agnotitisme, paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnosticisme barasal dari
bahasa Yunani ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat
dikenal.
Secara etimologis “Epistemologi” berasal dari dua suku kata (Yunani), yakni
‘epistem’ yang berarti pengetahuan atau ilmu (pengetahuan) dan ‘logos’ yang berarti
‘disiplin’ atau teori. Keraguan-keraguan tentang hakikat pikiran, persepsi-persepsi pikiran,
nilai dan keabsahan pikiran, kualitas pencerapan pikiran terhadap obyek dan realitas
eksternal, tolak ukur kebenaran hasil pikiran, dan sejauh mana kemampuan akal pikiran dan
indera mencapai hakikat dan menyerap obyek eksternal, masih merupakan persoalan-
15
persoalan aktual dan kekinian bagi manusia. Terkadang kita mempersoalkan ilmu dan
makrifat tentang benda-benda hakiki dan kenyataan eksternal, dan terkadang kita membahas
tentang ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indera. Semua persoalan ini
dibahas dalam bidang ilmu epistemologi. Dengan demikian, definisi epistemologi adalah
suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi,
alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan
manusia.
Melihat ilmu dari tiga hal ini berarti mendekatinya dari sudut pandang filosofis.
Aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi adalah grand central tema bahasan dalam dunia
filsafat. Berbicara ontologi berarti melihat hakikat sesuatu, sedangkan epistemologi adalah
cara memperoleh pengetahuan, dan teori nilai tentang kegunaan pengetahuan yang diperoleh
disebut dengan aksiologi. Bebarapa definisi tentang aksiologi, yaitu: 1) aksiologi berasal dari
perkataan axios (Yunani) berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi, aksiologi adalah teori
tentang nilai; 2) aksiologi dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri disebut sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh; 3) menurut Barmel,
aksiologi terbagi menjadi tiga bagian: (1) moral conduct, yaitu tindakan moral, melahirkan
disiplin khusus yakni etika, (2) aesthetic expression, yaitu expresi keindahan, melahirkan
keindahan, (3) sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, melahirkan fisafat sosial
politik.
Makna “masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan
berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama
kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Menurut AS Hikam, civil
society adalah satu wilayah yang menjamin berlangsungnya perilaku, tindakan, dan refleksi
mandiri, tidak terkungkung oleh kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan-
jaringan kelembagaan politik resmi.
Ciri-ciri utama civil society, menurut AS Hikam, ada tiga, yaitu: (1) adanya
kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok dalam
masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara; (2) adanya ruang publik bebas
sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana dan
praktis yang berkaitan dengan kepentingan publik, dan (3) adanya kemampuan membatasi
kuasa negara agar ia tidak intervensionis.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik masyarakat madani:
1. Free Public Sphere (Ruang Publik yang Bebas)
2. Demokratisasi
3. Toleransi
4. Pluralisme
5. Keadilan Sosial (Social Justice)
6. Partisipasi Sosial
7. Supremasi Hukum
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia
di antaranya sebagai berikut.
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata;
16
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat;
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter;
Inti dari paham sekularisme menurut al-Nabhani (1953) adalah pemisahan agama dari
kehidupan (faşlud-din ‘anil-hayah). Menurut Nasiwan (2003), sekularisme di bidang politik
ditandai dengan 3 hal, yaitu: (1)Pemisahan pemerintahan dari ideologi keagamaan dan
struktur eklesiatik, (2)Ekspansi pemerintah untuk mengambil fungsi pengaturan dalam bidang
sosial dan ekonomi, yang semula ditangani oleh struktur keagamaan, (3) Penilaian atas kultur
politik ditekankan pada alasan dan tujuan keduniaan yang tidak transenden. Di bidang
akademik, kerangka keilmuan yang berkembang di Barat mengacu sepenuhnya pada prinsip-
prinsip sekularisme. Sumber-sumber ilmu pengetahuan hanya didapatkan dari akal manusia,
bukan dari agama, karena agama hanya didudukkan sebagai bahan pembahasan dalam
lingkup moral dan hanya layak untuk berbicara baik atau buruk (etika), dan bukan
pembahasan ilmiah (benar atau salah).
Perkembangan sekularisme di Barat ternyata tidak hanya berhenti di tanah
kelahirannya saja, tetapi terus berkembang dan disebarluaskan ke seantero dunia, termasuk di
dunia Islam. Semakin lengkap peran sekularisme untuk memasukkan peran agama dalam peti
matinya. Oleh karena itu tidak perlu heran, jika kita menyaksikan di sebuah negara yang
mayoritas penduduknya muslim, peran agama (Islam) sama sekali tidak boleh nampak dalam
pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara riil, kecuali hanya sebatas spirit
moral bagi pelaku penyelenggara negara, sebagaimana yang diajarkan oleh sekularisme.
Umat Islam akhirnya memiliki standar junjungan baru yang lebih dianggap mulia
ketimbang standar-standar yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Umat lebih
suka mengukur segala kebaikan dan keburukan berdasarkan pada nilai-nilai demokrasi,
HAM, pasar bebas, pluralisme, kebebasan,kesetaraan, dan lain-lain yang kandungan nilainya
banyak bertabrakan dengan Islam. Jika sebuah ide telah menjadi sebuah raksasa yang
menggurita, maka tentunya akan sangat sulit untuk melepaskan belenggu tersebut darinya.
Terlebih lagi umat Islam sudah sangat suka dan senang dengan tata kehidupan yang sangat
sekularistik tersebut. Sebaliknya, mereka justru sangat khawatir dan takut jika penataan
negara ini harus diatur dengan syariat Islam. marilah kita kembalikan satu per satu masalah
ini pada bagaimana pandangan Al-Qur’an terhadap prinsip-prinsip sekularisme di atas, mulai
dari yang paling mendasar, kemudian turunan-turunannya. Kita mulai dari firman Allah
dalam QS al-Insan: 2-4:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang
Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat”
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya dengan jalan yang lurus, ada yang bersyukur ada
pula yang kafir”
“Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka
yang menyala-nyala”
Ayat-ayat di atas memberitahu dengan jelas kepada manusia, mulai dari siapa
sesungguhnya Pencipta manusia, kemudian untuk apa Pencipta menciptakan manusia hidup
di dunia ini. Hakikat hidup manusia di dunia ini tidak lain adalah untuk menerima ujian dari
Allah SWT, berupa perintah dan larangan. Allah juga memberi tahu bahwa datangnya
petunjuk dari Allah untuk hidup manusia bukanlah pilihan bebas manusia (sebagaimana
prinsip HAM), yang boleh diambil, boleh juga tidak.
17
BAB VIII ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT
18
BAB III
PEMBAHASAN
Kedua buku memiliki pengertian yang berbeda mengenai filsafat. Pada buku
utama, filsafat dalam arti pertama adalah jalan yang di tempuh untuk memecahkan
masalah. Sedangkan, pada pengertian kedua, merupakan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil pemecahan atau pembahsan masalah. Sedangkan pada buku pembanding
filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Kedua buku sama-sama membahas secara mendalam tentang hakikat, peran,
tujuan, dan fungsi filsafat dalam pendidikan. Meskipun dibahas dalam bab yang
berbeda, namun pada intinya sama. Selain itu, kedua buku juga sama-sama membahas
pandangan Islam dalam filsafat. Namun, pada buku utama dibahas dalam prinsip
demokrasi dan tidak semendalam pada buku pembanding yang membahas pandangan
islam pada bab bahaya filsafat.
Pada buku utama, aliran filsafat yang dibahas hanya ada empat, yaitu
progresivisme, esensialisme, parennialisme, dan rekonstruksionalisme. Sedangkan
pada buku pembanding aliran filsafat ada 26, yaitu: Nativisme, Empirisme, Idealisme,
Realisme,Materialisme,Pragmatisme,Eksistensialisme,Pragmatisme,Eksistensialisme,
Perenialisme, Esensialisme, Progresivisme Rekonstruksionisme, Positivisme,
Rasionalisme,Sosialisme, Komunisme, Kapitalisme, Postmodernisme, Naturalisme,
Individualisme, Konstruktivisme, Humanisme, Neoliberalisme, Nihilisme.
B. KELEBIHAN
a. Buku Utama
1. Tampilan luar (cover) buku ini menarik. Perpaduan gambar pada cover dengan layout
yang bagus.
2. Penggunaan kertas dan tingkat keterbacaan teks sempurna
3. Penyampaian materi yang ringkas dan tepat sasaran, tidak berbelit-belit menjadikan
isi buku ini menjadi satu bacaan yang sesuai dengan konsep yang ditawarkan
4. Didalam buku terdapat lampiran-lampiran yang dapat membantu pembaca semakin
memahami konsep yang telah dibaca sehingga pemahaman pembaca akan semakin
terasah dan terarah.
5. Buku ini menggunakan referensi yang terpercaya dalam memberikan sumbangsih
pemikiran.
6. Dalam buku ini ditemukan skema atau bagan yang menjelaskan sebagaian dari materi
yang disuguhkan.
7. Sistematika penulisan pada buku ini telah memenuhi kaidah penulisan buku yang baik
dan benar.
19
8. Penyampaian materi yang ringkas dan tepat sasaran, tidak berbelit-belit menjadikan
isi buku ini menjadi satu bacaan yang sesuai dengan konsep yang ditawarkan
b. Buku pembanding
Buku ini menggunakan bahasa yang dapat dimengerti dengan mudah bagi
orang awam yang ingin belajar filsafat pendidikan. Dengan menggunakan metode
yang memahami konsep secara dasar, pembaca akan dibawa untuk memahami filsafat
pendidikan secara perlahan-lahan. Buku ini juga menjelaskan dengan lengkap
berbagai aliran dalam filsafat dengan lengkap yang semakin memudahkan pembaca
mengenai filsafat pendidikan.
C. KEKURANGAN
a. Buku Utama
Secara umum buku ini sudah bagus. Hanya saja buku ini menggunakan penekatan
Islam, terutama pada bab “Bahaya Filsafat” meskipun judul buku ini adalah FILSAFAT
PENDIDIKAN sehingga apabila yang membaca berasal dari kalangan non-muslim, bab
tersebut akan kurang dipahami sehingga maksud penulis untuk menyampaikan bahaya
filsafat bisa saja tidak tersampaikan.
20
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Filsafat adalah induk dari ilmu. Dalam melahirkan ilmu,filsafat ilmu pendidikan yang
merupakan cabang filsafat tidaklah meninggalkan induk. Setelah menganalisis buku ini, maka
saya dapat menyimpulkan bahwa kegiatan mengkritik buku ini bertujuan untuk menemukan
keunggulan dan kelemahan buku demi terwujudnya pemahaman terhadap karya tulis yang
berkualitas sejalan dengan tujuan pendidikan nasional bangsa Indonesia. Dalam buku yang
berjudul Filsafat Pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran filsafat pendidikan
merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan bagaimana cara mejadi seorang
pendidik yang bertanggung jawab.
B. SARAN
Terlepas dari berbagai kekurangan dan kelebihan pada kedua buku buku ini dinilai telah
layak untuk digunakan sebagai sumber belajar karena telah memenuhi kriteria yang
diharapkan dari sebuah karya tulis berupa buku. Identitasnya jelas, konsep sudah pasti,
mengikuti kaidah-kaidah penulisan yang telah disepakati, muatan materi yang tepat sasaran
dan pengembangan materi yang sesuai dengan konsep yang ditawarkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Muhammad. 2015. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Paramedia Group.
Kristiawan, Muhammad. 2016. Filsafat Pendidikan: The Choice is Yours. Yogyakarta: Valia
Media.
22